Anda di halaman 1dari 106

RESUME KOMPILASI BLOK 4

SKENARIO 3
NYERI

PANACEA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012

Rani, seorang siswi SMU, tiba-tiba berteriak diruang praktik sekolah :Aduuh.. saat
jarinya tertusuk jarum sewaktu menjahit seragam sekolah hasil karyanya. Tidak berhenti
disitu saja, setelah melihat darah yang keluar dari ujung jari telunjuknya, Rani sontak
menangis histeris, tak sengaja kepalanya terbentur dinding ruang kelas dan terlihat memar
sehingga membuat seisi kelas gaduh. Bu Ina, sang guru keterampilan segera membawa
Rani ke ruang UKS, dia memberi bebat pada ujung jari muridnya itu dan memberi obat
pereda nyeri untuk segera diminumkan.

A. Klarifikasi istilah
1. Nyeri :
Perasaan tidak nyaman, kesakitan yang dirasakan oleh orang itu sendiri.
Semua pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi. Disertai
oleh respon perilaku termotivasi misalnya penarikan atau pertahanan serta reaksi
emosi (Internasional Association for the Study of Pain).
2. Memar :
Pecahnya pembuluh darah akibat trauma atau benturan yang
mengakibatkan berubahnya warna kulit dan ada gumpalan darah
didalamnya.
Warna biru : konservasi hemoglobin
bilirubin
suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler

dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul yang menyebabkan
darah terkumpul di daerah interstisial.
3. Bebat : Salah satu terapi non farmako yang diakibatkan oleh adanya nyeri, baik
dari tusukan. Biasanya digunakan untuk menutupi luka, supaya darah yang
keluar bisa terhenti.
Bebat adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu
dan dengan tujuan tertentu. Pembebatan mempunyai peran penting dalam
membantu mengurangi bengkak, kontaminasi oleh mikroorganisme dan
membantu mengurangi ketegangan jaringan luka.

ANALISIS MASALAH
1. Anatomi
1.1 Fungsional
1.1.1 Somatik
1.1.2 Otonom
1.2 Sistem
1.2.1 Spinal
1.2.2 Kranial
2. Fisiologi
2.1 Refleks
2.2 Nyeri
2.3 Inflamasi
3. Histologi
4. Terapi

4.1 Farmakologi
4.2 Obat Non Farmako
5. Pemeriksaan Fisik

1. Anatomi
1.1 Fungsional
Secara fungsional sistem saraf tepi dibagi menjadi system eferen dan system aferen.
1.1.1

Eferen
Eferen ( motorik ) berfungsi untuk mentransmisi informasi dari system saraf
pusat ke otot dan kelenjar. Sistem eferen ini memiliki dua subdivisi:
a. Somatik
Somatik merupakan saraf sadar yang dapat dikontrol sesuai kesadaran kita.
Saraf ini menginervasi otot rangka melalui jalur eferen lewat neuron motoris.

Badan sel saraf somatik terdapat dalam tanduk ventral korda spinalis.
Aksonnya terjulur dari korda spinalis sampai otot rangka. Terminal aksonnya
menghasilkan neurotransmitter berupa asetil kolin yang berfungsi dalam
eksitasi serabut otot. Aktivitas motorik otot rangka dalam otak terdapat pada
nukleus basal, cerebellum, daerah motoris otak dan batang otak.
Saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
spinal. Fungsi utamanya adalah menghantarkan informasi antara kulit, sistem
saraf pusat dan otot rangka serta mengatur interaksi tubuh dengan lingkungan
luar. Saraf somatik terdiri dari 2 divisi yaitu :
Saraf Somatomotorik
Neuron yang mencetuskan impuls somatomotorik adalah sel sel di
lamina V atau lamina ganglionaris dalam korteks serebri yang biasa
disebut sel piramidal. Mengendalikan gerak tubuh manusia melalui
pengaturan kerja otot rangka, meliputi sistem UMN (Upper Motor Neuron)
dan LMN (Lower Motor Neuron). Saraf ini memiliki 2 lintasan yaitu
lintasan piramidal yang meliputi traktus kortikobularis dan traktus
kortikospinalis serta lintasan ekstrapiramidal.
Saraf Somatosensorik
Saraf-saraf spesifik somatosensorik ialah reseptor kulit, otot dan
persendian. Jenis reseptor somatosensorik ada 2 yaitu reseptor
somatosensorik umum tak berkapsul dan reseptor somatosensorik umum
yang berkapsul.
Dalam saraf somatosensorik terdapat 3 bagian sensasi yaitu :
Sistem eksterosptik
Sensasi yang timbul akibat impuls yang berasal dari reseptor bagian luar
tubuh. Misalnya rasa tekan, sentuh, suhu, penglihatan, pendengaran,
penciuman, dll.
Sistem interoseptik
Sensasi yang timbul akibat impuls yang berasal dari reseptor bagian dalam
tubuh. Misalnya rasa lapar, haus, lelah, sakit, dll.
Sistem propioseptik
Sensasi yang memberikan informasi tentang posisi dan pergerakan anggota
tubuh. Misalnya duduk, berdiri, berlari.
b. Otonom
Otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter pada
otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf
melalui dua jalur:
Saraf simpatis

Berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.


Dimulai dari medula spinalis bersama nervus spinalis diantara segmen
medulla T1 dan L2 dan berjalan dari rantai simpatis dan berakhir di
jaringan atau organ.

Badan sel neuron preganglion terletak di kornu intermediolateral


medula spinalis dan serabutnya berjalan melewati radix anterior
menuju saraf spinal terkait dan menuju ramus putih dari ganglia
simpatis
Neuron postganglion berasal dari salah satu ganglia rantai simpatis /
ganglia perifer menuju organ
Serabut simpatis merupakan serabut tipe C yang sangat kecil dan
menggunakan saraf skeletal menyebar ke seluruh bagian tubuh
Pembagian segmental :
T1 melewati rantai simpatis naik menuju daerah kepala
T2 daerah leher
T3-T6 daerah toraks
T7-T11 daerah abdomen
T2, L1, L2 daerah tungkai
Neuron preganglion menyekresikan ACH, sedangkan postganglion
menyekresikan norepinefrin/epinefrin
Sifat : fight or flight respon (mendominasi saat keadaan bahaya atau
aktivitas berat)

Saraf parasimpatis
Karakteristik
Asal serat Praganglion
Asal serat pascaganglion
Panjang dan jenis serat
Organ efektor yang dipersarafi
Jenis reseptor untuk neotransmiter
Dominasi

Jenis lepas muatan

Sistem Parasimpatis
Otak dan daerah sacral korda spinalis
Ganglion terminal (di dalam atau di dekat
organ efektor)
Serat praganglion kolinergik panjang
Serat pascaganglion kolinergek pendek
Otot jantung, otot polos, sebagian besar
kelenjar eksokrin dan endokrin
Nikotinik, muskarinik
Mendominasi dalam situasi yang tenang,
rileks; mendorong aktifitas rumah tangganya
sendiri
Biasanya lebih melibatkan organ-organ
tersendiri dan jarang melepaskan muatan
secara missal

Serabut-serabut parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui


saraf cranial III, VII, IX, dan X.
Serabut saraf lainnya meninggalkan dari bagian paling bawah medula
spinalis melalui saraf sakral 2 dan 3, kadang 1 dan 4.
75% serabut saraf parasimpatis terdapat pada nervus vagus yang
menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke jantung, paru-paru,
esofagus, lambung, seluruh usus halus, setengah bagian proksimal kolon,
hati, kandung empedu, pankreas, ginjal dan bagian atas ureter.

Saraf cranial III menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke


sfingter pupil dan otot siliaris mata.
Saraf cranial VII menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke
kelenjar lakrimalis, nasalis dan submandibularis.
Saraf cranial IX menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke
kelenjar paroti
Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis menghasilkan
neurotransmitter yang sama yaitu asetilkolin, sementara ujung-ujung
pascaganglion berbeda, ujung pascaganglion saraf simpatis menghasilkan
norepinefrin yang disebut serat-serat adrenergic, sementara ujung
pascaganglion parasimpatis menghasilkan asetilkolin, disebut serat
kolinergik.
Keseluruhan organ visceral involunter dipengaruhi oleh saraf otonom
simpatis dan parasimpatis bersama-sama, bukan bekerja secara sel satu per
satu. Pengecualian:
1. Pembuluh darah yang dipersarafi (arteriol dan vena dipersarafi,
arteri dan kapiler tidak) hanya menerima saraf-saraf simpatis.
2. Kelenjar keringat dipersarafi saraf otonom simpatis.
3. Kelenjar liur dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis tetapi
bekerja tidak secara antagonistic, sama-sama merangsang sekresi
air liur hanya komposisi dan bentuk yang berbeda tergantung
cabang otonom mana yang dominan.

VERSI LAIN
Secara anatomis, sistem saraf otonom dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. SARAF SIMPATIS
Akson neuron praganglion simpatik meninggalkan medulla spinalis bersama radiks
ventralis saraf TI sampai saraf spinal L3 dan L4. Akson-akson ini berjalan melalui rami
communicantes albi ke rantai ganglion simpatik pravertebrata,dan sebagian besar berakhir di
badan sel neuron pascaganglion berjalan ke visera dalam berbagai saraf simpatik. Sebagian
lain masuk kembali ke dalam saraf spinal melalui rami communicantes grisea dari rantai
ganglion dan disebarkan ke efektor otonom di daerah yang dipersarafi olek saraf-saraf spinal
tersebut.
Saraf simpatik pascaganglion untuk kepala berasal dari ganglia superior, media, dan
stelata diperluaskan cranial rantai ganglion simpatik dan berjalan ke efektor bersama
pembuluh darah. Sebagian pembuluh praganglion berjalan melalui rantai ganglion
paravertebra dan berakhir di neuron paascanglion yang terletak pada ganglion kolateral dekat
visera tersebut. Sebagian uterus dan saluran kelamin laki-laki disarafi oleh suatu sistem
khusus, neuron noradrenergic pendek dengan badan sel di ganglion yang terletak pada atau
dekat organ tersebut, sedangkan serabut praganglion untuk neuron pascaganglion ini
kemungkinan berjalan sampai organnya.
Intinya saraf simpatis dapat dicirikan sebagai berikut:

Terdapat pada spinal chord pada daerah thorakal dan lumbal


Keluar dari torakal dan lumbal menuju ganglion kolateral simpatis mempunyai
serabut praganglion yang pendek, sedangkan serabut postganglion memiliki bentuk
yang panjang
Serabut preganglion disebut serabut kolinergik, mengeluarkan neurotransmitter jenis
Ach. terletak pada kornus intermediolateral medula spinalis. Serabut-serabutnya
berjalan melewati radiks anterior medula menuju saraf terkait.
Serabut postganglion disebut serabut adrenergik, mengeluarkan neurotansmitter jenis
norepinefrin. berasal dari salah satu ganglia rantai simpatis atau salah satu ganglia
perifer yang berjalan menuju organ tujuan.
Ss.simpatis mengontrol organ-organ viseral secara involunter
Ss,simpatis meningkatkan respons-respons yang mempersiapkan tubuh unuk
melakukan aktivitas yang berat dalam menghadapi situasi stres atau darurat.
Pembagian segmen serabut saraf simpatis yaitu
o Serabut medula spinalis pada segmen T-1 melewati rantai simpatis naik untuk
berakhir di daerah kepala.
o Serabut medula spinalis pada segmen T-2 berakhir di daerah leher.
o Serabut medula spinalis pada segmen dari T-3, T-4, T-5, T-6 berakhir di daerah
thoraks.
o Serabut medula spinalis pada segmen T-7, T-8, T-9, T-10, T-11 ke arah
abdomen.
o Serabut medula spinalis pada segmen L-1 dan L-2 ke daerah tungkai.

b. SARAF PARASIMPATIS
Keluaran cranial divisi parasimpatik mempersarafi struktur visera di kepala melalui
nervus okulomotorius, fasialis dan glosofaringeus ,serta struktur dalam toraks dan abdomen
bagian atas melalui saraf vagus.
Keluaran sacral mempersarafi organ panggul melalui cabang pelvis saraf spinal S2 dan
S4. Serabut praganglion kedua keluaran tersebut berakhir di neuron pascaganglion pendek
yang terletak pada atau dekat struktur organ tersebut.
Secara garis besar saraf parasimpatis dapat diuraikan sebagai berikut:

Serabut-serabut parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf cranial


III, VII, IX, dan X.
Serabut saraf lainnya meninggalkan dari bagian paling bawah medula spinalis melalui
saraf sakral 2 dan 3, kadang 1 dan 4.
75% serabut saraf parasimpatis terdapat pada nervus vagus yang menyediakan
serabut-serabut saraf parasimpatis ke jantung, paru-paru, esofagus, lambung, seluruh
usus halus, setengah bagian proksimal kolon, hati, kandung empedu, pankreas, ginjal
dan bagian atas ureter.
Saraf cranial III menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke sfingter pupil dan
otot siliaris mata.

Saraf cranial VII menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke kelenjar


lakrimalis, nasalis dan submandibularis.
Saraf cranial IX menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke kelenjar paroti
Serat praganglion kolinergik panjang; Serat pascaganglion kolinergik pendek
Jenis reseptor untuk neotransmiter Nikotinik dan Muskarinik
Mendominasi dalam situasi yang tenang, rileks; mendorong aktifitas rumah
tangganya sendiri

c. SARAF ENTERIC
Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf
enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang
sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan
jumlah pada keseluruhan medula spinalis; Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini
bersifat penting, terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus:
(1)
Pleksus bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular,
disebut pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach, dan
(2)
Satu pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus meissner
yang terletak di dalam submukosa.
Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus
submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Selain itu,
terdapat serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ektrinsik yang berhubungan ke kedua
pleksus mienterikus dan submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan
sendirinya, tidak bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem
parasimpatis dan simpatis dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi
gastrointestinal lebih lanjut.
Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau
dinding usus dan mengirimkan serabut-serabut aferen ke kedua pleksus sistem enterik, dan
(1) ke ganglia prevertebra dari sistem saraf simpatis,
(2) ke medula spinalis, dan
(3) ke dalam saraf vagus menuju ke batang otak.
Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal di dalam dinding usus
itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia prevertebra
maupun dari daerah basal otak.
Fungsi Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom berfungsi untuk memelihara keseimbangan dalam organism
(sistem dunia dalam). Sistem ini mengatur fungsi-fungsi yang tidak di bawah kesadaran dan
kemauan, di antaranya:
a. Sirkulasi, dengan cara menaikkan atau menurunkan aktivitas jantung dan khususnya
melalui penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah.

b. Pernapasan, dengan cara menaikkan atau menurunkan frekuensi pernapasan dan


penyempitan atau pelebaran otot bronkhus.
c. Peristaltik saluran cerna.
d. Tonus semua otot polos lain (misalnya kandung empedu, ureter, kandung kemih,
uterus).
e. Sekresi kelenjar keringat, kelenjar air ludah, kelenjar lembung, kelenjar usus, dan
kelenjar-kelenjar lain (Wawansumantri, 2009).
Bagian motorik perifer system saraf otonom terdiri atas neuron pra-ganglion dan pascaganglion. Badan sel neuron praganglion terletak di kolumna grisea intermediolateral eferen
viseral (IML) medula spinalis atau di nucleus motorik homolog saraf otak. Aksonnya
sebagian besar merupakan serabut B penghantar yang relative lambat dan bermielin. Aksonakson itu bersinaps di badan sel neuron pascaganglion yang terletak di luar system saraf
pusat. Setiap akson praganglion terbagi menjadi sekitar delapan atau Sembilan neuron
pascaganglion. Dengan demikian, persarafan otonom bersifat difus. Akson neuron
pascaganglion, yang sebagian besar merupakan serabut C tak-bermielin, berakhir di efektor
viseral.
Macam reseptor:
1. Reseptor kolinergik: dibagi menjadi reseptor muskarinik dan reseptor
nikotinik
a) Reseptor nikotinik terdapat di ganglion otonom, neuromuskular junction,
dan medulla adrenal. Diaktifkan oleh asetil kolin atau nikotin. Untuk
eksitasi. Mekanisme kerja: asetil kolin terikat dengan subunit dari
reseptor asetil kolin nikotinik untuk membuka saluran Na+ dan K+.
Sifat khusus medulla adrenal:

Serabut saraf preganglion saraf simpatis berjalan tanpa


mengadakan sinaps. Jalurnya :
Melalui jalan sel kornu intermediolateral melalui rantai
simpatis melewati nervus spalnknikus berahir di medulla
adrenal langsung ke sel-sel neuron khusus yang mensekresi
epinefrin dan norepinefrin ke dalam darah.
b) Reseptor muskarinik terdapat di jantung (M2), otot polos (M3), dan
kelenjar (M3). Bersifat inhibisi pada jantung dan eksitasi di otot polos dan
kelenjar. Mekanisme kerja: nodus SA jantung inhibisi enzim adenilat
siklase yang menimbulkan pembukaan saluran K+, perlambatan laju
depolarisasi spontan fase 4 dan penurunan frekuensi jantung. Otot polos
dan kelenjar stimulasi fosfolipase C dan meningkatkan kadar IP3 serta
Ca2+ intraseluler
2. Reseptor adrenergik: dibagi menjadi reseptor (1 dan 2 ) serta reseptor
(1 dan 2)

Sumber : Guyton and Hall edisi 11 hal 791


Reseptor 1 terletak di otot polos vaskular kulit dan regio splanknik,
gastrointestinal, sfingter vesica urinaria, otot radialis iris. Memproduksi
kontraksi atau konstriksi
Reseptor 2 terletak di terminal saraf simpatik postganglionik, trombosit,
sel lemak, dan dinding traktus gastrointestinal. Memproduksi inhibisi
(relaksasi atau dilatasi).
Reseptor 1 terletak di nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular, dan otot
ventrikel jantung. Untuk eksitasi ( peningkatan frekuensi jantung,
kecepatan konduksi, kontraktilitas)
Reseptor 2 terletak di otot polos vaskular otot skelet, otot polos bronkial,
dinding traktus gastrointestinal dan vesica urinaria. Untuk relaksasi
(dilatasi dan relaksasi)

Terdapat 5 perbedaan pokok antara saraf otonom dan saraf somatik yaitu
2. Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangka.
3. Sinaps saraf otonom simpatis terletak dalam ganglia yang berada di medulla spinalis,
yakni ganglio pravertebralis dan ganglia paravertebralis. Tetapi sinaps saraf otonom
parasimpatis berakhir di ganglia parasimpatis, yang terdapat di luar organ yang
dipersarafi, yakni ganglia siliaris, pterigopalatina, submandibula, otikus dan pelvis.
Saraf somatik hanya mempunyai satu jenis neuron motorik, yang berasal dari otak
atau medulla spinalis langsung menuju otot rangka tanpa melalui ganglia.
4. Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf
somatik tidak membentuk pleksus.
5. Saraf somatik diselubungi sarung mielin, saraf otonom pasca ganglion tidak
bermielin.
6. Saraf otonom menginervasi sel efektor yang bersifat otonom, artinya sel efektor itu
dapat berfungsi tanpa persarafan. Sebaliknya, jika saraf somatik putus maka otot
rangka yang bersangkutan mengalami paralisis disusul atropi otot (Mutschler, 1991).
1.1.2

Aferen
Sistem saraf aferen terdiri dari neuron aferen, yang bentuknya berbeda
dari neuron eferen dan antarneuron. Di ujung perifernya, sebuah neuron aferen
memiliki reseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon
terhadap rangsangan spesifik. Badan sel neuron aferen, yang tidak memiliki
dendrite dan masukan prasinaps, terletak dekat dengan korda spinalis.
Terdapat sebuah akson perifer panjang, sering disebut serat aferen, berjalan
dari reseptor ke badan sel, dan sebuah akson sentral pendek berjalan dari
badan sel ke dalam korda spinalis. Potensial aksi dimulai di ujung reseptor

akson perifer sebagai respon terhadap rangsangan dan menjalar di sepanjang


akson perifer dan akson sentral ke arah korda spinalis. Terminal-terminal
akson sentral mengalami divergensi dan bersinaps dengan neuron-neuron lain
di dalam korda spinalis, dengan cara ini, akson terminal menyebarkan
informasi mengenai stimulus. Dengan demikian, neuron-neuron aferen
terutama terletak di dalam system saraf perifer. Hanya sebagian kecil dari
ujung-ujung akson sentral menonjol ke dalam korda spinalis untuk
menyalurkan sinyal perifer.
Neuron aferen juga berada terutama di system saraf perifer. Badan sel
neuron eferen berada di SSP, tempat banyak masukan prasinaps yang berlokasi
sentral berkonvergensi pada neuron tersebut untuk mempengaruhi keluaran ke
organ efektor. Akson-akson eferen (serat eferen) meninggalkan SSP untuk
berjalan menuju ke otot dan kelenjar yang mereka persarafi, menyampaikan
keluaran terintegrasi agar melaksanakan perintah yang diinginkan.

1.2 Sistem
1.2.1 Saraf Kranial
Kedua belas pasang saraf cranial meninggalkan otak dan kelua melalui foramina pada

cranium. Semua saraf ini didistribusikan ke kepla dan leher, kecuali yang kesepuluh,
yang mempersarafi juga struktur-struktur di dalam thorax an abdomen. Saraf saraf
cranial diberi nama sebagai berikut :
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.

N. olfactorius
N. opticus
N . okulomotorius
N . trochlearis
N. trigeminus
N. abducens
N. facialis
N. vestibulecochlearis
N.glossopharyngeus
N. vagus
N. accessories
N. hypoglossus

N. olfactorius, N. opticus, dan N. vestibulecochlearis bersifat sensoris murni,


sedangkan N . okulomotorius, N . trochlearis, N. abducens, N. accessories, dan N.
hypoglossus bersifat motorik murni, dan saraf cranial lainnya bersifat campuran.
No
.

Saraf
Kranial

Asal / Nervi

Jalan ke basis
cranii

Daerah
persarafan

1.

N.
olfactorius
(I)

Sel-sel penghidu di
region olfactoria

Pars cribiformis
os ethmoidali

Mukosa di bagian
paling atas dari
cavum nasi,
concha nasalis
superior dan bagian
paling cranial
septum nasi

2.

N. opticus
(II)

Ganglion opticus di
retina

Canalis opticus

Retina

3.

N.
oculomotori
us (III)

Nucleus nervi
oculomotorii (dua
nucleus utama dan
satu tambahan )
(ESU)

Nucleus
accessories
oculomotorii (EVU)
= ganglion ciliare

4.

N.
trochlearis
(IV)

Nuclei nervi
trochlearis (ESU)

Fissura orbitalis

Motorik
superior (bagian
:
M.
medial, di Anulus levator palpebrae
tendineus)
superior, Mm. recti
superior, medialis,
dan inferior,
M. obliquus
inferior

Parasimpati
k:
M. ciliaris,
M. sphincter
papillae (via
Ganglion ciliare)
Fissura orbitalis
Motorik : M.
superior (bagian
obliquus superior
lateral)

5.

N.
trigeminus
(V)

Nucleus
mesencephalicus
nervi trigemini (ASU
dan AVU)

Nucleus
spinalis nervi
trigemini (ASU dan
AVU)

Nucleus
motorius nervi
trigemini (EVS)

N.
ophtalmicus :
fissure orbitalis
superior

N.
maxilaris :
foramen
rotundum

N.
mandibularis :
foramen ovale

Nucleus nervi
abducentis (ESU)

Fissura orbitalis
superior (bagian
medial, di Anulus

N.
ophtalmic
us (V/1)
N.
maxilaris
(V/2)
N.
mandibul
aris (V/3)
6.

N. abducens
(VI)

N.
ophtalmicus :
daerah kulit muka
di atas mata

N.
maxilaris : daerah
kulit di bawah
mata sampai di atas
bibir

N.
mandibularis :
daerah wajah di
bawah bibir, mulut,
dan gigi bawah
Motorik : M. rectus
lateralis

tendineus)
7.

N. facialis
(VII)

Nucleus nervi
facialis (EVS)

Nucleus
salivatorius superior
(EVU)

Nucleus
solitaries (AVS)

Meatus acusticus
internus

8.

N.
vestibulococ
hlearis
(VIII)

Nuclei
cochleares anterior
dan posterior (ASS)

Nuclei
vestibulares medialis,
lateralis, superior,
dan inferior (ASS)

Meatus acusticus
internus

N.
glossophary
ngeus (IX)

Nucleus
ambiguus (EVS)

Nucleus
spinalis nervi
trigemini (AVU)

Nucleus
solitarius (AVS)

Nucleus
salivatorius inferior
(EVU)

Foramen
jugularis

9.

Motorik :
otot ekspresi wajah

Sensorik :
2/3 anterior lidah

Parasimpati
k : glandula
lacrimalis, glandula
nasales, glandula
palatinae, glandula
submandibularis,
glandula
sublingualis
Sensorik :
- N. cochlearis :
organ
pendengaran
(organ corti)
- N. vestibularis :
organ
keseimbangan

Motorik :
otot faring (bagian
cranial), M.
levator veli
palatini,
M. palatoglosus,
M.
palatopharyngeus,
M.
stylopharyngeus

Sensibel :
mukosa faring,
tonsilla palatine,
1/3 posterior lidah,
plexus tympanicus,
membrane
tympani, sinus
caroticus

Sensorik :
1/3 posterior lidah

Parasimpati

10.

N. vagus (X)

Nucleus
ambiguus (EVS)

Nucleus
spinalis nervi vagi
(AVU)

Nucleus
solitarius (AVS)

Nucleus
dorsalis nervi vagi
(EVU)

Foramen
jugularis

11.

N.
accessories
(XI)

Foramen
jugularis

12.

N.
hypoglossus
(XII)

Nucleus
ambiguus (EVS)

Nucleus nervi
accessorii (EVS)
Nucleus nervi
hypoglossi

Keterangan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

ASK
ASU
AVK
AVU
ESK
ESU
EVK
EVU

: aferen somatik khusus


: aferen somatik umum
: aferen visceral khusu
: aferen visceral umum
: eferen somatik khusus
: eferen somatik umum
: eferen visceral khusus
: eferen visceral umum

N. olfactorius

Canalis
hypoglossus

k : glandula
parotidea,
glandulae linguales

Motorik :
otot faring (bagian
kaudal),
M.
levator veli
palatine, M.
uvulae, otot laring

Sensibel :
Dura mater fossa
cranii posterior,
bagian dalam
Meatus acusticus
internus

Sensorik :
akar lidah

Parasimpati
k : organ di leher,
thorax, dan
abdomen
Motor : M.
sternocleidomastoi
deus, M. trapezius
Motorik : otot
dalam lidah, M.
styloglossus, M.
hyoglossus,
M. genioglossus

N. olfactorius berasal dari sel sel reseptor olfactorium pada mucosa olfactorius.
Mucosa ini terletak pada bagian atas cavum nasi di atas concha nasalis superior.
Berkas serabut serabut N. olfactorius ini berjalan melalui lubang lubang pada lamina
criboethmoidalis untuk masuk ke daklam bulbus olfactoriumdi dalam rongga cranium.
Bulbus olfactorius dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebri oleh tractus
olfactorius
N. opticus

N. opticus merupakan kumpulan axon sel sel lapisan ganglionik retina, n. opticus
mencul dari belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui canalis
opticus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n.
opticus sisi lainnya membentuk chiasma opticum. Pada chiasma opticum, serabut
serabut dari belahan medial masing masing retina menyilang garis tengan dan masuk
ke tractus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut serabut belahan lateral retina
berjalan posterior di dalam tractus opticus sisi yang sama. Hampir seluruh serabut
serabut berakhir dengan bersinaps pada sel sel saraf di dalam corpus geniculatum
laterale, dan sebagiqan kecil di berjalan ke nucleus pretectalis dan colliculus superior
serta berperan pada reflex cahaya. Axon sel sel saraf dari corpus geniculatum laterale
berjalan ke posterior sebagai radiation optica dan berakhir pada cortex visual
hemispherium cerebri.
N . okulomotorius

N . okulomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon, saraf ini berjalan


ke depan di antara a. cerebri posterior dan a.cerebelli superior. Kemudian berjalan
erus ke depan di dalam fossa crania anterior pada dinding lateral sinus cavernosus.
Disini saraf bercabang menjadi dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang
masuk ke rongga orbita melalui fissura orbitalis superior. Ramus superior
mempersarafi otot otot ekstrinsik mata berikut ini: m. levator palpebrae superioris, m.
rectus superioris, m. rectus medialis, m. rectus inferior, dan m. obliquus inferior. N.
okulomoris juga mempersarafi dua kelompok otot intrinsic, yaitu m. sphincter
papillae dan m. ciliaris. Dengan demikian saraf ini berfungsi untuk membuka mata,
memutar bola mata ke atas, bawah, dan medial, mengecilkan pupil, dan
memungkinkan akomodasi mata.
N . trochlearis

N . trochlearis adalah saraf cranial yang paling langsing yang keluar dari permukaan
posterior mesencephalon dan segera menyilang dengan saraf lainnya. N . trochlearis
berjalan ke depan melalui fossa cranii media pada dinding leteral sinus cavernosus .
Setelah masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure orbitalis superior, saraf ini
mempersarafi m.obliquus superior bola mata. Jadi saraf ini membantu memutar bola
mata ke bawah dan lateral.
N. trigeminus

N. trigeminus merupakan saraf cranial terbesar, meninggalkan aspek anterior pons


sebagai radix motorik yang kecil dan radix sensorik yang besar. Saraf ini berjalan ke
depan dan fossa crania posterior untuk mencapi apex pars petrosa assis temporalis di
dalam fossa crania media. Disini radix sensorik membesar membentuk ganglion
trigeminus. Radix motorik N. trigeminus terletak di bawah ganglion sensorik dan
tidak mempunyai hubungan satu dengan yang lain. N. opthalmicus (V/I), n.
maxillaries (V/II), n. mandibularis (V/III) berasal dari pinggir anterior ganglion.
N. opthalmicus bersifat sensorik murni. Saraf ini berjalan ke depan pada
dinding lateral sinus cavernosus di dalam fosaa crania media dan bercabang tiga,
n.lacrimalis, n.frontalis. dan n. nasociliaris, yang masuk ke dalam rongga orbita
meluli fissure orbitalis superior. Saraf saraf ini didistribusikan ke cornea, kulit dahi
dan kepala, kelopak mata, mucosa sinus paranasales, dan cavitas nasi. Sarf ini
mempersarafi juga hidung sampai ke puncak hidung
N. maxillaries bersifat sensorik murni, sarf ini meninggalkan tengkorang
melalui foramen rotundum kemudian didistribusikan ke kulit wajah di daerah maxilla,
gigi rahang atas, mucosa hidung, sinus maxillaries, dan palatum.
N. mandibularis bersifat motorik dan sensorik. Radix sensorik meninggalkan
ganglion trigeminus dan keluar dari tengkorak melalui foramen ovale. Radix motorik
juga keluar dari tengkorang melalui foramen yang sama dan bergabung dengan radix
sensorik membentuk tractus n.mandibularis. Serabut sensorik mempersarafi kulit pipi,
kulit di atas mandibula, bibir bawah dan sisi kepala, sedangkan radix motorik
membentuk dasar mulut , otot otot pengunyah dan palatum molle.
N. abducens

Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan
medulla oblongata, dan berjalan ke depan bersama a.carotis interna melalui sinus

cavernosus di dalam fossa crania media dan masuk orbita melalui fissure orbitalis
superior. N. abducens mempersarafi m.rectus lateralis dank arena itu berfungsi
memutar bola mata ke lateral.
N. facialis

Nervus facialis sebenarnya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam perjalananya ke
tepi nervus intermedius menggabungkan padanya. Nervus intermedius tersusun oleh
serabut sekretomotorik untuk glandulasalivatorius dan serabut yang menghantarkan
impuls pengecap dari 2/3 bagian deran lidah. Nervus facialis merupakan saraf cranial
yang mempersarafi otot ekspressi wajah dan menerima sensorik dari lidah, dalam
perjalanannya bekerja sama dengan nervus karnialis yang lain, karena itu dimasukkan
ke dalam mix cranial nerve. Nervus Facialis mempunyai empat buah inti yaitu :
Nukleus Facialis untuk saraf Somatomotoris
Nukleus Salivatorius Superior untuk saraf Viseromotoris
Nukleus Solitarius Untuk saraf Viserosensoris
Nukleus Sensoris Trigeminus untuk saraf Somatosensoris
N. vestibulocochlearis

Nervus ini terdiri dari 2 komponen fungsional yang berbeda yaitu 1) nervus
Vestibularis, yang membawa impuls keseimbangan dan orientasi ruang tiga dimensi
dari apparatus vertibular dan 2) nervus Cochlearis, yang membawa impuls
pendengaran yang berasal dari organon corti di dalam cochlea. Apparatus vestibular
dan organon corti terletak didalam pars petrosa os temporalis. Kedua komponen
nervus Vestibulochlearis ini terdiri dari serabut-serabut somatosensorik khusus.
Nervus Vestibulocochlearis memasuki batang otak tepat dibelakang nervus facialis

(VII) pada suatu daerah berbentuk segitiga yang dibatasi oleh pons, flocculus dan
medulla oblongata, keduanya kemudian terpisah dan mempunyai hubungan ke pusat
yang berbeda. Nervus Vestibularis dan Cochlearis biasanya bersatu yang kemudian
memasuki meatus acustikus internus, disebelah bawah akar motorik nervus VII.
N. glossopharyngeus

N. Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen jugulare, N. glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke
basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
N. vagus

N. Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen ugularis,
saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan
impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
N. accecorius

N. accesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson
dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. N.
aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke
samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
N. hypoglossus

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah
dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah
yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

1.2.2

Saraf Spinal

31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral
(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu
saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.

Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat
munculnya saraf tersebut.
Saraf serviks ; 8 pasang, C1 C8
Saraf toraks ; 12 pasang, T1 T12
Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 L5
Saraf sacral ; 5 pasang, S1 S5.
Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian
bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan
cabang viseral.
Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical)
Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 C4
(2) Pleksus brakial C5 T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf
yang mempersarafi anggota bawah L2 S3.
b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar)
d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal)
Otot otot representative dan segmen segmen spinal yang bersangkutan serta
persarafannya:
1. Otot bisep lengan C5 C6
2. Otot trisep C6 C8
3. Ototbrakial C6 C7
4. Otot intrinsic tangan C8 T1
5. Susunan otot dada T1 T8
6. Otot abdomen T6 T12
7. Otot quadrisep paha L2 L4
8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 S2
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau gabungan
(pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam,yaitu:
1)
Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher )

2)
3)

Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)


Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang)
Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah akar, yaitu
akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior dibentuk oleh
beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang belakang pada satu alur membujur
dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan
terletak paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari
satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun terdiri atas
benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu alur di
permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah
kumpulan sel saraf yang dinamakan simpul saraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut
satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang melalui
sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang menjadi sebuah
cabang belakang, cabang depan, dan cabang penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot punggung sejati dan
sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot kerangka
batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabangcabang depan untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman
lengan (plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah
bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula
dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul
sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa
cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk
tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di
bidang posterior tulang paha.
Macam-macam saraf spinal :
a. Saraf Serviks
o Membentuk pleksus (jarring-jaring serabut saraf terbentuk dari ramus ventral
saraf spinal)
1. Pleksus Serviks

Terbentuk dari ramus ventral C1-C4 dan sebagian C5

Menginervasi otot leher, kulit kepala serta dada

Saraf terpenting yang berawal pada pleksus ini adalah saraf frenik yang
menginervasi diafragma

2. Pleksus Brakial

Terbentuk dari ramus ventral C5-C8 dengan bantuan T1-T2

Menginervasi ekstremitas atas

b. Saraf Thoraks
o T1 dan T2 ikut serta membentuk pleksus brakial

o T3-T12 tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkostal dan
menginervasi otot-otot abdomen, kulit dada dan kulit abdomen
c. Saraf Lumbal
Saraf lumbal adalah salah satu dari saraf spinal yang berjumlah 5 pasang
yang biasanya ditulis dengan symbol L1, L2, L3, L4, dan L5. Saraf lumbal juga
sebenarnya merupakan gabungan dari saraf sacralis yang nantinya akan disebut
dengan plexus lumbosacralis.
Ciri-ciri vertebrae lumbal :
1. Corpus besar dan berbentuk ginjal
2. Pediculus kuat mengarah ke belakang
3. Lamina tebal
4. Foramene vertebrae berbentuk segitiga
5. Processus transversus panjang dan langsing
6. Processus spinousus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah
ke belakang
7. Facius articularis processus articularis superior menghadapi ke medial dan
facies articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral
d. Saraf Sakral
o Membentuk pleksus sakral yang :

Terbentuk dari ramus ventral S1, S2, S3 dengan kontribusi L4, L5 dan S5

Menginervasi ektremitas bawah, pantat dan regia perineal

e. Saraf Koksiks
o Membentuk pleksus koksiks yang :

Dibentuk oleh saraf koksiks dan S5 dengan bantuan S4

Merupakan awal saraf koksiks yang mensuplai region koksiks

a. N. Olfactorius
Merupakan saraf sensorik yang bekerja pada daerah cavum nasi dan
digunakan sebagai penciuman. Saraf ini keluar dari lamina cribosa diantara
crista frontalis. Mekanisme penciuman adalah saraf menghantarkan bau menuju
otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Akson-akson pada saraf olfaktorius dapat
mengalami degenerasi karena neuronnya dapat memberlah. Serat-serat aferen
olfaktorius akan bersinap dengan bulbus olfaktorius.
Bulbus olfaktorius

rute subkortikal

rute talamus kortikal


b. N. Opticus
N. opticus atau saraf penglihatan, panjangnya lebih kurang 1,6 inci ( 4 cm ).
Saraf ini meninggalkan rongga orbita dengan berjalan melalui canalis opticus
bersama dengan a. ophthalmica dan masuk ke dalam rongga otak. Di dalam
orbita, saraf ini dibungkus oleh ketiga saraf meningen, yang mengikutinya
sampai ke spatium subarachnoideum. Kedua saraf dari kedua sisi kemudian
bergabung membentuk chiasma opticum. Disini serabut saaraf yang berasal dari
medial retina menyilang garis tengah dan masuk tractus opticus sisi
kontralateral. Sedangkan serabut saraf dari belahan lateral retina berjalan ke
posterior di dalam tractus opticus di sisi yang sama.
Tractus opticus keluar dari sudut posterolateral chiasma opticus dan berjalan
ke belakang di sekitar sisi lateral mesencephalon untuk menuju corpus
geniculatum lateral. Sebagian kecil saraf, yang berfungsi pada reflex pupil dan
reflex mata, tidak menuju corpus genulatum lateral, tetapi menuju ke nucleus
pretectalis dan colliculus superior. Dari corpus genulatum laterale, radiato optica
melengkung ke belakang menuju cortex visual hemispherium cerebri.
c. N. Occulomotoris
o Masuk orbita melalui Fissura Orbitalis Superior (FOS)
o Mensarafi otot pergerakan mata (rectus medialis, superior, interior, obliqua
inferior dan levator palpebra)
o Mengandung serabut saraf parasimpatis

d. N. Trochlearis
N. Trochlearis adalah saraf motorik dan merupakan saraf otak paling halus
Saraf ini mengurus M. Obliquus superior di dalam orbita. Saraf ini muncul dari
permukaan posterior mesencephalon, tepat di bawah colliculus inferior.
Kemudian membelok ke depan di sekeliling sisi lateral pedunculus cerebri.
Saraf ini berjalan ke depan di dalam dinding lateral sinus cavernosus, terletak

sedikit di bawah N. Oculomotorus. N. Trochlearis masuk ke orbita melalui


fissure orbitalis superior.
e. N. Trigeminus
o Merupakan saraf cranial terbesar
o Teridiri dari saraf motorik dan sensorik
o Neuron sensorik membentuk saraf sensorik utama pada wajah, rongga nasal
dan rongga oral
o Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot-otot mastikasi
(pengunyah)
o Memiliki tiga cabang, yaitu :
i. N. Opthalmicus :

menginervasi kelopak mata, bola mata, kelenjar air mata, rongga


nasal, dan kulit kepala

ii.

keluar cranii melalui fissura orbitalis superior

N. Maxillaris

Menginervasi kulit wajah, rongga oral (gigi, gusi, bibir bagian atas),
palatum

iii.

Keluar cranii melalui foramen rotundum

N. Mandibularis

Menginervasi gigi, gusi, bibir bagian bawah, kulit rahang bawah dan
area temporal kulit kepala, m.mylohyoid dan m.digastricus venter
anterior

f. N. Abduscens
Saraf motoris kecil dan mempersarafi m. rectus lateralis bola mata. Sehingga
fungsinya adalah untuk memutar bola mata ke posisi lateral. Saraf ini muncul
dari permukaan anterior otak, di antara pinggir bawah pons dengan medulla
oblongata. Mula-mula saraf ini terletak di dalam fossa cranii posterior.
Kemudian ia membelok dengan tajam ke depan melintasi pinggir superior pars
petrosa ossis temporalis. Setelah masuk sinus cavernosus, saraf ini berjalan ke
depan bersama a. carotis interna. Masuk ke rongga orbita melalui fisura orbitalis
superior.

g. N. Facialis
Nervus facialis atau nervus VII merupakan saraf gabungan antara saraf
motorik dan saraf sensorik. Saraf ini muncul sebagai dua radix dari permukaan
anterior otak belakang di antara pons dan medulla oblongata, radix ini masuk ke
Os temporalis dan melalui Meatus Acusticus Internus (MAI).
N. Facialis ini mempersarafi otot-otot wajah, pipi, dan kulit kepala; m.
Stylohyoideus; venter posterior; m. Digastricus; dan m. Stapedius telinga
tengah. Radix sensoris membawa serabut-serabut pengecap dari dua pertiga
bagian anterior lidah, dasar mulut, dan palatum. Serabut-serabut sekretomotorik
parasimpatis mempersarafi glandula submandibularis dan sublingualis, glandula
lacrimalis, dan kelenjar-kelenjar hidung serta palatum.
h. N. Vestibulocochlearis
Nervus Vestibulocochlearis (VIII, acoustic, atau auditory) nervus adalah
saraf sensori yang timbul dari medulla oblongata.nervus ini Memiliki 2 bagian
cabang ; cabang vestibular, dan cabang koklearis.
o Perikaryon dari serabut2 saraf cabang vestibular terletak di ganglia dekat
vestibula dan kanalis semicircular, memiliki reseptor yang secara spesifik
mengatur perubahan posisi kepala dan kemudian mengirimkan impulse ke
cerebellum yang kemudian mempergunakan informasi tersebut untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
o Perikaryon dari serabut2 saraf cabang koklearis terletak di ganglion koklearis
bagian dari telinga bagian dalam yang berperan sebagai pusat reseptor
pendengaran. Impuls dihantarkan melewati medulla oblongata dan otak tengah
dalam perjalanannya menuju bagian pusat pengolah informasi pendengaran
yakni lobus temporal.

i. N. Glossopharingeus
o Merupakan saraf motorik
o Mempunyai 3 macam nukleus:

Nukleus Motorik

Nukleus ini terletak dalam di formatio retikularis medulla oblongata dan


dibentuk oleh ujung superior nucleus ambiguss. Nukleus ini menerima
serabut2 kortikonuklearis dari kedua hemisfer serebrii. Serabut-serabut ini
mempersarafi m.stylopharyngeus.

Nukleus Parasimpatis
Nukleus ini disebut juga nukleus salivatorius inferior. Nkleus ini menerima
serabut2aferen dari hipotalamus melalui jaras2desendens. Struktur ini juga
memiliki hubungan dengan daerah olfaktori melalui formatio retikularis.
Informasi yang berhubungan dengan pengecap juga diterima dari nucleus
traktus solitarius dari rongga mulut.
Serabut2 eferen postganglionik parasimpatis mencapai ganglion oticum
melalui ramus tympanicus, plexus tympanicus,dan n petrosus minor.
Serabut2 post ganglionik berjalan menuju glan.parotis.

Nukleus sensorik
Bagian ini merupakan bagian dari nukleus traktus solitarius. Sensasi
pengecap berjalan melalui ak son perifer sel2saraf yang terletak dalam
ganglion n.glossopharyngeus. Proc.sentralis sel sel ini bersinaps dengan
sel-sel saraf didalm nukleus. Serabut serabut eferen menyilang median dan
naik menuju kelompok nuklei vntralis thalami sisi yang berlawanan, dan
juga ke beberapa nuklei di hipotalamus. Dari talamus, akson sel2talamus
berjalan menuju capsula interna dan corona radiata, serta berakhir di
bagian bawah gyrus post centralis.
Informasi mengenai aferen masuk melalui batang otak melalui ganglion
superior n.IX, namun berakhir didalam nuclei spinalis nervi trigemini.
Impuls-impuls aferen dari sinus carotis baroreseptor yang terletak di
bifurcatio arteri comunis juga berjalan bersama n IX. Keduanya berakhir
di nukleus traktus solitarius dan berhubungan dengan nukleus motorius
dorsalis n.vagi. reflek sinus caroticus yang melibatkan n IX dan n X
membantu regulasi tekanan darah.

o Perjalanan N.Glossopharyngeus
N IX meinggalkan permukaan anterolateral bagian atas medulla
oblongta sbg ragkaian kecil didalam alur antara oliva dan npendunculus

cerebrallis inferior. Saraf ini lalu berjalan ke lateral didalam fossa cranii
posterior kluar melalui foramen jugulare. Di tempat ini terdapat ganglia
sensorik superior dan inferior n IX. Selanjutnya, saraf turun melalui bagian
atas leher di ikuti oleh vena jugularis interna dan a. Carotis interna untuk
mencapai tepi posterior musculus stylopharyngeus yang dipersyarafinya.
Setelah itu, saraf berjalan ke depan diantara m.constricsor pharyngeus superior
dan medius untuk bercabang cabang ke membran mukosa faring dan sepertiga
lidah posterior.
j. N. Vagus
o Merupakan saraf kranial-X
o serabut saraf campuran, sensoris dan motoris
o Berasal dari sejumlah radix kecil pada daerah lateral medula oblongata
o Distribusi saraf ini turun melalui foramen jugularis, membentuk ganglion
superior melalui thorax dan abdomen
o Menginervasi serabut sensoris untuk telinga, lidah, faring, laring, esofagus,
serta mempercabangkan serabut parasimpatis dan aferen viseral untuk daerah
thorax dan abdomen
o karena jangkauan saraf ini sangat luas, maka disebut juga sebagai saraf
pengembara
k. N. Accesoris
Adalah saraf motoris yang terdiri atas radix cranialis dan radix spinalis.
Radis cranialis muncul dari permukaan anterior medulla oblongata, diantara
oliva dan pendunculus cerebrellaris inferior. Berjalan ke lateral dalam fossa
cranii posterior dan bergabung dengan radix spinalis.
Radix spinalis berawal dari sel-sel saraf dari collumna grisera anterior. Saraf
ini berjalan naik di samping medulla spinalis. Saraf ini berjalan masuk ke
cranium melalui foramen magnum. Kemudian membelok ke lateral dan
bergabung dengan radix cranialis. Kedua radiks bersatu dan meninggalkan
cranium melalui foramen jugulare.

Jadi nervus accessorius mengurus gerakan palatum molle, pharynk, dan


larynx

dan

mengendalikan

gerakan

dua

otot

besar

leher

yaitu

m.sternocleidomastoideus dan m.trapezius.


l. N. Hypoglossus
Berjalan turun di dalam selubung carotis. Sampai di pinggir bawah
venter posterior m.digasstricus kemudian belok ke depan, menyilang lengkung
A.lingualis, tepat di atas ujung cornu majus ossis hyoideus. Selanjutnya ke
depan

pada

permukaan

lateral

m.hyoglossus

dan

permukaan

medial

m.mylohyoideus. Sarar ini terletak di bawah pars profundus glandula


submandibularis, ductus submandibularis dan n. Lingualis. Saraf ini berakhir
dengan lengkung ke atas ke arah ujung lidah dan memberikan cabang-cabang
untuk otot.
b. Sistem saraf sumsum spinalis
Saraf Spinalis terdiri dari 31 pasang saraf yang tersusun secara simetris masingmasing berasal dari medula spinalis melalui 2 buah radiks: radiks sensorik (dorsalis) dan
motorik (ventralis). Saraf-saraf ini dibagi secara topografis menjadi 8 pasang saraf
cervical (C 1-8), 12 torakal (T 1-12), 5 lumbal (L 1-5), 5 sacral (S 1-5) dan satu
coccygeus (C). Neuron-neuron yang menyalurkan hantaran motorik pada bagian
perjalanan terakhir yaitu di kornu anterior medula spinalis menuju sel-sel otot skeletal
dinamakan Lower Motoneuron. Lower Motoneuron menyusun inti-inti radiks ventralis
saraf spinalis.
Saraf Spinal
f. Saraf Serviks
o Terdiri dari 8 pasang saraf yaitu C1-C8
o Membentuk pleksus (jarring-jaring serabut saraf terbentuk dari ramus ventral
saraf spinal)
1. Pleksus Serviks

Terbentuk dari ramus ventral C1-C4 dan sebagian C5

Menginervasi otot leher, kulit kepala serta dada

Saraf terpenting yang berawal pada pleksus ini adalah saraf frenik yang
menginervasi diafragma

2. Pleksus Brakial

Terbentuk dari ramus ventral C5-C8 dengan bantuan T1-T2

Menginervasi ekstremitas atas

g. Saraf Thoraks
o Terdiri dari 12 pasang saraf yaitu T1-T12
o T1 dan T2 ikut serta membentuk pleksus brakial
o T3-T12 tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkostal dan
menginervasi otot-otot abdomen, kulit dada dan kulit abdomen
h. Saraf Lumbal
Saraf lumbal adalah salah satu dari saraf spinal yang berjumlah 5 pasang
yang biasanya ditulis dengan symbol L1, L2, L3, L4, dan L5. Saraf lumbal juga
sebenarnya merupakan gabungan dari saraf sacralis yang nantinya akan disebut
dengan plexus lumbosacralis. Percabangan saraf plexus lumbosacralis yang
terdapat pada plexus lumbalis antara lain :
1. N. Iliohypogastricus
2. N. Ilionguunallis
3. N. Cutenous femoris lateralis
4. N. femoralis
5. N. genitofemoralis
6. N. obturatorius
Ciri-ciri vertebrae lumbal :
8. Corpus besar dan berbentuk ginjal
9. Pediculus kuat mengarah ke belakang
10. Lamina tebal
11. Foramene vertebrae berbentuk segitiga
12. Processus transversus panjang dan langsing
13. Processus spinousus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah
ke belakang
14. Facius articularis processus articularis superior menghadapi ke medial dan
facies articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral
i. Saraf Sakral

o Terdiri dari lima pasang saraf yaitu S1-S5


o Membentuk pleksus sakral yang :

Terbentuk dari ramus ventral S1, S2, S3 dengan kontribusi L4, L5 dan S5

Menginervasi ektremitas bawah, pantat dan regia perineal

j. Saraf Koksiks
o Terdiri dari satu pasang saraf
o Membentuk pleksus koksiks yang :

Dibentuk oleh saraf koksiks dan S5 dengan bantuan S4

Merupakan awal saraf koksiks yang mensuplai region koksiks

Pleksus
Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali T1 dan T11 (yang merupakan awal saraf interkostal).
Pleksus dibagi 5 yaitu:
Pleksus serviks
-

Terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks pertama (C1,C2,C3,C4)


dan sebagian C5.

Saraf ini menginervasi otot leher dan kulit kepala, leher serta dada.

Saraf terpenting adalah saraf frenik, yang menginervasi diafragma.

Pleksus brakial
- Terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5,C6,C7,C8 dan saraf toraks
pertama,T1 dengan melibatkan C4 dan T2.
-

Saraf dari pleksus ini mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada leher dan
bahu

Pleksus lumbal
- Terbentuk dari ramus saraf lumbal L1,L2,L3 dan L4 dengan bantuan T12.
- Saraf dari pleksus ini menginervasi kulit dan otot dinding abdomen,paha, dan
genitalia eksternal.
- Saraf terbesar adalah saraf femoral yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit
pada paha anterior,regia panggul, dan tungkai bawah.

Pleksus sakral
- Terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2 dan S3 serta kontribusi dari
L4, L5, dan S4.
- Saraf dari pleksus ini menginervasi anggota gerak bawah, bokong, dan regia
perineal.
- Saraf terbesar adalah saraf skiatik.

Pleksus koksiks
- Terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal koksiks dengan kontribusi
dari ramus S4.
- Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks yang mensuplai regia
koksiks.
Pada saraf saraf torakal (T3 sampai T11) tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari
ruang interkostal. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan
kulit dada serta abdomen.

Secara umum perbedaan saraf somatik dengan saraf otonom adalah saraf tunggal yang
langsung menuju organ target, berbeda dengan otonom yang memilik dua nervus
(simpatis dan parasimpatis). Perbedaan antara dua nervus ini juga dapat dilihat dari organ
target yang dituju oleh kedua otot tersebut (somatis menuju otot skelet dan otonom
menuju otot polos)
1. Sistem Saraf Otonom
Anatomi

Sistem Saraf Simpatetik


Saraf simpatetik dimulai dari medula spinalis antara T-1 dan L-2 dan dari tempat ini
akan menuju rantai simpatetik dan akan menuju jaringan atau organ yang akan dirangsang
oleh saraf-saraf simpatetik.
Saraf simpatetik berbeda dengan dengan saraf motorik dari otot skeletal. Setiap saraf
otot skeletal yang berasal dari medulla spinalis merupakan jaras tunggal, sedangkan pada
saraf simpatetik terdiri atas neuron preganglionik dan postganglionik. Neuron preganglionik
berasal dari kornu intermediolateral dari medulla spinalis dan seratnya berjalan ke radiks
anterior menuju saraf spinal. Setelah itu saraf parasimpatik menuju ramus putih menuju salah
satu ganglia dari rantai simpatetik.
Saraf simpatetik juga melewati saraf kranial melalui ramus abu-abu yang ada di otak
dan akan mengatur pembulluh darah, kelenjar keringat, dan otot piloelektor.
Sistem Saraf parsimpatetik
Sistem saraf parasimpatetik keluar dari sistem saraf pusat melalui beberapa saraf
kranial, saraf sakral spinal satu, dua, tiga dan kadangkala empat. Nervus vagus merupakan
saraf yang paling banyak menyusun sistem saraf parasimpatetik yaitu sampai 75 persen.
Reseptor Alfa
Reseptor Beta
Seperti sistem saraf simpatetik,
Vasokonstriksi
Vasodilatasi (2)
sistem saraf parasimpatetik memiliki
memiliki neuron preganglionik dan
Dilatasi Iris
Kardiokontriksi(1)
postganglionik kecuali pada beberapa
Relaksasi usus
saraf kranial. Saraf parasimpatetik
Peningkatan kekuatan
memiliki saraf preganglion yang menuju
miokardial(1)
ke organ dan neuron postganglonik
Relaksasi usus(2)
Kontraksi sfingter usus
berada di dalam dinding organ. Saraf
postganglionik yang berukuran satu
Relaksasi uterus(2)
millimeter
akan
menyebar
dan
Kontraksi pilomotor
merangsang organ.
Brankodilatasi(2)
Kalorigenesis(2)
Kontraksi sfingter
kandung kemih

Glikogenesis(2)
Lipolisis(2)
Relaksasi kandung
kemih(2)

Organ
Mata:
Pupil
Otot siliaris

Efek Perangsangan
simaptetik

Efek perangsangan
parasimpatetik

Dilatasi
Relaksasi ringan

Kontriksi
Kontriksi

Vasokontriksi dan sekresi


ringan

Rangsangan banyak sekali


(kecuali pancreas) sekresi
(mengandung banyak enzim
untuk merangsang kelenjar
mensekresi enzim)

Banyak sekali keringat


(kolinergik)
Tebal sekresi berbau

Tidak ada

Pembuluh koroner

Peningkatan kekuatan
Peningkatan kontraksi
Dilatasi (2) kontriksi ()

Pengurangan kecepatan
Penurunan kekuatan kontraksi
Dilatasi

Paru:
Bronkus
Pembuluh darah

Dilatasi
Konstriksi sedang

Kontriksi
Dilatasi

Usus:
lumen
sfingter

Penurunan peristaltic
Peningkatan tonus

Peningkatan peristalsis dan


tonus

Pelepasan glukosa
Relaksasi

Sintesa glikogen ringan


Kontraksi

Berkurangnya pengeluaran
dan sekresi rennin

Tidak ada

Relaksasi (ringan)
Terangsang

Terangsang
Relaksasi

Kelenjar:
nasal
lakrimalis
parotis
submandibularis
lambung
pankreatik
Kelenjar keringat
Kelenjar apokrin
Jantung:
Otot

Hati
Kantung empedu saluran
empedu
Ginjal
Kandung kemih:
Detrusor
Trigonum

Tidak ada

Penis
Sistemik arteriol:
Abdominal
Otot

Kulit

Ejakulasi

Ereksi

Kontriksi
Konstriksi ( andregenik)
Dilatasi (2 adregenik)
Dilatasi (kolinergik
Konstriksi

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

2. Fisiologi
2.1 Refleks
Gerak refleks adalah suatu gerakan spontan yang berlangsung secara otomatis sebagai
tanggapan terhadap suatu rangsangan
Karakteristik refleks
o Dapat diramalkan, artinya jika satu kali terjadi respons dari satu organ terhadap
rangsang spesifik, kita bisa meramalkan bahwa jika diberi rangsang spesifik yang
sama, responnya akan sama pula.
o Mempunyai tujuan tertentu
o Pada refleks terdapat reseptor tertentu dan respons terhadap rangsang terjadi pada
efektor tertentu.
o Refleks memerlukan waktu antara stimulus dan mulainya terjadi respons pada
efektor.
o Umumnya spontan
o Mempunyai fungsi sebagai pelindung dan pengatur dan sangat penting dalam
tingkah laku hewan.
o Respons yang terus menerus menyebabkan terjadinya kelelahan.

Mekanisme gerak refleks


Impuls ganglion radix posterior cornu posterior medulla spinalis
interneuron cornu anteriorsel saraf motorik organ motorik
Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada
rute yang disebut lengkung refleks. Kerja dari refleks sebagian besar adalah proses
tubuh yang involunter (misalnya, denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan,

dan pengaturan suhu) dan respon otomatis (misalnya sentakan akibat suatu stimulus
nyeri atau sentakan pada lutut).
Semua lengkung (jalur) refleks terdiri atas komponen:
1. Reseptor adalah ujung distal dendrite, yang menerima stimulus
Fungsi utamanya adalah mentransduksikan energi lingkungan dan mengubahnya
menjadi aksi potensial pada saraf sensori.
Sebagai contoh adalah reseptor dari retina mentransduksikan cahaya, pada kulit akan
mentransduksikan panas, dingin, tekanan, dan stimulus cutaneous lainnya.
2.

Jalur aferen melintas di sepanjang ssebuah neuron sensorik sampai ke otak atau
medulla spinalis. Saraf ini membawa aksi potensial dari reseptor ke CNS. Saraf ini
memasuki medula spinalis dari akar dorsal.

3. Bagian pusat adalah sisi sinaps yang berlangsung dalam substansi abu-abu. Impuls
dapat di transmisi dan diulang rutenya, atau dihambat pada bagian ini. Pada gerak
refleks, biasanya ada lebih dari satu sinapsis. Walaupun ada sedikit monosinapsis

seperti yang datang dari gelendongan otot.


4. Jalur eferen melintas di sepanjang akson neuron motorik sampai ke efektor, yang
akan merespon impuls eferen sehingga menghasilkan aksi yang khas. Saraf ini
membawa aksi potensial dari CNS ke target (efektor) organ. Saraf motorik
meninggalkan spinal cord melewati akar ventral.
5. Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, otot polos atau kelenjar yang
merespons. Biasanya organ yang memberikan gerak refleks adalah otot atau iris mata

Jenis refleks

Refleks paling simpel adalah lengkung reflex ipsilateral monosinaptik

atau dua

neuron, disebut juga refleks peregangan.


Ipsilateral artinya kedua neuron berterminasi di sisi yang sama pada tubuh.
Monosinaptik artinya hanya ada 1 sinaps yang terjadi antara neuron sensorik dan neuron
motorik.
Reflex patellar atau knee-jerk merupakan salah satu contoh reflex peregangan yang dipakai
dalam pemeriksaan neurologis.

Refleks polisinaptik atau reflex multisinaptik


Refleks polisinaptik paling sedikit ada tiga neuron, dua sinaps dengan satu
interneuron

Refleks sentakan / reflex fleksor


Terjadi akibat stimulus nyeri, bersifat melindungi dan berlangsung dalam tubuh sama
banyaknya dengan refleks peregangan.

Refleks ekstensor bersilangan


Berkaitan erat dengan refleks fleksor, merupakan ekstensi lengan secarakontralateral
yang terjadi akibat fleksi lengan pada sisi ipsilateral.

Gambar 1. Contoh Refleks

Jenis sambungan dan kompleksitas membedakan dua bentuk sirkuit refleks:


refleks monosinaptik dan polisinaptik. Pusat-pusat supraspinal bisa memodifikasi
refleks-refleks polisinaptik. Sisi kiri gambar: sirkuit reflek milik refleks
monosinaptik, bineoural, propioseptif (refleks regang khas seperti refleks sentakan
lutut [(patellar)], dll., secara bersama-sama dinamakan refleks tendon dalam atau
miotaktik). Sisi kanan gambar: sirkuit refleks kompleks milik refleks polineuronal
(refleks withdrawal atau fleksor khas dicetuskan oleh reseptor-reseptor kulit dan
mencakup refleks abdomen, cremaster, refleks telapak kaki, dll.)
Jenis Refleks
Refleks dapat dikelompokkan dalam berbagai tujuan reflek berdasarkan
hal-hal berikut:
1.
Berdasarkan pada letak reseptor, yaitu terdiri atas:
o Refleks ekstroseptive : timbul karena rangsangan pada tempat reseptor
permukaan tubuh
o Refleks interoreseptive (viseroreseptive) : timbul karena rangsangan
pada alat dalam atau pembuluh darah misalnya dinding kandung kemih
dan lambung.
o Refleks proreseptive : timbul karena rangsangan pada reseptor otot
rangka, tendon, dan sendi untuk keseimbangan sikap.
2.

Berdasarkan pada bagian saraf pusat, yaitu:


o Refleks spinal : melibatkan neuron di medulla spinalis
o Refleks bulbar : melibatkan neuron di medulla oblongata
o Refleks kortikal : melibatkan neuron korteks serebri

3.

Berdasarkan dari jenis atau ciri jawaban, yaitu:


o Refleks motorik : efektornya berupa otot dengan jawaban berupa
reaksi/kontraksi otot.
o Refleks sekretorik : efektornya berupa kelenjar dengan berupa jawaban
berupa peningkatan/penurunan sekresi kelenjar.
o Refleks vasomotor : efektornya berupa pembuluh darah dengan
jawaban berupa vasodilatasi/vasokonstruksi.

4.

Dilihat dari timbulnya refleks, yaitu :

o Refleks tak bersarat : refleks yang dibawa sejak lahir, bersifat mantap,
tidak pernah berubah dan dapat ditimbulkan bila ada rangsangan yang
cocok misalnya menghisap jari pada bayi
o Refleks

bersarat

didapat

selama

pertumbuhan

berdasarkan

pengalaman hidup, memerlukan proses dan bersifat individual.


5.

Berdasarkan jumlah neuron yang terlibat, yaitu :


o Refleks monosinaps : melalui satu sinaps dan dua neuron (satu neuron
aferen dan satu neuron eferen) yang langsung berhubungan pada saraf
pusat, contohnya refleks regang.
o Refleks polisinaps : memalui beberapa sinaps, terdapat beberapa
interneuron yang menghubungkan neuron aferen dengan neuron eferen.
Semua refleks lebih dari satu sinaps kecuali refleks regang (muscle
stretch reflex)

6.

Refleks-refleks yang penting bagi neurologi klinis


o
o
o
o

7.

refleks superfisial (kulit dan lendir),


refleks tendon dalam (miotatik),
refleks viseral (organik),
refleks patologik (abnormal)

Berdasarkan CNS
o Refleks segmental adalah refleks yang hanya melewati sebagian kecil dari
CNS. Contohnya adalah refleks peregangan otot dan refleks cahaya pada
pupil karena hanya menggunakan segmen kecil dari medulla spinalis atau
brainstem.
o Refleks intersegmental. Refleks ini menggunakan multiple segmen dari
CNS. Contohnya adalah respons propriosepsi karena aksi potensial saraf
sensori jauh memasuki spinal cord dan belum akan berjalan kembali ke
cerebral cortex sebelum responsi motorik dihasilkan. Respon motorik
kembali melalui rute intersegmental yang sama.

2.2 Nyeri
Nyeri adalah bentuk gangguan sensorik. Perangsangan yang menghasilkan nyeri
bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf pengantar
impuls nyeri. Jaringan tersebut dinamakan jaringan peka nyeri. Sedangkan jaringan

yang tidak dilengkapi serabut nyeri tidak menghasilakn nyeri bila dirangsang disebut
jaringan tak peka nyeri.
Berikut ini adalah jaringan yang peka nyeri atau tak peka nyeri terhadap suatu
stimulus :
a. Jaringan subkutan asdalah jaringan peka nyeri terhadap tekanan dan zat kimia
iritatif.
b. Otot adalah jaringan peka nyeri terhadap tekanan, sayatan, dan zat kimia iritatif.
c. Fasia dan tendon adalah peka nyeri terhadap tusukan dengan jarum, tekanan, dan
zat kimia iritatif. Demikian juga periosteom. Tetapi tulang kompakta adalah
kurang peka nyeri.
d. Kartilago persendian tak peka nyeri, tetapi selaput sinovianya adalah sangat peka
nyeri terhadap rangsang mekanik dan kimiawi
e. Enamel gigi tak peka nyeri, tetapi dentin serta pulpanya peka nyeri terhadap
perubahan suhu dan osmolalita.
f. Pembuluh darah adalah peka nyeri terhadap perangsangan mekanik dn kimiawi
iritatif. Arteri lebih peka nyeri daripada vena.
g. Otak dan leptomeningan tak peka nyeri terhadap stimulus listrik, akuterisasi, atau
penyayatan.
h. Serabut saraf sensorik atau campuran sensorik motorik adalah peka nyeri terhadap
tusukan jarum, penyayatan, pemanasan, dan zat kimia.
i. Pleura parietal, peritoneum parietal, dan bagian-bagian perikardium parietak yang
dipersarafi oleh serabut somatosensorik adalah peka nyeri terhadap tusukan jarum,
pergesekan, dan zat kimia iritatif. Sebaliknya, pleura viseral, peritoneum viseral,
dan epikardium viseral adalah tak peka nyeri.
j. Miokardium adalah peka nyeri terhadap zat kimia iritatif. Tarikan pada arteri
koroner mengahasilkan nyeri.
k. Esofagus tak peka nyeri. Usus sehat tak peka nyeri terhadap pemotongan,
kauterisasi, penjepitan, tetapi bereaksi terhadap pengenbumgan. Kolon dan
apendiks adalah peka nyeri terhadap penjepitan atau pun penekanan mekanik
apapun.
l. Pelvis renalis, ureter, basis kandung kemih, dan uretra peka nyeri terhadap
pemotongan, penjepitan, kauterisasi dan bahan kimia iritatif.
m. Testis sangat peka nyeri terhadap penekanan, .
n. Korpus uteri tak peka nyeri, tetapi serviksnya bereaksi terhadap stimulasi listrik
dan karena distensi.

Jenis Nyeri
Nyeri berdasarkan Intensitas :
a) Insidental : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
b) Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c) Paroxysmal : nyeri dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali, biasanya menetap
10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul lagi
d) Inteactable pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi
Nyeri berdasarkan sumbernya:
a) Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya
bersifat burning (seperti terbakar). Contohnya terkena ujung pisau atau gunting.
b) Deep somaic, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah tendon dan
syaraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus. Contohnya sprain sendi.
c) Visceral, stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium, dan thorak.
Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan.
Nyeri berdasarkan penyebab :
1. Nyeri nosiseptifi
Timbul akibat nosiseptor, khususnya nosiseptor mekanik. Dibedakan menjadi :
a. Nyeri somatic : timbul pada organ nonviseral, misalnya nyeri tulang.
b. Nyeri viseral : nyeri yang berasal dari dinding parietal organ viseral. Jaras nyeri
ini berasal dari saraf spinal setempat, jadi orang yang mengalami akan
merasakan sensasi tepat di atas (superficial) daerah yang menimbulkan nyeri.
2. Nyeri non-nosiseptifi
Timbul bukan dari nosiseptifi. Dibedakan menjadi :
a. Nyeri neuropatik : akibat iritasi atau trauma saraf
b. Nyeri psikogenik : kelainan psikomatik.
Nyeri berdasarkan penyebabnya :
a)Fisik : terjadi karena stimulus fisik. Contoh: fraktur femur
b)Psycogenik : terjadi karena sebab yang kurang jelas atau sudah didentifikasi,
bersumber dari emosi atau psikis yang biasanya tidak disadari. Contoh : orang
yang marah-marah
Nyeri berdasarkan letak :
a) Referred pain (nyeri alih),
Definisi : nyeri yang letaknya jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.
Mekanisme : Cabang serabut nyeri viseral bersinaps dengan serabut nyeri kulit,
jika ada sinyal dari visera maka akan menjalar ke kulit. Jadi orang tersebut akan
merasakan sensasi yang benar-benar berasal dari kulit. Nyeri viseral juga
menjalar sesuai / sepanjang dermatom.

b)

Radia
ting
pain,
yaitu
nyeri
yang

menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya


c) Intractable, adalah yang sangat susah dihilangkan (nyeri kabker maligna)
d) Phantom pain, yaitu sensasi nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang hilang
(amputasi) atau bagian yang lumpuh karena injuri medula spinalis.
Nyeri berdasarkan durasinya :
1. Nyeri akut
adalah nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi/penyembuhan. Lama nyeri
ini kurang dari enam bulan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebab
dan umumnya dapat diperkirakan (nyeri akan hilang bila faktor internal/eksternal
yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan).
2. Nyeri kronis
adalah nyeri yang berlanjut walaupun diberikan intervensi/pengobatan akibat
kausa keganasan dan non keganasan.Lama nyeri ini lebih dari enam bulan Nyeri
kronik sering memengaruhi semua aspek kehidupan pengidapnya sehingga
menimbulkan stress dan kegalauan emosi serta mengganggu fungsi fisik dan
sosial.
Menurut Tamsuri (2007), klasifikasi nyeri dibedakan menjadi 3 yaitu:
Klasifikasi nyeri berdasarkan lama/durasinya
Berdasarkan waktu kejadian, nyeri fapat dikelompokan sebagai
nyeri akut dan nyeri kronis.

1. Nyeri akut --- Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu
daeri 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan. Umumnya
terjadi pada cefera, penyakit akut, atau pembedahan dengan
awitan cepat. Dapat hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa
tindakan setelah kerusakan jaringan sermbuh.
2. Nyeri kronis --- Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam
waktu lebih dari enam bulan. Umumnya timbul tidak teratur,
intermiten,

atau

bahkan

persisten.

Nyeri

kronis

dapat

mernyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi. Nyeri ini


dapat menimbulkan kelelahan mental dan disik.
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dibedakan menjadi 6 yaitu:
1. Nyeri superficial --- Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap
kulit seperrti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Mermiliki
durasi pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
2. Nyeri somatic ---- Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta
struktur penyokong, umumnya bersidat tumpul dan stimulasi
dengan adanya peregangan dan iskemia.
3. Nyeri viseral --- Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal,
durasinya cukup lama, dan sensasi yang timbul biasanya tumpul.
4. Nyeri sebar (radiasi) --- Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri
yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri dapat
bersidat intermiten atau konstan.
5. Nyeri fantom --- Nyeri fantom adfalah nyeri khusus yang
dirasakan oleh klien yang mengalami amputasi.
6. Nyeri alih Nyeri alih adalah nyeri yang timbul akibat adanya
nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan
nyeri pada brberapa tempat atau lokasi.

Klasifikasi nyeri berdasarkan organ


Berdasarkan tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokan dalam:
1. Nyeri organik --- Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan
adanya kerusakan organ.
2. Nyeri neurogenik --- Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat
gangguan neuron, misalnya pada neurologi.
3. Nyeri psikogenik --- Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai
faktor psiokologis. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-efek
psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien.

Mekanisme Nyeri
A. Transduksi
Transduksi adalah proses perubahan stimulus nyeri menjadi aktivitas listrik.
Mekanisme transduksi:
Kerusakan sel pembebasan kalium intrasel dan sintesis prostaglandin dan
bradikinin prostaglandin menyebabkan peningkatan sensitivitas reseptor
terhadap bradikinin stimulus sampai ke reseptor
B. Transmisi
Transmisi merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf
perifer melewati kornu dorsalis, dari medula spinalis menuju korteks serebri.
Mekanisme transmisi:
Transduksi serat A- (nyeri cepat) dan serat C (nyeri lambat) medula
spinalis di akar dorsal memisah di kornu dorsalis medula spinalis
substansi gelatinosa (lamina II dan III) modulasi traktus
spinotalamikus.
Traktus spinotalamikus
Traktus neospinotalamikus
- Untuk nyeri cepat
- Nosiseptor A-

Traktus paleospinotalamikus
- Untuk nyeri lambat
- Nosiseptor C
Talamus
Otak

Persepsi

C. Modulasi
1) Proses peningkatan atau pengurangan penerusan impuls nyeri
2) Proses pengurangan impuls nyeri melalui sistem analgesia endogen yang
melibatkan bermacam-macam neurotransmiter antara lain endorfin yang
dikeluarkan sel otak dan neuron di medula spinalis.
3) Menghambat transmisi di tingkat medula spinalis.
Ada 2 jalur:
a. Ascenden
Transduksi transmisi modulasi persepsi
Dari medula spinalis ke otak
b. Descenden
Dari korteks serebrum ke medula spinalis. Gunanya untuk
dengan
bantuan
SLSKMR
a o a e menghambat
m r n l t e atau
g e i memodifikasi
wn s
a arangsangan
a
n nyeri
I
g
neurotransmiter seperti endorfin.
eekmtd
i
s
i
t
e
e
d
r
u i
m
l
a
a
D. Persepsi
rssnt
i
sa
e l yang
i s p s diberikan t oleh o saraf sensorik
r
Penafsiran
oleh
r po o a
m i s k n system
t saraf
u pusat
aa(n
(aferen).
Penafsiran
km t e
o o
o e r ini
s merupakan
s nk
p hasil
a u interaksi
i n nsystem saraf
i
ksensorik, informasi
/
bbs
kognitif
pada
korteks
serebri
dan
pengalaman
emosional
dan
persepsi
menentukan
u
) m
epuo
a h s nyeril yang
to u a dirasakan.
e
r
i
oi
r
)
beratnt o ringannya
u
s
rtk
i u k
Mekanisme Nyeri
A. Nyeri
Cepat
ss
a
rr
aa
ff
tt
ii
p
ee
A
dd
ee
l
tt
aa

SSSLRMA a ar e e m n l a e g i w n s t e a a k n t I it I g &a
S
edtgd r iea a t l e k a r t tm i u i m n s so a a s ma
e
rrrp(nd k oaa o sln er i n s o i n eu s f p p e p t i r o no i os or
aa(mP k e ii r mk i u a i s ka u w a i ) d u
a
bbg r i s e a
b
uuN u k l e u s
r e
u
ttttp lambat
B. Nyeri
o n s , d a n
ss
s
aa
rr
r
a
a
ff
t
t
ii
i
pp
p
e
e
C
C
,,

l I I d I a ( s r ui
) p m a ie kd
t r t e , a r l ia o r
k

t u

t i k
m

s e t as e n n s is a e f a l o
o u l l i a k u s l p u i s n sa u l i ps e
)

s
u

mb

s u
l a

s e

r i s
n

s e

s t a
m

e
f a

n
d

l o

s i a
u

l a
,

n
r i o

Sistem analgesia
Merupakan kemampuan otak untuk menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk
kedalam system saraf. Mekanisme system analgesia:

Terapi Nyeri
1. Kompres Dingin Dan Hangat
Es dapat menurunkan prostaglandin dan panas meningkatkan aliran darah ke
suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri
2. Stimulasi saraf elektris transkutan
a. Menggunakan unit yang dijalankan baterai dengan elektroda yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar
pada area nyeri
b. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat tv), distraksi audio (mendengar musik),
distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur)
3. Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri
4. Imajenasi terbimbing/Guided Imagery
Berimajenasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan
5. Biofeedback

6.

7.

8.

9.

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang


respon nyeri fisiologi dan cara untuk melatih control terhadap respon tersebut.
Diet
Untuk mengurangi berat badan pada penderita nyeri rheumatic yang kelebihan
berat badan sangat membantu mengendalikan rasa nyeri
Anticipatory Guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh:
tindakan sebelum pasien menjalani prosedur pembedahan, perawat memeberikan
penjelasan pada pasien tentang gambarannya.
Pijat
Pijat merupakan bentuk stimulasi fisik. Dasar stimulasi fisik adalah teori
pengendalian gerbang pada transmisi nyeri. Stimulasi kulit akan merangsang
serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk menutup gerbang bagi
serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat
dikurangi. Stimulasi kulit juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorphin
dan neutransmitter lain untuk menghambat nyeri
Terapi Musik
Dalam dunia kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi tambahan.
Terapi music diartikan sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan
suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Musik baik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental,
beberapa penyakit yang dapat ditamgamni dengan music antara lain : kanker,
stroke, nyeri, gangguan kemampuan belajar dan bayi premature.
Musik bisa dikatakan sebagai terapi dengan mempengaruhi presepsi orang
yang sakit tersebut dengan cara :
1. Distraksi, yaitu pengalihan pikiran dari nyeri, music dapat mengalihkan
konsentrasi seseorang yang merasa nyeri kepada hal-hal yang
menyenangkan.
2. Relaksasi, music menyebabkan pernafasan menjadi lebih rileks dan
menurunkan denyut jantung, karena orang yang mengalami nyeri denyut
jantungnya meningkat.
3. Musik menciptakan rasa nyaman, pasien yang berada pada ruang
perawatan.
4. Musik dapat menuurnkan kadar kortisol yang meningkat saat stress.
5. Musik dapat merangsang pelapasan hormone endorfin, hormone tubuh
yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan
nyeri.
6. Musik yang dipilih pada umumnya musil lembut dan teratur seperti
instrumentalia/music klasik Mozart.

Reseptor Nyeri

Reseptor mekanik, peka terhadap kerusakan mekanik


Thermal, peka terhadap temperature ekstrem

Reseptor polimodal, yaitu reseptor yang merespon semua jenis


stimulus yang merugikantermasuk iritasi kimia dari jaringan yang terluka
Reseptor nyeri tidak melakukan adaptasi karena nyeri penting untuk survive.
Eksitasi dari serabut rasa nyeri semakin bertambah secara progresif terutama
pada rasa nyeri mual-menusuk-lambat, karena stimulus nyeri berlangsung
terus-menerus. Fungsi dari tidak adanya system adaptasi pada serabut ini
adalah untuk memungkinkan rasa nyeri memberi tahu seseorang secara terusmenerus mengenai adanya stimulus yang merusak jaringan selama rasa nyeri
itu ada.
Respon Nyeri
1. Respon perilaku/motorik
Menghindar Dari Stimulus
Meringis Atau Menangis
Diam Menahan
Melindungi Tempat Yang Nyeri
a. Respon fisiologik
Respon Simpatik (pada nyeri akut atau superficial dan merupakan respon
homeostatis)
- Peningkatan Tekanan Darah
- Peningkatan Denyut Nadi Dan Pernafasan
- Dilatasi Pupil
- Ketegangan Otot Dan Kaku
- Dingin Pada Perifer
- Sering Buang Air Kecil
- Kadar Gula Darah Meningkat
Respon Parasimpatik (pada nyeri berat dan menunjukkan bahwa tidak mampu
lagi melakukan hemeostatis)
- Mual Dan Muntah
- Penurunan Kesadaran
- Penurunan Tekanan Darah
- Pernafasan Cepat Dan Tidak Teratur
- Lemah
2. Respon Afektif
Diam Tidak Berdaya
Depresi
Marah
Takut
Tidak Punya Harapan
Tidak Punya Kekuatan

Teori Nyeri
1. Teori Spesifisitas
Ide ini dikemukakan oleh Rane Descartes (1984) nyeri berjalan dari
reseptor reseptor nyeri spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat
nyeri di otak dan bahwa hubungan antara stimulus dan respons nyeri bersifat
langsung dan invariabel. Pesan nyeri disampaikan oleh jenis serabut saraf
yaitu serabut saraf A delta bermielin meneruskan nyeri mendadak dan tajam
dan serabut saraf C tidak bermielin sehingga membuka pertahanan tersebut
dan klien mempersepsikan sensori nyeri (Brunner, Suddart, 2001).
2. Teori Pola dan Penjumlahan
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Gotdscheider (1999)
menjelaskan penjumlahan input sensorik kulit di sel sel tanduk daksal
menimbulkan pola khusus impuls saraf yang memicu nyeri. Nyeri dihasilkan
oleh stimulasi intens dari reseptor reseptor nonspesifik dan penjumlahan
impuls impuls itulah yang dirasakan sebagai nyeri. Konsep penjumlahan
sentral adalah bahwa dapat terbentuk sirkuit sirkuit serar saraf dalam
kelompok kelompok interneuron spinal (suatu reverberoting circuit) setelah
suatu cidera, sehingga nyeri dapat berlanjut tanpa stimulasi (Sylvia A Pric,
2005).
3. Teori Gate Kontrol
Menurut teori ini, Nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil.
Keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat besar
akan meningkatkan aktifitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan
tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktifitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan terhambat. Rangsangan serat besar dapat
langsung merangsang ke korteks seresbri. Hasil persepsi ini akan di
kembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat aferen dan reaksinya
mempengaruhi aktifitas sel T. rangsangan pada serat kecil akan menghambat
aktifitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, Sehingga
merangsang aktifitas sel T yng selanjutnya akan menghantarkan rangsangan
nyeri (Musrifatul, Uliyah, 2006)
4. Teori transmisi dan Inhibisi Stimulus pada Nociceptor
Teori transmisi dan Inhibisi Stimulus pada Nociceptor memulai
transmisi impuls - impuls saraf, sehinggs transmisi impuls nyeri menjadi
efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Inhibisi impuls nyerei menjadi
efektif dan impuls impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem
supresif (Barbara C Long, 1996).
Skala Nyeri

Skala Penilaian Nyeri berdasarkan Skala Numerik


Skala yang dirasakan (dalam skala 0-10)
o 0 - Tidak ada nyeri
Ringan, dalam intensitas rendah (1-3)
o 1 - Seperti Gatal
o 2 - Nyeri seperti melilit atau terpukul
o 3 - Nyeri seperti mules
Sedang, Menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis (4-6)
o 4 - Nyeri seperti kram/kaku
o 5 - seperti tertekan / bergerak
o 6 - seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
Berat, dalam intensitas tinggi (7-10)
o 7,8,9 - Sangat nyeri tapi masih bisa dikontrol oleh klien dengan
melakukan aktifitas yang bias dilakukan.
o 10 - Sangat dan tidak dapat dikonrol oleh klien
Skala Wajah

Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan


wajah bahagis hingga wajah sedih, juga di gunakan untuk
"mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak
usia 3 (tiga) tahun.

Skala wajah untuk nyeri

Skala keterangan
10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan
aktifitas yang bisa dilakukan.
6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 Nyeri seperti kram atau kaku.
3 Nyeri seperti perih atau mules.
2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.
1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
0 Tidak ada nyeri

Penyebab Nyeri
1. Secara Fisik : misalnya panyakit nyeri karena trauma, neoplasma dan
peradangan.
a. Trauma mekanik : menimbulkan nyeri karena kerusakan
jaringan akibat benturan, gesekan dan luka.
b. Trauma termis : ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
panas dan dingin.
c. Trauma kimiawi : karena tersentuh zat asam/basa yang kuat.
d. Trauma elektrik : karena pengaruh aliran listrik yang mengenai
reseptor nyeri.
e. Neoplasma : menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan/
kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga
karena tarikan, jepitan.
f. Peradangan : terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan.
2. Faktor psikologis : karena trauma psikologis.
3. Iskemia : Bila aliran darah yang menuju jaringan terhambat dalam
waktu beberapa menit saja jaringan sering merasa nyeri sekali. Bila
metabolisme jaringan makin cepat rasa nyeri yang timbul semakin
cepat pula.
4. Spasme Otot : Disebabkan karena pengaruh spasme otot yang
menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Spasme otot
juga meningkatkan kecepatan metabolism dalam jaringan otot,
sehingga relative memperberat keadaan iskemia.
2.3 Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap jejas yang mempunyai tujuan untuk
menghilangkan penyebab jejas. Inflamasi dapat mempunyai pengaruh yang
menguntungkan.
Klasifikasi radang
a. Radang akut
-

Jangka watu pendek

Merupakan reaksi pertahanan tubuh terhadap jejas.

Penyebab utama
o Infeksi microbial : virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler.
Contoh : bakteri pathogen, virus

o Reaksi hipersensitivitas : terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi


mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan
merusak jaringan.
Contoh : parasite, basil tubercolusis
o Agen fisik : kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang, terjadi
melalui trauna fisik, ultraviolet, terbakar / dingin yang berlebihan.
Contoh : trauma, panas, dingin
o Kimia : akan merusak jaringan sehingga terjadi radang. Agen penyebab
infeksi dapat melepaskan bahan kimia spesifik yang mengiritasi dan
langsung mengakibatkan radang.
Contoh : korosif, asam, basa, toksin bakteri
o Nekrosis jaringan :aliran dalam darah tidak cukup sehingga pasokan
Oksigen dan makanan menurun, menyebabkan kematian sel.
Contoh : infark iskemik
-

Gejala klinis :
Local :
o Calor (heat)
o Rubor (redness)
o Dolor (pain)
o Tumor (swelling)
o Functiolaesa (loss of function)
Sistemik :
o Febris > pirogen
o Lekositosis
o Reaksi system RES

Tahapan leukosit mencapai jaringan


o Vascular
Pembuluh darah dilatasi, sehingga terjadi eksudasi plasma.

Dalam sirkulasi normal sel ada di tengah aliran pembuluh darah. Pada saat
hilangnya cairan intravascular dan meningkatnya viskositas serta aliran
darah lambat. Eritrosit statis dan leukosit menepi. Peristiwa ini disebut
Marginasi
o Cellular
Perpindahan fagositik leukosit ke area yang terluka.
Pavementing : penempelan leukosit pada endotel
Emigrasi : emigrasi dengan gerak amoeboid melewati dinding endotel.
Celah ini nantinya akan menutup dengan sendirinya dan endotel tidak
megalami kerusakan.
Lalu leukosit bergerak secara kemotaksis (bergerak kea rah substansi
kimia tertentu dalam cairan) dan memakan bakteri yang masuk (fagositik)
yang diperantarai leukosit dan makrofag.
Prodak dari fagositosis, plasma, dan sel darah membentuk eksudat, dan
menimbulkan gejala dolor dan tumor.
Inflamasi akut merupakan proses imun dan perbaikan jaringan
b. Radang kronis
Adalah radang akut persisten atau radang akut yang sembuh lalu kambuh
Dari asal kronik :
-

Kuman intraseluler

Bahan insoluble

Reaki imunologik

VERSI LAIN

1.
Macam Radang
Berdasar lokasinya:
a.
Abses: timbunan pus dalam suatu
rongga yang secara anatomis tidak ada, dinding berupa jaringan granulasi
b.
Sinusitis: radang pada sinus
c.
Fistula:
saluran
yang
menghubungkan 2 rongga
d.
Phlegmon: radang purulen pada
jaringan lunak, batas tidak jelas
e.
Empyema: timbunan/kumpulan
nanah dalam rongga pleura

f.

Ulkus: kerusakan alat permukaan


tubuh/jaringan, lepasnya jaringan nekrotik superfisial

Berdasar waktu terjadi dan gambaran morfologinya:


a. Radang Akut
- Jangka waktu pendek
- Merupakan reaksi pertahanan tubuh terhadap jejas
Gejala klinik local: Calor, Rubor, Dolor, Tumor, Functiolaesa
Gejala klinik sistemik: Febris, Pirogen, Lekositosis, Reaksi sistem RES (KGB jadi lebih aktif,
membesar)
- Netrofil predominan pada 6 24 jam I, 24 48 jam: digantikan oleh monosit, karena :
1. Jangka waktu hidup PMN < monosit
2. Emigrasi monosit >>
3. Faktor kemotaksis

1.
2.
3.
4.

Macam eksudat pada reaksi radang


Serous : sekresi mesotel (peritoneum, pericard, pleura, rongga sendi)
Fibrinous : perikarditis rematik akut
Purulen : apendisitis akut
Hemoragik : keganasan

1.

2.

Komponen Radang Akut


Perubahan pembuluh darah
Vasodilatasi: hiperemi
Permeabilitas meningkat: eksudasi
Aktivitas Lekosit
Marginasi & pavementing
Emigrasi
Kemotaksis
Fagositosis

Eksudasi Plasma, viskositas meningkat, aliran darah lambat, eritrosit stasis, lekosit
menepi menempel endotel, emigrasi lekosit
Mediator
1. Vasodilatasi prostaglandin
2. Permeabilitas Amina vasoaktif (histamin, serotonin) C3a, C5a, bradikinin, leukotrin
3. Kemotaksis C5a, leukotrin, produk bakteri, protein kationik
4. Nyeri
5. Prostaglandin, bradikinin
b. Radang Kronis

Mekanisme
Radang akut persisten
Radang akut, sembuh, kambuh lagi
Dari asal kronik
o Kuman intraseluler
o Bahan insoluble
o Reaksi imunologik (autoimun) Hashimoto
Morfologi
Sebukan sel radang mononuklear Limfosit, makrofag, sel plasma
Proliferasi fibroblas
Proliferasi pembuluh darah
Sebukan foam cell
Terdapat sel datia (giant cell)
Terdapat sabut elastis (kolagen)
Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:

1. Perubahan vascular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar
untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan
permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri
lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan
perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah
putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel.
Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih
keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan
untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
2. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih
dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi
dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan
dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).
Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin
menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal (suhu), dan
Mikroba (infeksi Penyakit.
Tanda-tanda inflamasi (peradangan):
1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam mikrosomal lokal
pada tempat peradangan.
2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat
peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.
3. Dolor (nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.

4. Tumor (pembengkakan) pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial.


5. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ tubuh
Ciri-ciri lokal:
1. Rubor
Arteriol yang memasok daerah inflamasi berdilatasi, kemudian darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih banyak. Kapiler semula kosong
atau mungkin sebagian meregang, secara cepat terisi penuh oleh darah.
Kejadian ini disebut sebagai hiperemi atau kongesti. Tubuh masih bisa
mengontrol hiperemi melalui sekresi zat-zat kimia (histamin)
2. Kalor
Panas hanya terjadi pada peradangan di permukaan tubuh. Darah yang
mengair dari dalam tubuh menuju daerah inflamasi di permukaan tubuh
memiliki suhu inti yang cenderung lebih tinggi daripada suhu
permukaan, hal ini lah yang menyebabkan timbulnya kalor lokal.
3. Dolor
Diakibatkan karena produksi histamin. Bisa juga disebabkan karena
terjadinya pembengkakan jaringan, sehingga meningkatkan tekanan
lokal, timbulla nyeri.
4. Tumor
Mulanya sebagian besar eksudat adalah cairan, lalu
meninggalkan aliran darah dan ikut tertimbun sebagai eksudat.

leukosit

5. Fungsio Laesa
Perubahan fungsi suatu jaringan menjadi abnormal.

Jenis-Jenis Eksudat
a. Eksudat Nonselular
1. Eksudat Serosa
Terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang
permeabel di daerah peradangan bersama dengan cairan yang
menyertainya.
Contoh: eksudat pada luka lepuh
2. Eksudat Fibrinosa
Protein yang keluar banyak mengandung fibrinogen.
Lalu fibrinogen tersebut diubah menjadi fibrin dan membentuk
jaringan lengket dan elastik, serta meradang.
3. Eksudat Musinosa
Eksudat jenis ini sebenarnya adalah respon fisiologis dari membran
mukosa yang menghasilkan musin di permukaannya.

Contoh: pilek yang menyertai berbagai infeksi peradangan


pernafasan bagian atas.
b. Eksudat Selular
Terdiri dari PMN dengan jumlah besar (eksudat purulen)
Biasanya muncul karena adanya infeksi bakteri.
Infeksi ini menyebabkan tertimbunnya PMN dalam jumlah tinggi di
dalam jaringan.
Banyak juga PMN yang mati dan mengeluarkan enzim hidrolitiknya.
Enzim ini terus menghidrolisis cairan di sekitarnya, sehingga terbentuk
pus.
Jika dibiarkan, pus ini akan membentuk abses.
Jika Abses dibiarkan, akan membentuk saluran dari dalam rongga
organ menuju ke luar organ, sehingga membentuk SINUS.
Namun jika abses itu melebar sampai ke organ di dekatnya dan
membentuk saluran di antara kedua organ itu sehingga terbentuk
FISTULA.
ASPEK-ASPEK SELULER PERADANGAN
1. Marginasi
Arteriol mengalami dilatasi dan menjadi permeabel, sehingga aliran
darah menjadi lebih lambat. Hal ini menyebabkan leukosit bergerak ke
perifer pembuluh darah.
2. Pavementing
Leukosit mulai melekat pada endotel.
3. Emigrasi
Leukosit mulai menjulurkan pseudopodi untuk keluar melalui celah
epitel.
4. Kemotaksis
Emigrasi leukosit sangat banyak dan cepat. Leukosit mulai bergerak
menuju sinyal kimia yang dihasilkan oleh daerah peradangan.
5. Fagositosis
Setelah menemukan bakteri penginfeksi, Leukosit segera memakan
mereka.
ASPEK-ASPEK SISTEMIK
1. Demam
Akibat kerja sitokin pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.
2. Leukositosis
Maturasi dan pelepasan llleukosit dari sumsum tulang yang cepat oleh
sitosin, sehingga menyebabkan jumlah leukosit yang banyak.
3. Sintesis Protein Akut
Sintesis protein C-reaktif dan protein serum amyloid associated di hati
sehingga menimbulkan laju endap darah yang tinggi.
4. Malese
5. Anoreksia

6. Kelelahan yang luar biasa


TAMBAHAN
Inflamasi
Satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi
distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin)
yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan
untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Inflamasi Akut
Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang
untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas, leukosit membersihkan berbagai mikroba yang
menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen
utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh
darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada
pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
Proses ini memiliki tiga komponen utama, yaitu perubahan vaskular (perubahan
dalam pembuluh sarah yang mengakibatkan peningkatan aliran darah [vasodilatasi]),
perubahan struktural yang meungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi
(peningkatan permeabilitas vaskular), serta

emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, dan

terakumulasi pada pusat jejas yang pada akhirnya akan berusaha untuk melawan agen asing
tersebut

RESPON SELULER
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera
atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan
mikroorganisme menyebar keseluruh jaringan. Leukositosis ini disebabkan karena produksi
sumsum tulang meningkat sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk emigrasi pada
waktu terjadi cedera atau radang.

RESPON VASKULER
Mediator kimia yang dihasilkan dari jaringan yang cedera atau nekrotik akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran vaskuler dan vasodilatasi. Peningkatan
permeabilitas membran vaskuler terjadi dengan peregangan sel-sel endotel sehingga pori-pori
membran membesar dan dapat dilalui oleh protein darah. Sedangkan vasodilatasi
menyebabkan peningkatan jumlah volume darah ke daerah peradangan.

1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam
mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia
atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik
maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.

2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 C
yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih
banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat
pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
3. Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain

itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang
tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal
(tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat
adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan.
Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.
5. Functio Laesa (perubahan fungsi)
Functio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal.
Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi
abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun
sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang
meradang itu terganggu.

Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik adalah inflamasi dalam jangka waktu yang lama (bermingguminggu hingga bertahun-tahun) yang padanya inflamasi aktif, cedera jaringan, dan
penyembuhan berjalan bersamaan. Kebalikan dari inflamasi akut, yang ditandai dengan
perubahan vaskular, edema, dan sebagian besar neutrofil infiltrasi, inflamasi kronik dicirikan
dengan infiltrasi mononukleus sel, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma; kerusakan
jaringan, sebagian besar diinduksi oleh produk-produk sel-sel yang menyebabkan inflamasi;
perbaikan, yang melibatkan proliferasi pembuluh baru (angiogenesis) dan pembentukan
jaringan ikat (fibrosis).
Inflamasi akut dapat menjadi inflamasi kronik. Hal ini terjadi ketika respon akut tidak
dapat disembuhkan, baik karena agen infeksi yang menetap atau karena gangguan pada
proses normal penyembuhan. Sebagai contoh, peptic ulcer pada duodenum awalnya
menunjukkan inflamasi akut yang diikuti dengan tahap awal penyembuhan. Namun,
penyakit-penyakit yang kambuh pada cedera epithelia duodenum mengganggu proses ini dan

menghasilkan lesi yang digolongkan inflamasi akut dan kronik. Kemungkinan lain, beberapa
bentuk cedera menimbulkan respon yang melibatkan inflamasi kronik dari awal.

Chronic inflammation in the lung, showing the characteristic histologic features: collection of chronic inflammatory cells ( asterisk),
destruction of parenchyma (normal alveoli are replaced by spaces lined by cuboidal epithelium, arrowheads), and replacement by
connective tissue (fibrosis, arrows). B, By contrast, in acute inflammation of the lung (acute bronchopneumonia), neutrophils fill the
alveolar spaces and blood vessels are congested.

Inflamasi kronik terjadi melalui salah satu dari kertiga jalan ini :

Dapat terjadi setelah inflamsi akut, karena stimulus yang menetap atau karena gangguan
proses penyembuhan normal.

Dapat disebabkan oleh peradangan akut berulang.

Tersering, dimulai dengan derajat rendah dan tersembunyi, reaksi sedikit yang tidak
mengikuti jalannya inflamasi akut klasik, yaitu seperti salah satu dari berikut :
o Infeksi persisten oleh mikroba intraselular (misalnya basili tuberkel, infeksi viral)
dengan toksisitas rendah tetapi menimbulkan reaksi imunologik.
o Terpapar substansi toksik dalam jangka waktu lama (misalnya silikosis dan asbestosis
pada paru).
o Reaksi imun, khususnya yang terhadap jaringan, tubuh sendiri (misalnya penyakit
autoimun).

GAMBARAN HISTOLOGIK
Termasuk (1) infiltrasi/serbukan sel mononukleus, yaitu makrofag, limfosit, dan sel plasma;
(2) proliferasi fibroblas, dan dalam banyak hal pembuluh darah kecil; (3) peningkatan
jaringan ikat (fibrosis), dan (4) destruksi jaringan.

MAKROFAG

Gambaran utama inflamasi kronik disebabkan oleh banyaknya produk aktif yang disekresi.
Beberapa produk toksik terhadap jaringan (misalnya produk oksigen, protease), yang
lainnya menyebabkan masuknya jenis sel lain (misalnya limfosit, neutrofil), dan ada yang
menyebabkan proliferasi fibroblas dan deposit kolagen.

Monosit dari tepi darah dirangsang oleh agen kemotaktik untuk beremigrasi melewati
endothelium. Yang termasuk agen kemotaktik adalah C5a, fibrinopeptida, protein kationik
neutrofil, limfokin, platelet derived growth factor (PDGF) dan kolagen serta fragmen
fibronektin.

Makrofag dapat diaktivasi untuk mensekresi berbagai faktor berikut: (1) protease normal,
(2) faktor kemotaktik, (3) metabolit asam arakidonat, (4) jenis-jenis oksigen reaktif, (5)
komponen komplemen, (6) faktor koagulasi, (7) faktor pertumbuhan, (8) sitokines (seperti
IL-1 dan TNF), dan (9) faktor-faktor lain (misalnya PAF dan -interferon).

Aktivasi makrofag pada inflamasi dicetuskan oleh limfokin (-interferon) yang dihasilkan
oleh sel T imun aktif atau oleh faktor non-imun (misalnya endotoksin).

Produk sekresi makrofag menimbulkan perubahan karakteristik inflamasi kronik, destruksi


jaringan (protease dan radikal bebas yang berasal dari oksigen), neovaskularisasi (faktor
pertumbuhan), proliferasi fibroblas (faktor pertumbuhan), dan akumulasi jaringan ikat (IL1, TNF).

SEL-SEL LAIN PADA INFLAMASI KRONIK

Limfosit dimobilisasi oleh antibodi, reaksi imunologik selular dan juga oleh reaksi non
imunologik untuk sebab-sebab yang tidak diketahui. Limfosit mempunyai hubungan
timbal-balik yang unik dengan makrofag pada inflamasi kronik (Gb. 2.6). Limfosit dapat
diaktifkan oleh kontak dengan antigen dan secara spesifik oleh endotoksin bakteri.
Limfosit aktif menghasilkan limfokines yang merupakan stimulator utama dari monosit
dan makrofag (khususnya -interferon). Makrofag aktif menghasilkan monokines yang
mempengaruhi fungsi sel T dan sel B.

Sel plasma menghasilkan antibodi terhadap antigen asing atau komponen jaringan yang
berubah.

Eosinofil umumnya terdapat pada reaksi imunologik. Granula eosinofil mengandung


major basic protein (MBP) yang sangat toksik terhadap parasit dan juga menyebabkan
lisis sel tuan rumah.

Obat anti inflamasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu:


a. Glukokortikoid (Golongan Steroidal) yaitu anti inflamasi steroid. Anti Inflamsi steroid
memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan
aktivitas fosfolipase. contohnya gologan Prednisolon
b. NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) juga dikenal dengan AINS (Anti
Inflamasi Non Steroid) NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase
tetapi tidak enzim lipoksigenase. Contoh Obat AntiInflasmasi golongan NSAIDs adalah
Turunan Asam Propionat (Ibuprofen, Naproxen), Turunan Asam Asetat (Indomethacin),
Turunan Asam Enolat (Piroxicam).
Obat AntiInflamasi pada umumnya bekerja pada Enzim yang membantu terjadinya
inflamasi, Namun Pada umumnya Obat AntiInflamasi bekerja pada Enzim Siklooksigenase
(COX) baik COX1 maupun COX2,
3. Histologi
3.1 Sel Glia
Sel glia yang terdapat pada syaraf perifer membentuk selubung mielin yang berfungsi
memberi nutrisi pada sel syaraf. Merupakan pendukung struktur dan fungsi neuron,
namun tidak terlibat dalam fungsi penjalaran impuls. Jumlah sel glia sangat banyak,

dengan perbandingan 10:1 dengan sel syaraf. Sel glia menjadmin kondisi ionic sekitar
neuron agar selalu stabil, juga membuang zat sisa sekitar neuron.
Sel schwann adalah salah satu jenis sel glial yang ditemukan ilmuan Jerman, Theodor
Schwann. Sel schwann pada sistem syaraf tepi memungkinkan terjadinya penghantaran
dari dendrit menuju terminal akson dengan melilitkan membran plasmanya secara
konsentrik sepanjang akson (seperti yang dijelaskan di atas, yaitu selubung mielin).
Dalam hal ini, sel schwann membantu dalam mempercepat hantaran impuls karena
impuls melompati mielin.
Sel satelit adalah jenis sel glial lainnya dengan fungsi memisahkan badan sel syaraf
dari jaringan ikat di ganglia (kumpulan badan sel di luar sistem syaraf). Sel satelit
membentuk kapsul yang mengelilingi badan sel syaraf.
3.2 Ganglion
3.2.1 Ganglion spinalis
-

Terdapat di dekat medula spinalis

Terdiriatas sel: ganglion spinalis dan sabut-sabut saraf yang terutama bermyelin

Sel ganliom spinalis mempunyai sifat:

Neuron Pseudo-unipoler

Besar sel tidak sama


Dikelilingi oleh sel amfisit (set satelit) yang berupa selapis sel pipih analog
dengan neuroglia, dengan jumlah lebih banyak daripada di ganglion otonom.

3.2.2

Ganglion otonom
Tampak sebagai pelebaran membulat pada saraf otonom.
Beberapa diantaranya terletak di dalam organ tertentu terutama di dalam
dinding saluran cerna.
Memiliki neuron multipolar.

Pembanding
Tipe neuron

Ganglion Spinal
Pseudounipolar

Ganglion Otonom
Multipolar

Besar sel

Besar-kecil

Hampir sama

Sel satelit

Banyak

Sedikit/ tidak ada

Akson

Bermielin

Tidak bermielin

Ganglion Spinal

Ganglion Otonom

3.3 Jaringan Ikat Pembungkus


Jaringan ikat pembungkus saraf ada 3 yaitu, endoneurium, perineurium, epineurium.

1. Endoneurium
Endoneurium merupakan lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson.
Lapisan ini tersusun atas lapisan jaringan ikat longgar, sedikit fibroblast dan serat
kolagen. Di daerah distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya
menyisakan sedikit serat retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann.
Endoneurium berhubungan erat dengan neurolema, walaupun ia dipisahkan oleh
lamina basal yang mengelilingi sel neurolema.
2. Perineurium

Perineurium merupakan selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas


jaringan ikat padat kolagen yang tersusun secara konsentris, serta sel-sel
fibroblast. Di bagian dalam perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid
yang direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal
yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi bagi fasikulus.

Di dalam epineurium serat-serat saraf tergabung membentuk fasikulus.

Bila ditelusuri ke sentral, perineurium merupakan lanjutan membrane araknoidpia dari susunan saraf pusat.

Fungsi dari perineurium itu sendiri sebagai sawar terhadap keluar masuknya
materi dari fasikulus saraf.

3. Epineurium

Menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf

Tersusun dari fibrolas dan serat kolagen yang terutama tersusun secara
longitudinal dan sedikit serat elastis

Berisi pembuluh darah utama (besar) untuk saraf

Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura yang dekat dengan
SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf ke arah distal.

4. Farmakologi
4.1 Obat Anti Inflamasi
Pengertian
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang
disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat
disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu.
Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas
vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan,
bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain
histamin, bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan PAF. Obat-obat anti inflamasi
adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan.
Obat ini terbagi atas-dua golongan, yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS)
dan anti inflamasi steroid (AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk
mengobati juga memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas
kronis bagi tubuh (Katzung, 1992).
4.1.1 NSAID
Pengertian
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi,
analgetik dan antipiretik. Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti
inflamasi non steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai
anti inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding
NSAID.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering
disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh obatnya antara
lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam mefenamat,
piroksikam, diklofenak, indometasin.
Farmakologi NSAID
Obat analgesic antipiretik serta anti imflamasi nonsteroid merupakan suatu kelompok
obat yang heterogen, secara kimia. Obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam
efek terapimaupun efek samping. Sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya
berdasarkan atas penghambatan biosistesis prostaglandin (PG). Prototip obat golongan ini
adalah aspirin

Klasifikasi kimiawi NSAID, ada NSAID dari subgolongan yang sama memiliki sifagt
yang berbeda, sebaliknya ada obat NSAID yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat
yang serupa. Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan
selektifitasnya terhadap siklooksigenase (COX). Berdasarkan sifak selektifnya terhadap
enzim siklooksigenase, NSAID dibagi menjadi:
NSAID

COX 1- non selektif

COX 2 Preferensial

Aspirin

Nimesulid

Indometasin

Meloksikam

Piroksikam

Nabumeton

Ibuprofen

Diklofenak

Naproksen

Etodolak

Asam mefenamat
COX 2 selektif
*Generasi 1
selekoksib
rofekoksib
valdekoksib
parekoksib
eterikoksib
*Generasi 2
lamirakoksib

COX 3
parasetamol

Mekanisme Kerja NSAID

Mekanisme kerja berhubungan dengan system biosistesis PG memperlihatkan secara


in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG.
Produsksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat
NSAID diketahui menghambat berbagai reaksi biokimiawi lainnya, hubungannya dengan
efek analgesic, antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu obat NSAID secara

umum tidak menghambat biosintesis leukotrien. Golongan obat ini menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua
isoform tersebut di kode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial dalam
pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal,
saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin
yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase semuladiduga diinduksi berbagai stimulus
inflamatur, termasuk sitokin, endotoksin dan factor pertumbuhan. Ternyata COX -2 juga
mempunyai fungsi fisiologis yaitu di gijal, jaringan vascular dan pada proses perbaikan
jaringan. Tromboksan A2, yang disitesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi
trombosit, vasokonstriksi dan poliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI 2) yang
disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan
penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti proliferatif.
Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX-2. Penghambat
COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan
nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan.
Anti inflamasi nonsteroid yang tidak selektif dinamakan NSAID tradisional. Khusus
parasetamol, hambatan biositesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar
peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3, suatu
variant dari COX-1. COX-3 ini hanya ada di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan
mengesetilasi gugus aktif serin 530 dari COX-1. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup
untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu
8-11 hari. Ini berarti pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan
darah 20% aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga pembekuan darah tetap dapat
berlangsung.
Pada Nyeri: PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau inflamasi. Bahwa PG yang menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata.
Berdasarkan sifat selektifnya terhadap enzim siklooksigenase, NSAID dibagi
menjadi COX-1, COX-2, COX-3.Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform
disebut COX-1 dan COX-2. Keduanya dikode oleh gen yang berbeda.
1. COX-1
Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi
dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal., saluran cerna dan
trombosit. Di mukosa lambung aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif.Tromboksan A2yang disintesis trombosit oleh COX-1,
menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos.Contoh
obatnya seperti piroksikam.
Piroksikam
Merupakan salah satu NSAID dengan struktur oksikam, derivate asam enolat.

Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam, sehingga dapat diberikan hanya
sekali sehari.
Absorbsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma.
Menjalani siklus enterohepatik (asam empedu yang telah melaksanakan
tugasnya akan kembali diserap tubuh)
Efek samping : gangguan saluran cerna, yaitu tukak lambung, pusing, nyeri
kepala, eritema kulit.
Tidak dianjurkan diberikan kepada ibu hamil, pasien tukak lambung, dan
pasien yang sedang minum antikoagulan.
Hanya untuk penyakit inflamasi sendi. Misalnya arthritis rheumatoid,
osteoarthritis, spondilitis ankilosa.
Dosis 10-20 mg per hari
Sejak juni 2007, karena efek samping yang serius pada saluran cerna
lambung dan reaksi kulit yang hebatm, maka oleh EMEA (badan POM
Eropa) dan pabrik penemunya obat ini hanya dianjurkan penggunaannya oleh
spesialis rematologi, inipun hanya sebagai obat terapi lini kedua bila obat lain
tidak berhasil.
2. COX-2
COX-2 mempunyai fungsi fisiologis yaitu pada ginjal, jaringan vaskuler,
dan pada proses perbaikan jaringan. Prostasiklin yang disintesis oleh COX-2 di
endotel makrovaskuler melawan efek dari tromboksan A2 yang disintesis
trombosit oleh COX-1 sehingga menyebabkan penghambatan agregasi trombosit,
vasodilatasi, dan efek anti proliferatif. Contoh obatnya adalah :
Meloksikam
Tergolong preferential COX-2 inhibitor, menghambat COX-2 lebih dari
COX-1 pada dosis terapi tetap nyata.
Efek samping (7,5 mg per hari) terhadap saluran cerna kurang dari
piroksikam 20 mg sehari.
Diberikan dengan dosis 7,5-15 mg sekali sehari
3. COX-3
Salah satu contohnya adalah paracetamol dengan hambatan biosintesis PG
hanya terjadi bila lingkungan rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus.
Berikut tentang paracetamol :
Merupakan obat COX 3 yang memiliki indikasi sebagai analgesik, antipiretik
dan sangat rendah terhadap antiinflamasi.
Kerjanya di sistem saraf pusat, bukan di jaringan
Waktu paruhnya 1-3 jam
Diperatarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CBI. Di dalam
otak dan sumsum tulang belakang paracetamol mengalami reaksi diasetilasi
dengan asam arachidonat membentuk N-Arachidonolamin, komponen
sebagai zat endogeneous cababinoid. Adanya N-Arachidonolamin ini
menyebabkan peningkatan kadar cababinoid.

Seperti halnya aspirin, paracetamol juga berperan menghambat biosintesis


prostaglandin, dimana aspirin bekerja pada kondisi tingkat peroksida yang
tinggi. Namun pada kondisi ini oksidasi paracetamol juga tinggi sehingga
menghambat aksi anti inflamasi akibatnya paracetamol tidak mempunyai
khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun bekerja pada SSp untuk
menurunkan temperature tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.
Dosisnya :
Dewasa
: 300mg-1g/kali maksimal 4 gr/hari
Anak 6-12 tahun
: 150-300mg/kali maksimal 1,2 gr/hari
Anak 1-6 tahun
: 60-120 mg/kali maksimal 6 kali sehari
Bayi di bawah 1 tahun
: 60 mg/kali maksimal 6 kali sehari
Metabolisme
Berikatan dengan sulfat dan glukuronida di hati
Metabolisme utamanya adalah senyawa sulfat yang tidak aktif dan
konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal
Sebagian kecil dimetabolisme dengan bantuan enzim sitokrom P-450
(CYP)
Hanya sedikit jumlah paracetamol yang bertanggungjawab terhadap efek
toksik yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p-benzo- kuinon
imina)
Mekanisme reaksi
Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan oleh otak inilah
yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat
menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping, tidak seperti
analgesik-analgesik lainnya.
Mekanisme toksisitas
Jika paracetamol dikonsumsi pada dosis normal akan segara didetoksifikasi
menjadi konjuga yang tidak toksik dan dikeluarkan melalui ginjal. Namun
jika dikonsumsi dalam dosis tinggi konsentrasi metabolit racun ini menjadi
jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati.Mekanismenya :
Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi (jenuh)
Paracetamol lebih banyak ke CYP, sehingga NAPQI bertambah dan
suplai glutatin tidak mencukupi
NAPQI bereakssi dengan membrane sel
Hepatosit rusak dan menyebabkan nekrosis.

COX 1 DOMINAN
o Menghambat PG dan Tromboksan A2
o Fungsi fisiologis, PG dikeluarkan, tidak timbul nyeri:
- Memelihara perfusi ginjal
- Homeostatis vaskuler

- Melindungi lambung (pakai prostasiklin yg merupakan hasil


prostaglandin) dengan enurunkan sekresi asam lambung dan
memicu sekresi zat di usus halus
untuk keluar dan berfungsi sitoprotektif
o Fungsi patologis, terjadi inflamasi, PG dikeluarkan, menimbulkan
nyeri. Efek antiinflamasi lemah, lebih sering dipakai untuk analgesik
dan antipiretik
o Fungsi Tromboksan A2: pembekuan darah.
Jika COX 1 dihambat, maka Tromboksan A2 tidak membentuk
trombus, sehingga darah tidak bisa membeku
o Obat:
Aspirin/ asam salisilat = prototipe/ standar obat lain NSAID
untuk tahu efek terapinya
Indometasin
Piroksikam
Ibuprofen
Naproksen
Asam Mefenamat
o Efek samping:
mual dan muntah
asam lambung meningkat
luka semakin dalam jadi tukak lambung
inflamasi, sebabkan perdarahan

COX 2 DOMINAN

o Untuk fungsi patologis saja, yakni bekerja di daerah inflamasi dan


bertanggungjawab terhadap proses inflamasi
o Efek antiinflamasi lebih besar
o Efek samping di fungsi fisiologis (lambung) tetap ada karena andil COX
o
o

1, tetapi berkurang
Penggunaan jangka panjang akan menyebabkan tukak lambung
Obat:
Nimesulid
Meloksikam
Nabumeton
Diklofenak
Etodolak

COX 2 SELEKTIF

o Hanya menghambat COX 2 saja


o Untuk mengurangi efek samping COX 2 dominan yang dikonsumsi
jangka panjang oleh penderita penyakit kambuhan (contoh Osteoarthritis)
o Pada dosis biasa, COX 1 tidak dihambat sehingga Prostasiklin (PGI2) tetap
o

bersifat sitoprotektif terhadap lambung dan usus aman


Obat:
Selekoksib
Rofekoksib
Valdekoksib
Parekoksib
Eterokoksib
Lumirakoksib
Efek samping:
Menyebabkan mudah terjadinya trombus (penyumbatan darah)
Infark cardia
Stroke
Meningkatkan penyakit kardiovaskular

COX 3

o
o
o
o
o

Punya fungsi antipiretik dan analgesik


Tidak punya fungsi antiinflamasi
Hanya bekerja di Central Nervus System (otak)
Relatif aman untuk digunakan
Tidak punya fungsi antiinflamasi karena tidak bisa bekerja pada daerah

yang kadar perokside-nya rendah (otak)


o Obat
o Paracetamol

Tabel 1 berikut menunjukkan rasio COX-2/ COX-1 pada beberapa NSAID;


Tabel 1. Rasio COX-2/COX-1 pada NSAID
NSAID

COX-2

COX-1

COX-2/COX-1

Tolmetin

0.04

175

Aspirin

50

0.3

166

Ibuprofen

15

15

Asetaminofen

20

2.7

7.4

Diklofenak

0.35

0.5

0.7

Naproksen

1.3

2.2

0.6

Celecoxib

0.34

1.2

0.3

Refecoxib

084

63

0.013

Inhibitor COX-2 selektif diperkenalkan pada tahun 1999. NSAID selektif menghambat COX2 yang pertama kali diperkenalkan adalah celecoxib dan rofecoxib. Lumiracoxib memiliki struktur
yang berbeda dengan coxib lainnya, tidak menyebabkan efek samping pada kardiovaskuler dan
komplikasi gastrointestinal yang rendah. Insiden serangan jantung yang lebih tinggi menjadi faktor
risiko semua inhibitor COX-2 selektif. Tahun 2004, rofecoxib ditarik dari pasaran. Valdecoxib selain
menyebabkan infark miokard juga dapat menyebabkan skin rash. Valdecoxib dan parecoxib
dihubungkan dengan insiden penyakit jantung.
Parasetamol termasuk kelompok obat yang dikenal memiliki aktivitas sebagai analgesik
antipiretik, termasuk juga prekursornya yaitu fenasetin, aminopiron dan dipiron. Banyak dari obat ini
yang tidak ada di pasaran karena toksisitasnya terhadap leukosit, tetapi dipiron masih digunakan di
beberapa negara. Parasetamol menghambat lemah baik COX-1 maupun COX-2 dan berdasarkan
penelitian diketahui bahwa mekanisme kerjanya melalui penghambatan terhadap COX-3, yaitu derivat
dari COX-1, yang kerjanya hanya di sistem saraf pusat.

Jenis NSAID
NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium
salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid),
2. golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan
oksametasin),
3. golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen,
indoprofen, naproxen, dan ketorolac),
4. golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam
flufenamat, dan asam tolfenamat),
5. golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan
fenazon),
6. golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),
7. golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),
8. golongan sulfonanilida (nimesulide), serta
9. golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).
Menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
a) AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam
meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak,
indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
b) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.

c) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.
d) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
e) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan
oksifenbutazon.
Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi, dengan derajat
yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik dan analgesik tetapi sifat anti
inflamasinya sangat rendah.
Efek analgesik
Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang seperti sakit
kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen, juga efektif terhadap
nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek
analgesik opiat, tetapi bedanya NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak
menimbulkan efek sentral yang merugikan.
Efek Antipiretik
Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak semuanya bersifat
sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.
Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.
Efek Anti inflamasi
NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada
pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis dan spondilitis
ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi
yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki
atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.
Efek Samping
Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme terjadinya
iritasi lambung adalah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam
lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua
prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi
asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian parenteral.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis
tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini dimanfaatkan untuk
terapi profilaksis trombo-emboli. Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama

PGE2, berperan dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak
mempengaruhi fungsi ginjal.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini bukan suatu
reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam arakhidonat ke arah jalur
lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari
terjadinya gejala tersebut.
-Farmakologi Obat Pereda Nyeri1. Obat Nyeri Opioid
Analgetik opioid
Analgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin.
Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh
karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi
-

Obat yang berasal dari opium-morfin

Senyawa semisintetik morfin

Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin

Analgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik
kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran
dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri
yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Mekanisme umumnya
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca 2+ ke
dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion
K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya
pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti
contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:

Analgesik

medullary effect

Miosis

immune function and Histamine

Antitussive effect

Hypothalamic effect

GI effect

Efek samping yang dapat terjadi:

Toleransi dan ketergantungan

Depresi pernafasan

Hipotensi

dll

Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor , ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin,
butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil ,Benzonatate ,Buprenorphine ,Butorphanol ,Codeine ,Dextromethorphan
Dezocine ,Difenoxin ,Dihydrocodeine ,Diphenoxylate ,Fentanyl ,Heroin Hydrocodone
,Hydromorphone ,LAAM, Levopropoxyphene ,Levorphanol Loperamide ,Meperidine,
Methadone

,Morphine

,Nalbuphine

,Nalmefene

,Naloxone

,Naltrexone,

Noscapine

Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine ,Propoxyphene ,Sufentanil

1.1 Obat Non Farmakologi


Beberapa obat bebas dan tehnik dapat juga mengurangi nyeri. dokter sering menggunakan
tambahan pada obat obatan, tetapi beberapa menjadi tidak efektif pada pasien sendiri, antara lain :

Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)


Dokter dapat menentukan jenis terapi ini, yang dapat mencegah rangsang nyeri yang
dihasilkan oleh otak. TENS membawa impuls listrik yang kecil ke jaras saraf tertentu melalui
electrode yang diletakkan dikulit. Meskipun aman dan sedikit nyeri. TENS tidak dapat
bekerja pada setiap penderita atau semua jenis nyeri

Biofeedback
Terapi ini menggunakan sebuah mesin untuk mengajarkan anda bagaimana untuk
mengendalikan respon tubuh tertentu yang mengurangi nyeri. Anda kemudian belajar
bagaimana mengendalikan respon yang sama pada diri anda. Tehnik Biofeedback sering
digunakan pada rumah sakit dan pusat kesehatan

Akupuntur
National institutes of health telah menemukan bahwa akupuntur dapat menjadi pengobatan
yang efektif untuk nyeri yang kronik, mungkin termasuk nyeri neuropati, mengingat bahwa
anda tidak dapat memperoleh hasil yang segera dengan akupuntur dan dibutuhkan lebih dari
satu kali hasil pertemuan.

Hipnotis
Penderita dewasa dapat dihipnotis oleh tenaga professional, tetapi agar hipnotis lebih efektif,
anda harus bersedia dan termotifasi untuk ikut serta. Selama dihipnotis,anda akan menerima
kesan tertentu untuk mengurangi persepsi nyeri.

Tehnik releksasi
Bertujuan untuk mengurangi penegangan otot yang membuat nyeri bertambah. Tehnik
relekasi berasal dari latihan pernafasan yang dalam sampai penglihatan (contohnya gambaran
yang melayang) yoga dan obatan. anda mungkin dapat menggunakan atau beberapa tekhnik
atau anda dapat belajar sendiri menggunakan buku atau tipe.

TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)


Diterapkan pada :
-

Frekuensi tinggi (>50Hz) merangsang saraf tertentu nin-sakit untuk mengirim sinyal ke
otak yang menghalangi sinyal saraf lainnya membawa pesan rasa sakit.
Frekuensi rendah (<10Hz) merangsang produksi endorphin, hormone alami menghilagkan
rasa sakit.

TERAPI CEDERA

R = Rest, mengistirahatkan langsung bagian cedera (48 -72 jam), untuk memberi kesempatan
jaringan pulih.

I = Ice, mengompres bagian cedera dengan es untuk menghentikan perdarahan, mengurangi


bengkak dan nyeri.

C = Compression, membebat bagian cedera dengan elastic


bengkak.

E = Elevate, meninggikan bagian cedera melebihi level jantung untuk mengurangi bengkak.

bandage untuk mengurangi

1. Terapi dingin:
- Terapi terbaik untuk cedera akut
- Es adalah vasokonstriktor sehingga dapat mengurangi perdarahan internal dan bengkak
- Dapat juga membantu cedera overuse atau nyeri kronis setiap selesai berlatih
2. Terapi panas:
- Digunakan pada cedera kronis atau cedera tanpa bengkak

- Meningkatkan elastisitas jaringan ikat sendi, memperbaiki sirkulasi darah


- Jangan dilakukan setelah berlatih
- Contoh: nyeri, kaku, nyeri sendi.

Nyeri
Spasme otot
Mengurangi kerusakan jaringan

Jenis Terapi Dingin:


Jenis

Metode

keterangan

Kompres
dingin

Es dikantongi dikompreskan

lama : 15 20 mnt

Massage es

Es dikantongi digosok-gosokkan

Interval : 10 mnt
Lama : 5 7 mnt
Interval : 10 mnt

Pencelupan

bag. Tubuh direndam dlm bak air


dingin+es

Lama : 10-20 mnt


Interval : -

Vapocoolant
spray

semprot dingin dg kandungan


fluoromethane/ ethyl chloride

Lama : 10 detik
Ulangan : 2-3 kali

Suhu untuk terapi dingin adalah 10-150C. Jika suhu terlalu rendah akan terjadi vasodilatasi yang dapat
memperparah perdarahan+bengkak.

suhu 0 sd 90C excema kulit

suhu -3 sd -40C frost bite + kerusakan jaringan.

Bagian badan yang cedera ditinggikan agar aliran darah ke bagian yang cedera turun dan bengkak
juka menurun. Hal ini dilakukan selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera dengan sudut +
300.

Akut

kronis

Keterangan:

Terapi dingin digunakan 0-24 jam setelah cedera dan dipakai untuk mengurangi rasa sakit dan
pembengkakan.

Terapi panas digunakan untuk fase rehabilitasi kronis. 48 jam ke atas. Tujuannya untuk
membantu proses penyembuhan. Panas dapat dimulai setelah risiko perdarahan berakhir, dan
membantu penyembuhan dengan meningkatkan aliran darah ke daerah luka.

Cara Terapi dengan Kompres Es:

Masukkan pecahan es dalam kantong plastik

Bungkus kantong plastik tsb dengan handuk tipis yang telah dibasahi dengan air dingin

Kompres 10-20 menit

Ulangi kompres selang waktu 2-4 jam

Setelah 1-3 hari melakukan RICE

Boleh melakukan latihan peregangan secara perlahan dan lembut pada bagian yang cedera
dan sekitarnya

Bila timbul nyeri, hentikan

Pemanasan dapat membantu meningkatkan aliran darah pada cedera sehingga mempercepat
penyembuhan

Terapi Panas menggunakan suhu 40,5-43,30C. Respon fisiologis terhadap panas :

meningkatkan efek vaskular jaringan kolagen.

mengurangi dan menghilangkan rasa sakit

mengurangi kekakuan sendi

mengurangi dan menghilangkan spasme otot

meningkatkan sirkulasi darah

membantu resolusi infiltrate radang, edema dan eksudasi

digunakan sebagai bagian dari terapi kanker

Jenis Terapi Panas:


Penetrasi

Macam

Contoh

Dangkal (superfisial)

Lembab/Basah

Kompres kain air panas


Hydrocollator pack
Mandi uap panas
Paraffin wax bath
Hydrotherapy

Kering
Kompres botol air panas
Kompres bantal pemanas tenaga listrik
Lampu merah infra
Dalam(Deep)

Diatermi
Diatermi gelombang pendek
Diatermi gelombang mikro
Diatermi suara ultra

OBAT OBAT OTONOM


Pada sistem saraf, transmisi kimiawi terjadi antara sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf
dengan sel-sel efektornya. Transmisi kimiawi ini berlangsung lewat pelepasan sejumlah kecil
substansi transmiter dari ujung saraf ke dalam celah sinaptik. Transmiter menyebrangi celah
secara difusi dan mengaktifkan atau menghambat sel pascasinaptik dengan berkaitan
langsung pada suatu molekul reseptor khusus.
Dengan menggunakan obat yang meniru atau menghambat kerja transmiter kerja
kimia tadi, maka secara selektif kebanyakan fungsi otonom dapat dimodifikasi. Termasuk
diantaranya sejumlah fungsi jaringan efektor, seperti otot jantung, otot polos, endothelium
vaskular, kelenjar dan juga ujung saraf presinaptik. Obat otonom seperti ini berguna sekali
pada berbagai kondisi klinis tertentu. Namun sebaliknya, sejumlah besar obat yang digunakan
untuk tujuan lain mempunyai efek yang tidak diinginkan pada fungsi otonomik.

PENGERTIAN OBAT OTONOMIK


Obat otonomik adalah obat yang mempunyai efek memperbesar/ menghambat

aktivitas SSO (simpatik dan parasimpatik) dengan jalan menggangggu


sintesa,penimbunan,pembebasan,atau penguraian neurotransmitter ataumempengaruhi
kerjanya atas reseptor khusus.
Macam SSO dan dibagi dua divisi:
1. Sistem parasimpatik: cranio sacral division (ujung saraf mengeluarkan asetilkolin
kolinergik)
2. Sistem simpatik: thoracal lumbar division (ujung saraf mengeluarkan norepineprin (dulu
diduga adrenalin adrenergik)
Reseptor SSO dibagi dua divisi:
1. Reseptor adrenergik: alfa (1,2); beta (1,2,3)
2. Reseptor kolinergik: muskarinik, nikotinik
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat
atau mengintensifkannya.
Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat tersebut.
Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian
mengurangi sintesis ACh.
Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara
irreversible penglepasan ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu
toksin paling proten. Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum.
Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.

b. Adrenergik
Metiltirosin memblok sntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim
yang mengkatalisis tahap penentu pada sntesis NE.

Metildopa menghambat dopa dekarboksilase


Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.

2. Menyebabkan pelepasan transmitor


a. Kolinergik
Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang
berlebihan, disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE
secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya
terjadi blokade adrenergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.

3. Ikatan dengan receptor


Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip
dengan efek transmitor.
Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan
efek langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari
reseptor.

4. Hambatan destruksi transmitor


A. Kolinergik
Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat
AChE, dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan
terjadinya perangsangan yang disusul blokade di reseptor nikotinik.

B. Adrenergik
Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis
akibat hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan
kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian

transmisi adrenergik.
Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan efek
tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.
1. Obat-obatan yang Bekerja pada Organ Efektor Adregenik
Disebut obat simpatomimetik , diantaranya adalah :
Norepinefrin : pemakaian dengan cara disuntikan (intravena), yang efeknya serupa
dengan perangsangan simpatis
Epinefrin
Metoksamin
Fenilefrin

: bekerja pada reseptor alfa

Isoproterenol : pada reseptor beta


Albuterol

: pada reseptor beta2

Obat-obatan yang Menyebabkan Pelepasan Norepinefrin dari Ujung Saraf


Bekerja secara tidak langsung dengan : Pelepasan norepinefrin dari gudangnya di
vesikel
pada saraf simpatis
Obat : efedrin, tiramin, amfetamin
Obat-obatan yang Menghambat Aktivitas Adregenik
Menghambat dengan beberapa cara :

Mencegah proses sintesis dan penyimpanan noreepinefrin pada ujung saraf


simpatis
Obat : Reserpin

Menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis


Obat : Gunetidin

Menghambat reseptor simpatis alfa


Obat : Fenoksibenzamin, fentolamin

Menghambat reseptor simpatis beta


Obat : Propanolol (penghambat beta1 dan beta2)

Metoprolol (penghambat beta1 dominan)


Obat simpatomimetik disebut adrenergik/agonis adrenergik memulai respon pada
tempat reseptor adrenergik.
Reseptor adrenergik: alfa1 ,alfa2, beta1 dan beta2
Norepineprin dilepaskan oleh ujung saraf simpatis merangsang reseptor untuk
menimbulkan respon
Melepaska noradrenalin (NA) di ujung saraf-sarafnya
Efek Adrenergik
Alfa1:
Meningkatkatkan kontraksi jantung
Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah
Midriasis: dilatasi pupil mata
Kelenjar saliva: pengurangan sekresi
Alfa2:
Menghambat pelepasan norepineprin
Dilatasi pembuluh darah (hipotensi)
Menurunnya peristaltic
Beta1:
Meningkatkan denyut jantung
Menguatkan kontraksi jantung
Beta2:
Dilatasi bronkiolus
Relaksasi peristaltik GI dan uterus
Contoh Obat Adrenergik
1. Epineprin
2. Norepineprin
3. Isoproterenol
4. Dopamin

5. Dobutamin
6. Amfetamin
7. Metamfenamin
8. Efedrin
9. Metoksamin
10. Fenilefrin
11. Mefentermin
12. Metaraminol
13. Fenilpropanolamin
14. Hidroksiamfetamin
15. Etilnorepineprin
Obat Simpatolitik
Obat simpatolitik adalah obat yang menghambat efek obat simpatomimetik atau
penghambat /antagonis adrenergik
Efek Simpatolitik
Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)
Menurunkan denyut nadi
Konstriksi bronkiolus
Kontraksi uterus
Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2
Penggolongan Simpatoplegik
Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
Alfa Blocker
Zat-zat ini memblokir reseptor alfa yang banyak terdapat di jaringan otot polos dari
kebanyakan pembuluh, khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa. Efek utamanya
adalah vasodilatasi perifer, maka banyak dipergunakan pada hipertensi dan hipertrofi
prostat.
Dikenal 3 jenis alfa-blocker :
Alfa bloker non selektif

Alfa1 bloker selektif


Alfa2 bloker selektif
Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)
Beta Blocker
Digunakan untuk gangguan jantung (aritmia, angina petoris) untuk meringankan
kepekaan organ, membagi rangsangan seperti kerja berat, emosi strees, dan
hipertensi.
Terdiri dari 2 kelompok:
Zat-zat 1 selektif
Zat-zat tak selektif
Penghambat Saraf Adrenergik
Menghambat aktivitas saraf adrenergik berdasar gangguan sintesis, atau
penyimpanan dan pelepasan neurotransmiter di ujung saraf adrenergik
Sediaan; guanetidin, guanadrel, reserpin, metirosin
Guanetidin khusus digunakan pada jenis glaukoma tertentu
Obat Pelumpuh Otot
Obat ini digunakan untuk mengadakan relaksasi otot bergaris (reposisi tulang), atau
untuk menangkap binatang buas hidup2
Cara kerja: kompetitif antagonis dengan asetilkolin pada reseptor nikotinik di motor
end plate
Contoh: d-tubocurarine, gallamine, pancuronium, succinilkolin, decametonium,
metokurin, vekuronium, atrakurium, alkuronium, heksafluorenium
2. Obat-Obatan yang Bekerja pada Organ Efektor Kolinergik
Obat-Obat Parasimpatomimetik (Obat Kolinergik)
Obat yang mempunyai efek luas parasimpatik yang khas dan tidak begitu
cepat
dirusak sebelum mencapai seluruh organ efektor.
Obat : pilokarpin, metakolin (bekerja pada reseptor kolinergik-mskarinik)

Obat Memiliki Efek Mempengaruhi Kerja Parasimpatis (Obat


Antikolinesterase)
Obat ini memperkuat efek asetilkolin dengan menghambat asetilkolinesterase
Sehingga mencegah kerusakan asetilkolin yang dibebaskan oleh ujung saraf
parasimpatis, jadinya aseyilkolin meningkat
Obat : neostigmin, piridostigmin, ambenomium
Obat yang Menghambat Aktivitas Kolinergik (Obat Antimuskarinik)
Obat ini menghambat kerja asetilkolin pada organ efektor kolinergik tipe
muskarinik.
Obat : atropin, homatropin, skopolamin
Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengann kerja langsung
dan zat-zat dengan kerja tidak langsung.
Bekerja langsung :
Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)
Bekerja tak langsung :
Anti Cholinesterase (fisostigmin,neostigmin,dan piridostigmin)
Farmakodinamik Kolinergik
Meningkatkan TD
Meningkatkan denyut nadi
Meningkatkan kontraksi saluran kemih
Meningkatkan peristaltik
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
Konstriksi pupil mata (miosis)
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Menekan SSP
Efek Samping

Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)


Iskemia jantung, fibrilasi atrium
Toksin; antidotum atropin dan epineprin
Selain itu juga menyebabkan mual.,muntah,dan diare
Indikasi
Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid
beladona, faeokromositoma
Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah pemberian
atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik
sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
Intoksikasi
Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis
alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih
Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi,
koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas
Alkaloid Tumbuhan
Tumbuhannya:
Muskarin (jamur Amanita muscaria),
Pilokarpin (Pilocarpus jaborandi dan P.microphyllus)
Arekolin (Areca catechu = pinang)
Efek umumnya muskarinik
Intoksikasi: bingung, koma, konvulsi
Indikasi: midriasis (pilokarpin)
Obat Kolinergik Lain
Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik, mencegah

dan mengurangi muntah


Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi, gangguan
ektrapiramidal
Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster, dispepsia
Efek samping: kolik, diare
Macam obat antimuskarinik :
a. Alkaloid beladona (atropin,skopalamin,dan homatropin)
Atropin
Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen
SSP merangsang n.vagus frekuensi jantung berkurang
Mata midriasis
Saluran nafas mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan bronkus
Kardiovaskuler frekuensi berkurang
Saluran cerna antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus)
Otot polos dilatasi saluran kemih
Eksokrin saliva, bronkus, keringat kering
Atropin mudah diserap, hati2 untuk tetes mata masuk hidung absorbsi sistemik
keracunan
Efek samping: mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, dimensia, retensio urin,
muka merah
Gejala keracunan: pusing, mulut kering, tidak dapat menelan, sukar bicara, haus, kabur,
midriasis, fotopobia, kulit kering dan panas, demam, jantung tachicardi, TD naik,
meteorismus, bising usus hilang, oligouria/anuria, inkoordinasi, eksitasi, bingung,
delirium, halusinasi
Diagnosis keracunan: gejala sentral, midriasis, kulit merah kering, tachikardi
Antidotum keracunan: fisostigmin 2 4 mg sc dapat menghilangkan efek SSP dan
anhidrosis
Dosis atropin: 0,25 1 mg
Indikasi: parkinsonisme, menimbulkan midriasis (funduskopi), antispasmodik,
mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis), medikasi preanestetik (mengurangi lendir sal
nafas)

Skopolamin
Derivat-epoksi dari atripin bekerja lebih kuat
Efek sentralnya kira-kira 3kali lebih kuat
Digunakan sebagai obat mabuk jalan dalam bentuk plester
Digunakan sebagai mediatrikum
Digunakan sebagai obat anti kejang lambung-usus
Digunakan sebagai premedikasi anestesi
Dosis transkutan sebagai plester 1,5 mg skopolamin
b. Zat amonium kwaterner (propantein,ipratropium dan tiotropium)
Propantein
Dosis tinggiefek kurare(mengendurkan otot-otot lurik rangka)
Banyak digunakan pada tukak lambung,gastritis dan kejang-kejang lambung-usus
Dosis oral 3 dd 15 mg(HBr)

Ipratropium
Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronkhitis
Khasiat bronkhodilatasi dengan mengurangi hipersekresi dahak
Tiotropium
Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronkhitis
Khasiat bronkhodilatasinya lebih lama dari pada ipratropium
Dosis 1x sehari
c. Zat amin tersier (pirenzepin,flavoxat,oksibutinin,tolterodin,dan tropicamida)
Pirenzepin
Pada dosis tinggi menghambat reseptor di organ-organ(jantung,mata,lambungusus,urogenital)
Pada dosis rendah menghambat secara selektif reseptor muscarin-M dalam sel-sel
parietal lambung yang membentuk Hcl

Digunakan dalam tukak lambung-usus dan gastritis


Dosis oral 2 dd 50 mg pada pagi hari
Flovoxat
Berkhasiat merelaksasi langsung terhadap otot kandung kemih
Berdaya lokal anestetis dan analgetis
Kontra indikasitidak boleh digunakan pada pasien glaukoma dan pada gangguan
fungsi ginjal
Dosispada urge-inkontinensi 3 dd 200-400 mg (garam HCl)
Oksibutinin
Khasiatspasmolitis pada otot polos kandung kemih
Digunakan khusus pada urge-inkontinensi urin untuk mengurangi hasrat berkemih,juga
pada kejang-kejang kandung kemih akibat iritasi oleh kateter
Dosisoral 3 dd 2,5 mg(HCl), bila perlu 3-4 dd 5 mg
Tolterodin
Khasiatnya anti kolinergis sedang
Digunakan pada urge-inkontinensi kemih
Dosis oral 3dd 2,5-5 mg(tartrat)
Tropicamida
Khasiat anti kolinergis kuat
Digunakan sebagai midriatikum untuk diagnosa
Pada dosis lebih besar(larutan 1%) berefek cycloplegismelumpuhkan akomodasi
Dosis untuk midriasis 1-2 tetes larutan 0,5% minimal 15mnt sebelum pemeriksaan
mata
Efek Anti Kolinergik
Meningkatkan denyut nadi
Mengurangi sekresi mukus
Menurunkan peristaltik
Dilatasi pupil mata (midriasis)
Merangsang SSP

Mengurangi tonus dan motilitas saluran


Penggunaan
Sebagai midriatikum
Sebagai spasmolitikum
Pada inkontinensi urin
Pada parkinsonisme
Pada asma dan bronkhihis
Sebagai premedikasi pra-bedah
Sebagai zat anti-mabuk jalan
Pada hiperdrosus
Sebagai zat penawar pada intoksikasi
1

Obat Perangsang/Penghambat Neuron Postganglion Simpatis dan Parasimpatis


Obat yang Merangsang Neuron Postganglion
Neuron preganglion sekresi asetilkolin sehingga merangsang postganglion
simpatis dan parasimpatis. Apabila dilakukan penyuntikan asetilkolin maka akan
merangsang

postganglion

otonom

untuk

menimbulkan

efek

simpatis

dan

parasimpatis.
Obat : metakolin (bekerja pada reseptor asetilkolin tipe muskarinik dan nikotinik),
pilokarpin (bekerja pada reseptor asetilkolin tipe muskarinik), nikotin (bekerja pada
reseptor nikotinik)
Obat Penghambat Ganglion
Obat ini bekerja dengan menghambat perjalanan impuls dari preganglion ke
postganglion dengan menghambat perangsangan asetilkolin terhadap neuron
postganglion
Obat : pentolinium
Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengann kerja langsung
dan zat-zat dengan kerja tidak langsung.
Bekerja langsung :
Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)

Bekerja tak langsung :


Anti Cholinesterase (fisostigmin,neostigmin,dan piridostigmin)
Farmakodinamik Kolinergik
Meningkatkan TD
Meningkatkan denyut nadi
Meningkatkan kontraksi saluran kemih
Meningkatkan peristaltik
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
Konstriksi pupil mata (miosis)
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Menekan SSP
Efek Samping
Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
Iskemia jantung, fibrilasi atrium
Toksin; antidotum atropin dan epineprin
Selain itu juga menyebabkan mual.,muntah,dan diare
Indikasi
Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid
beladona, faeokromositoma
Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah
pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis
(defisiensi kolinergik sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
Intoksikasi
Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis
alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih
Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi,
koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas
Alkaloid Tumbuhan
Tumbuhannya:

Muskarin (jamur Amanita muscaria),


Pilokarpin (Pilocarpus jaborandi dan P.microphyllus)
Arekolin (Areca catechu = pinang)
Efek umumnya muskarinik
Intoksikasi: bingung, koma, konvulsi
Indikasi: midriasis (pilokarpin)
Obat Kolinergik Lain
Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik,
mencegah dan mengurangi muntah
Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi, gangguan
ektrapiramidal
Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster, dispepsia
Efek samping: kolik, diare
2. PEMERIKSAAN FISIK

Terdapat 12 pasang syaraf kranial dimana beberapa diantaranya adalah serabut campuran,
yaitu gabungan syaraf motorik dan sensorik, sementara lainnya adalah hanya syaraf motorik
ataupun hanya syaraf sensorik.
1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Nervus olfaktorius diperiksa dengan zat-zat (bau-bauan) seperti : kopi, teh dan
tembakau. Pada pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah adanya penyakit
intranasal seperti influenza karena dapat memberikan hasil negatif atau hasil
pemeriksaan menjadi samar/tidak valid.
Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa menutup
salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah satu zat dan
tanyakan apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil

yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda, tidak hanya pada 1
macam zat saja.
Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya cium
baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat
mencium sama sekali disebut anosmi.
2. Nervus Optikus/N II (sensorik)
Kelainan-kelainan pada mata perlu dicatat sebelum pemeriksaan misalnya : katarak,
infeksi konjungtiva atau infeksi lainnya. Bila pasien menggunakan kaca mata tetap
diperkenankan dipakai.
a. Ketajaman penglihatan
Pasien disuruh membaca buku dengan jarak 35 cm kemudian dinilai apakah pasien
dapat melihat tulisan dengan jelas, kalau tidak bisa lanjutkan dengan jarak baca yang
dapat digunakan klien, catat jarak baca klien tersebut.
Pasien disuruh melihat satu benda, tanyakan apakah benda yang dilihat jelas/kabur,
dua bentuk atau tidak terlihat sama sekali /buta.
b. Lapangan penglihatan
Cara pemeriksaan : alat yang digunakan sebagai objek biasanya jari pemeriksa.
Fungsi mata diperiksa bergantian. Pasien dan pemeriksa duduk atau berdiri
berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan sejajar dengan mata pemeriksa.
Jarak antara pemeriksa dan pasien berkisar 60-100 cm. Mata yang lain ditutup. Objek
digerakkan oleh pemeriksa pada bidang tengah kedalam sampai pasien melihat objek,
catat berapa derajat lapang penglihatan klien.
3. Nervus Okulomotorius/N III (motorik)
Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpeora
dan konstriktor pupil.
Cara pemeriksaan :
Diobservasi apakah terdapat edema kelopak mata, hipermi konjungtiva,hipermi
sklerata kelopak mata jatuh (ptosis), celah mata sempit (endophthalmus), dan bola
mata menonjol (exophthalmus).
4. Nervus Trokhlearis/N IV (motorik)
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang diperiksa
adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5
mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5
mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, aanisokor /
tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil,
negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil
(diperiksa dengan funduskopi).
5.

Nervus Trigeminus/N V (motorik dan sensorik)


Merupakan syaraf yang mempersarafi sensoris wajah dan otot pengunyah . Alat yang
digunakan : kapas, jarum, botol berisi air panas, kuliper/jangka dan garpu penala.
Sensibilitas wajah.
Rasa raba : pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang digulung memanjang, dengan
menyentuhkan kapas kewajah pasien dimulai dari area normal ke area dengan

kelainan.
Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan.
Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada
klien apakah merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area
dengan kelainan.
Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin
dan air panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan
panas atau dingin yang dirasakan
Rsa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta
menyebutkan area wajah yang disentuh (atas atau bawah)
Rasa gelar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang
dientuhkan ke wajah pasien.
a. Otot mengyunyah
Cara periksaan : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi kedua
otot pengunyah (muskulus maseter dan temporalis) apakah kontraksinya baik, kurang
atau tidak ada. Kemudian dilihat apakah posis mulut klier. Simetris atau tidak, mulut
miring.
6. . Nervus Abdusens/N VI (motorik)
Fungsi otot bola mata dinilai dengan keenam arah utama yaitu lateral. Lateral atas,
medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah. Pasien disuruh
mengikuti arah pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa sesuai dengan keenam arah
tersebut. Normal bila pasien dapat mengikuti arah dengan baik. Terbatas bila pasien
tidak dapat mengikuti dengan baik karena kelemahan otot mata, ninstagmus bila
gerakan bola mata pasien bolak balik involunter
7.

Nervus Fasialis/N VII (motorik dan sensorik)


Cara pemeriksaan : dengan memberikan sedikit berbagai zat di 2/3 lidah bagian depan
seperti gula, garam dan kina. Pasien disuruh menjulurkan lidah pada waktu diuji dan
selama menentukan zat-zat yang dirasakan klien disebutkan atau ditulis dikertas oleh
klien.

8.

Nervus Akustikus/N VIII (sensorik)


1. Pendengaran : diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga pasien di ruang yang
disunyi. Telinga diuji bergantian dengan menutup salah telinga yang lain. Normal
klien dapat mendengar detik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu meter
kemungkinan pasien mengalami penurunan pendengaran.
2. Keseimbangan : dilakukan dengan memperhatikan apakah klien kehilangan
keseimbangan hingga tubuh bergoyang-goyang (keseimbangan menurun) dan normal
bila pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.

9.

Nervus Glosso-faringeus/N IX (motorik dan sensorik)


Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior faring pasien.
Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek
muntah.

10. Nervus Vagus/N X (motorik dan sensorik)


Cara pemeriksaan : pasien disuruh membuka mulut lebar-lebar dan disuruh berkata
aaah kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi kehidung. Dan observasi denyut
jantung klien apakah ada takikardi atau brakardi.
11. Nervus Aksesorius/N XI (motorik)
Cara pemeriksaan : dengan menyuruh pasien menengok kesatu sisi melawan tangan
pemeriksa sedang mempalpasi otot wajah Test angkat bahu dengan pemeriksa
menekan bahu pasien ke bawah dan pasien berusaha mengangkat bahu ke atas.
Normal bila klien dapat melakukannya dengan baik, bila tidak dapat kemungkinan
klien mengalami parase.
12.Nervus Hipglosus (motorik)
Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik lidah kembali,
dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik,
parese/miring bila terdapat lesi pada hipoglosus.

Anda mungkin juga menyukai