Anda di halaman 1dari 10

Uji Daya Berkecambah

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk menghindari kegagalan, maka perlu di ketahui terlebih dahulu apakah biji
atau benih tanaman budi daya yang akan di sebar di lapangan dapat
berkecambah dengan baik dan dalam wakt yang memadai. Cara-cara yang
dilakukan tersebut dikenal dengan uji daya kecambah benih. Suatu biji tumbuhan
dapat berkecambah jika syarat-syarat berikut ini terpenuhi, yaitu :
1. Embrio biji tersebut masih hidu
2. Biji tidak dalam keadaan dorman
3. Faktor lingkungan menguntungkan untuk pekecambahan.
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang
sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung
presentase daya berkecambahnya. Persentase daya berkecambah merupakan
jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan dalam
kondisi dan periode tertentu.
Bila daya uji kecambah benih memberikan hasil yang negative maka perlu
diadakan usaha lain untuk mengetahui faktor apakah yang mengakibatkan
kegagalan perkecambahan. Prosedur uji daya kecambah dilakukan dengan
menjamin agar lingkungan menguntungkan bagi perkecambahan seperti
letersediaan air, cahaya, suhu dan oksigen.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari cara melakukan uji
daya berkecambah benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Uji perkecambahan benih dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan


germinator (alat pengecambah benih) dengan media kertas dan metoda uji =
UDK (Uji Di atas kertas), UAK (Uji Antar Kertas) dan UKDdp (Uji Kertas digulung
didirikan dalam plastik). Uji perkecambahan benih di rumah kaca umumnya
menggunakan media tanah halus, pasir halus, serbuk gergaji dan media lainnya,
dapat berupa campuran atau tidak dicampur. (anonymous, 2008).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap vigor benih :
1. Genetik
2. Tingkat kemasakan --> Waktu panen
3. Kondisi lingkungan selama perkembangan benih
- temperatur dan kesediaan air --> benih bit gula selama periode pemasakan
benih pada kondisi suhu 35 oC lebih cepat perkecambahannya dibanding suhu
30 oC
- Kesuburan tanah
4. Ukuran dan Densitas benih
5. Kerusakan mekanik --> mempengaruhi daya kecambah dan daya simpan

benih
6. Umur dan tingkat kemunduran
7. Serangan mikroorganisme selama penyimpanan
8. suhu rendah selama imbibisi (semsilomba, 2008).
Ekstraksi benih merupakan kegiatan mengeluarkan dan membersihkan benih
dari bagian-bagian lain buah, seperti tangkai, kulit dan daging buah. Dikenal dua
macam ekstraksi benih yaitu ekstraksi kering yang dilakukan terhadap buah
berbentuk polong (Acacia sp, Paraserianthes falcataria) dan jenis-jenis yang
memiliki daging buah yang kering (Swietenia macrophylla), sedangkan ekstraksi
basah dilakukan terhadap jenis-jenis yang memiliki daging buah yang basah
seperti Gmelina arborea, Melia azedarach dan Azadirachta indica.
(anonymous,2008)
Melihat pada keberadaan kotiledon atau organ penyimpanan, perkecambahan
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perkecambahan epigeal dan
perkecambahan hipogeal. Perkecambahan epigeal ditunjukkan oleh benih dari
golongan kacang-kacangan dan pinus, sedangkan perkecambahan hipogeal
ditunjukkan oleh benih dari golongan koro-koroan, dan rerumputan.
Perkecambahan Epigeal Perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang
menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah
Dalam proses perkecambahan, setelah radikel menembus kulit benih, hipokotil
memanjang melengkung menembus ke atas permukaan tanah. Setelah hipokotil
menembus permukaan tanah, kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan
cara demikian kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan
tanah juga. Kulit benih akan tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya
kotiledon membuka dan daun pertama (plumula) muncul ke udara. Beberapa
saat kemudian, kotiledon meluruh dan jatuh ke tanah. Beberapa contoh benih
dengan perkecambahan epigeal adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan
lamtoro (Sadjad,1993)
III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan pada :
1. Hari/tanggal : Senin, 14 Desember 2009
2. Tempat : Laboratorium Benih.
3. Pukul : 13.00-15.00
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini APB tipe IPB 73-2B, ember, alat
pengempa kertas dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah
benih kedelai, jagung, kertas merang, plastik, label, karet gelang dan air.
3.3 Cara Kerja
1. Kertas merang direndam dalam air hingga basah semua bagiannya. Lalu

dikempa pada pengempa kertas hingga tiris dan cukup lembab.


2. Dua lembar kertas merang diletakkan pada selembar plastik.
3. Benih yang diuji ditanam diatas merang tersebut (no 2), 25 butir benih
perlembaran dengan susunan yang teratur dan rapih.
4. Dua lembar kertas merang lembab lagi digunakan untuk menutup benih yang
telah tersusun rapi (no 3).
5. Dari salah satu sisi lembar kertas, benih yang telah ditanam itu diulung
perlahan-lahan sehingga membentuk gulungan yang rapih.
6. Label tanda uji disiapkan dan ditulis padanya Nama penguji, Nama uji, Nama
benih, dan tanggal pengujian.
7. Letakkan gulungan no 6 pada rak didalam APB 73-2B dengan kedudukan
berdiri (UKDdp = Uji kertas digulung didirikan dalam plastik).
8. Diamati pada hari ke 3 sampai hari ke 5 dan dicatat datanya.
9. Ditentukan persentase DB, benih abnormal, dan benih mati.
10. Catat data dalam table.
11. Digambar kecambah normal yang diamati.
3.2 Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara :
1. Diamati pada hari ke-tiga kecambah yang telah dapat dinyatakan dengan
normal diambil dan dihitung, sedangkan benih yang belum berkecambah atau
kecambah yang belum dapat dinyatakan normal dibiarkan tetap dalam substrat
dan dikembalikan pada APB untuk pengamatan hari berikutnya.
2. Pada hari ke-lima ditentukan kecambah normal, kecambah abnormal dan
benih mati
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


Tabel 1 Data Pengamatan Uji Daya Berkecambah Benih
Jenis Benih Ulangan Pengamatan (dalam jumlah benih)
I II Total
N N AN BM N AN BM
Kedelai 1 7 13 3 2 20 3 2
2 9 11 4 1 20 4 1
3 15 9 1 0 24 1 0
4 8 10 2 5 18 2 5
Rataan 9.75 10.75 2.5 2 20.5 2.5 2
Jagung 1 7 8 2 8 15 2 8
2 13 7 2 3 20 2 3
3 9 11 1 4 20 1 4
Rataan 9.67 8.67 1.67 5 18.33 1.67 5

4.2 Perhitungan
Perhitungan daya berkecambah =

A. Pada benih kedelai


Ulangan 1 pengamatan 1 (%N) = 7 x 100% = 28 %
25
Ulangan 1 pengamatan 2 (%N) = 13 x 100% = 52 %
25
Ulangan 1 pengamatan 2 (%AN) = 3 x 100% = 12 %
25
Ulangan 1 pengamatan 2 (%AM) = 2 x 100% = 8 %
25
Total (%N) Ulangan 1 = 28 % + 52 % = 80%
Total (%AN) Ulangan 1 = 12%
Total (%BM) Ulangan 1 = 8%
Ulangan 2 pengamatan 1 (%N) = 9 x 100% = 36 %
25
Ulangan 2 pengamatan 2 (%N) = 11 x 100% = 44 %
25
Ulangan 2 pengamatan 2 (%AN) = 4 x 100% = 16 %
25
Ulangan 2 pengamatan 2 (%AM) = 1 x 100% = 4 %
25
Total (%N) Ulangan 2 = 36 % + 44 % = 80%
Total (%AN) Ulangan 2 = 16%
Total (%BM) Ulangan 2 = 4%
Ulangan 3 pengamatan 1 (%N) = 15 x 100% = 60 %
25
Ulangan 3 pengamatan 2 (%N) = 9 x 100% = 36 %
25
Ulangan 3 pengamatan 2 (%AN) = 1 x 100% = 4 %
25

Ulangan 3 pengamatan 2 (%AM) = 0 x 100% = 0 %


25

Total (%N) Ulangan 2 = 60 % + 36 % = 96%


Total (%AN) Ulangan 2 = 4%
Total (%BM) Ulangan 2 = 0%
Ulangan 4 pengamatan 1 (%N) = 8 x 100% = 32 %
25
Ulangan 4 pengamatan 2 (%N) = 10 x 100% = 40 %
25
Ulangan 4 pengamatan 2 (%AN) = 2 x 100% = 8 %
25
Ulangan 4 pengamatan 2 (%AM) = 5 x 100% = 20 %
25
Total (%N) Ulangan 2 = 32 % + 40 % = 72%
Total (%AN) Ulangan 2 = 8%
Total (%BM) Ulangan 2 = 20%

B. Pada benih jagung


Ulangan 1 pengamatan 1 (%N) = 7 x 100% = 28 %
25
Ulangan 1 pengamatan 2 (%N) = 8 x 100% = 32 %
25
Ulangan 1 pengamatan 2 (%AN) = 2 x 100% = 8 %
25
Ulangan 1 pengamatan 2 (%AM) = 8 x 100% = 32 %
25
Total (%N) Ulangan 1 = 28 % + 32 % = 60%
Total (%AN) Ulangan 1 = 8%
Total (%BM) Ulangan 1 = 32%
Ulangan 2 pengamatan 1 (%N) = 13 x 100% = 52 %
25
Ulangan 2 pengamatan 2 (%N) = 7 x 100% = 28 %
25

Ulangan 2 pengamatan 2 (%AN) = 2 x 100% = 8 %


25
Ulangan 2 pengamatan 2 (%AM) = 3 x 100% = 12 %
25
Total (%N) Ulangan 2 = 52 % + 28 % = 80%
Total (%AN) Ulangan 2 = 8%
Total (%BM) Ulangan 2 = 12%
Ulangan 3 pengamatan 1 (%N) = 9 x 100% = 36 %
25
Ulangan 3 pengamatan 2 (%N) = 11 x 100% = 44 %
25
Ulangan 3 pengamatan 2 (%AN) = 1 x 100% = 4%
25
Ulangan 3 pengamatan 2 (%AM) = 4 x 100% = 16%
25
Total (%N) Ulangan 2 = 36% + 44 % = 80%
Total (%AN) Ulangan 2 = 4%
Total (%BM) Ulangan 2 = 16%

Tabel 2 Hasil Perhitungan Uji Daya Berkecambah Benih


Jenis Benih Ulangan Pengamatan (Dalam %)
I II Total
N N AN BM N AN BM
Kedelai 1 28 52 12 8 80 12 8
2 36 44 16 4 80 16 4
3 60 36 4 0 96 4 0
4 32 40 8 20 72 8 20

Rataan 39 43 10 8 82 10 8
Jagung 1 28 32 8 32 60 8 32
2 52 28 8 12 80 8 12
3 36 44 4 16 80 4 16
Rataan 38.67 34.67 6.67 20 73.33 6.67 20

4.3 Pembahasan
Para ahli fisiologis benih menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya
radikel menembus kulit benih. Para agronomis menyatakan bahwa
perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari
dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah
normal pada kondisi lingkungan yang optimum. Untuk mengetahui kemampuan
benih untuk berkecambah dilakukan uji daya perkecambahan benih.
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang
sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung
presentase daya berkecambahnya. Persentase daya berkecambah merupakan
jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan dalam
kondisi dan periode tertentu.
Pengujian daya berkecambah ini dapat dilakukan dalam beberapa metode. Untuk
menentukan metode apa yang digunakan hal tersebut tergantung pada jenis dan
karakter tumbuh benih. Metode yang biasa dilakukan adalah:
a) Uji pada kertas ( yang digunakan dalam praktikum)
b) Uji antar pasir
c) Uji pasir
Setelah penanaman dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah mengevaluasi
kecambah. Evaluasi kecambah dilakukan 2 kali pada benih jagung dan kedelai
evaluasi pertama dilakukan pada hari ke 3 dan evaluasi hari kedua dilakukan
pada hari ke 5. Pada evaluasi yang pertama hanya dilihat kecambah normal saja.
Kriteria untuk kecambah normal diantaranya adalah:
a) Kecambah dengan pertumbuhan sempurna, ditandai dengan akar dan batang
yang berkembang baik, jumlah kotiledon sesuai, daun berkembang baik dan
berwarna hijau, dan mempunyai tunas pucuk yang baik
b) Kecambah dangan cacat ringan pada akar, hipokotil/ epikotil, kotiledon, daun
primer, dan koleoptil
c) Kecambah dengan infeksi sekunder tetapi bentuknya masih sempurna.
Dengan kriteria tersebut kecambah normal diambil lalu dipisahkan dari benih
yang belum berkecambah. Jumlah kecambah normal tersebut kemudian dihitung.
Pada evaluasi kedua yaitu melihat adanya kecambah normal, kecambah
abnormal, benih yang tidak berkecambah (benih keras, benih segar tidak
tumbuh, benih mati/ busuk). Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak
memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal.
Kecambah di bawah ini digolongkan ke dalam kecambah abnormal :

a) Kecambah rusak: kecambah yang struktur pentingnya hilang atau rusak berat.
Plumula atau radikula patah atau tidak tumbuh.
b) Kecambah cacat atau tidak seimbang: kecambah dengan pertumbuhan lemah
atau kecambah yang struktur pentingnya cacat atau tidak proporsional. Plumula
atau radikula tumbuh tidak semestinya yaitu plumula tumbuh membengkok atau
tumbuh kebawah, sedangkan radikula tumbuh sebaliknya.
c) Kecambah lambat: kecambah yang pada akhir pengujian belum mencapai
ukuran normal. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kecambah benih normal
kecambah pada benih abnormal ukurannya lebih kecil.
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai
akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi:
a) Benih segar tidak tumbuh: Benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah
namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi
kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih
tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari
perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan
tumbuh normal.
b) Benih keras: Benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih
tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak
mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran
benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeabel
terhadap gas dan air.
c) Benih mati: Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak
segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang
telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan
karena adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada
saat kultur teknis dilepangan tanaman yang menajdi induk talah terserang hama
dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari
induknya.
Melihat pada keberadaan kotiledon atau organ penyimpanan, perkecambahan
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perkecambahan epigeal dan
perkecambahan hipogeal. Perkecambahan epigeal ditunjukkan oleh benih dari
golongan kacang-kacangan dan pinus, sedangkan perkecambahan hipogeal
ditunjukkan oleh benih dari golongan koro-koroan, dan rerumputan.

Gambar perkecambahan epigeal (kiri atas) dan perkecmbahan hypogeal (kanan


atas)
Perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang menghasilkan kecambah
dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah Dalam proses
perkecambahan, setelah radikel menembus kulit benih, hipokotil memanjang
melengkung menembus ke atas permukaan tanah. Setelah hipokotil menembus
permukaan tanah, kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan cara demikian
kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan tanah juga. Kulit
benih akan tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya kotiledon membuka
dan daun pertama (plumula) muncul ke udara. Beberapa saat kemudian,

kotiledon meluruh dan jatuh ke tanah. Beberapa contoh benih dengan


perkecambahan epigeal adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan
lamtoro.
Perkecambahan hipogeal adalah perecambahan yang menghasilkan kecambah
dengan kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah. Dalam proses
perkecambahan, plumula dan radikel masing-masing menembus kulit benih.
Radikel menuju ke bawah dilinungi oleh koleoriza, dan plumula menuju ke atas
dilindungi oleh koleoptil. Setelah kolepotil menembus permukaan tanah dari
bawah mencapai udara, lalu membuka dan plumula terbebas dari lindungan
koleoptil dan terus tumbuh dan berkembang, sedangkan koleotil sendiri berhenti
tumbuh. Beberapa contoh benh dengan perkecambahan epigeal adalah padi,
jagung, dan sorgum.
Persyaratan perkecambahan benih:
a) Faktor internal : kemasakan benih, faktor eksternal. air, udara, suhu, dan
cahaya. Kemasakan benih Makin tinggi tingkat kemasakannya persentase
perkecambahannya juga makin tinggi. Persentase perkecambahan maksimum
dicapai oleh benih yang telah masak fisiologis.
b) Faktor Eksternal: Ketersediaan Air (Kapasitas Lapang), Udara (Oksigen dan
CO2) : O2 udara normal (20%) baik untuk perkecambahan, Suhu lingkungan
(berpengaruh pada proses metabolisme sel) Sehingga berpengaruh pada
perkecambahan Istilah suhu kardinal: (suhu minimum, optimum,
maksimum)Cahaya beberapa jenis perlu/tidak pertlu cahaya, Fitokrom: Suatu
senyawa pigmen protein yang fotoreversibel (dapat berubah karena perubahan
cahaya) Bertanggungjawab pada proses perkecambahan dan pembungaan
Rangkaian peristiwa selama proses perkecambahan berlangsung, yaitu: Imbibisi,
Aktivasi Enzim, Perombakan simpanan cadangan, Inisiasi pertumbuhan embrio,
Pemunculan radikel dan Pemantapan kecambah
Pada praktikum ini didapatkan data hasil percobaan uji daya berkecambah benih,
yaitu rata-rata persentase kecambah normal pada benih kedelai yaitu 82, ratarata persentase kecambah abnormal 10 dan rata-rata persentase benih mati 8.
sehingga dapat disimpulkan bahwa benih kedelai memiliki daya berkecambah
benih yang tinggi. Sedangkan rata-rata persentase kecambah normal pada benih
jagung yaitu 73.33, rata-rata persentase kecambah abnormal 6.67 dan rata-rata
persentase benih mati 20. sehingga dapat disimpulkan bahwa benih jagung
memiliki daya berkecambah lebih rendah dari pada benih kedelai. Hal ini dapat
terjadi mungkin karena benih jagung yang kurang baik karena lamanya berada
ditempat penyimpanan, sehingga daya berkecambah benih menurun. Kecambah
normal dapat digambarkan sebagai berikut:
IV. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Uji daya berkecambah benih dilakukan untuk mengetahui kemampuan benih
untuk berkecambah pada lingkungan yang serba memadai.

2. Pengamatan praktikum dilakukan 2 kali, pengamatan pertama pad hari ketiga


setelah tanam dan pengamatan kedua pada hari kelima setelah tanam.
3. Pengamatan pertama dilakukan dengan pengambilan kecambah normal dan
dihitung, pada pengamatan kedua ditentukan kecambah normal, kecambah
abnormal dan benih mati.
4. Ciri-ciri kecambah normal yaitu apabila semua bagiannya (akar, hipokotil atau
skutelum, plumula dan kotiledon) menunjukkan kesempurnaan dan lengkap
tanpa kerusakan.
5. Persentase rata-rata kecambah normal pada jagung yaitu 73.33% dan
persentase kecambah normal pada kedelai yaitu 82%.
6. Daya berkecambah benih kedelai lebih baik dari pada daya berkecambah
benih jagung.
5.2 Saran
Semua hal yang mendukung kelancaran praktikum sudah sangat bagus, baik dari
segi kelengkapan alat maupun tenaga pengajar (asisten). Semoga dapat terus
ditingkatkan pada masa-masa mendatang sehingga praktikan dapat mengikuti
praktikum dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai