Anda di halaman 1dari 39

REAKSI ALERGI : URTIKARIA DAN STEVEN JOHNSON

SYNDROME
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III
yang diampu oleh :
Farial Nurhayati, M.Kep

Oleh :
Fitri Andientin Sinfani

( P17320313012 )

Meida Ismayanti

( P17320313022 )

Selvi Yulia Putri

( P17320313055 )

Siti Sholihah

( P17320313052 )

Tingkat II A
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR
2014

KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
petunjuk-Nya

sehingga tersusunlah makalah

ini dalam mata

pelajaran

Keperawatan Medikal Bedah III .


Dengan segala kerendahan hati kami menyadari dan mengakui, bahwa isi
dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih dalam proses
pembelajaran.
Tidaklah akan terwujud dalam penyusunan makalah ini tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak yang membantu kami. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Farial Nurhayati,
M.Kep selaku pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III atas
bimbingan yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Akhirnya, harapan kami semoga Allah SWT. membalas kebaikan-kebaikan
semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta bantuan dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi rekan-rekan kami khususnya
mahasiswa Program Studi Keperawatan Bogor.
Bogor, Maret 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
URTIKARIA............................................................................................................3
A. Definisi

B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Manifestasi Klinik

10

E. Bentuk Bentuk Urtikaria


F. Komplikasi

10

12

G. Pemeriksaan Penunjang 12
H. Penatalaksanaan 13
I. Pencegahan

13

J. Asuhan Keperawatan

15

1.

Pengkajian

15

2.

Diagnosis Keperawatan

16

3.

Perencanaan Keperawatan

16

5.

Evaluasi

22

STEVEN JOHNSON SYNDROME......................................................................23


A. Definisi

23

iii

B. Etiologi

23

C. Patofisiologi

24

D. Manifestasi Klinik
E. Komplikasi

27

28

F. Pemeriksaan Penunjang 28
G. Penatalaksanaan 29
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian

2.

Diagnosa Keperawatan

32

3.

Perencanaan Keperawatan

32

4.

Evaluasi

31

31

33

BAB III..................................................................................................................34
PENUTUP..............................................................................................................34
I. Simpulan 34
J. Saran
DAFTAR PUSTAKA

34

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat dan golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat
reaksi imunologis terhadap alergi lingkungan. Walaupun faktor lingkunan
merupakan faktor penting, faktor genetik dalam manifestasi alergi tidak dapat
di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu menunjukkan bahwa
sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan sebelumnya. Penyakit
alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat. (WHO ARIA tahun 2001).
Penyakit alergi dengan berbagai manifestasinya sering dijumpai di
masyarakat. Faktor penyebabnya seringkali sulit ditentukan walaupun dengan
tes alergi sekalipun karena sering terjadi reaksi silang. Salah satu manifestasi
dari penyakit alergi berupa urtikaria. Urtikaria merupakan suatu sindroma
(kumpulan gejala) yang menifestasinya berupa gatal-gatal dan bintik-bintik
merah pada kulit yang pada umumnya disebabkan oleh alergi. Namun,
penyakit ini juag dapat disebabkan oleh krisis emosi atau karena terkena panas
atau dingin. Walaupun penyakit ini tidak berbahaya, keluhan gatal yang terjadi
sangat mengganggu.
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi
secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita
maupun dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah
ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberikan
hasil seperti yang diharapkan.
b. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit urtikaria dan steven johnson syndrome?
2. Apa etiologi dari penyakit urtikaria dan steven johnson syndrome?

3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit urtikaria dan steven johnson


syndrome?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit urtikaria dan steven Johnson
syndrome?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit urtikaria dan steven
johnson syndrome?
6. Bagaimana komplikasi dari penyakit urtikaria dan steven johnson
syndrome?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari penyakit urtikaria dan steven johnson
syndrome?
c. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari penyakit urtikaria dan steven
Johnson syndrome
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari penyakit urtikaria dan steven
Johnson syndrome
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari penyakit urtikaria dan
steven johnson syndrome
4. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari penyakit urtikaria
dan steven johnson syndrome
5. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostic dari penyakit
urtikaria dan steven johnson syndrome
6. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari penyakit urtikaria dan
7.

steven johnson syndrome


Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan dari penyakit
urtikaria dan steven johnson syndrome

BAB II
PEMBAHASAN
URTIKARIA

A. Definisi
Urtikaria atau lebih dikenal dengan biduran adalah suatu gejala
penyakit berupa gatal-gatal pada kulit disertai bercak-bercak menonjol
(edema) yang biasanya disebabkan oleh alergi. Urtikaria merupakan gejala
klinis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai dengan adanya
pembentukan bilur bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa
meninggalkan bekas yang terlihat. (robin graham, brown, 2005). Urtikaria
yaitu keadaan yang ditandai dengan timbulnya urtika atau edema setempat
yang menyebabkan penimbulan diatas permukaan kulit yang disertai rasa
sangat gatal (ramali, ahmad, 2009).
Urtikaria (gelegata) merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe I
pada kulit yang ditandai oleh kemunculan mendadak lesi menonjol yang
edematous, berwarna merah muda dengan ukuran serta bentuk yang
bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman yang
setempat. Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam
sebab, biasanya ditandai dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul

dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di


permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Di
Indonesia, urtikaria dikenal dengan nama lain biduran atau kaligata. Urtikaria
termasuk penyakit alergi yang sering ditemukan pada praktek sehari-hari
selain asma, alergi obat, alergi makanan, dan dermatitis. Urtikaria dijumpai
pada kira-kira 10-20% dari populasi.
Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian tubuh, termasuk membrane
mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang dengan komplikasi
respiratoria yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap urtikaria akan
bertahan selama periode waktu tertentu yang bervariasi dari beberapa menit
hingga beberapa jam sebelum menghilang. Selama berjam-jam atau berharihari, kumpulan lesi ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara episodik.
Jika rangkaian kejadian ini berlanjut tanpa batas waktu, keadaan tersebut
dinamakan urtikaria kronik.
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih
banyak mengalami urtikaria dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita
urtikaria adalah 35 tahun, dan jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun
atau lebih dari 60 tahun. Beberapa referensi mengatakan urtikaria lebih sering
mengenai wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun perbandingan ini
bervariasi pada urtikaria yang lain.
b. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, di antaranya : obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma
fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik dapat
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Contohnya ialah
obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon,
dan diuretik. Adapula obat yang secara nonimunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium,

dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat


sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut,
umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan
lain yang dicampurkan kedalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau
bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan
yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat,
tomat, arbei, babi, keju bawang, dan semangka; bahan yang icampurkan
seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin.
CHAMPION (1969) melaporkan +2% urtikaria kronik disebabkan
sensitasi terhadap makanan.
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya
hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).
Tetapi venom an toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan
komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan
urtikaria bentuk papular di sekitar tempat gigitan. Biasanya sembuh
dengan sendirinya setelah beberapa hari, mingu atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, dan
sabun germisid sering menimbulkan urtikaria
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria
alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai
gangguan nafas.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia
misalnya insect repellent (penangki serangga), dan bahan kosmetik.
Keadaan ini disebabkan karena bahan tersebut menembus kulit dan
menimbulkan urtikaria. TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat
sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang jarang terjadi; karena kontak
dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak. Urtikaria

akibat kontak dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi
keringat, telah dilaporkan oleh SMITH (1975).
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda yang dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar
ultraviolet, radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan,
pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, vibrasi
dan tekanan berulang-ulang contonya pijatan, keringat, pekerjaan berat,
demam dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik
maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi pada tempat-tempat yang
mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setekah goresan dengan
benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena
ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri,
contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi, dan sinusitis. Masih merupakan
pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau oleh
sensatisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus
Coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada
urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus
subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai
penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang
juga Schistosoma.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5%
penderita

urtikaria

menunjukkan

gangguan

psikis.

Penyelidikan

memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria.


Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang
eritema meningkat.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema,
walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di
antaranya ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria,

familial localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial


syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic
protoporphyria.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,
reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit
vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring,
sering

menimbulkan

urtikaria.

Sejumlah

7-9%

penderita

lupus

eritematosus sistemik dapat mengelami urtikaria. Beberapa penyakit


sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid,
hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam reumatik, dan artritis
reumatoid juvenilis.
c. Patofisiologi
Sebenarnya patofisiologi dari urtikaria ini sendiri mirip dengan reaksi
hipersensifitas.
Pada awalnya alergen yang menempel pada kulit merangsang sel mast untuk
membentuk antibodi IgE, setelah terbentuk, maka IgE berikatan dengan sel
mast. Setelah itu, pada saat terpajan untuk yang kedua kalinya, maka alergen
akan berikatan dengan igE yang sudah berikatan dengan sel mast sebelumnya.
Akibat dari ikatan tersebut, maka akan mengubah kestabilan dari isi sel mast
yang mengakibatkan sel mast akan mengalami degranulasi dan pada akhirnya
sel mast akan mengekuarkan histamin yang ada di dalamnya. Perlu diketahui
bahwasannya sel mast adalah mediator kimia yang dapat menyebabkan gejala
yang terjadi pada seseorang yang mengalami urtikaria.
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast
(reaksi imunolpgis tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan
histamin dan mediator vasoaktif lainnya, yang menyebabkan timbulnya
eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini, 70% diantaranya
mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya
mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai
jaringan subkutan dan mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan

pada tangan, bibir, sekitar mata, dan walaupun jarang tetapi penting untuk
diperhatikan yaitu pada lidah atau laring). (Davey, 2005)
Pada urtikaria, maka gejala yang akan terjadi dapat meliputi merah,
gatal dan sedikit ada benjolan pada permukaan kulit. Apa yang menyebabkan
hal itu terjadi? Pada dasarnya sel mast ini sendiri terletak didekat saraf perifer,
dan pembuluh darah.Kemerahan dan bengkak yang terjadi karena histamin
yang dikeluarkan sel mast itu menyerang pembuluh darah yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Gatal yang terjadi juga
diakibatkan karena histamin menyentuh saraf perifer.

9
Faktor Imunologi
1. Genetik
2. Jumlah Antibodi
Ig.E dalam darah besar

Faktor Non
Imunologik
1. Bahan-bahan Kimia
2. Paparan Fisik
3. Zat Kolinergik

Tekanan yang terus


menerus/ goresan

Faktor Modulasi
1. Bahan-bahan Kimia
2. Paparan Fisik
3. Zat Kolinergik

Demografisme

Sel Mast Terangsang


Pembengkakan pada
daerah yang tertekan

Pelepasan Histamin

Vasodilatasi Pembuluh
darah

Peningkatan
permeabilitas kapiler
setempat

URTIKARIA
Transudasi cairan

Cairan & sel terutama


Eosinofil keluar dari
pembuluh darah
Pembengkakan
kulit lokal

Pengumpulan cairan
lokal

Merangsang ujung
saraf perifer
Edema lokal
Gatal berulang

Nyeri Akut
Digaruk berulang

Lesi

Resiko Infeksi

Terjadi malam hari

Sering terbangun saat


malam

Gangguan Pola
Tidur
Kerusakan Integritas
jaringan

Eritema

10

d. Manifestasi Klinik
1. Timbulnya bintik-bintik merah atau lebih pucat pada kulit. Bintik-bintik
merah ini dapat mengalami edema sehingga tampak seperti benjolan.
2. Sering disertai rasa gatal yang hebat dan suhu yang > panas pada sekitar
benjolan tersebut.
3. Terjadi angiodema, dimana edema luas kedalam jaringan subkutan,
terutama disekitar mata, bibir dan di dalam orofaring.
4. Adanya pembengkakan dapat menghawatirkan, kadang-kadang bisa
menutupi mata secara keseluruhan dan mengganggu jalan udara untuk
pernafasan.
e. Bentuk Bentuk Urtikaria
1. Urtikaria Akut
Urtikaria akut hanya berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.
Yang sering terjadi penyebabnya adalah :

Adanya

kontak

dengan

tumbuhan

(misalnya

jelatang),

bulu

binatang/makanan.

Akibat pencernaan makanan, terutama kacang-kacangan,kerangankerangan dan strouberi.

Akibat memakan obat misalnya aspirin dan penisilin.

2. Urtikaria Kronis
Biasanya berlangsung beberapa minggu,beberapa bulan, atau beberapa tahun.
Pada bentuk urtikaria ini jarang didapatkan adanya factor penyebab tunggal.
3. Urtikaria Pigmentosa
Yaitu suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung
sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.
4. Urtikaria Sistemik ( Prurigo Sistemik )
Adalah suatu bentuk prurigo yang sering kali terjadi pada bayi kelainan khas
berupa urtikaria popular yaitu urtikaria yang berbentuk popular-popular yang
berwarna kemerahan.

11

Berdasarkan penyebabnya, urtikaria dapat disebabkan menjadi :


-

Heat rash yaitu urtikaria yang disebabkan panas

Urtikaria idiopatik yaitu urtikaria yang belum jelas penyebabnya atau sulit
di deteksi

Cold urtikaria adalah urtikaria yang disebabkan oleh ransangan dingin.

Pressure urtikaria yaitu urtikaria yang di sebabkan oleh alergi

Aquagenic urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan sengatan sinar


matahari

Vaskulitik urtikaria

Cholirgening urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan panas, latihan berat


dan stress

Jenis urtikaria menurut Mark (1996) adalah :


1.

Idiopatik adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus


urtikaria akut dan dua pertiga dari urtikaria kronik.

2.

Fisik. Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang


dikenali. Terdapat beberapa jenis ;
a.

Dermatografisme : reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang


timbul dalam 1 sampai 3 menit dan berlangsung 5 sampai 10
menit.

b.

Urtikaria kolinergik. Olahraga atau berkeringat merupakan agen


pencetusnya, menyebabkan timbulnya 10% reaksi, mengenai orang
muda, dan dapat berlangsung selama 6 sampai 8 tahun. Lesi timbul
sebagai wheal berukuran 1 sampai 2 mm pada dasar eritematosa
yang menyaru serta ditemukan pada batang badan dan lengan tanpa
mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan aksila.

c.

Urtikaria

dingin.

Reaksi

terhadap

pajanan

dingin

atau

penghangatan kembali setelah terpajan dingin


d.

Urtikaria sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan


oleh pajanan sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus

12

dan eritema, yang diikuti oleh urtikaria. Awitan mendadak dan


timbul pada setiap kelompok usia.
e.

Urtikaria tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan


oleh tekanan terus-menerus.

f.

Urtikaria akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh


kontak dengan air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang
terjadi, disebabkan oleh air panas
f. Komplikasi

Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan


gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi
infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan scomnolens dan
bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi
kualitas hidup.
Urtikaria dapat

menyebabkan

rasa

gatal

yang

menimbulkan

ketidaknyamanan. Urtikaria kronik juga menyebabkan stres psikologis dan


sebaliknya sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderita seperti pada
penderita penyakit jantung.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding nya adalah :

Ig E test

ANA test

Skin test

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin

Pemeriksaan Histopatologik

Tes eleminasi makanan

Tes Provokasi

Tes Alergi
h. Penatalaksanaan

13

1. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari factor resiko, ini yang


paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka panjang.
Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan ,diharapkan dapat
memperbaiki kondisi sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik.
2. Pengobatan local
- Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid
-

aveno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.


Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bias

membantu dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion calamine.


3. Pengobatan sistemik
- Anti histamine dengan antgonis H1 adalah terapi pilihan
- Doxepin yaitu anti depresan trisklik dengan efek antagonis H1 dan H2
- Kombinasi antihistamin H1 dan H2 misalnya simetidin
- Cyproheptadin ,mungkin lebih efektif dari pada antihistamin
- Kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengontrol vascukitis
-

urtikaria
Profilaksis dengan steroid anabolic misalnya : danazol,stanozolol
Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis dan

angioderma
Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi
helicobacter pylory dengan urtikaria kronis.
i. Pencegahan

Hindari Penyebab
Tindakan

penghindaran

akan

berhasil

bila

penyebab/pencetus

terjadinya alergi diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui pencetus alergi
ialah dengan melakukan uji kulit (tes alergi). Sayangnya, penderita terkadang
alergi terhadap banyak hal, dan ini tentu sungguh membutuhkan ketelatenan
penderita untuk mengidentifikasinya.
Penyebab alergi yang perlu Anda waspadai :
1. Makanan
Meliputi susu sapi, telur ayam, daging ayam, ikan (terutama ikan laut), udang
(ebi), kepiting dan kacang-kacangan (kacang tanah, kacang mede). Sebagai
sumber protein pengganti, dianjurkan untuk mengkonsumsi susu kedelai. Susu
kedelai mengandung protein yang tidak menimbulkan alergi. Kadar asam
amino lisinnya tinggi sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi

14

protein pada nasi yang umumnya rendah kadar lisinnya. Secara umum susu
kedelai juga mengandung vitamin B1, B2 dan niasin dalam jumlah yang setara
dengan susu sapi.
2. Obat-obatan tertentu
Biasanya dari golongan pereda nyeri (aspirin, antalgin) dan antibiotik
(amoksisillin, kotrimoksazol).
3. Cuaca
Terutama yang terlalu dingin atau panas. Urtikaria yang disebabkan oleh cuaca
dingin biasanya menyerang orang dewasa muda dan dapat timbul jika udara
menjadi semakin dingin. Untuk itu, bila cuaca dingin, usahakan aktivitas
dilakukan di dalam ruangan. Gunakan masker/penutup hidung untuk
mengurangi suhu dingin.
4. Debu dan polusi
Bersihkan rumah dari debu secara rutin, terutama kamar tidur dan tempat
tidur. Batasi pemakaian karpet di dalam rumah.
5. Tekanan dan goresan
Urtikaria yang disebabkan oleh tekanan biasanya terjadi pada mereka yang
menderita dermografisme yang berupa goresan pada kulit. Tekanan akibat
goresan ini juga dapat memicu urtikaria.
6. Stres
Hindari keadaan yang dapat membuat stres secara emosional, karena urtikaria
juga dapat dipicu oleh faktor psikologis pasien.
Olahraga Teratur
Penyakit alergi berkaitan erat dengan daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh
lemah, mudah sekali muncul gejala-gejalanya. Olahraga yang dianjurkan misalnya
berjalan kaki, berenang, bersepeda, berlari dan senam.
j. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien.
2) Keluhan Utama.

15

Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.


3) Riwayat Kesehatan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.

Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.

Riwayat Pemakaian Obat :


Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap
sesuatu obat.

Pemeriksaan fisik
-

KU : lemah

TTV : suhu naik atau turun.

Kepala :
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.

Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang
disebabkan oleh obat.

Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.

Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.

16

Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga
terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi
gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit,
sisik halus dan skuama.

2. Diagnosis Keperawatan
1) Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat
gangguan integritas
2) Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus.
6) Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan
inadekuat informasi.
3. Perencanaan Keperawatan
1) Dx

: Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka

akibat gangguan integritas


Tujuan

: Tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil : a. Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.


b. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor,
tumor, infusiolesa)
Intervensi
1. Lakukan
antiseptic

tekni

Rasional

aseptic

dalam

dan 1. Dengan teknik septik dan aseptik dapat

melakukan

tindakan pada pasien.

mengirangi dan mencegah kontaminasi


kuman.

2. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam

2. Suhu yang meningkat adalah imdikasi


terjadinya proses infeksi.

3. Observasi

adanya

tanda-tanda 3. Deteksi

dini

terhadap

tanda-tanda

17

infeksi.

infeksi.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 4. Untuk


pemberian diet.

menghindari

alergen

dari

makanan.

5. Libatkan peran serta keluarga 5. Memandirikan keluarga.


dalam memberikan bantuan pada
klien.
6. Jaga lingkungan klien agar tetap 6. Menghindari
bersih

alergen

yang

dapat

meningkatkan urtikaria.

2) Dx

: Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan

terpapar alergen
Tujuan

: Tidak terjadi kerusakan pada kulit

Kriteria Hasil

: Klien akan mempertahankan integritas kulit,

ditandai dengan menghindari alergen.

Intervensi
1. Ajari

klien

Rasional

menghindari

atau 1. Menghindari

menurunkan paparan terhadap alergen

alergen

akan

menurunkan respon alergi.

yang telah diketahui. Pantau kegiatan


klien

yang

dapat

menyebabkan

terpapar langsung dengan alergen.


Seperti : stimulan fisik. dan kimia.
2. Baca label makanan kaleng agar 2. Menghindari dari bahan makanan
terhindar dari bahan makan yang
mengandung alergen.

yang mengandung alergen.


3. Binatang

sebaiknya

hindari

3. Hindari binatang peliharaan di rumah .

memelihara binatang atau batasi

(jika ada terutama binatang yang

keberadaan binatang di sekitar

berbulu)

area rumah.
4. AC

membantu

paparan

terhadap

menurunkan
beberapa

alergen yang ada di lingkungan.


4. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di

18

rumah atau di tempat kerja, bila


memungkinkan.
f.
3) Dx

Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan

pruritus
Tujuan

: Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria Hasil

a. Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai

dengan

berkurangnya lecet akibat garukan.


b. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
c. klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi

Rasional

1. Jelaskan gejala gatal berhubungan1. 1.


dengan

penyebabnya

Dengan

mengetahui

proses

(misal fisiologis dan psikologis dan prinsip

keringnya kulit) dan prinsip terapinya gatal

serta

penangannya

akan

(misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk- meningkatkan rasa kooperatif.


gatal-garuk.
2. Cuci

semua

digunakan

pakaian

untuk

sebelum2. 2. Pruritus sering disebabkan oleh


menghilangkan dampak iritan atau allergen dari bahan

formaldehid dan bahan kimia lain kimia atau


serta hindari menggunakan pelembut pakaian.

komponen

pelembut

pakaian buatan pabrik.


c. 3. Gunakan deterjen ringan dan bilas
pakaian untuk memastikan sudah tidak
ada sabun yang tertinggal.

3. Bahan yang tertinggal (deterjen)


pada

pencucian

dapat

penyebab

gatal

menyebabkan iritasi.

4. Mengurangi
4. Jaga kebersihan kulit pasien

pakaian

karena terpapar alergen.

19

e. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk5. 5. Mengurangi rasa gatal.


pemberian obat pengurang rasa gatal
4) Dx

: Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus

Tujuan

: Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus

Kriteria Hasil

a. Mencapai tidur yang nyenyak.


b. Melaporkan gatal mereda
c. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
d. Menghindari konsumsi kafein
e. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
f. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
1.

Intervensi

Rasional

1. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.

1. Udara yang kering membuat kulit


terasa

gatal,

lingkungan

yang

nyaman meningkatkan relaksasi.

2. 2. Menjaga agar kulit selalu lembab.

2 b.2. Tindakan ini mencegah kehilangan


air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan
tetapi bisa dikendalikan.
3

c.

3.

Menghindari

minuman

yangc. 3. Kafein memiliki efek puncak 2-4

mengandung kafein menjelang tidur.


4.

jam setelah dikonsumsi.

4. Melaksanakan gerak badan secara 4.


teratur.

Memberikan

efek

menguntungkan bila dilaksanakan di


sore hari.

e.

untuk 5. Memudahkan peralihan dari


menjaga/modifikasi kamar tidur agar tetap keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
5.

Anjurkan

klien

memiliki ventilasi dan kelembaban yang

20

baik.
5) Dx

: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan

kulit yang tidak bagus.


Tujuan

: Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien

tercapai
Kriteria Hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
f. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
g. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan
teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi
1.

Rasional

Kaji adanya gangguan citra diri 1.

Gangguan citra diri akan menyertai

(menghindari kontak mata,ucapan

setiap penyakit/keadaan yang tampak

merendahkan diri sendiri).

nyata bagi klien, kesan orang terhadap


dirinya berpengaruh terhadap konsep
diri.

2.

Identifikasi

stadium

psikososial 2.

terhadap perkembangan.

Terdapat hubungan antara stadium


perkembangan, citra diri dan reaksi
serta pemahaman klien terhadap kondisi
kulitnya.

3.

Berikan kesempatan pengungkapan 3.


perasaan.

4.

Klien

membutuhkan

pengalaman

didengarkan dan dipahami.\

Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan 4. Memberikan kesempatan pada petugas


klien,

bantu

cemas

untuk menetralkan kecemasan yang

mengembangkan kemampuan untuk

tidak perlu terjadi dan memulihkan

menilai

realitas

diri

klien
dan

yang

mengenali

situasi,

ketakutan

merusak

21

masalahnya.
5.

Dukung

adaptasi klien .

upaya

klien

untuk 5. Membantu meningkatkan penerimaan

memperbaiki citra diri , spt merias,

diri dan sosialisasi.

merapikan.
6.

Mendorong sosialisasi dengan orang 6. Membantu meningkatkan penerimaan


lain.

diri dan sosialisasi.

6) Dx

: Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan

dengan inadekuat informasi


Tujuan

: Terapi dapat dipahami dan dijalankan

Kriteria Hasil :
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
c. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
d. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
e. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi
1.

Kaji apakah klien memahami dan

Rasional
1. Memberikan

mengerti tentang penyakitnya.


2. Jaga agar klien mendapatkan informasi

dasar

untuk

mengembangkan rencana penyuluhan.


2.

Klien harus memiliki perasaan bahwa

yang benar, memperbaiki kesalahan

sesuatu

konsepsi/informasi.

kebanyakan klien merasakan manfaat.

3. Peragakan penerapan terapi seperti,

4.

data

3.

dapat

mereka

perbuat,

Memungkinkan klien memperoleh

mandi dan pembersihan serta balutan

cara yang tepat untuk melakukan

basah.

terapI.

Anjurkan klien agar selalu menjaga


hygiene pribadi juga lingkungan.

5. tekankan perlunya melanjutkan terapi /


penggunaan obat-obatan topikal.

4.

Dengan

terjaganya

hygiene,

dermatitis alergi sukar untuk kambuh


kembali.
5. penghentian

dini

dapat

22

6. identifikasi sumber-sumber pendukung


yang

memungkinkan

untuk

mempertahankan perawatan di rumah


yang dibutuhkan.

mempengaruhi

pertahanan

alami

tubuh melawan infeksi.


6.

keterbatasan
mengganggu

aktivitas

dapat

kemampuan

pasien

untuk memenuhi kebutuhan seharihari.

5. Evaluasi
1) Tidak terjadinya infeksi
2) Tidak terjadinya kerusakan kulit klien
3) Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal karena berkurangnya
pruritus dan ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
4) Tercapainya pola tidur/istirahat yang memuaskan
5) Menerima keadaan diri
6) Memahami tentang perawatan kulit dan terapi pengobatan

STEVEN JOHNSON SYNDROME

A. Definisi
Steven johnson sindrom adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula, dapat
disertai purpura. ( Mochtar Hamzah, 2005 : 147 ).
Steven johnson syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa
yang mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis
terpisah dari dermis. Syndrome ini diperkirakan oleh karena reaksi
hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membran mukosa. Walaupun
pada kebanyakna kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui
adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan terdapat 3 derajat
klasifikasi yang diajukan :
1. derajat 1 : Erosi mukosa steven johnson syndrome dan pelepasan
epidermis kurang dari 10%.
2. derajat 2 : Lepasnya lapisan epidermis antar 10-30%.
3. derajat 3 : Lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%.
b. Etiologi
Syndrome Steven Johnson dapat disebabkan oleh karena :

23

24

1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes


simpleks, influenza, gondongan atau mumps, histoplasmosis, virus epstein
barr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan ( Allopurinol, Diclopenac, Pluconazol, dll).
3. Keganasan ( Karsinoma dan Limfoma ).
4. Faktor-faktor Idiopatik hingga 50%.
5. Syndrome Steven Johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen verbal yang mengandung ginseng.
Syndrome steven johnson juga mungkin disebabkan karena penggunaan
Kokain.
6. Steven johnson syndrome dapat disebabkan oleh infeksi vilal, keganasan,
atau reaksi alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya
karena penggunaan antibiotik dan sulfametoxsazole. Pengobatan yang
secara turun menurun diketahui menyebabkan steven johnson syndrome,
eritem multiformis, syndrom liyell, nekrolisis epidermal. Toksik
diantaranya sulfonamide(antibiotik), penisilin, barbiturat.
c. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV. Reaksitipe III terjadi akibat terbentuknya komplek
antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas
sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian
melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi
dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir.
Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke
jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi di tempat

25

tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast
sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi
tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel
yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa
sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T
penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi
penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.

26
Obat-obatan. Infeksi

Kelainan Hipersensitifitas

Virus, Keganasan

Hipersensitivitas tipe IV

Limfosit T tersintesisasi

Hipersensitivitas tipe III

Antigen antibody
terbentuk terperangkap
dalam jaringan kapiler

Pengaktifan Sel T
Aktivasi S komplemen
Melepaskan Limfokin/
sitotoksil

Degranulaasi Sel mast

Penghancuran Sel sel

Akumulasi netrofil
memfagositosis sel rusak

Reaksi peradangan
Melepas sel yang rusak
Nyeri

Hipertermi

Kerusakan jaringan

Triase gangguan pada


kulit, mukosa, dan mata

Kerusakan Integritas
jaringan
Respon lokal : eritema,

Respon inflamasi sistemik

Respon psikologis

Gangguan gastrointestinal

Kondisi kerusakan

demam, malaise

jaringan kulit

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Ansietas

vesikel dan bula


Port de entree

Resiko infeksi

Deficit perawatan diri

27

d. Manifestasi Klinik
Steven Johnson Syndrome biasanya mulai timbul dengan gejala-gejala
seperti infeksi saluran pernafasan atas yang tidak spesifik, kadang-kadang 114 hari. Ada demam, susah menelan, menggigil, rasa lelah, seperti koreng,
melepuh, seperti bernanah, serta sulit makan dan minum. Bahkan juga
mengenai saluran kencing meyebabkan nyeri.
Kelainan kulit bisa dimulai dengan bercak kemerahan tersebar vesikel
dan membesar hingga menimbukan jaringan parut, terutama pada selaput
lendir, mulut, mata, alat kelamin, dll. Berat ringannya manifestasi klinis SJS
bervariasi pada tiap individu bisa dari yang ringan sampe berat. Menimbulkan
gangguan pernafasan dan infeksi berat sampai mematikan.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan
umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakitnya akut
dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini terlihat adanya trias
kelainan berupa :
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula.Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat
juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainanselaputlendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%)
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
3. Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta
berwarna hitam yang tebal.
4. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius
bagian atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita

28

sukar menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan


keluhan sukar bernafas pula.
5. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtifitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis
purulen, perdarahan, ulkuskorena, iritis dan iridosiklitis.
e. Komplikasi
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain
sebagai berikut:
1. Kehilangan cairan dan darah
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
3. Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
4. Gastroenterologi - Esophageal strictures
5. Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,
stenosis vagina.
6. Pulmonari pneumonia, bronchopneumonia.
7. Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,
infeksi kulit sekunder.
8. Infeksi sitemik, sepsis.
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
- Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
- Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
2. Histopatologi
-

Infiltrasi selononuklear di sekitar pembuluh darah dermis


superficial

Edema dan extra vasasi sel darah merah di dermis papilar.

Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel sub


epidermal

Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa

29

3.

Spongiosis dan edema intrasel di epidermis

Imunologi
-

Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan


pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan

Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara


tersendiri atau dalam kombinasi

g. Penatalaksanaan
1. Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi
2. Mengidentifikasi dan menghentikan pemakaian obat penyebab
3. Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolit dan protein (sebaiknya
pertama kali diperikasa BJ.Plasma ).
4. Pemberian Glukokortikoid misalnya Methylprednisolon 80-120 mg per
oral atau pemberian Dexamithason injeksi.
5. Pemberian antibiotik untuk injeksi, dengan catatan menghindari pemberian
sulfonamide, dan antibiotik yang sering juga menyebabkan SJS. Misalnya
penichillin,

Sephalosporin.

Sebaiknya

antibiotik

yang

diberikan

berdasakan hasil kultur kulit, mukosa dan sputum. Dapat dipakai injeksi
genthamycin 2-3 x 80 mg IV.
6. Hematokrit, Blood Glasses, Keseeimbangan cairan dan elektrolit selalu di
monitor.
7. Pemberian makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) .
8. Perawatan dan pengobatan kelainan mata.
Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid
merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena
dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

30

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien stevenJohnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 65 mg
intravena. Setelah masa kritis teratasi, keadaan umum membaik, tidak
timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara
cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari,
deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya
prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari,
sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut
dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan
elektrolit (K, Na danCl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila
terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam
bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok
dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa
(dosis untuk anak tergantung berat badan).
2. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan
alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin
dengan dosis 2 x 80 mg.
3. Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena
pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan
tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan
infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak
300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai
purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula
ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.

31

4. Topikal

Vesikel dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%

Kelainan yang basah dikompres dengan asam salisil 1%

Kelainan mulut yang diberikan kompres asam borat 3%

Konjungtivitis diberi salep mata yang mengandung antibiotikdan


kortikosteroid.

h. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama
Adanya kerusakan / perubahan struktur kulit dan mukosa berupa kulit
melepuh, mata merah, mukosa mulut mengelupas
2) Pemeriksaan Fisik
Lakukan pengkajian fisik dengan penekanan khusus:

Adanya eritema yaitu area kemerahan yang disebabkan oleh


peningkatan jumlah darah yang teroksigenisasi pada vaskularisasi
dermal.

Vesikel, bula dan purpura.

Ekimosis yaitu kemerahan yang terlokalisir atau perubahan warna


keunguan yang disebabkan oleh ekstravasasi darah ke dalam
jaringan kulit dan subkutan.

Ptekie yaitu bercak kecil dan berbatas tajam pada lapisan epidermis
superficial

Lesi sekunder yaitu perubahan kulit yang terjadi karena perubahan


pada lesi primer, yang disebabkan oleh obat, involusi dan
pemulihan.

Kelainan selaput lender di mukosa mulut, genetalia, hidung atau


anus

Konjungtivitis, ulkus kornea, iritis dan iridoksiklitis

32

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret
yang mengental.
b. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
3. Perencanaan Keperawatan
1) Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret
yang mengental.
- Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
- Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi

Rasional

a. Kaji penumpukan secret yang ada

a. Mengetahui tingkat keparahan dan

b. Observasi tanda-tanda vital.

tindakan selanjutnya

c. Kolaborasi dengan team medis

b. Mengetahui perkembangan klien sebelum


dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan obat
yang dikonsumsi

2) Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung


- Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
- Kriteria : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
a. Kaji kebutuhan tidur klien.

Rasional
a. Mengetahui permasalahan klien dalam

b. ciptakan suasana yang nyaman.

pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

c. Anjurkan klien bernafas lewat

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

mulut

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Kolaborasi dengan tim medis

d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat

pemberian obat

hidung

3) Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

33

Intervensi
a. Dorong individu untuk bertanya

Rasional
a. memberikan minat dan perhatian,

mengenai masalah, penanganan,

memberikan kesempatan untuk

perkembangan dan prognosis

memperbaiki kesalahan konsep

kesehatan

b. pendekatan secara komperhensif dapat

b. ajarkan individu menegenai

membantu memenuhi kebutuhan

sumber komunitas yang tersedia, jika pasienuntuk memelihara tingkah laku


dibutuhkan (misalnya : pusat

koping

kesehatan mental)

c. dapat membantu meningkatkan tingkat

c. dorong individu untuk

kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,

mengekspresikan perasaannya,

mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap

khususnya bagaimana individu

perubahan dan meningkatkan perasaan

merasakan, memikirkan, atau

terhadap pengendalian diri

memandang dirinya
4. Evaluasi
Evaluasi atau penilaian pada dasarnya adalah merujuk kepada suatu kegiatan
yang dimaksudkan untuk mengambil keputusan dalam rangka memberi nilai
terhadap suatu (orang, benda, fakta).
Dalam konteks keperawatan evaluasi adalah penilaian fase proses
keperawatan, mempertimbangkan efektifitas tindakan keperawatan dan
menunjukan perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan.
Dari masalah yang timbul pada pasien dengan sindrom steven jhonson, maka
hasil yang diharapkan pasien akan :
1.

Menunjukkan keadaan kulit normal

2.

Menunjukkan berat badan stabil

3.

Menunjukka keadaan nyeri berkurang

4.

Menunjukkan toleransi aktivitas.

BAB III
PENUTUP

i. Simpulan
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang
terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan
histamine selama respons peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi
tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis,
kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007).
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: Obat-obatan, Jenis makanan ,
Inhalan yang berasal dari serbuk sari, spora, debu rumah, Infeksi Sepsis fokal
(misalnya

infeksi

saluran

kemih,

infeksi

saluran

pernafasan

atas,

hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE, retikulosis, dan


karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran
(vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast, serta Genetik.

j. Saran
Mempelajari tentang penyakit urtikaria member kita manfaat yang besar.
Terutama kita sebagai calon perawat professional (mahasiswa/mahasiswi
keperawatan). Karena penyakit ini terkadang sangat sulit untuk di diagnosa.
Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita untuk mempelajari materi
ini.

34

DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. IlmuPenyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Ed.8.Jakarta : EGC.
Http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
November 29, 2008 .
http://odasunrisenurse.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-urtikaria.html

Anda mungkin juga menyukai