SKENARIO 3
NYERI
PANACEA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
Rani, seorang siswi SMU, tiba-tiba berteriak diruang praktik sekolah :Aduuh.. saat
jarinya tertusuk jarum sewaktu menjahit seragam sekolah hasil karyanya. Tidak berhenti
disitu saja, setelah melihat darah yang keluar dari ujung jari telunjuknya, Rani sontak
menangis histeris, tak sengaja kepalanya terbentur dinding ruang kelas dan terlihat memar
sehingga membuat seisi kelas gaduh. Bu Ina, sang guru keterampilan segera membawa
Rani ke ruang UKS, dia memberi bebat pada ujung jari muridnya itu dan memberi obat
pereda nyeri untuk segera diminumkan.
A. Klarifikasi istilah
1. Nyeri :
Perasaan tidak nyaman, kesakitan yang dirasakan oleh orang itu sendiri.
Semua pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi. Disertai
oleh respon perilaku termotivasi misalnya penarikan atau pertahanan serta reaksi
emosi (Internasional Association for the Study of Pain).
2. Memar :
Pecahnya pembuluh darah akibat trauma atau benturan yang
mengakibatkan berubahnya warna kulit dan ada gumpalan darah
didalamnya.
Warna biru : konservasi hemoglobin
bilirubin
suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler
dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul yang menyebabkan
darah terkumpul di daerah interstisial.
3. Bebat : Salah satu terapi non farmako yang diakibatkan oleh adanya nyeri, baik
dari tusukan. Biasanya digunakan untuk menutupi luka, supaya darah yang
keluar bisa terhenti.
Bebat adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu
dan dengan tujuan tertentu. Pembebatan mempunyai peran penting dalam
membantu mengurangi bengkak, kontaminasi oleh mikroorganisme dan
membantu mengurangi ketegangan jaringan luka.
ANALISIS MASALAH
1. Anatomi
1.1 Fungsional
1.1.1 Somatik
1.1.2 Otonom
1.2 Sistem
1.2.1 Spinal
1.2.2 Kranial
2. Fisiologi
2.1 Refleks
2.2 Nyeri
2.3 Inflamasi
3. Histologi
4. Terapi
4.1 Farmakologi
4.2 Obat Non Farmako
5. Pemeriksaan Fisik
1. Anatomi
1.1 Fungsional
Secara fungsional sistem saraf tepi dibagi menjadi system eferen dan system aferen.
1.1.1
Eferen
Eferen ( motorik ) berfungsi untuk mentransmisi informasi dari system saraf
pusat ke otot dan kelenjar. Sistem eferen ini memiliki dua subdivisi:
a. Somatik
Somatik merupakan saraf sadar yang dapat dikontrol sesuai kesadaran kita.
Saraf ini menginervasi otot rangka melalui jalur eferen lewat neuron motoris.
Badan sel saraf somatik terdapat dalam tanduk ventral korda spinalis.
Aksonnya terjulur dari korda spinalis sampai otot rangka. Terminal aksonnya
menghasilkan neurotransmitter berupa asetil kolin yang berfungsi dalam
eksitasi serabut otot. Aktivitas motorik otot rangka dalam otak terdapat pada
nukleus basal, cerebellum, daerah motoris otak dan batang otak.
Saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
spinal. Fungsi utamanya adalah menghantarkan informasi antara kulit, sistem
saraf pusat dan otot rangka serta mengatur interaksi tubuh dengan lingkungan
luar. Saraf somatik terdiri dari 2 divisi yaitu :
Saraf Somatomotorik
Neuron yang mencetuskan impuls somatomotorik adalah sel sel di
lamina V atau lamina ganglionaris dalam korteks serebri yang biasa
disebut sel piramidal. Mengendalikan gerak tubuh manusia melalui
pengaturan kerja otot rangka, meliputi sistem UMN (Upper Motor Neuron)
dan LMN (Lower Motor Neuron). Saraf ini memiliki 2 lintasan yaitu
lintasan piramidal yang meliputi traktus kortikobularis dan traktus
kortikospinalis serta lintasan ekstrapiramidal.
Saraf Somatosensorik
Saraf-saraf spesifik somatosensorik ialah reseptor kulit, otot dan
persendian. Jenis reseptor somatosensorik ada 2 yaitu reseptor
somatosensorik umum tak berkapsul dan reseptor somatosensorik umum
yang berkapsul.
Dalam saraf somatosensorik terdapat 3 bagian sensasi yaitu :
Sistem eksterosptik
Sensasi yang timbul akibat impuls yang berasal dari reseptor bagian luar
tubuh. Misalnya rasa tekan, sentuh, suhu, penglihatan, pendengaran,
penciuman, dll.
Sistem interoseptik
Sensasi yang timbul akibat impuls yang berasal dari reseptor bagian dalam
tubuh. Misalnya rasa lapar, haus, lelah, sakit, dll.
Sistem propioseptik
Sensasi yang memberikan informasi tentang posisi dan pergerakan anggota
tubuh. Misalnya duduk, berdiri, berlari.
b. Otonom
Otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter pada
otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf
melalui dua jalur:
Saraf simpatis
Saraf parasimpatis
Karakteristik
Asal serat Praganglion
Asal serat pascaganglion
Panjang dan jenis serat
Organ efektor yang dipersarafi
Jenis reseptor untuk neotransmiter
Dominasi
Sistem Parasimpatis
Otak dan daerah sacral korda spinalis
Ganglion terminal (di dalam atau di dekat
organ efektor)
Serat praganglion kolinergik panjang
Serat pascaganglion kolinergek pendek
Otot jantung, otot polos, sebagian besar
kelenjar eksokrin dan endokrin
Nikotinik, muskarinik
Mendominasi dalam situasi yang tenang,
rileks; mendorong aktifitas rumah tangganya
sendiri
Biasanya lebih melibatkan organ-organ
tersendiri dan jarang melepaskan muatan
secara missal
VERSI LAIN
Secara anatomis, sistem saraf otonom dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. SARAF SIMPATIS
Akson neuron praganglion simpatik meninggalkan medulla spinalis bersama radiks
ventralis saraf TI sampai saraf spinal L3 dan L4. Akson-akson ini berjalan melalui rami
communicantes albi ke rantai ganglion simpatik pravertebrata,dan sebagian besar berakhir di
badan sel neuron pascaganglion berjalan ke visera dalam berbagai saraf simpatik. Sebagian
lain masuk kembali ke dalam saraf spinal melalui rami communicantes grisea dari rantai
ganglion dan disebarkan ke efektor otonom di daerah yang dipersarafi olek saraf-saraf spinal
tersebut.
Saraf simpatik pascaganglion untuk kepala berasal dari ganglia superior, media, dan
stelata diperluaskan cranial rantai ganglion simpatik dan berjalan ke efektor bersama
pembuluh darah. Sebagian pembuluh praganglion berjalan melalui rantai ganglion
paravertebra dan berakhir di neuron paascanglion yang terletak pada ganglion kolateral dekat
visera tersebut. Sebagian uterus dan saluran kelamin laki-laki disarafi oleh suatu sistem
khusus, neuron noradrenergic pendek dengan badan sel di ganglion yang terletak pada atau
dekat organ tersebut, sedangkan serabut praganglion untuk neuron pascaganglion ini
kemungkinan berjalan sampai organnya.
Intinya saraf simpatis dapat dicirikan sebagai berikut:
b. SARAF PARASIMPATIS
Keluaran cranial divisi parasimpatik mempersarafi struktur visera di kepala melalui
nervus okulomotorius, fasialis dan glosofaringeus ,serta struktur dalam toraks dan abdomen
bagian atas melalui saraf vagus.
Keluaran sacral mempersarafi organ panggul melalui cabang pelvis saraf spinal S2 dan
S4. Serabut praganglion kedua keluaran tersebut berakhir di neuron pascaganglion pendek
yang terletak pada atau dekat struktur organ tersebut.
Secara garis besar saraf parasimpatis dapat diuraikan sebagai berikut:
c. SARAF ENTERIC
Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf
enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang
sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan
jumlah pada keseluruhan medula spinalis; Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini
bersifat penting, terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus:
(1)
Pleksus bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular,
disebut pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach, dan
(2)
Satu pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus meissner
yang terletak di dalam submukosa.
Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus
submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Selain itu,
terdapat serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ektrinsik yang berhubungan ke kedua
pleksus mienterikus dan submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan
sendirinya, tidak bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem
parasimpatis dan simpatis dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi
gastrointestinal lebih lanjut.
Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau
dinding usus dan mengirimkan serabut-serabut aferen ke kedua pleksus sistem enterik, dan
(1) ke ganglia prevertebra dari sistem saraf simpatis,
(2) ke medula spinalis, dan
(3) ke dalam saraf vagus menuju ke batang otak.
Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal di dalam dinding usus
itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia prevertebra
maupun dari daerah basal otak.
Fungsi Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom berfungsi untuk memelihara keseimbangan dalam organism
(sistem dunia dalam). Sistem ini mengatur fungsi-fungsi yang tidak di bawah kesadaran dan
kemauan, di antaranya:
a. Sirkulasi, dengan cara menaikkan atau menurunkan aktivitas jantung dan khususnya
melalui penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah.
Terdapat 5 perbedaan pokok antara saraf otonom dan saraf somatik yaitu
2. Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangka.
3. Sinaps saraf otonom simpatis terletak dalam ganglia yang berada di medulla spinalis,
yakni ganglio pravertebralis dan ganglia paravertebralis. Tetapi sinaps saraf otonom
parasimpatis berakhir di ganglia parasimpatis, yang terdapat di luar organ yang
dipersarafi, yakni ganglia siliaris, pterigopalatina, submandibula, otikus dan pelvis.
Saraf somatik hanya mempunyai satu jenis neuron motorik, yang berasal dari otak
atau medulla spinalis langsung menuju otot rangka tanpa melalui ganglia.
4. Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf
somatik tidak membentuk pleksus.
5. Saraf somatik diselubungi sarung mielin, saraf otonom pasca ganglion tidak
bermielin.
6. Saraf otonom menginervasi sel efektor yang bersifat otonom, artinya sel efektor itu
dapat berfungsi tanpa persarafan. Sebaliknya, jika saraf somatik putus maka otot
rangka yang bersangkutan mengalami paralisis disusul atropi otot (Mutschler, 1991).
1.1.2
Aferen
Sistem saraf aferen terdiri dari neuron aferen, yang bentuknya berbeda
dari neuron eferen dan antarneuron. Di ujung perifernya, sebuah neuron aferen
memiliki reseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon
terhadap rangsangan spesifik. Badan sel neuron aferen, yang tidak memiliki
dendrite dan masukan prasinaps, terletak dekat dengan korda spinalis.
Terdapat sebuah akson perifer panjang, sering disebut serat aferen, berjalan
dari reseptor ke badan sel, dan sebuah akson sentral pendek berjalan dari
badan sel ke dalam korda spinalis. Potensial aksi dimulai di ujung reseptor
1.2 Sistem
1.2.1 Saraf Kranial
Kedua belas pasang saraf cranial meninggalkan otak dan kelua melalui foramina pada
cranium. Semua saraf ini didistribusikan ke kepla dan leher, kecuali yang kesepuluh,
yang mempersarafi juga struktur-struktur di dalam thorax an abdomen. Saraf saraf
cranial diberi nama sebagai berikut :
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.
N. olfactorius
N. opticus
N . okulomotorius
N . trochlearis
N. trigeminus
N. abducens
N. facialis
N. vestibulecochlearis
N.glossopharyngeus
N. vagus
N. accessories
N. hypoglossus
Saraf
Kranial
Asal / Nervi
Jalan ke basis
cranii
Daerah
persarafan
1.
N.
olfactorius
(I)
Sel-sel penghidu di
region olfactoria
Pars cribiformis
os ethmoidali
Mukosa di bagian
paling atas dari
cavum nasi,
concha nasalis
superior dan bagian
paling cranial
septum nasi
2.
N. opticus
(II)
Ganglion opticus di
retina
Canalis opticus
Retina
3.
N.
oculomotori
us (III)
Nucleus nervi
oculomotorii (dua
nucleus utama dan
satu tambahan )
(ESU)
Nucleus
accessories
oculomotorii (EVU)
= ganglion ciliare
4.
N.
trochlearis
(IV)
Nuclei nervi
trochlearis (ESU)
Fissura orbitalis
Motorik
superior (bagian
:
M.
medial, di Anulus levator palpebrae
tendineus)
superior, Mm. recti
superior, medialis,
dan inferior,
M. obliquus
inferior
Parasimpati
k:
M. ciliaris,
M. sphincter
papillae (via
Ganglion ciliare)
Fissura orbitalis
Motorik : M.
superior (bagian
obliquus superior
lateral)
5.
N.
trigeminus
(V)
Nucleus
mesencephalicus
nervi trigemini (ASU
dan AVU)
Nucleus
spinalis nervi
trigemini (ASU dan
AVU)
Nucleus
motorius nervi
trigemini (EVS)
N.
ophtalmicus :
fissure orbitalis
superior
N.
maxilaris :
foramen
rotundum
N.
mandibularis :
foramen ovale
Nucleus nervi
abducentis (ESU)
Fissura orbitalis
superior (bagian
medial, di Anulus
N.
ophtalmic
us (V/1)
N.
maxilaris
(V/2)
N.
mandibul
aris (V/3)
6.
N. abducens
(VI)
N.
ophtalmicus :
daerah kulit muka
di atas mata
N.
maxilaris : daerah
kulit di bawah
mata sampai di atas
bibir
N.
mandibularis :
daerah wajah di
bawah bibir, mulut,
dan gigi bawah
Motorik : M. rectus
lateralis
tendineus)
7.
N. facialis
(VII)
Nucleus nervi
facialis (EVS)
Nucleus
salivatorius superior
(EVU)
Nucleus
solitaries (AVS)
Meatus acusticus
internus
8.
N.
vestibulococ
hlearis
(VIII)
Nuclei
cochleares anterior
dan posterior (ASS)
Nuclei
vestibulares medialis,
lateralis, superior,
dan inferior (ASS)
Meatus acusticus
internus
N.
glossophary
ngeus (IX)
Nucleus
ambiguus (EVS)
Nucleus
spinalis nervi
trigemini (AVU)
Nucleus
solitarius (AVS)
Nucleus
salivatorius inferior
(EVU)
Foramen
jugularis
9.
Motorik :
otot ekspresi wajah
Sensorik :
2/3 anterior lidah
Parasimpati
k : glandula
lacrimalis, glandula
nasales, glandula
palatinae, glandula
submandibularis,
glandula
sublingualis
Sensorik :
- N. cochlearis :
organ
pendengaran
(organ corti)
- N. vestibularis :
organ
keseimbangan
Motorik :
otot faring (bagian
cranial), M.
levator veli
palatini,
M. palatoglosus,
M.
palatopharyngeus,
M.
stylopharyngeus
Sensibel :
mukosa faring,
tonsilla palatine,
1/3 posterior lidah,
plexus tympanicus,
membrane
tympani, sinus
caroticus
Sensorik :
1/3 posterior lidah
Parasimpati
10.
N. vagus (X)
Nucleus
ambiguus (EVS)
Nucleus
spinalis nervi vagi
(AVU)
Nucleus
solitarius (AVS)
Nucleus
dorsalis nervi vagi
(EVU)
Foramen
jugularis
11.
N.
accessories
(XI)
Foramen
jugularis
12.
N.
hypoglossus
(XII)
Nucleus
ambiguus (EVS)
Nucleus nervi
accessorii (EVS)
Nucleus nervi
hypoglossi
Keterangan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
ASK
ASU
AVK
AVU
ESK
ESU
EVK
EVU
N. olfactorius
Canalis
hypoglossus
k : glandula
parotidea,
glandulae linguales
Motorik :
otot faring (bagian
kaudal),
M.
levator veli
palatine, M.
uvulae, otot laring
Sensibel :
Dura mater fossa
cranii posterior,
bagian dalam
Meatus acusticus
internus
Sensorik :
akar lidah
Parasimpati
k : organ di leher,
thorax, dan
abdomen
Motor : M.
sternocleidomastoi
deus, M. trapezius
Motorik : otot
dalam lidah, M.
styloglossus, M.
hyoglossus,
M. genioglossus
N. olfactorius berasal dari sel sel reseptor olfactorium pada mucosa olfactorius.
Mucosa ini terletak pada bagian atas cavum nasi di atas concha nasalis superior.
Berkas serabut serabut N. olfactorius ini berjalan melalui lubang lubang pada lamina
criboethmoidalis untuk masuk ke daklam bulbus olfactoriumdi dalam rongga cranium.
Bulbus olfactorius dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebri oleh tractus
olfactorius
N. opticus
N. opticus merupakan kumpulan axon sel sel lapisan ganglionik retina, n. opticus
mencul dari belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui canalis
opticus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n.
opticus sisi lainnya membentuk chiasma opticum. Pada chiasma opticum, serabut
serabut dari belahan medial masing masing retina menyilang garis tengan dan masuk
ke tractus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut serabut belahan lateral retina
berjalan posterior di dalam tractus opticus sisi yang sama. Hampir seluruh serabut
serabut berakhir dengan bersinaps pada sel sel saraf di dalam corpus geniculatum
laterale, dan sebagiqan kecil di berjalan ke nucleus pretectalis dan colliculus superior
serta berperan pada reflex cahaya. Axon sel sel saraf dari corpus geniculatum laterale
berjalan ke posterior sebagai radiation optica dan berakhir pada cortex visual
hemispherium cerebri.
N . okulomotorius
N . trochlearis adalah saraf cranial yang paling langsing yang keluar dari permukaan
posterior mesencephalon dan segera menyilang dengan saraf lainnya. N . trochlearis
berjalan ke depan melalui fossa cranii media pada dinding leteral sinus cavernosus .
Setelah masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure orbitalis superior, saraf ini
mempersarafi m.obliquus superior bola mata. Jadi saraf ini membantu memutar bola
mata ke bawah dan lateral.
N. trigeminus
Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan
medulla oblongata, dan berjalan ke depan bersama a.carotis interna melalui sinus
cavernosus di dalam fossa crania media dan masuk orbita melalui fissure orbitalis
superior. N. abducens mempersarafi m.rectus lateralis dank arena itu berfungsi
memutar bola mata ke lateral.
N. facialis
Nervus facialis sebenarnya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam perjalananya ke
tepi nervus intermedius menggabungkan padanya. Nervus intermedius tersusun oleh
serabut sekretomotorik untuk glandulasalivatorius dan serabut yang menghantarkan
impuls pengecap dari 2/3 bagian deran lidah. Nervus facialis merupakan saraf cranial
yang mempersarafi otot ekspressi wajah dan menerima sensorik dari lidah, dalam
perjalanannya bekerja sama dengan nervus karnialis yang lain, karena itu dimasukkan
ke dalam mix cranial nerve. Nervus Facialis mempunyai empat buah inti yaitu :
Nukleus Facialis untuk saraf Somatomotoris
Nukleus Salivatorius Superior untuk saraf Viseromotoris
Nukleus Solitarius Untuk saraf Viserosensoris
Nukleus Sensoris Trigeminus untuk saraf Somatosensoris
N. vestibulocochlearis
Nervus ini terdiri dari 2 komponen fungsional yang berbeda yaitu 1) nervus
Vestibularis, yang membawa impuls keseimbangan dan orientasi ruang tiga dimensi
dari apparatus vertibular dan 2) nervus Cochlearis, yang membawa impuls
pendengaran yang berasal dari organon corti di dalam cochlea. Apparatus vestibular
dan organon corti terletak didalam pars petrosa os temporalis. Kedua komponen
nervus Vestibulochlearis ini terdiri dari serabut-serabut somatosensorik khusus.
Nervus Vestibulocochlearis memasuki batang otak tepat dibelakang nervus facialis
(VII) pada suatu daerah berbentuk segitiga yang dibatasi oleh pons, flocculus dan
medulla oblongata, keduanya kemudian terpisah dan mempunyai hubungan ke pusat
yang berbeda. Nervus Vestibularis dan Cochlearis biasanya bersatu yang kemudian
memasuki meatus acustikus internus, disebelah bawah akar motorik nervus VII.
N. glossopharyngeus
N. Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen jugulare, N. glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke
basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
N. vagus
N. Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen ugularis,
saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan
impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
N. accecorius
N. accesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson
dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. N.
aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke
samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
N. hypoglossus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah
dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah
yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
1.2.2
Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral
(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu
saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat
munculnya saraf tersebut.
Saraf serviks ; 8 pasang, C1 C8
Saraf toraks ; 12 pasang, T1 T12
Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 L5
Saraf sacral ; 5 pasang, S1 S5.
Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian
bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan
cabang viseral.
Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical)
Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 C4
(2) Pleksus brakial C5 T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf
yang mempersarafi anggota bawah L2 S3.
b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar)
d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal)
Otot otot representative dan segmen segmen spinal yang bersangkutan serta
persarafannya:
1. Otot bisep lengan C5 C6
2. Otot trisep C6 C8
3. Ototbrakial C6 C7
4. Otot intrinsic tangan C8 T1
5. Susunan otot dada T1 T8
6. Otot abdomen T6 T12
7. Otot quadrisep paha L2 L4
8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 S2
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau gabungan
(pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam,yaitu:
1)
Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher )
2)
3)
Saraf terpenting yang berawal pada pleksus ini adalah saraf frenik yang
menginervasi diafragma
2. Pleksus Brakial
b. Saraf Thoraks
o T1 dan T2 ikut serta membentuk pleksus brakial
o T3-T12 tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkostal dan
menginervasi otot-otot abdomen, kulit dada dan kulit abdomen
c. Saraf Lumbal
Saraf lumbal adalah salah satu dari saraf spinal yang berjumlah 5 pasang
yang biasanya ditulis dengan symbol L1, L2, L3, L4, dan L5. Saraf lumbal juga
sebenarnya merupakan gabungan dari saraf sacralis yang nantinya akan disebut
dengan plexus lumbosacralis.
Ciri-ciri vertebrae lumbal :
1. Corpus besar dan berbentuk ginjal
2. Pediculus kuat mengarah ke belakang
3. Lamina tebal
4. Foramene vertebrae berbentuk segitiga
5. Processus transversus panjang dan langsing
6. Processus spinousus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah
ke belakang
7. Facius articularis processus articularis superior menghadapi ke medial dan
facies articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral
d. Saraf Sakral
o Membentuk pleksus sakral yang :
Terbentuk dari ramus ventral S1, S2, S3 dengan kontribusi L4, L5 dan S5
e. Saraf Koksiks
o Membentuk pleksus koksiks yang :
a. N. Olfactorius
Merupakan saraf sensorik yang bekerja pada daerah cavum nasi dan
digunakan sebagai penciuman. Saraf ini keluar dari lamina cribosa diantara
crista frontalis. Mekanisme penciuman adalah saraf menghantarkan bau menuju
otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Akson-akson pada saraf olfaktorius dapat
mengalami degenerasi karena neuronnya dapat memberlah. Serat-serat aferen
olfaktorius akan bersinap dengan bulbus olfaktorius.
Bulbus olfaktorius
rute subkortikal
d. N. Trochlearis
N. Trochlearis adalah saraf motorik dan merupakan saraf otak paling halus
Saraf ini mengurus M. Obliquus superior di dalam orbita. Saraf ini muncul dari
permukaan posterior mesencephalon, tepat di bawah colliculus inferior.
Kemudian membelok ke depan di sekeliling sisi lateral pedunculus cerebri.
Saraf ini berjalan ke depan di dalam dinding lateral sinus cavernosus, terletak
ii.
N. Maxillaris
Menginervasi kulit wajah, rongga oral (gigi, gusi, bibir bagian atas),
palatum
iii.
N. Mandibularis
Menginervasi gigi, gusi, bibir bagian bawah, kulit rahang bawah dan
area temporal kulit kepala, m.mylohyoid dan m.digastricus venter
anterior
f. N. Abduscens
Saraf motoris kecil dan mempersarafi m. rectus lateralis bola mata. Sehingga
fungsinya adalah untuk memutar bola mata ke posisi lateral. Saraf ini muncul
dari permukaan anterior otak, di antara pinggir bawah pons dengan medulla
oblongata. Mula-mula saraf ini terletak di dalam fossa cranii posterior.
Kemudian ia membelok dengan tajam ke depan melintasi pinggir superior pars
petrosa ossis temporalis. Setelah masuk sinus cavernosus, saraf ini berjalan ke
depan bersama a. carotis interna. Masuk ke rongga orbita melalui fisura orbitalis
superior.
g. N. Facialis
Nervus facialis atau nervus VII merupakan saraf gabungan antara saraf
motorik dan saraf sensorik. Saraf ini muncul sebagai dua radix dari permukaan
anterior otak belakang di antara pons dan medulla oblongata, radix ini masuk ke
Os temporalis dan melalui Meatus Acusticus Internus (MAI).
N. Facialis ini mempersarafi otot-otot wajah, pipi, dan kulit kepala; m.
Stylohyoideus; venter posterior; m. Digastricus; dan m. Stapedius telinga
tengah. Radix sensoris membawa serabut-serabut pengecap dari dua pertiga
bagian anterior lidah, dasar mulut, dan palatum. Serabut-serabut sekretomotorik
parasimpatis mempersarafi glandula submandibularis dan sublingualis, glandula
lacrimalis, dan kelenjar-kelenjar hidung serta palatum.
h. N. Vestibulocochlearis
Nervus Vestibulocochlearis (VIII, acoustic, atau auditory) nervus adalah
saraf sensori yang timbul dari medulla oblongata.nervus ini Memiliki 2 bagian
cabang ; cabang vestibular, dan cabang koklearis.
o Perikaryon dari serabut2 saraf cabang vestibular terletak di ganglia dekat
vestibula dan kanalis semicircular, memiliki reseptor yang secara spesifik
mengatur perubahan posisi kepala dan kemudian mengirimkan impulse ke
cerebellum yang kemudian mempergunakan informasi tersebut untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
o Perikaryon dari serabut2 saraf cabang koklearis terletak di ganglion koklearis
bagian dari telinga bagian dalam yang berperan sebagai pusat reseptor
pendengaran. Impuls dihantarkan melewati medulla oblongata dan otak tengah
dalam perjalanannya menuju bagian pusat pengolah informasi pendengaran
yakni lobus temporal.
i. N. Glossopharingeus
o Merupakan saraf motorik
o Mempunyai 3 macam nukleus:
Nukleus Motorik
Nukleus Parasimpatis
Nukleus ini disebut juga nukleus salivatorius inferior. Nkleus ini menerima
serabut2aferen dari hipotalamus melalui jaras2desendens. Struktur ini juga
memiliki hubungan dengan daerah olfaktori melalui formatio retikularis.
Informasi yang berhubungan dengan pengecap juga diterima dari nucleus
traktus solitarius dari rongga mulut.
Serabut2 eferen postganglionik parasimpatis mencapai ganglion oticum
melalui ramus tympanicus, plexus tympanicus,dan n petrosus minor.
Serabut2 post ganglionik berjalan menuju glan.parotis.
Nukleus sensorik
Bagian ini merupakan bagian dari nukleus traktus solitarius. Sensasi
pengecap berjalan melalui ak son perifer sel2saraf yang terletak dalam
ganglion n.glossopharyngeus. Proc.sentralis sel sel ini bersinaps dengan
sel-sel saraf didalm nukleus. Serabut serabut eferen menyilang median dan
naik menuju kelompok nuklei vntralis thalami sisi yang berlawanan, dan
juga ke beberapa nuklei di hipotalamus. Dari talamus, akson sel2talamus
berjalan menuju capsula interna dan corona radiata, serta berakhir di
bagian bawah gyrus post centralis.
Informasi mengenai aferen masuk melalui batang otak melalui ganglion
superior n.IX, namun berakhir didalam nuclei spinalis nervi trigemini.
Impuls-impuls aferen dari sinus carotis baroreseptor yang terletak di
bifurcatio arteri comunis juga berjalan bersama n IX. Keduanya berakhir
di nukleus traktus solitarius dan berhubungan dengan nukleus motorius
dorsalis n.vagi. reflek sinus caroticus yang melibatkan n IX dan n X
membantu regulasi tekanan darah.
o Perjalanan N.Glossopharyngeus
N IX meinggalkan permukaan anterolateral bagian atas medulla
oblongta sbg ragkaian kecil didalam alur antara oliva dan npendunculus
cerebrallis inferior. Saraf ini lalu berjalan ke lateral didalam fossa cranii
posterior kluar melalui foramen jugulare. Di tempat ini terdapat ganglia
sensorik superior dan inferior n IX. Selanjutnya, saraf turun melalui bagian
atas leher di ikuti oleh vena jugularis interna dan a. Carotis interna untuk
mencapai tepi posterior musculus stylopharyngeus yang dipersyarafinya.
Setelah itu, saraf berjalan ke depan diantara m.constricsor pharyngeus superior
dan medius untuk bercabang cabang ke membran mukosa faring dan sepertiga
lidah posterior.
j. N. Vagus
o Merupakan saraf kranial-X
o serabut saraf campuran, sensoris dan motoris
o Berasal dari sejumlah radix kecil pada daerah lateral medula oblongata
o Distribusi saraf ini turun melalui foramen jugularis, membentuk ganglion
superior melalui thorax dan abdomen
o Menginervasi serabut sensoris untuk telinga, lidah, faring, laring, esofagus,
serta mempercabangkan serabut parasimpatis dan aferen viseral untuk daerah
thorax dan abdomen
o karena jangkauan saraf ini sangat luas, maka disebut juga sebagai saraf
pengembara
k. N. Accesoris
Adalah saraf motoris yang terdiri atas radix cranialis dan radix spinalis.
Radis cranialis muncul dari permukaan anterior medulla oblongata, diantara
oliva dan pendunculus cerebrellaris inferior. Berjalan ke lateral dalam fossa
cranii posterior dan bergabung dengan radix spinalis.
Radix spinalis berawal dari sel-sel saraf dari collumna grisera anterior. Saraf
ini berjalan naik di samping medulla spinalis. Saraf ini berjalan masuk ke
cranium melalui foramen magnum. Kemudian membelok ke lateral dan
bergabung dengan radix cranialis. Kedua radiks bersatu dan meninggalkan
cranium melalui foramen jugulare.
dan
mengendalikan
gerakan
dua
otot
besar
leher
yaitu
pada
permukaan
lateral
m.hyoglossus
dan
permukaan
medial
Saraf terpenting yang berawal pada pleksus ini adalah saraf frenik yang
menginervasi diafragma
2. Pleksus Brakial
g. Saraf Thoraks
o Terdiri dari 12 pasang saraf yaitu T1-T12
o T1 dan T2 ikut serta membentuk pleksus brakial
o T3-T12 tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkostal dan
menginervasi otot-otot abdomen, kulit dada dan kulit abdomen
h. Saraf Lumbal
Saraf lumbal adalah salah satu dari saraf spinal yang berjumlah 5 pasang
yang biasanya ditulis dengan symbol L1, L2, L3, L4, dan L5. Saraf lumbal juga
sebenarnya merupakan gabungan dari saraf sacralis yang nantinya akan disebut
dengan plexus lumbosacralis. Percabangan saraf plexus lumbosacralis yang
terdapat pada plexus lumbalis antara lain :
1. N. Iliohypogastricus
2. N. Ilionguunallis
3. N. Cutenous femoris lateralis
4. N. femoralis
5. N. genitofemoralis
6. N. obturatorius
Ciri-ciri vertebrae lumbal :
8. Corpus besar dan berbentuk ginjal
9. Pediculus kuat mengarah ke belakang
10. Lamina tebal
11. Foramene vertebrae berbentuk segitiga
12. Processus transversus panjang dan langsing
13. Processus spinousus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah
ke belakang
14. Facius articularis processus articularis superior menghadapi ke medial dan
facies articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral
i. Saraf Sakral
Terbentuk dari ramus ventral S1, S2, S3 dengan kontribusi L4, L5 dan S5
j. Saraf Koksiks
o Terdiri dari satu pasang saraf
o Membentuk pleksus koksiks yang :
Pleksus
Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali T1 dan T11 (yang merupakan awal saraf interkostal).
Pleksus dibagi 5 yaitu:
Pleksus serviks
-
Saraf ini menginervasi otot leher dan kulit kepala, leher serta dada.
Pleksus brakial
- Terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5,C6,C7,C8 dan saraf toraks
pertama,T1 dengan melibatkan C4 dan T2.
-
Saraf dari pleksus ini mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada leher dan
bahu
Pleksus lumbal
- Terbentuk dari ramus saraf lumbal L1,L2,L3 dan L4 dengan bantuan T12.
- Saraf dari pleksus ini menginervasi kulit dan otot dinding abdomen,paha, dan
genitalia eksternal.
- Saraf terbesar adalah saraf femoral yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit
pada paha anterior,regia panggul, dan tungkai bawah.
Pleksus sakral
- Terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2 dan S3 serta kontribusi dari
L4, L5, dan S4.
- Saraf dari pleksus ini menginervasi anggota gerak bawah, bokong, dan regia
perineal.
- Saraf terbesar adalah saraf skiatik.
Pleksus koksiks
- Terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal koksiks dengan kontribusi
dari ramus S4.
- Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks yang mensuplai regia
koksiks.
Pada saraf saraf torakal (T3 sampai T11) tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari
ruang interkostal. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan
kulit dada serta abdomen.
Secara umum perbedaan saraf somatik dengan saraf otonom adalah saraf tunggal yang
langsung menuju organ target, berbeda dengan otonom yang memilik dua nervus
(simpatis dan parasimpatis). Perbedaan antara dua nervus ini juga dapat dilihat dari organ
target yang dituju oleh kedua otot tersebut (somatis menuju otot skelet dan otonom
menuju otot polos)
1. Sistem Saraf Otonom
Anatomi
Glikogenesis(2)
Lipolisis(2)
Relaksasi kandung
kemih(2)
Organ
Mata:
Pupil
Otot siliaris
Efek Perangsangan
simaptetik
Efek perangsangan
parasimpatetik
Dilatasi
Relaksasi ringan
Kontriksi
Kontriksi
Tidak ada
Pembuluh koroner
Peningkatan kekuatan
Peningkatan kontraksi
Dilatasi (2) kontriksi ()
Pengurangan kecepatan
Penurunan kekuatan kontraksi
Dilatasi
Paru:
Bronkus
Pembuluh darah
Dilatasi
Konstriksi sedang
Kontriksi
Dilatasi
Usus:
lumen
sfingter
Penurunan peristaltic
Peningkatan tonus
Pelepasan glukosa
Relaksasi
Berkurangnya pengeluaran
dan sekresi rennin
Tidak ada
Relaksasi (ringan)
Terangsang
Terangsang
Relaksasi
Kelenjar:
nasal
lakrimalis
parotis
submandibularis
lambung
pankreatik
Kelenjar keringat
Kelenjar apokrin
Jantung:
Otot
Hati
Kantung empedu saluran
empedu
Ginjal
Kandung kemih:
Detrusor
Trigonum
Tidak ada
Penis
Sistemik arteriol:
Abdominal
Otot
Kulit
Ejakulasi
Ereksi
Kontriksi
Konstriksi ( andregenik)
Dilatasi (2 adregenik)
Dilatasi (kolinergik
Konstriksi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2. Fisiologi
2.1 Refleks
Gerak refleks adalah suatu gerakan spontan yang berlangsung secara otomatis sebagai
tanggapan terhadap suatu rangsangan
Karakteristik refleks
o Dapat diramalkan, artinya jika satu kali terjadi respons dari satu organ terhadap
rangsang spesifik, kita bisa meramalkan bahwa jika diberi rangsang spesifik yang
sama, responnya akan sama pula.
o Mempunyai tujuan tertentu
o Pada refleks terdapat reseptor tertentu dan respons terhadap rangsang terjadi pada
efektor tertentu.
o Refleks memerlukan waktu antara stimulus dan mulainya terjadi respons pada
efektor.
o Umumnya spontan
o Mempunyai fungsi sebagai pelindung dan pengatur dan sangat penting dalam
tingkah laku hewan.
o Respons yang terus menerus menyebabkan terjadinya kelelahan.
dan pengaturan suhu) dan respon otomatis (misalnya sentakan akibat suatu stimulus
nyeri atau sentakan pada lutut).
Semua lengkung (jalur) refleks terdiri atas komponen:
1. Reseptor adalah ujung distal dendrite, yang menerima stimulus
Fungsi utamanya adalah mentransduksikan energi lingkungan dan mengubahnya
menjadi aksi potensial pada saraf sensori.
Sebagai contoh adalah reseptor dari retina mentransduksikan cahaya, pada kulit akan
mentransduksikan panas, dingin, tekanan, dan stimulus cutaneous lainnya.
2.
Jalur aferen melintas di sepanjang ssebuah neuron sensorik sampai ke otak atau
medulla spinalis. Saraf ini membawa aksi potensial dari reseptor ke CNS. Saraf ini
memasuki medula spinalis dari akar dorsal.
3. Bagian pusat adalah sisi sinaps yang berlangsung dalam substansi abu-abu. Impuls
dapat di transmisi dan diulang rutenya, atau dihambat pada bagian ini. Pada gerak
refleks, biasanya ada lebih dari satu sinapsis. Walaupun ada sedikit monosinapsis
Jenis refleks
atau dua
3.
4.
o Refleks tak bersarat : refleks yang dibawa sejak lahir, bersifat mantap,
tidak pernah berubah dan dapat ditimbulkan bila ada rangsangan yang
cocok misalnya menghisap jari pada bayi
o Refleks
bersarat
didapat
selama
pertumbuhan
berdasarkan
6.
7.
Berdasarkan CNS
o Refleks segmental adalah refleks yang hanya melewati sebagian kecil dari
CNS. Contohnya adalah refleks peregangan otot dan refleks cahaya pada
pupil karena hanya menggunakan segmen kecil dari medulla spinalis atau
brainstem.
o Refleks intersegmental. Refleks ini menggunakan multiple segmen dari
CNS. Contohnya adalah respons propriosepsi karena aksi potensial saraf
sensori jauh memasuki spinal cord dan belum akan berjalan kembali ke
cerebral cortex sebelum responsi motorik dihasilkan. Respon motorik
kembali melalui rute intersegmental yang sama.
2.2 Nyeri
Nyeri adalah bentuk gangguan sensorik. Perangsangan yang menghasilkan nyeri
bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf pengantar
impuls nyeri. Jaringan tersebut dinamakan jaringan peka nyeri. Sedangkan jaringan
yang tidak dilengkapi serabut nyeri tidak menghasilakn nyeri bila dirangsang disebut
jaringan tak peka nyeri.
Berikut ini adalah jaringan yang peka nyeri atau tak peka nyeri terhadap suatu
stimulus :
a. Jaringan subkutan asdalah jaringan peka nyeri terhadap tekanan dan zat kimia
iritatif.
b. Otot adalah jaringan peka nyeri terhadap tekanan, sayatan, dan zat kimia iritatif.
c. Fasia dan tendon adalah peka nyeri terhadap tusukan dengan jarum, tekanan, dan
zat kimia iritatif. Demikian juga periosteom. Tetapi tulang kompakta adalah
kurang peka nyeri.
d. Kartilago persendian tak peka nyeri, tetapi selaput sinovianya adalah sangat peka
nyeri terhadap rangsang mekanik dan kimiawi
e. Enamel gigi tak peka nyeri, tetapi dentin serta pulpanya peka nyeri terhadap
perubahan suhu dan osmolalita.
f. Pembuluh darah adalah peka nyeri terhadap perangsangan mekanik dn kimiawi
iritatif. Arteri lebih peka nyeri daripada vena.
g. Otak dan leptomeningan tak peka nyeri terhadap stimulus listrik, akuterisasi, atau
penyayatan.
h. Serabut saraf sensorik atau campuran sensorik motorik adalah peka nyeri terhadap
tusukan jarum, penyayatan, pemanasan, dan zat kimia.
i. Pleura parietal, peritoneum parietal, dan bagian-bagian perikardium parietak yang
dipersarafi oleh serabut somatosensorik adalah peka nyeri terhadap tusukan jarum,
pergesekan, dan zat kimia iritatif. Sebaliknya, pleura viseral, peritoneum viseral,
dan epikardium viseral adalah tak peka nyeri.
j. Miokardium adalah peka nyeri terhadap zat kimia iritatif. Tarikan pada arteri
koroner mengahasilkan nyeri.
k. Esofagus tak peka nyeri. Usus sehat tak peka nyeri terhadap pemotongan,
kauterisasi, penjepitan, tetapi bereaksi terhadap pengenbumgan. Kolon dan
apendiks adalah peka nyeri terhadap penjepitan atau pun penekanan mekanik
apapun.
l. Pelvis renalis, ureter, basis kandung kemih, dan uretra peka nyeri terhadap
pemotongan, penjepitan, kauterisasi dan bahan kimia iritatif.
m. Testis sangat peka nyeri terhadap penekanan, .
n. Korpus uteri tak peka nyeri, tetapi serviksnya bereaksi terhadap stimulasi listrik
dan karena distensi.
Jenis Nyeri
Nyeri berdasarkan Intensitas :
a) Insidental : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
b) Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c) Paroxysmal : nyeri dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali, biasanya menetap
10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul lagi
d) Inteactable pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi
Nyeri berdasarkan sumbernya:
a) Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya
bersifat burning (seperti terbakar). Contohnya terkena ujung pisau atau gunting.
b) Deep somaic, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah tendon dan
syaraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus. Contohnya sprain sendi.
c) Visceral, stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium, dan thorak.
Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan.
Nyeri berdasarkan penyebab :
1. Nyeri nosiseptifi
Timbul akibat nosiseptor, khususnya nosiseptor mekanik. Dibedakan menjadi :
a. Nyeri somatic : timbul pada organ nonviseral, misalnya nyeri tulang.
b. Nyeri viseral : nyeri yang berasal dari dinding parietal organ viseral. Jaras nyeri
ini berasal dari saraf spinal setempat, jadi orang yang mengalami akan
merasakan sensasi tepat di atas (superficial) daerah yang menimbulkan nyeri.
2. Nyeri non-nosiseptifi
Timbul bukan dari nosiseptifi. Dibedakan menjadi :
a. Nyeri neuropatik : akibat iritasi atau trauma saraf
b. Nyeri psikogenik : kelainan psikomatik.
Nyeri berdasarkan penyebabnya :
a)Fisik : terjadi karena stimulus fisik. Contoh: fraktur femur
b)Psycogenik : terjadi karena sebab yang kurang jelas atau sudah didentifikasi,
bersumber dari emosi atau psikis yang biasanya tidak disadari. Contoh : orang
yang marah-marah
Nyeri berdasarkan letak :
a) Referred pain (nyeri alih),
Definisi : nyeri yang letaknya jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.
Mekanisme : Cabang serabut nyeri viseral bersinaps dengan serabut nyeri kulit,
jika ada sinyal dari visera maka akan menjalar ke kulit. Jadi orang tersebut akan
merasakan sensasi yang benar-benar berasal dari kulit. Nyeri viseral juga
menjalar sesuai / sepanjang dermatom.
b)
Radia
ting
pain,
yaitu
nyeri
yang
1. Nyeri akut --- Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu
daeri 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan. Umumnya
terjadi pada cefera, penyakit akut, atau pembedahan dengan
awitan cepat. Dapat hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa
tindakan setelah kerusakan jaringan sermbuh.
2. Nyeri kronis --- Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam
waktu lebih dari enam bulan. Umumnya timbul tidak teratur,
intermiten,
atau
bahkan
persisten.
Nyeri
kronis
dapat
Mekanisme Nyeri
A. Transduksi
Transduksi adalah proses perubahan stimulus nyeri menjadi aktivitas listrik.
Mekanisme transduksi:
Kerusakan sel pembebasan kalium intrasel dan sintesis prostaglandin dan
bradikinin prostaglandin menyebabkan peningkatan sensitivitas reseptor
terhadap bradikinin stimulus sampai ke reseptor
B. Transmisi
Transmisi merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf
perifer melewati kornu dorsalis, dari medula spinalis menuju korteks serebri.
Mekanisme transmisi:
Transduksi serat A- (nyeri cepat) dan serat C (nyeri lambat) medula
spinalis di akar dorsal memisah di kornu dorsalis medula spinalis
substansi gelatinosa (lamina II dan III) modulasi traktus
spinotalamikus.
Traktus spinotalamikus
Traktus neospinotalamikus
- Untuk nyeri cepat
- Nosiseptor A-
Traktus paleospinotalamikus
- Untuk nyeri lambat
- Nosiseptor C
Talamus
Otak
Persepsi
C. Modulasi
1) Proses peningkatan atau pengurangan penerusan impuls nyeri
2) Proses pengurangan impuls nyeri melalui sistem analgesia endogen yang
melibatkan bermacam-macam neurotransmiter antara lain endorfin yang
dikeluarkan sel otak dan neuron di medula spinalis.
3) Menghambat transmisi di tingkat medula spinalis.
Ada 2 jalur:
a. Ascenden
Transduksi transmisi modulasi persepsi
Dari medula spinalis ke otak
b. Descenden
Dari korteks serebrum ke medula spinalis. Gunanya untuk
dengan
bantuan
SLSKMR
a o a e menghambat
m r n l t e atau
g e i memodifikasi
wn s
a arangsangan
a
n nyeri
I
g
neurotransmiter seperti endorfin.
eekmtd
i
s
i
t
e
e
d
r
u i
m
l
a
a
D. Persepsi
rssnt
i
sa
e l yang
i s p s diberikan t oleh o saraf sensorik
r
Penafsiran
oleh
r po o a
m i s k n system
t saraf
u pusat
aa(n
(aferen).
Penafsiran
km t e
o o
o e r ini
s merupakan
s nk
p hasil
a u interaksi
i n nsystem saraf
i
ksensorik, informasi
/
bbs
kognitif
pada
korteks
serebri
dan
pengalaman
emosional
dan
persepsi
menentukan
u
) m
epuo
a h s nyeril yang
to u a dirasakan.
e
r
i
oi
r
)
beratnt o ringannya
u
s
rtk
i u k
Mekanisme Nyeri
A. Nyeri
Cepat
ss
a
rr
aa
ff
tt
ii
p
ee
A
dd
ee
l
tt
aa
SSSLRMA a ar e e m n l a e g i w n s t e a a k n t I it I g &a
S
edtgd r iea a t l e k a r t tm i u i m n s so a a s ma
e
rrrp(nd k oaa o sln er i n s o i n eu s f p p e p t i r o no i os or
aa(mP k e ii r mk i u a i s ka u w a i ) d u
a
bbg r i s e a
b
uuN u k l e u s
r e
u
ttttp lambat
B. Nyeri
o n s , d a n
ss
s
aa
rr
r
a
a
ff
t
t
ii
i
pp
p
e
e
C
C
,,
l I I d I a ( s r ui
) p m a ie kd
t r t e , a r l ia o r
k
t u
t i k
m
s e t as e n n s is a e f a l o
o u l l i a k u s l p u i s n sa u l i ps e
)
s
u
mb
s u
l a
s e
r i s
n
s e
s t a
m
e
f a
n
d
l o
s i a
u
l a
,
n
r i o
Sistem analgesia
Merupakan kemampuan otak untuk menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk
kedalam system saraf. Mekanisme system analgesia:
Terapi Nyeri
1. Kompres Dingin Dan Hangat
Es dapat menurunkan prostaglandin dan panas meningkatkan aliran darah ke
suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri
2. Stimulasi saraf elektris transkutan
a. Menggunakan unit yang dijalankan baterai dengan elektroda yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar
pada area nyeri
b. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat tv), distraksi audio (mendengar musik),
distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur)
3. Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri
4. Imajenasi terbimbing/Guided Imagery
Berimajenasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan
5. Biofeedback
6.
7.
8.
9.
Reseptor Nyeri
Teori Nyeri
1. Teori Spesifisitas
Ide ini dikemukakan oleh Rane Descartes (1984) nyeri berjalan dari
reseptor reseptor nyeri spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat
nyeri di otak dan bahwa hubungan antara stimulus dan respons nyeri bersifat
langsung dan invariabel. Pesan nyeri disampaikan oleh jenis serabut saraf
yaitu serabut saraf A delta bermielin meneruskan nyeri mendadak dan tajam
dan serabut saraf C tidak bermielin sehingga membuka pertahanan tersebut
dan klien mempersepsikan sensori nyeri (Brunner, Suddart, 2001).
2. Teori Pola dan Penjumlahan
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Gotdscheider (1999)
menjelaskan penjumlahan input sensorik kulit di sel sel tanduk daksal
menimbulkan pola khusus impuls saraf yang memicu nyeri. Nyeri dihasilkan
oleh stimulasi intens dari reseptor reseptor nonspesifik dan penjumlahan
impuls impuls itulah yang dirasakan sebagai nyeri. Konsep penjumlahan
sentral adalah bahwa dapat terbentuk sirkuit sirkuit serar saraf dalam
kelompok kelompok interneuron spinal (suatu reverberoting circuit) setelah
suatu cidera, sehingga nyeri dapat berlanjut tanpa stimulasi (Sylvia A Pric,
2005).
3. Teori Gate Kontrol
Menurut teori ini, Nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil.
Keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat besar
akan meningkatkan aktifitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan
tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktifitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan terhambat. Rangsangan serat besar dapat
langsung merangsang ke korteks seresbri. Hasil persepsi ini akan di
kembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat aferen dan reaksinya
mempengaruhi aktifitas sel T. rangsangan pada serat kecil akan menghambat
aktifitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, Sehingga
merangsang aktifitas sel T yng selanjutnya akan menghantarkan rangsangan
nyeri (Musrifatul, Uliyah, 2006)
4. Teori transmisi dan Inhibisi Stimulus pada Nociceptor
Teori transmisi dan Inhibisi Stimulus pada Nociceptor memulai
transmisi impuls - impuls saraf, sehinggs transmisi impuls nyeri menjadi
efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Inhibisi impuls nyerei menjadi
efektif dan impuls impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem
supresif (Barbara C Long, 1996).
Skala Nyeri
Skala keterangan
10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan
aktifitas yang bisa dilakukan.
6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 Nyeri seperti kram atau kaku.
3 Nyeri seperti perih atau mules.
2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.
1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
0 Tidak ada nyeri
Penyebab Nyeri
1. Secara Fisik : misalnya panyakit nyeri karena trauma, neoplasma dan
peradangan.
a. Trauma mekanik : menimbulkan nyeri karena kerusakan
jaringan akibat benturan, gesekan dan luka.
b. Trauma termis : ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
panas dan dingin.
c. Trauma kimiawi : karena tersentuh zat asam/basa yang kuat.
d. Trauma elektrik : karena pengaruh aliran listrik yang mengenai
reseptor nyeri.
e. Neoplasma : menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan/
kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga
karena tarikan, jepitan.
f. Peradangan : terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan.
2. Faktor psikologis : karena trauma psikologis.
3. Iskemia : Bila aliran darah yang menuju jaringan terhambat dalam
waktu beberapa menit saja jaringan sering merasa nyeri sekali. Bila
metabolisme jaringan makin cepat rasa nyeri yang timbul semakin
cepat pula.
4. Spasme Otot : Disebabkan karena pengaruh spasme otot yang
menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Spasme otot
juga meningkatkan kecepatan metabolism dalam jaringan otot,
sehingga relative memperberat keadaan iskemia.
2.3 Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap jejas yang mempunyai tujuan untuk
menghilangkan penyebab jejas. Inflamasi dapat mempunyai pengaruh yang
menguntungkan.
Klasifikasi radang
a. Radang akut
-
Penyebab utama
o Infeksi microbial : virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler.
Contoh : bakteri pathogen, virus
Gejala klinis :
Local :
o Calor (heat)
o Rubor (redness)
o Dolor (pain)
o Tumor (swelling)
o Functiolaesa (loss of function)
Sistemik :
o Febris > pirogen
o Lekositosis
o Reaksi system RES
Dalam sirkulasi normal sel ada di tengah aliran pembuluh darah. Pada saat
hilangnya cairan intravascular dan meningkatnya viskositas serta aliran
darah lambat. Eritrosit statis dan leukosit menepi. Peristiwa ini disebut
Marginasi
o Cellular
Perpindahan fagositik leukosit ke area yang terluka.
Pavementing : penempelan leukosit pada endotel
Emigrasi : emigrasi dengan gerak amoeboid melewati dinding endotel.
Celah ini nantinya akan menutup dengan sendirinya dan endotel tidak
megalami kerusakan.
Lalu leukosit bergerak secara kemotaksis (bergerak kea rah substansi
kimia tertentu dalam cairan) dan memakan bakteri yang masuk (fagositik)
yang diperantarai leukosit dan makrofag.
Prodak dari fagositosis, plasma, dan sel darah membentuk eksudat, dan
menimbulkan gejala dolor dan tumor.
Inflamasi akut merupakan proses imun dan perbaikan jaringan
b. Radang kronis
Adalah radang akut persisten atau radang akut yang sembuh lalu kambuh
Dari asal kronik :
-
Kuman intraseluler
Bahan insoluble
Reaki imunologik
VERSI LAIN
1.
Macam Radang
Berdasar lokasinya:
a.
Abses: timbunan pus dalam suatu
rongga yang secara anatomis tidak ada, dinding berupa jaringan granulasi
b.
Sinusitis: radang pada sinus
c.
Fistula:
saluran
yang
menghubungkan 2 rongga
d.
Phlegmon: radang purulen pada
jaringan lunak, batas tidak jelas
e.
Empyema: timbunan/kumpulan
nanah dalam rongga pleura
f.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
Eksudasi Plasma, viskositas meningkat, aliran darah lambat, eritrosit stasis, lekosit
menepi menempel endotel, emigrasi lekosit
Mediator
1. Vasodilatasi prostaglandin
2. Permeabilitas Amina vasoaktif (histamin, serotonin) C3a, C5a, bradikinin, leukotrin
3. Kemotaksis C5a, leukotrin, produk bakteri, protein kationik
4. Nyeri
5. Prostaglandin, bradikinin
b. Radang Kronis
Mekanisme
Radang akut persisten
Radang akut, sembuh, kambuh lagi
Dari asal kronik
o Kuman intraseluler
o Bahan insoluble
o Reaksi imunologik (autoimun) Hashimoto
Morfologi
Sebukan sel radang mononuklear Limfosit, makrofag, sel plasma
Proliferasi fibroblas
Proliferasi pembuluh darah
Sebukan foam cell
Terdapat sel datia (giant cell)
Terdapat sabut elastis (kolagen)
Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Perubahan vascular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar
untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan
permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri
lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan
perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah
putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel.
Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih
keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan
untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
2. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih
dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi
dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan
dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).
Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin
menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal (suhu), dan
Mikroba (infeksi Penyakit.
Tanda-tanda inflamasi (peradangan):
1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam mikrosomal lokal
pada tempat peradangan.
2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat
peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.
3. Dolor (nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
leukosit
5. Fungsio Laesa
Perubahan fungsi suatu jaringan menjadi abnormal.
Jenis-Jenis Eksudat
a. Eksudat Nonselular
1. Eksudat Serosa
Terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang
permeabel di daerah peradangan bersama dengan cairan yang
menyertainya.
Contoh: eksudat pada luka lepuh
2. Eksudat Fibrinosa
Protein yang keluar banyak mengandung fibrinogen.
Lalu fibrinogen tersebut diubah menjadi fibrin dan membentuk
jaringan lengket dan elastik, serta meradang.
3. Eksudat Musinosa
Eksudat jenis ini sebenarnya adalah respon fisiologis dari membran
mukosa yang menghasilkan musin di permukaannya.
terakumulasi pada pusat jejas yang pada akhirnya akan berusaha untuk melawan agen asing
tersebut
RESPON SELULER
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera
atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan
mikroorganisme menyebar keseluruh jaringan. Leukositosis ini disebabkan karena produksi
sumsum tulang meningkat sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk emigrasi pada
waktu terjadi cedera atau radang.
RESPON VASKULER
Mediator kimia yang dihasilkan dari jaringan yang cedera atau nekrotik akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran vaskuler dan vasodilatasi. Peningkatan
permeabilitas membran vaskuler terjadi dengan peregangan sel-sel endotel sehingga pori-pori
membran membesar dan dapat dilalui oleh protein darah. Sedangkan vasodilatasi
menyebabkan peningkatan jumlah volume darah ke daerah peradangan.
1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam
mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia
atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik
maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.
2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 C
yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih
banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat
pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
3. Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain
itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang
tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal
(tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat
adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan.
Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.
5. Functio Laesa (perubahan fungsi)
Functio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal.
Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi
abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun
sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang
meradang itu terganggu.
Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik adalah inflamasi dalam jangka waktu yang lama (bermingguminggu hingga bertahun-tahun) yang padanya inflamasi aktif, cedera jaringan, dan
penyembuhan berjalan bersamaan. Kebalikan dari inflamasi akut, yang ditandai dengan
perubahan vaskular, edema, dan sebagian besar neutrofil infiltrasi, inflamasi kronik dicirikan
dengan infiltrasi mononukleus sel, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma; kerusakan
jaringan, sebagian besar diinduksi oleh produk-produk sel-sel yang menyebabkan inflamasi;
perbaikan, yang melibatkan proliferasi pembuluh baru (angiogenesis) dan pembentukan
jaringan ikat (fibrosis).
Inflamasi akut dapat menjadi inflamasi kronik. Hal ini terjadi ketika respon akut tidak
dapat disembuhkan, baik karena agen infeksi yang menetap atau karena gangguan pada
proses normal penyembuhan. Sebagai contoh, peptic ulcer pada duodenum awalnya
menunjukkan inflamasi akut yang diikuti dengan tahap awal penyembuhan. Namun,
penyakit-penyakit yang kambuh pada cedera epithelia duodenum mengganggu proses ini dan
menghasilkan lesi yang digolongkan inflamasi akut dan kronik. Kemungkinan lain, beberapa
bentuk cedera menimbulkan respon yang melibatkan inflamasi kronik dari awal.
Chronic inflammation in the lung, showing the characteristic histologic features: collection of chronic inflammatory cells ( asterisk),
destruction of parenchyma (normal alveoli are replaced by spaces lined by cuboidal epithelium, arrowheads), and replacement by
connective tissue (fibrosis, arrows). B, By contrast, in acute inflammation of the lung (acute bronchopneumonia), neutrophils fill the
alveolar spaces and blood vessels are congested.
Inflamasi kronik terjadi melalui salah satu dari kertiga jalan ini :
Dapat terjadi setelah inflamsi akut, karena stimulus yang menetap atau karena gangguan
proses penyembuhan normal.
Tersering, dimulai dengan derajat rendah dan tersembunyi, reaksi sedikit yang tidak
mengikuti jalannya inflamasi akut klasik, yaitu seperti salah satu dari berikut :
o Infeksi persisten oleh mikroba intraselular (misalnya basili tuberkel, infeksi viral)
dengan toksisitas rendah tetapi menimbulkan reaksi imunologik.
o Terpapar substansi toksik dalam jangka waktu lama (misalnya silikosis dan asbestosis
pada paru).
o Reaksi imun, khususnya yang terhadap jaringan, tubuh sendiri (misalnya penyakit
autoimun).
GAMBARAN HISTOLOGIK
Termasuk (1) infiltrasi/serbukan sel mononukleus, yaitu makrofag, limfosit, dan sel plasma;
(2) proliferasi fibroblas, dan dalam banyak hal pembuluh darah kecil; (3) peningkatan
jaringan ikat (fibrosis), dan (4) destruksi jaringan.
MAKROFAG
Gambaran utama inflamasi kronik disebabkan oleh banyaknya produk aktif yang disekresi.
Beberapa produk toksik terhadap jaringan (misalnya produk oksigen, protease), yang
lainnya menyebabkan masuknya jenis sel lain (misalnya limfosit, neutrofil), dan ada yang
menyebabkan proliferasi fibroblas dan deposit kolagen.
Monosit dari tepi darah dirangsang oleh agen kemotaktik untuk beremigrasi melewati
endothelium. Yang termasuk agen kemotaktik adalah C5a, fibrinopeptida, protein kationik
neutrofil, limfokin, platelet derived growth factor (PDGF) dan kolagen serta fragmen
fibronektin.
Makrofag dapat diaktivasi untuk mensekresi berbagai faktor berikut: (1) protease normal,
(2) faktor kemotaktik, (3) metabolit asam arakidonat, (4) jenis-jenis oksigen reaktif, (5)
komponen komplemen, (6) faktor koagulasi, (7) faktor pertumbuhan, (8) sitokines (seperti
IL-1 dan TNF), dan (9) faktor-faktor lain (misalnya PAF dan -interferon).
Aktivasi makrofag pada inflamasi dicetuskan oleh limfokin (-interferon) yang dihasilkan
oleh sel T imun aktif atau oleh faktor non-imun (misalnya endotoksin).
Limfosit dimobilisasi oleh antibodi, reaksi imunologik selular dan juga oleh reaksi non
imunologik untuk sebab-sebab yang tidak diketahui. Limfosit mempunyai hubungan
timbal-balik yang unik dengan makrofag pada inflamasi kronik (Gb. 2.6). Limfosit dapat
diaktifkan oleh kontak dengan antigen dan secara spesifik oleh endotoksin bakteri.
Limfosit aktif menghasilkan limfokines yang merupakan stimulator utama dari monosit
dan makrofag (khususnya -interferon). Makrofag aktif menghasilkan monokines yang
mempengaruhi fungsi sel T dan sel B.
Sel plasma menghasilkan antibodi terhadap antigen asing atau komponen jaringan yang
berubah.
dengan perbandingan 10:1 dengan sel syaraf. Sel glia menjadmin kondisi ionic sekitar
neuron agar selalu stabil, juga membuang zat sisa sekitar neuron.
Sel schwann adalah salah satu jenis sel glial yang ditemukan ilmuan Jerman, Theodor
Schwann. Sel schwann pada sistem syaraf tepi memungkinkan terjadinya penghantaran
dari dendrit menuju terminal akson dengan melilitkan membran plasmanya secara
konsentrik sepanjang akson (seperti yang dijelaskan di atas, yaitu selubung mielin).
Dalam hal ini, sel schwann membantu dalam mempercepat hantaran impuls karena
impuls melompati mielin.
Sel satelit adalah jenis sel glial lainnya dengan fungsi memisahkan badan sel syaraf
dari jaringan ikat di ganglia (kumpulan badan sel di luar sistem syaraf). Sel satelit
membentuk kapsul yang mengelilingi badan sel syaraf.
3.2 Ganglion
3.2.1 Ganglion spinalis
-
Terdiriatas sel: ganglion spinalis dan sabut-sabut saraf yang terutama bermyelin
Neuron Pseudo-unipoler
3.2.2
Ganglion otonom
Tampak sebagai pelebaran membulat pada saraf otonom.
Beberapa diantaranya terletak di dalam organ tertentu terutama di dalam
dinding saluran cerna.
Memiliki neuron multipolar.
Pembanding
Tipe neuron
Ganglion Spinal
Pseudounipolar
Ganglion Otonom
Multipolar
Besar sel
Besar-kecil
Hampir sama
Sel satelit
Banyak
Akson
Bermielin
Tidak bermielin
Ganglion Spinal
Ganglion Otonom
1. Endoneurium
Endoneurium merupakan lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson.
Lapisan ini tersusun atas lapisan jaringan ikat longgar, sedikit fibroblast dan serat
kolagen. Di daerah distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya
menyisakan sedikit serat retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann.
Endoneurium berhubungan erat dengan neurolema, walaupun ia dipisahkan oleh
lamina basal yang mengelilingi sel neurolema.
2. Perineurium
Bila ditelusuri ke sentral, perineurium merupakan lanjutan membrane araknoidpia dari susunan saraf pusat.
Fungsi dari perineurium itu sendiri sebagai sawar terhadap keluar masuknya
materi dari fasikulus saraf.
3. Epineurium
Tersusun dari fibrolas dan serat kolagen yang terutama tersusun secara
longitudinal dan sedikit serat elastis
Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura yang dekat dengan
SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf ke arah distal.
4. Farmakologi
4.1 Obat Anti Inflamasi
Pengertian
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang
disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat
disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu.
Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas
vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan,
bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain
histamin, bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan PAF. Obat-obat anti inflamasi
adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan.
Obat ini terbagi atas-dua golongan, yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS)
dan anti inflamasi steroid (AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk
mengobati juga memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas
kronis bagi tubuh (Katzung, 1992).
4.1.1 NSAID
Pengertian
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi,
analgetik dan antipiretik. Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti
inflamasi non steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai
anti inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding
NSAID.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering
disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh obatnya antara
lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam mefenamat,
piroksikam, diklofenak, indometasin.
Farmakologi NSAID
Obat analgesic antipiretik serta anti imflamasi nonsteroid merupakan suatu kelompok
obat yang heterogen, secara kimia. Obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam
efek terapimaupun efek samping. Sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya
berdasarkan atas penghambatan biosistesis prostaglandin (PG). Prototip obat golongan ini
adalah aspirin
Klasifikasi kimiawi NSAID, ada NSAID dari subgolongan yang sama memiliki sifagt
yang berbeda, sebaliknya ada obat NSAID yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat
yang serupa. Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan
selektifitasnya terhadap siklooksigenase (COX). Berdasarkan sifak selektifnya terhadap
enzim siklooksigenase, NSAID dibagi menjadi:
NSAID
COX 2 Preferensial
Aspirin
Nimesulid
Indometasin
Meloksikam
Piroksikam
Nabumeton
Ibuprofen
Diklofenak
Naproksen
Etodolak
Asam mefenamat
COX 2 selektif
*Generasi 1
selekoksib
rofekoksib
valdekoksib
parekoksib
eterikoksib
*Generasi 2
lamirakoksib
COX 3
parasetamol
umum tidak menghambat biosintesis leukotrien. Golongan obat ini menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua
isoform tersebut di kode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial dalam
pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal,
saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin
yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase semuladiduga diinduksi berbagai stimulus
inflamatur, termasuk sitokin, endotoksin dan factor pertumbuhan. Ternyata COX -2 juga
mempunyai fungsi fisiologis yaitu di gijal, jaringan vascular dan pada proses perbaikan
jaringan. Tromboksan A2, yang disitesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi
trombosit, vasokonstriksi dan poliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI 2) yang
disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan
penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti proliferatif.
Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX-2. Penghambat
COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan
nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan.
Anti inflamasi nonsteroid yang tidak selektif dinamakan NSAID tradisional. Khusus
parasetamol, hambatan biositesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar
peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3, suatu
variant dari COX-1. COX-3 ini hanya ada di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan
mengesetilasi gugus aktif serin 530 dari COX-1. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup
untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu
8-11 hari. Ini berarti pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan
darah 20% aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga pembekuan darah tetap dapat
berlangsung.
Pada Nyeri: PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau inflamasi. Bahwa PG yang menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata.
Berdasarkan sifat selektifnya terhadap enzim siklooksigenase, NSAID dibagi
menjadi COX-1, COX-2, COX-3.Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform
disebut COX-1 dan COX-2. Keduanya dikode oleh gen yang berbeda.
1. COX-1
Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi
dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal., saluran cerna dan
trombosit. Di mukosa lambung aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif.Tromboksan A2yang disintesis trombosit oleh COX-1,
menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos.Contoh
obatnya seperti piroksikam.
Piroksikam
Merupakan salah satu NSAID dengan struktur oksikam, derivate asam enolat.
Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam, sehingga dapat diberikan hanya
sekali sehari.
Absorbsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma.
Menjalani siklus enterohepatik (asam empedu yang telah melaksanakan
tugasnya akan kembali diserap tubuh)
Efek samping : gangguan saluran cerna, yaitu tukak lambung, pusing, nyeri
kepala, eritema kulit.
Tidak dianjurkan diberikan kepada ibu hamil, pasien tukak lambung, dan
pasien yang sedang minum antikoagulan.
Hanya untuk penyakit inflamasi sendi. Misalnya arthritis rheumatoid,
osteoarthritis, spondilitis ankilosa.
Dosis 10-20 mg per hari
Sejak juni 2007, karena efek samping yang serius pada saluran cerna
lambung dan reaksi kulit yang hebatm, maka oleh EMEA (badan POM
Eropa) dan pabrik penemunya obat ini hanya dianjurkan penggunaannya oleh
spesialis rematologi, inipun hanya sebagai obat terapi lini kedua bila obat lain
tidak berhasil.
2. COX-2
COX-2 mempunyai fungsi fisiologis yaitu pada ginjal, jaringan vaskuler,
dan pada proses perbaikan jaringan. Prostasiklin yang disintesis oleh COX-2 di
endotel makrovaskuler melawan efek dari tromboksan A2 yang disintesis
trombosit oleh COX-1 sehingga menyebabkan penghambatan agregasi trombosit,
vasodilatasi, dan efek anti proliferatif. Contoh obatnya adalah :
Meloksikam
Tergolong preferential COX-2 inhibitor, menghambat COX-2 lebih dari
COX-1 pada dosis terapi tetap nyata.
Efek samping (7,5 mg per hari) terhadap saluran cerna kurang dari
piroksikam 20 mg sehari.
Diberikan dengan dosis 7,5-15 mg sekali sehari
3. COX-3
Salah satu contohnya adalah paracetamol dengan hambatan biosintesis PG
hanya terjadi bila lingkungan rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus.
Berikut tentang paracetamol :
Merupakan obat COX 3 yang memiliki indikasi sebagai analgesik, antipiretik
dan sangat rendah terhadap antiinflamasi.
Kerjanya di sistem saraf pusat, bukan di jaringan
Waktu paruhnya 1-3 jam
Diperatarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CBI. Di dalam
otak dan sumsum tulang belakang paracetamol mengalami reaksi diasetilasi
dengan asam arachidonat membentuk N-Arachidonolamin, komponen
sebagai zat endogeneous cababinoid. Adanya N-Arachidonolamin ini
menyebabkan peningkatan kadar cababinoid.
COX 1 DOMINAN
o Menghambat PG dan Tromboksan A2
o Fungsi fisiologis, PG dikeluarkan, tidak timbul nyeri:
- Memelihara perfusi ginjal
- Homeostatis vaskuler
COX 2 DOMINAN
1, tetapi berkurang
Penggunaan jangka panjang akan menyebabkan tukak lambung
Obat:
Nimesulid
Meloksikam
Nabumeton
Diklofenak
Etodolak
COX 2 SELEKTIF
COX 3
o
o
o
o
o
COX-2
COX-1
COX-2/COX-1
Tolmetin
0.04
175
Aspirin
50
0.3
166
Ibuprofen
15
15
Asetaminofen
20
2.7
7.4
Diklofenak
0.35
0.5
0.7
Naproksen
1.3
2.2
0.6
Celecoxib
0.34
1.2
0.3
Refecoxib
084
63
0.013
Inhibitor COX-2 selektif diperkenalkan pada tahun 1999. NSAID selektif menghambat COX2 yang pertama kali diperkenalkan adalah celecoxib dan rofecoxib. Lumiracoxib memiliki struktur
yang berbeda dengan coxib lainnya, tidak menyebabkan efek samping pada kardiovaskuler dan
komplikasi gastrointestinal yang rendah. Insiden serangan jantung yang lebih tinggi menjadi faktor
risiko semua inhibitor COX-2 selektif. Tahun 2004, rofecoxib ditarik dari pasaran. Valdecoxib selain
menyebabkan infark miokard juga dapat menyebabkan skin rash. Valdecoxib dan parecoxib
dihubungkan dengan insiden penyakit jantung.
Parasetamol termasuk kelompok obat yang dikenal memiliki aktivitas sebagai analgesik
antipiretik, termasuk juga prekursornya yaitu fenasetin, aminopiron dan dipiron. Banyak dari obat ini
yang tidak ada di pasaran karena toksisitasnya terhadap leukosit, tetapi dipiron masih digunakan di
beberapa negara. Parasetamol menghambat lemah baik COX-1 maupun COX-2 dan berdasarkan
penelitian diketahui bahwa mekanisme kerjanya melalui penghambatan terhadap COX-3, yaitu derivat
dari COX-1, yang kerjanya hanya di sistem saraf pusat.
Jenis NSAID
NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium
salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid),
2. golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan
oksametasin),
3. golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen,
indoprofen, naproxen, dan ketorolac),
4. golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam
flufenamat, dan asam tolfenamat),
5. golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan
fenazon),
6. golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),
7. golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),
8. golongan sulfonanilida (nimesulide), serta
9. golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).
Menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
a) AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam
meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak,
indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
b) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.
c) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.
d) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
e) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan
oksifenbutazon.
Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi, dengan derajat
yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik dan analgesik tetapi sifat anti
inflamasinya sangat rendah.
Efek analgesik
Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang seperti sakit
kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen, juga efektif terhadap
nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek
analgesik opiat, tetapi bedanya NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak
menimbulkan efek sentral yang merugikan.
Efek Antipiretik
Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak semuanya bersifat
sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.
Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.
Efek Anti inflamasi
NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada
pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis dan spondilitis
ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi
yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki
atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.
Efek Samping
Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme terjadinya
iritasi lambung adalah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam
lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua
prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi
asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian parenteral.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis
tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini dimanfaatkan untuk
terapi profilaksis trombo-emboli. Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama
PGE2, berperan dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak
mempengaruhi fungsi ginjal.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini bukan suatu
reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam arakhidonat ke arah jalur
lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari
terjadinya gejala tersebut.
-Farmakologi Obat Pereda Nyeri1. Obat Nyeri Opioid
Analgetik opioid
Analgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin.
Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh
karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi
-
Analgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik
kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran
dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri
yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Mekanisme umumnya
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca 2+ ke
dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion
K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya
pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti
contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:
Analgesik
medullary effect
Miosis
Antitussive effect
Hypothalamic effect
GI effect
Depresi pernafasan
Hipotensi
dll
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor , ). Contoh: Morfin, fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin,
butorfanol
Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil ,Benzonatate ,Buprenorphine ,Butorphanol ,Codeine ,Dextromethorphan
Dezocine ,Difenoxin ,Dihydrocodeine ,Diphenoxylate ,Fentanyl ,Heroin Hydrocodone
,Hydromorphone ,LAAM, Levopropoxyphene ,Levorphanol Loperamide ,Meperidine,
Methadone
,Morphine
,Nalbuphine
,Nalmefene
,Naloxone
,Naltrexone,
Noscapine
Biofeedback
Terapi ini menggunakan sebuah mesin untuk mengajarkan anda bagaimana untuk
mengendalikan respon tubuh tertentu yang mengurangi nyeri. Anda kemudian belajar
bagaimana mengendalikan respon yang sama pada diri anda. Tehnik Biofeedback sering
digunakan pada rumah sakit dan pusat kesehatan
Akupuntur
National institutes of health telah menemukan bahwa akupuntur dapat menjadi pengobatan
yang efektif untuk nyeri yang kronik, mungkin termasuk nyeri neuropati, mengingat bahwa
anda tidak dapat memperoleh hasil yang segera dengan akupuntur dan dibutuhkan lebih dari
satu kali hasil pertemuan.
Hipnotis
Penderita dewasa dapat dihipnotis oleh tenaga professional, tetapi agar hipnotis lebih efektif,
anda harus bersedia dan termotifasi untuk ikut serta. Selama dihipnotis,anda akan menerima
kesan tertentu untuk mengurangi persepsi nyeri.
Tehnik releksasi
Bertujuan untuk mengurangi penegangan otot yang membuat nyeri bertambah. Tehnik
relekasi berasal dari latihan pernafasan yang dalam sampai penglihatan (contohnya gambaran
yang melayang) yoga dan obatan. anda mungkin dapat menggunakan atau beberapa tekhnik
atau anda dapat belajar sendiri menggunakan buku atau tipe.
Frekuensi tinggi (>50Hz) merangsang saraf tertentu nin-sakit untuk mengirim sinyal ke
otak yang menghalangi sinyal saraf lainnya membawa pesan rasa sakit.
Frekuensi rendah (<10Hz) merangsang produksi endorphin, hormone alami menghilagkan
rasa sakit.
TERAPI CEDERA
R = Rest, mengistirahatkan langsung bagian cedera (48 -72 jam), untuk memberi kesempatan
jaringan pulih.
E = Elevate, meninggikan bagian cedera melebihi level jantung untuk mengurangi bengkak.
1. Terapi dingin:
- Terapi terbaik untuk cedera akut
- Es adalah vasokonstriktor sehingga dapat mengurangi perdarahan internal dan bengkak
- Dapat juga membantu cedera overuse atau nyeri kronis setiap selesai berlatih
2. Terapi panas:
- Digunakan pada cedera kronis atau cedera tanpa bengkak
Nyeri
Spasme otot
Mengurangi kerusakan jaringan
Metode
keterangan
Kompres
dingin
Es dikantongi dikompreskan
lama : 15 20 mnt
Massage es
Es dikantongi digosok-gosokkan
Interval : 10 mnt
Lama : 5 7 mnt
Interval : 10 mnt
Pencelupan
Vapocoolant
spray
Lama : 10 detik
Ulangan : 2-3 kali
Suhu untuk terapi dingin adalah 10-150C. Jika suhu terlalu rendah akan terjadi vasodilatasi yang dapat
memperparah perdarahan+bengkak.
Bagian badan yang cedera ditinggikan agar aliran darah ke bagian yang cedera turun dan bengkak
juka menurun. Hal ini dilakukan selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera dengan sudut +
300.
Akut
kronis
Keterangan:
Terapi dingin digunakan 0-24 jam setelah cedera dan dipakai untuk mengurangi rasa sakit dan
pembengkakan.
Terapi panas digunakan untuk fase rehabilitasi kronis. 48 jam ke atas. Tujuannya untuk
membantu proses penyembuhan. Panas dapat dimulai setelah risiko perdarahan berakhir, dan
membantu penyembuhan dengan meningkatkan aliran darah ke daerah luka.
Bungkus kantong plastik tsb dengan handuk tipis yang telah dibasahi dengan air dingin
Boleh melakukan latihan peregangan secara perlahan dan lembut pada bagian yang cedera
dan sekitarnya
Pemanasan dapat membantu meningkatkan aliran darah pada cedera sehingga mempercepat
penyembuhan
Macam
Contoh
Dangkal (superfisial)
Lembab/Basah
Kering
Kompres botol air panas
Kompres bantal pemanas tenaga listrik
Lampu merah infra
Dalam(Deep)
Diatermi
Diatermi gelombang pendek
Diatermi gelombang mikro
Diatermi suara ultra
b. Adrenergik
Metiltirosin memblok sntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim
yang mengkatalisis tahap penentu pada sntesis NE.
B. Adrenergik
Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis
akibat hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan
kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian
transmisi adrenergik.
Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan efek
tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.
1. Obat-obatan yang Bekerja pada Organ Efektor Adregenik
Disebut obat simpatomimetik , diantaranya adalah :
Norepinefrin : pemakaian dengan cara disuntikan (intravena), yang efeknya serupa
dengan perangsangan simpatis
Epinefrin
Metoksamin
Fenilefrin
5. Dobutamin
6. Amfetamin
7. Metamfenamin
8. Efedrin
9. Metoksamin
10. Fenilefrin
11. Mefentermin
12. Metaraminol
13. Fenilpropanolamin
14. Hidroksiamfetamin
15. Etilnorepineprin
Obat Simpatolitik
Obat simpatolitik adalah obat yang menghambat efek obat simpatomimetik atau
penghambat /antagonis adrenergik
Efek Simpatolitik
Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)
Menurunkan denyut nadi
Konstriksi bronkiolus
Kontraksi uterus
Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2
Penggolongan Simpatoplegik
Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
Alfa Blocker
Zat-zat ini memblokir reseptor alfa yang banyak terdapat di jaringan otot polos dari
kebanyakan pembuluh, khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa. Efek utamanya
adalah vasodilatasi perifer, maka banyak dipergunakan pada hipertensi dan hipertrofi
prostat.
Dikenal 3 jenis alfa-blocker :
Alfa bloker non selektif
Skopolamin
Derivat-epoksi dari atripin bekerja lebih kuat
Efek sentralnya kira-kira 3kali lebih kuat
Digunakan sebagai obat mabuk jalan dalam bentuk plester
Digunakan sebagai mediatrikum
Digunakan sebagai obat anti kejang lambung-usus
Digunakan sebagai premedikasi anestesi
Dosis transkutan sebagai plester 1,5 mg skopolamin
b. Zat amonium kwaterner (propantein,ipratropium dan tiotropium)
Propantein
Dosis tinggiefek kurare(mengendurkan otot-otot lurik rangka)
Banyak digunakan pada tukak lambung,gastritis dan kejang-kejang lambung-usus
Dosis oral 3 dd 15 mg(HBr)
Ipratropium
Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronkhitis
Khasiat bronkhodilatasi dengan mengurangi hipersekresi dahak
Tiotropium
Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronkhitis
Khasiat bronkhodilatasinya lebih lama dari pada ipratropium
Dosis 1x sehari
c. Zat amin tersier (pirenzepin,flavoxat,oksibutinin,tolterodin,dan tropicamida)
Pirenzepin
Pada dosis tinggi menghambat reseptor di organ-organ(jantung,mata,lambungusus,urogenital)
Pada dosis rendah menghambat secara selektif reseptor muscarin-M dalam sel-sel
parietal lambung yang membentuk Hcl
postganglion
otonom
untuk
menimbulkan
efek
simpatis
dan
parasimpatis.
Obat : metakolin (bekerja pada reseptor asetilkolin tipe muskarinik dan nikotinik),
pilokarpin (bekerja pada reseptor asetilkolin tipe muskarinik), nikotin (bekerja pada
reseptor nikotinik)
Obat Penghambat Ganglion
Obat ini bekerja dengan menghambat perjalanan impuls dari preganglion ke
postganglion dengan menghambat perangsangan asetilkolin terhadap neuron
postganglion
Obat : pentolinium
Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengann kerja langsung
dan zat-zat dengan kerja tidak langsung.
Bekerja langsung :
Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)
Terdapat 12 pasang syaraf kranial dimana beberapa diantaranya adalah serabut campuran,
yaitu gabungan syaraf motorik dan sensorik, sementara lainnya adalah hanya syaraf motorik
ataupun hanya syaraf sensorik.
1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Nervus olfaktorius diperiksa dengan zat-zat (bau-bauan) seperti : kopi, teh dan
tembakau. Pada pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah adanya penyakit
intranasal seperti influenza karena dapat memberikan hasil negatif atau hasil
pemeriksaan menjadi samar/tidak valid.
Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa menutup
salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah satu zat dan
tanyakan apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil
yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda, tidak hanya pada 1
macam zat saja.
Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya cium
baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat
mencium sama sekali disebut anosmi.
2. Nervus Optikus/N II (sensorik)
Kelainan-kelainan pada mata perlu dicatat sebelum pemeriksaan misalnya : katarak,
infeksi konjungtiva atau infeksi lainnya. Bila pasien menggunakan kaca mata tetap
diperkenankan dipakai.
a. Ketajaman penglihatan
Pasien disuruh membaca buku dengan jarak 35 cm kemudian dinilai apakah pasien
dapat melihat tulisan dengan jelas, kalau tidak bisa lanjutkan dengan jarak baca yang
dapat digunakan klien, catat jarak baca klien tersebut.
Pasien disuruh melihat satu benda, tanyakan apakah benda yang dilihat jelas/kabur,
dua bentuk atau tidak terlihat sama sekali /buta.
b. Lapangan penglihatan
Cara pemeriksaan : alat yang digunakan sebagai objek biasanya jari pemeriksa.
Fungsi mata diperiksa bergantian. Pasien dan pemeriksa duduk atau berdiri
berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan sejajar dengan mata pemeriksa.
Jarak antara pemeriksa dan pasien berkisar 60-100 cm. Mata yang lain ditutup. Objek
digerakkan oleh pemeriksa pada bidang tengah kedalam sampai pasien melihat objek,
catat berapa derajat lapang penglihatan klien.
3. Nervus Okulomotorius/N III (motorik)
Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpeora
dan konstriktor pupil.
Cara pemeriksaan :
Diobservasi apakah terdapat edema kelopak mata, hipermi konjungtiva,hipermi
sklerata kelopak mata jatuh (ptosis), celah mata sempit (endophthalmus), dan bola
mata menonjol (exophthalmus).
4. Nervus Trokhlearis/N IV (motorik)
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang diperiksa
adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5
mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5
mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, aanisokor /
tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil,
negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil
(diperiksa dengan funduskopi).
5.
kelainan.
Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan.
Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada
klien apakah merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area
dengan kelainan.
Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin
dan air panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan
panas atau dingin yang dirasakan
Rsa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta
menyebutkan area wajah yang disentuh (atas atau bawah)
Rasa gelar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang
dientuhkan ke wajah pasien.
a. Otot mengyunyah
Cara periksaan : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi kedua
otot pengunyah (muskulus maseter dan temporalis) apakah kontraksinya baik, kurang
atau tidak ada. Kemudian dilihat apakah posis mulut klier. Simetris atau tidak, mulut
miring.
6. . Nervus Abdusens/N VI (motorik)
Fungsi otot bola mata dinilai dengan keenam arah utama yaitu lateral. Lateral atas,
medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah. Pasien disuruh
mengikuti arah pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa sesuai dengan keenam arah
tersebut. Normal bila pasien dapat mengikuti arah dengan baik. Terbatas bila pasien
tidak dapat mengikuti dengan baik karena kelemahan otot mata, ninstagmus bila
gerakan bola mata pasien bolak balik involunter
7.
8.
9.