Anda di halaman 1dari 90

JURNAL BAHASA DAN SASTRA

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011


ISSN 97720854980125

DAFTAR ISI
Interaksi Antarsiswa di Kelas Reception Ecrite (Keterampilan Membaca Teks)
pada Mahasiswa Semester 4 Jurusan Bahasa Prancis
Universitas Negeri Jakarta
Sri Harini Ekowati

Pembelajaran Graphic-Happy Game dengan Pendekatan Kontekstual


terhadap Kemampuan Membuat Grafik pada Pelajaran Bahasa Indonesia
Siswa Kelas VII
N. Lia Marliana

10

Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)


Liliana Muliastuti

26

Peningkatan Menulis Bahasa Prancis Melalui Permainan Bahasa


Asti Purbarini, Sri Harini Ekowati, Sulandri Nuryadin

42

Aspek Kebudayaan dalam Buku Ajar Bahasa Prancis Taxi 1


Ratna, Dian Savitri, Sulandri Nuryadin

53

Interferensi Bahasa Betawi dalam Pemakaian Bahasa Indonesia


di Dalam Surat Kabar Pos Kota
Prima Gusti Yanti

68

JURNAL BAHASA DAN SASTRA


KATA PENGANTAR
Sebagai salah satu fakultas besar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Fakultas
Bahasa dan Seni (FBS) turut memikirkan budaya akademik yang harus selalu
dipelihara. Yakni, budaya meneliti dan menulis para dosen. Budaya tersebut di FBS
masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, kegiatan pelatihan penelitian dan penulisan
artikel untuk dosen-dosen di FBS menjadi salah satu program yang termuat dalam
program kerja FBS.
Hasil penelitian para dosen tentu tidak akan bermanfaat jika hanya disimpan oleh
peneliti. FBS-UNJ berusaha untuk mensosialisasikannya dalam bentuk jurnal ilmiah.
Pada tahun 2004, FBS telah berhasil menerbitkan jurnal ilmiah dengan nama Artistika.
Namun, karena berbagai faktor, antara lain karena jurnal tersebut merupakan gabungan
antara hasil penelitian dosen jurusan seni dan bahasa, maka jurnal tersebut sulit untuk
diakreditasi.
Pada perkembangannya, sejak tahun 2007 Jurusan Bahasa Arab kemudian
menerbitkan jurnal sendiri, menyusul pada tahun 2008 Jurusan Bahasa Indonesia
dan tahun 2010 Jurusan Bahasa Inggris dan Jurusan Bahasa Jepang. Pada tahun 2010
FBS berinisiatif untuk mengakomodasi tiga jurusan bahasa asing: Jerman, Prancis,
dan Mandarin untuk menerbitkan jurnal bahasa dengan nama Alinea. Dalam waktu
bersamaan, FBS juga menetapkan jurnal Artistika sebagai jurnal seni. Proses yang
cukup panjang dengan berbagai kendala yang muncul mengakibatkan kedua jurnal
baru dapat diluncurkan pada bulan Juni 2011.
Keberadaan jurnal ini diharapkan dapat menjadi wadah komunikasi akademik
bukan hanya bagi dosen FBS-UNJ saja, tetapi juga lintas universitas. Semoga
bermanfaat.

Pembantu Dekan I FBS-UNJ

SUSUNAN REDAKSI
Penanggung Jawab PD 1 FBS-UNJ; Dewan Redaksi: Ketua Dr. Sri Harini Ekowati,
M.Pd. ; Anggota Hudiyekti P., S.S., M.Ed., Ratna, S,.Pd., M.Hum., Dra. Ellychristina
D.H., M.Pd. ; Penyunting N. Lia Marliana, M.Phil. ; Mitra Bestari Prof. Dr. Edi Astini,
Dr. Esti Ismawati ; Distribusi dan Sirkulasi Ifa Amalia, S.Pd. ; Cover dan Tata Letak
Zaitun Y.A. Kherid, S.Pd. ; Alamat Redaksi Gedung E lantai 2, UNJ Kampus A, Jl.
Rawamangun Muka, Jakarta 13220, Telp/faks: 0214895124.
Diterbitkan oleh Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta

SRI HARINI EKOWATI: INTERAKSI ANTARSISWA DI KELAS RECEPTION ECRITE


(KETERAMPILAN MEMBACA TEKS) PADA MAHASISWA SEMESTER 4
JURUSAN BAHASA PRANCIS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

INTERAKSI ANTARSISWA
DI KELAS RECEPTION ECRITE
(KETERAMPILAN MEMBACA TEKS)

PADA MAHASISWA SEMESTER 4 JURUSAN BAHASA PRANCIS


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Sri Harini Ekowati - sriharini@unj.ac.id
Jurusan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta
Artikel diterima 23/05/2010 direvisi 30/09/2010

ABSTRACT

The objective of this study is to know students interaction in reading comprehension
class. It is aimed at finding whether students interactions in sharing ideas and opinion
are done cooperatively or competitively. The source of the data was mainly taken from
observation and recording. The findings show that they worked in group cooperatively but
with other groups they compete in answering the questions.
Key word: students interaction

PENDAHULUAN
Pendekatan komunikatif yang dikenal
sejak tahun 70-an adalah pendekatan yang
mementingkan komunikasi antarsiswa dan
menempatkan mereka sebagai subjek, serta
menuntut mereka untuk aktif dan otonom.
Pendekatan ini berkembang dan muncul
pendekatan baru, yaitu pendekatan aksionel
(actionnelle) yang dimulai pada tahun
2000-an sejak lahirnya CECR. Pendekatan
aksionel ini adalah pengembangan dari
pendekatan komunikatif dengan tambahan
mengenai tugas-tugas yang harus
dikerjakan siswa. Siswa dianggap sebagai
aktor sosial yang dapat menggunakan
semua kompetensinya untuk keberhasilan
komunikasi.

Pendekatan aksionel yang digunakan


sekarang ini tentu memberi peluang pada
pengajar untuk membuat siswa aktif dalam
melakukan interaksi, baik dengan pengajar,
maupun dengan siswa lain.
Proses belajar-mengajar di kelas
keterampilan membaca teks di Jurusan
Bahasa Prancis dilaksanakan dengan
pendekatan aksionel. Siswa diberi tugastugas agar dapat memahami teks yang
dibaca. Salah satu strategi yang digunakan
dalam mencapai tujuan instruksional yang
ditetapkan dalam mata kuliah ini adalah
dengan cara bekerja kelompok (diskusi
kelompok). Dengan diskusi kelompok,
siswa menjadi lebih aktif, otonom dalam
1

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

memecahkan masalah, dan interaksi


antarsiswa menjadi lebih tinggi. Diskusi
kelompok dalam strategi ini adalah diskusi
yang mempunyai pokok pembicaraan
tertentu dengan sumber informasi berupa
teks yang telah diberikan.
Dalam diskusi kelompok tersebut,
tentunya terjadi interaksi antaranggota
kelompok. Masing-masing siswa akan
menyumbangkan pemikiran dan idenya
pada masalah yang dibahas. Keaktifan
masing-masing siswa dalam berinteraksi
akan bergantung pada pimpinan diskusi.

ISSN 97720854980125

Interaksi belajar-mengajar adalah


hubungan timbal balik antara pengajar dan
siswa dalam satu sistem pengajaran. Interaksi juga dapat terjadi antarsiswa dengan
siswa.
Menurut Suryosubroto (2000:157)
interaksi di kelas terjadi bila ada sejumlah
komponen, seperti: tujuan instruksional,
bahan ajar/materi, guru, siswa, situasi,
metode, dan alat dalam interaksi dan
evaluasi.
Tujuan instruksional adalah tujuan
yang pertama kali dirumuskan, sebab tanpa

Dalam penelitian akan dilihat interaksi siswa pada diskusi kelompok yang berlangsung. Bagaimana interaksi antarsiswa
dalam kelompok tersebut berlangsung?
Apakah dalam interaksi antarsiswa tersebut merupakan kegiatan berbagai ide dan
pengetahuan dalam bidang tata bahasa, kosakata, pragmatik, dan sebagainya?

adanya tujuan, proses interaksi tidak dapat


ditentukan arahnya. Bahan ditentukan
setelah merumuskan tujuan. Bahan ajar
dipilih disesuaikan dengan tujuan, dengan
kondisi peserta didik (usia, keadaan sosial,
motivasi, dan sebagainya). Guru berperan
sebagai motivator, pembimbing, penyampai
ilmu. Siswa merupakan subjek didik yang

Apakah diskusi kelompok tersebut


merupakan kegiatan kompetisi antarmereka?

harus berperan aktif dalam proses belajarmengajar. Situasi berhubungan dengan


kondisi sekolah, ruang kelas, dan lingkungan
sekolah. Evaluasi diperlukan untuk melihat
seberapa jauh siswa menyerap pelajaran
dalam mencapai tujuan yang dirumuskan.

Identifikasi masalah dalam penelitian


ini adalah bagaimanakah interaksi antarsiswa yang berlangsung dalam kelompok
mereka? Apakah semua anggota berpartisipasi aktif dalam diskusi? Interaksi yang terjadi dalam diskusi kelompok tersebut merupakan kegiatan berbagai ide dan informasi
atau merupakan kegiatan kompetisi.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, berikut ini akan
dipaparkan pengertian tentang interaksi
secara umum dan interaksi antarsiswa.
2

Sebagai seorang pengajar, guru harus


memiliki sepuluh kemampuan dasar, yang
salah satunya adalah mengelola interaksi
belajar mengajar. Dalam mengelola interaksi
belajar mengajar, guru dapat menggunakan
berbagai strategi mengajar. Strategi yang
paling banyak melibatkan interaksi siswa
adalah diskusi kelompok
Di Prancis, kelas-kelas untuk belajar
bahasa terdiri atas 20 sampai 25 siswa, yang

SRI HARINI EKOWATI: INTERAKSI ANTARSISWA DI KELAS RECEPTION ECRITE


(KETERAMPILAN MEMBACA TEKS) PADA MAHASISWA SEMESTER 4
JURUSAN BAHASA PRANCIS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

dalam pelaksanaan pembelajaran dibagi


dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri atas 3-5 siswa. Dengan kelompokkelompok kecil tersebut, guru berganti
posisi, bukan lagi sebagai penguasa di kelas,
tetapi sebagai animator (animateur). Siswa
diajak untuk memecahkan masalah melalui
diskusi kelompok yang pada gilirannya
menjadikan siswa aktif dan sekaligus
menjadi subjek dalam pembelajaran
(Tagliante, 2006:28).
Sebagai animator dalam diskusi
kelompok, tugas guru adalah berpartisipasi
pada kelompok-kelompok yang dibentuk,
memonitor tiap-tiapkelompok, menjelaskan
kembali tugas-tugas kelompok, memotivasi
siswa, dan memberi penghargaan. Dalam
strategi diskusi kelompok ini, siswa memiliki
kebebasan berekspresi, yang kadang-kadang
menimbulkan kegaduhan di kelas. Hal ini
yang sering menjadi kekhawatiran guru.
Kekhawatiran tersebut meliputi 3 tipe, yaitu,
organisasi materi, problem pedagogis, dan
problema siswa (Tagliante, 2008: 28).
Hal-hal yang berhubungan dengan
organisasi materi adalah kelas yang terlalu
kecil/besar, akustik yang kurang baik,
sehingga mengganggu kelas sebelah, meja
dan kursi yang tidak dapat dipindahkan,
waktu yang hilang kira-kira 10 menit
dalam penataan kelompok. Adapun
yang berhubungan dengan problema
pedagogis adalah siswa yang terlalu banyak,
sehingga guru tidak dapat memonitor
masing-masing kelompok secara optimal,
yang mengakibatkan guru tidak dapat
mengoreksi semua kesalahan yang dibuat
siswa.

Kekhawatiran yang berhubungan


dengan siswa, misalnya, ada beberapa
siswa yang pasif atau berbicara topik lain
dalam bahasa ibu (<< Ds que Jai le dos
tourn, lls parlent en langue maternelle).
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, apa yang
harus dilakukan guru? Berikut ini akan
dipaparkan pendapat Tagliante (2006: 291)
bagaimana mengorganisasi aktivitas belajar
mengajar dengan diskusi kelompok.
Tagliante mengemukakan bahwa yang
paling esensial adalah tujuan dari diskusi
kelompok. Tujuan harus jelas, sehingga guru
harus menjelaskan lebih dulu apa tujuan
yang hendak dicapai. Yang kedua adalah
petunjuk, yaitu bagaimana pelaksanaannya.
Guru harus memberitahukan kelompok
dengan jelas dan tegas serta memberi waktu
yang sudah ditentukan. Membimbing/
mengajar dengan diskusi kelompok
sebenarnya adalah memperkenalkan siswa
akan perbedaan pendapat, strategi berpikir,
dan sifat-sifat teman sekelompoknya
melalui interaksi antarmereka. Berikut ini
pemaparan tentang interaksi antarsiswa.
Interaksi antarsiswa dapat berjalan
dengan baik apabila terdapat kerja sama
antarmereka
dalam
menyampaikan
informasi yang berupa ide, pemikiran, dan
pendapat. Seperti halnya dalam komunikasi,
interaksi antarsiswa mengandung unsurunsur sebagai berikut: ada penyampai
pesan (sender), ada pesan (message), dan
penerima pesan (receiver).
Pesan dalam diskusi kelompok adalah
teks yang dibahas oleh siswa. Penyampai
pesan adalah siswa dalam kelompok
tersebut yang memulai diskusi, sedangkan
3

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

siswa lain bertindak sebagai penerima


pesan yang dapat memberikan reaksi
berupa persetujuan, penolakan, atau usulan
pemikiran lain.
Pembelajaran yang menekankan pada
keaktifan siswa dalam berinteraksi dengan
siswa lain akan meningkatkan kecakapan
siswa dalam memecahkan masalah. Apabila
mereka berhasil menemukan jawaban atas
permasalahan dengan cara berinteraksi dan
berdiskusi, pengetahuan (jawaban) yang
didapat tersebut akan lebih bermakna bagi
mereka.
Mata kuliah Keterampilan Membaca
Teks di Jurusan Bahasa Prancis Universitas
Negeri Jakarta mempunyai bobot 3 SKS.
Buku yang digunakan adalah Taxi II,
karangan Guy Capelle dan Robert Menand
yang diterbitkan oleh Hachette Paris.
Dalam buku tersebut, terdapat bahan
ajar untuk mata kuliah keterampilan
membaca yang berupa teks (dokumen)
autentik dan teks buatan. Untuk memahami
teks yang ada, terutama teks autentik,
diperlukan
pengetahuan
gramatikal,
leksikal dan pragmatik. Tentunya, itu bukan
sesuatu yang mudah bagi pembelajar
pemula. Oleh karena itu, diskusi kelompok
dibutuhkan untuk memecahkan persoalan
tersebut.
Interaksi yang terjadi antarsiswa pada
diskusi kelompok tentu lebih bermakna
karena berlangsung antarteman, yang
berarti kedudukan mereka sejajar. Hal
tersebut berbeda saat siswa berinteraksi
dengan pengajar yang kedudukannya
tidak sejajar; ada perasaan segan, hormat,
4

ISSN 97720854980125

bahkan mungkin takut. Menurut Adams


dalam interaksi antarsiswa, siswa-siswa
tersebut menerima input yang baik,
mendapat kesempatan untuk bernegosiasi
tentang makna sebuah makna/kata, serta
berkesempatan untuk menemukan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
(Rebecca Adams dalam Alison Mackey,
2007: 29)
Pada interaksi antarsiswa (learnerlearner interactions), siswa dapat menerima
umpan balik dan memberikan respons
kepada siswa lain (Adams: 30). Dalam
pembelajaran keterampilan membaca
teks, setelah siswa dibagi dalam diskusi
kelompok, tentu mereka harus berdiskusi
dan berinteraksi untuk memecahkan
masalah. Solusi akan didapat lewat interaksi
antarmereka.
Agar siswa saling berinteraksi maka
dalam memilih teks, pengajar harus
mempertimbangkan hal-hal seperti teks
sebaiknya berisi masalah-masalah yang
memerlukan solusi yang bervariasi agar
para siswa dapat memberikan beberapa
solusi. Biasanya, persoalan-persoalan yang
kontradiktif, yang memerlukan banyak
argumen, dapat memicu siswa untuk
beradu pendapat dan berinteraksi. Hal yang
sangat penting dalam pembelajaran dengan
strategi diskusi kelompok adalah petunjuk
yang jelas sebelum diskusi dimulai.
Melalui interaksi antarsiswa, menurut
Cambra Gin, para siswa tidak hanya
mengekspresikan diri untuk memberikan
idenya, tetapi juga bernegosiasi dengan
teman karena bahasa dapat dikuasai melalui

SRI HARINI EKOWATI: INTERAKSI ANTARSISWA DI KELAS RECEPTION ECRITE


(KETERAMPILAN MEMBACA TEKS) PADA MAHASISWA SEMESTER 4
JURUSAN BAHASA PRANCIS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

praktik, yang salah satu caranya adalah


negosiasi antarteman, menambahkan ide/
pemikiran teman, tidak setuju dengan
pendapat teman, dan sebagainya (Gin,
2003: 69). Dengan demikian, interaksi
antarsiswa banyak memberikan sumbangan
dalam pembelajaran bahasa.
Berdasakan hasil penelitian Bruce
dalam bidang matematika di Toronto
(Ontario Association of Dean, 2007),
interaksi di kelas matematika dalam kerja
kelompok adalah untuk berkompetisi.
Siswa dalam kelompok tersebut berdiskusi,
tetapi tujuannya ternyata untuk keperluan
individu, bukan atas nama kelompok,
sehingga interaksi dalam kelompok pada
kelas matematika tersebut akhirnya menjadi
sebuah kompetisi antarindividu. Hasil
penelitian tersebut memberi ide penulis
untuk meneliti interaksi dalam bidang
bahasa. Apakah yang dilakukan siswa di
kelas matematika tersebut sama dengan
yang dilakukan siswa di kelas bahasa?
METODE
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah
24 mahasiswa Jurusan Bahasa Prancis,
semester empat pada Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Jakarta. Mereka
adalah mahasiswa yang sedang mengambil
mata kuliah Reception Ecrite 4.
Desain
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
yang dilakukan di kelas Keterampilan
Membaca Teks 4. Untuk melihat interaksi
siswa, kelas dibagi dalam kelompok-

kelompok yang terdiri atas 3 orang.


Dengan bekerja kelompok, siswa dapat
berdiskusi dan berinteraksi dengan baik.
Setiap kelompok diberi satu teks dan harus
membuat resume atau ringkasan dari teks
yang dibahas, kemudian mendiskusikannya
dengan kelompok-kelompok lain. Teks
yang diberikan adalah Revue de Press (Taxi
2, halaman 90). Selama mereka berdiskusi
dalam kelompok, peneliti mengamati
jalannya diskusi, mencatat, dan merekam
beberapa waktu.
Teknik Analisis Data
Data yang berupa rekaman percakapan
dan transkripsinya serta catatan observasi
dianalisis dengan menggunakan teori
pragmatik, yaitu analisis percakapan
(analyse conversationnelle) dan untuk
memahami maknanya digunakan teori
tindak tutur (Traverso, 2009: 9)
Analisis
Setelah melakukan observasi, mencatat,
dan mentranskripsikan langkah berikutnya
adalah menganalisis. Dari catatan dan
transkripsi yang didapat, kebanyakan dari
mereka dalam berdiskusi adalah bekerja
sama berbagi ide dan pikiran untuk
memahami teks yang diberikan agar
kelompoknya dapat menjelaskan kepada
kelompok lain dengan baik. Berikut ini
beberapa contoh:
Kelompok 1 membahas Revue de
Presse dengan judul Alsace. Kelompok ini
menemukan bagaimana posisi wartawan
pada koran tersebut, pro, kontra, atau netral.
Mereka terdiri atas Zahra (Z), Sarai (S), dan
Nadia (N).
5

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Z: Quest-ce que tu penses? Il est contre?


S: Oui, eh... Non. Il est oui... eh ... pour
N: Cest vrai? Neutre?
Z: Non, il est pour. Regardes la phrase...
Ie gouvernement sont rendues indispensable par notre comportement tous
S: alors, il est pour
N: Oui, il est pour.
Dari interaksi antarmereka dalam
diskusi tersebut, mereka saling membantu
untuk menemukan jawaban dan bernegosiasi makna dari kalimat atau kata yang ada
di dalam teks.
Contoh lain adalah kelompok 3 yang
terdiri dari Syamsul (S), Karen (K), dan
Ruddi (R). Kelompok ini harus menemukan
jawaban atas pertanyaan: Siapakah Francis
6

ISSN 97720854980125

Laffon, Pierre Taribo, Dominique Delajet


dan Bernard Le Solleu? Dari diskusi yang
mereka lakukan, berikut ini sebagian dari
diskusi tersebut.
S : Qui est-ce Francis Laffon ?
K : Cest un homme qui crit larticle
R : Lecture
K : Oui... non ... lecteur. Oui lecteur
S : Non, non, cest journaliste
Parce quill travaille dans son journal...
R : Ah, oui, un journaliste
Interaksi antarsiswa yang terjadi pada
kelompok ini juga bersifat kooperatif, saling
membantu untuk menemukan jawaban.
Kelompok berikutnya terdiri atas
Novita (V), Nur Anisyah (NA) dan Grace
(G), mereka diminta untuk menjawab

SRI HARINI EKOWATI: INTERAKSI ANTARSISWA DI KELAS RECEPTION ECRITE


(KETERAMPILAN MEMBACA TEKS) PADA MAHASISWA SEMESTER 4
JURUSAN BAHASA PRANCIS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

pertanyaan: Relevez lobjectif des mesures


prises par le gouvernement?

sont journalists de ces revues. Francis Laffon


de LAlsace est pour le gouvernement....

V : Quest-ce que vous pensez?


G : Le gouvernement va aider la societ
NA : Oui, daccord, mais pas aider
seulement
V : Je suis daccord, aussi.
Il va augmenter
0u baisser la scurit routire..
G : pas baisser alors ... mais augmenter
NA : oui, oui...
G : Il augmente la scurit routire
Mais lobjectif..

Presentasi ini disanggah dan dilengkapi


kelompok lain, yaitu Ani, yang mengatakan;
madame lindisipline est comme une qualit,
comment madame? Kemudian ditanggapi
oleh kelompok lain; oui, ce nest pas blen,
lindicipline cest negatif.

Interaksi dalam diskusi kelompok ini


bekerja sama untuk menemukan jawaban.
Dari analisis tersebut, ternyata interaksi
antarsiswa dalam kelompok bertujuan
untuk mendapatkan solusi/jawaban atas
pertanyaan yang diajukan dan bersifat kerja
sama, dengan cara bernegosiasi tentang
makna kata, seperti augmenter ou baisser?
Alors, regardes la phrase ... Bernegosiasi
bentuk contohnya dalam kalimat lecture ...
non lecteur, il est journaliste, il travaille dans
un journal.
Dalam diskusi antarkelompok, tugas
masing-masing kelompok adalah membuat
rangkuman atas isi teks yang dibaca,
yaitu teks Revue de Press. Dalam interaksi
antarkelompok, masing-masing kelompok
ingin menonjolkan diri dan menjadi
yang terbaik, sehingga mereka saling
berkompetisi. Berikut ini contoh diskusi
antarkelompok, yakni kelompok 4, yang
terdiri dari Prima (P), Conden (C), dan
Prissa (Pr).
P menyampaikan hasil diskusinya:
Ce texte contient 4 article qui raconte des
inscurits routires en France. Les 4 personnes

Sebagai moderator, guru (peneliti)


kemudian melempar pertanyaan kepada
seluruh siswa: Alors donnez des explications?
Kemudian, beberapa siswa menanggapi
pertanyaan tersebut. Demikian perbedaan
yang terjadi dalam interaksi antarsiswa dan
antarkelompok.
HASIL PENELITIAN
Dari analisis yang sudah dilakukan,
hasil penelitiannya adalah bahwa dalam
interaksi antarsiswa pada kelompok diskusi,
para peserta berinteraksi satu sama lain
untuk menyumbangkan ide, menyetujui
atau menolak ide yang diberikan temannya
dan mengusulkan pendapat lain, serta
berbagai pemahaman tentang makna yang
terkandung dalam teks. Bila ada anggota
kelompok yang ragu-ragu terhadap makna
sebuah kata, teman-temannya membantu
menjelaskan makna kata tersebut. Interaksi
siswa dalam kelompok secara garis besar
berjalan dengan baik dan mereka saling
membantu.
Hal yang dapat diambil dari diskusi
kelompok ini adalah para siswa aktif dan
berani berargumentasi, sehingga mereka
mendapatkan banyak keuntungan dari
diskusi kelompok. Walaupun diskusi
7

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

kelompok ini memiliki sisi positif, pengajar


dalam pelaksanaannya harus mengawasi
jalannya diskusi supaya semua dapat
berpartisipasi, sebab kalau tidak maka
diskusi hanya didominasi oleh siswa pandai
dan siswa aktif saja.
Untuk diskusi antarkelompok, hasil
yang didapat adalah bahwa mereka
ingin
mendapatkan
yang
terbaik
bagi kelompoknya, sehingga mereka
berkompetisi agar kelompoknya menjadi
yang terbaik. Untuk mewujudkannya,
masing-masing kelompok merahasiakan
hasil diskusi mereka. Ketika diminta untuk
menjelaskan resume yang dibuat, mereka
baru membahasnya. Berikut ini tabel
interaksi antarsiswa.

Nama
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

ISSN 97720854980125

bentuk aktivitas dalam berinteraksi adalah


bekerja sama untuk menemukan solusi.
Sementara itu, kegiatan dalam interaksi
antarkelompok agak sedikit berbeda, yaitu
antarkelompok saling berkompetisi karena
bagi kelompok yang dapat membuat resume
dengan baik, tentunya akan mendapatkan
kepuasan dan penghargaan dari kelompok
lain dan dari guru.

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini adalah interaksi antarsiswa yang terjadi pada pembelajaran dengan strategi diskusi kelompok
memberikan banyak kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi: memberi masukan, saran, ide tenTabel Interaksi Antarsiswa
tang teks yang dibahas,
Aktivitas dalam
Bentuk aktivitas
bekerja sama antarsiswa
interaksi antarsiswa
Negosiasi Negosiasi Kerja Kompetisi dan menemukan makna/
isi teks dan bekerja sama
makna
bentuk
sama

dalam membuat resume.

Untuk memahami
makna teks, mereka
saling berdiskusi dan
Kelompok 5

bernegosiasi,
apakah
Kelompok 6

makna yang disampaikan


Kelompok 7

siswa dengan siswa lain


Kelompok 8

sama atau berbeda.


Dalam pembuatan resume mereka
Dari tabel tersebut, semua siswa
berdiskusi tentang bentuk bahasa yang
dalam berinteraksi kelompok bertujuan
digunakan seperti penggunaan adjektif,
memahami makna melalui teks yang
konjugasi, penggunaan kata.
dibaca. Negosiasi bentuk (form) terjadi
Pada diskusi antarkelompok, mereka
ketika mereka harus mempersiapkan
resume secara kelompok untuk kemudian berkompetisi untuk membuat resume
dipresentasikan di depan kelas. Adapun yang terbaik. Mereka tidak bekerja sama
8

SRI HARINI EKOWATI: INTERAKSI ANTARSISWA DI KELAS RECEPTION ECRITE


(KETERAMPILAN MEMBACA TEKS) PADA MAHASISWA SEMESTER 4
JURUSAN BAHASA PRANCIS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

antarkelompok, tetapi bekerja berdasarkan


kelompok dan bertahan dengan resumenya
masing-masing agar dapat menjadi
kelompok dengan resume terbaik.
Saran
Oleh karena interaksi antarsiswa
memberikan banyak keuntungan dan
kebaikan pada siswa maka disarankan, guru
dalam mengajar menggunakan strategi

pembelajaran dengan kerja kelompok.


Agar strategi ini berjalan dengan baik, guru
harus memberikan petunjuk dan ramburambu yang jelas dalam bekerja kelompok,
membagi kelompok dengan komposisi yang
baik, siswa pandai bekerja dengan siswa
yang kurang pandai, dan sebaliknya. Selain
itu, pemilihan bahan ajar harus sesuai, serta
penentuan waktu pun harus tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, Rebecca dalam Alison Mackey (Ed). 2007. Do Second Language Learners
Benefit from Interacting With Each 0ther? Oxford: Oxford University Press.
Bruce, Catherine D. Interaction entre lves dans un cours de mathmatiques: competition
ou changes dide ? Ontario: Scretariat de la litratie of Deans of Education.
Gin, Margarida Camra. 2003. Une Approche Ethnographique de la Classe de Langue.
France: Clerc S.A.
Tagliante, Christine.2006. La Classe de Langue Paris : Cl International.
Traverso Vronique. 2009. Lanlyse des conversations. Barcelone:Armand Colin
Suryosubroto. 2005. Tata Laksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK


PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII
N. Lia Marliana - nliamarliana@ unj.ac.id
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
Artikel diterima 19/04/2011 direvisi 23/04/2011

ABSTRACT
This study aims at finding the impact of the use of Happy-game Graphic model with a
contextual approach to improve students ability in drawing a graph in Indonesian subject
at class VII. This research used experimental methods, on 5 seventh-grade students as
an experiment classroom that is provided treatment in the form of Happy-game Graphic
model with a contextual approach, and class VII-6 as a control class in learning how to
make graphs using conventional methods. From the results of hypothesis testing, it was
obtained that the result of t count was higher than t table, namely t count = 5.65, and t
table = 1.70. Thus, the hypothesis of the impact of Happy Game Graphic model with
contextual approach to the students ability to draw a graph was proved. In other words,
the use of Happy-game Graphic model with contextual approach gives a positive impact on
students ability to draw a graph. With this model, students get a different atmosphere, both
in terms of learning environment that becomes more enjoyable, and in an atmosphere of
competition which motivate them to be involved actively and earnestly, both in groups and
individually. In addition, Happy-game Graphic model with contextual approach can also
increase students understanding related to making graphics, by finding some data to look
for, put them in a picture graph, and describe the graph based on the imaged data. Through
these activities, students will easily understand that the meaning of learning is in its progress.
Keywords: Happy-game Graphic model, contextual approach, ability to draw a graph.

PENDAHULUAN
Pelbagai strategi pembelajaran yang
terbungkus dalam model pembelajaran
telah banyak diciptakan para teknolog
untuk para pengguna di lapangan, dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
10

Namun, jarang sekali model-model


pembelajaran tersebut menawarkan suatu
inovasi dalam pembelajaran dimulai
dari kegiatan membuka sampai kegiatan
penutup pembelajaran. Permasalahannya
ialah kegiatan membuka pembelajaran

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

masih sangat kaku dan tradisional,


misalnya dengan mengabsen siswa lalu
membacakan tujuan pembelajaran, sudah
tidak lagi mampu membangun motivasi
belajar siswa pada awal pembelajaran.
Belum lagi, kegiatan inti pembelajaran yang
monoton dan berpusat pada guru. Hal ini
juga tecermin pada akhir pembelajaran
yng masih didominasi guru, seperti
menyimpulkan materi pelajaran oleh guru.
Model berikut ini memberikan alternatif
bagi guru dari mengawali pembelajaran
sampai mengakhiri pembelajaran dengan
berbasis pendekatan kontekstual. Model
ini ditujukan khususnya bagi para calon
guru di UNJ, yang masih berkomitmen
menghasilkan tenaga pengajar/pendidik
untuk mengaplikasikannya di sekolah
dasar dan menengah, serta bagi guru pada
umumnya. Jika model ini diaplikasikan
di dalam kelas, diharapkan mampu
membantu para calon guru mencapai
kompetensi siswa sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar
pembelajaran sebagaimana termuat dalam
rencana pembelajaran secara inspiratif,
interaktif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi siswa untuk memulai kegiatan
pembelajaran (PP No.19 Tahun 2005, Pasal
19 Ayat 1).
Namun, pada umumnya, terdapat
model-model pembelajaran yang tidak
selalu sesuai dan berhasil diaplikasikan oleh
para guru di dalam kelas. Ketidakberhasilan
ini dapat disebabkan oleh pelbagai faktor.
Salah satunya ialah kesulitan guru ketika

mengaplikasikannya. Model berikut ini


memberikan kemudahan bagi guru dalam
mengaplikasikan pendekatan kontekstual
ke dalam kelas.
Penelitian ini memilih pembelajaran
membuat grafik sebagai salah satu
kompetensi dasar di dalam KTSP SMP
kelas VII semester 2, yang menyatakan
bahwa siswa mampu mengubah sajian
grafik, tabel, atau bagan menjadi uraian
melalui kegiatan membaca memindai
(KTSP, SMP/MTs, 2007). Hal ini berangkat
dari permasalahan adanya kesulitan guru
dalam mengajarkan materi grafik kepada
siswa secara menyenangkan dan tanpa
guru harus berceramah, serta tanpa guru
harus terpaku pada data grafik/bagan/tabel
yang termuat di dalam buku teks. Siswa pun
merasa jenuh apabila sudah berhadapan
dengan angka-angka pada grafik, tabel, atau
bagan seperti pada pelajaran Matematika.
Materi grafik dianggap sebagai materi
yang tidak menarik oleh siswa dan guru.
Hal ini berdasarkan wawancara yang
dilakukan terhadap para guru SMP yang
sedang melaksanakan Pendidikan Latihan
Profesi Guru (2009-2010). Oleh sebab itu,
penelitian ini akan memberikan alternatif
solusi model membelajarkan materi grafik
dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
di kelas VII SMP dengan menggunakan
pendekatan kontekstual, yang dalam
penelitian ini disebut sebagai Graphichappy game Model atau Model Permainan
Grafik yang Menyenangkan.

11

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

KAJIAN TEORI
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual (Contexual
Teaching and Learning/CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya
dan menerapkannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Depdiknas,2003:1). Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diasumsikan
dapat lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran
berlangsung
alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru kepada siswa. Pembelajaran
kontekstual ini melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif, yakni:
konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiry),
masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection),
dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment) (Depdiknas, 2003:5).
Pada hakikatnya, pembelajaran berbasis CTL memiliki karakteristik sebagai
berikut, 1) kerja sama, 2) saling menunjang,
3)menyenangkan dan tidak membosankan,
4) belajar dengan bergairah, 5) pembelajaran
terintegrasi, 6) menggunakan berbagai
sumber, 7) siswa aktif , 8) sharing dengan
teman, 9) siswa kritis, guru kreatif, 10)
dinding kelas dan lorong-lorong penuh
dengan hasil karya siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor, dan lain-lain, serta
12

ISSN 97720854980125

11) laporan kepada orang tua bukan hanya


rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan
hasil praktikum, karangan siswa, dan lainlain (Depdiknas, 2003:20). Oleh karena
strategi pembelajaran dengan CTL ini
berasosiasi pada delapan pembelajaran di
atas, sangat jelas terdapat perbedaan yang
mendasar antara pendekatan kontekstual
dan pendekatan tradisional yang telah
lazim diterapkan guru.
Berikut ini merupakan ciri-ciri
pembelajaran berbasis CTL:
1) Konteks. Guru menghubungkan pelajaran dengan konteks pengalaman hidup
2) Pengalaman. Guru memberikan pendedahan, penemuan, dan penciptaan
kepada siswa
3) Aplikasi. Guru menyalurkan sesuatu
pembelajaran kepada siswa dan siswa
boleh menggunakan informasi yang ada
untuk menyelesaikan masalaha yang
mungkin dihadapi dalam dunia kerja
kelak
4) Bekerja sama. Guru memainkan tugas
penting dalam mewujudkan sikap bekerja sama yang baik dalam pembelajaran
dan menjadikan PBM lebih aktif dengan
pelbagai aktivitas yang melibatkan siswa
5) Pemindahan. Guru menyalurkan pengetahuan siswa melalui metode-metode
yang terdapat dalam pendekatan pembelajaran secara kontekstual (Hull D. 1997
dalam Sumarni 2009).
Berdasarkan ciri-ciri pendekatan
kontekstual di atas, dapat disimpulkan
bahwa peran guru memang hanya sebagai
fasilitator atau mediator bagi siswa di dalam
kelas.

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

Model Graphic-happy game


Model Graphic-happy game merupakan
model pembelajaran membuat grafik
dengan melibatkan siswa secara aktif
sebagai data dalam pembuatan grafik secara
berkelompok, dalam bentuk permainan
yang menyenangkan siswa. Model ini
terbagi atas tiga bagian, yaitu kegiatan
pembuka, kegiatan inti pembelajaran, dan
kegiatan mengakhiri pembelajaran.
Kegiatan Awal Pembelajaran
Langkah-langkah prosedural dalam
kegiatan membuka pembelajaran (pendahuluan):
1. Guru menggunakan teknik bernyanyi
pada awal pembelajaran dengan langkahlangkah berikut: 1) Guru menunjukkan
teks sebuah lagu melalui OHP, layar LCD,
atau chart. 2) Guru meminta seorang siswa
ke depan untuk memimpin menyanyikan
lagu tersebut. 3) Guru bersama-sama siswa
menyanyikan lagu tersebut (siswa diminta
berdiri sambil bertepuk tangan). 4) Guru
meminta siswa mencermati syair lagu
tersebut. 5) Sementara siswa bernyanyi,
guru menggambar grafik di papan tulis
dengan angka-angka yang dinyanyikan
siswa. 6) Selesai bernyanyi, guru selesai pula
menggambar grafik dan bagan di papan
tulis dengan data angka dari syair lagu yang
dinyanyikan tadi.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3. Guru membentuk kelas menjadi
beberapa kelompok dengan membagikan
kartu-kartu dengan empat warna berbeda.
Siswa yang mendapatkan kartu berwarna

sama akan membentuk satu kelompok.


4. Kelompok yang paling cepat terbentuk
akan mendapat bonus tanda bintang
bernilai poin 10.
Kegiatan Inti Pembelajaran
1) Dalam kelompok, siswa berbaris berbanjar.
2) Siswa berbaris dari siswa yang paling
tinggi ke yang paling pendek.
3) Kelompok tercepat akan mendapat bonus
tanda bintang bernilai poin 10.
4) Siswa yang paling tinggi, kemudian
mencatat nama-nama siswa sesuai
urutan tinggi badan.
5) Siswa kembali berbaris dari yang paling
gemuk sampai ke yang paling kurus.
6) Kelompok tercepat akan mendapat bonus tanda bintang bernilai poin 10.
7) Siswa yang paling gemuk akan mencatat
nama-nama siswa sesuai dengan urutan
berart badan.
8) Siswa kembali berbaris dari yang paling
tua sampai ke yang paling muda ditentukan dari tanggal lahir atau bulan lahir
(Januari-Desember).
9) Kelompok tercepat akan mendapat bonus tanda bintang bernilai poin 10.
10) Siswa yang paling tua akan mencatat
nama-nama siswa sesuai dengan urutan
tanggal lahir.
11) Guru menyampaikan rubrik penilaian
kerja kelompok dalam membuat grafik,
bagan, dan tabel.
12) Berdasarkan data tinggi badan, berat
badan, dan tanggal lahir siswa, lalu
kelompok akan membuat grafik, bagan,
dan tabel di atas kertas karton manila.
13

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

13) Kelompok tercepat akan mendapat bonus tanda bintang bernilai poin 10.
14) Semua kelompok akan menempelkan
hasil pekerjaaannya di papan tempel
yang telah disediakan guru.
15) Setiap kelompok kemudian maju untuk
membaca secara intensif grafik di papan
lalu mengubahnya menjadi uraian.
16) Kelompok 1 maju dinilai oleh kelompok
2, kelompok 2 maju dinilai oleh
kelompok 3, kelompok 3 maju dinilai
oleh kelompok 4, kelompok 4 maju
dinilai oleh kelompok 1 berdasarkan
rubrik penilaian.
17) Kelompok dengan nilai tertinggi dan
memperoleh tanda bintang lebih
banyak, akan mendapat penghargaan
dari guru berupa voucher meminjam
buku di perpustakaan lebih banyak dan
lebih lama dari yang seharusnya.

ISSN 97720854980125

optimal, tetap diperlukan dukungan sarana


dan prasarana. Ketersediaan ruang kelas
yang sehat, aman, nyaman, dan kondusif,
dapat
memungkinkan
ketercapaian
tujuan pembelajaran dan secara tidak
langsung menciptakan suasana belajar
yang baik. Selain ruang kelas, model ini
memerlukan pelbagai media yang variatif
yang sangat murah, seperti kertas manila
berwarna-warni, kartu-kartu bernomor
(dari kalender bekas), gunting, lem (double
tape), papan tempel, dan papan tulis. Model
ini sangat memerlukan kreativitas guru
dalam merencanakan dan menyiapkan
pembelajaran yang mampu membangun
motivasi siswa selama PBM.

1) Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran hari itu, apakah siswa sudah
mengerti atau belum, dan apakah pembelajaran dirasakan menyenangkan bagi
siswa atau tidak.
2) Siswa menyimpulkan pembelajaran.
3) Siswa mendapat tugas membaca untuk
pertemuan berikutnya.

Model pembelajaran Graphic-happy


game ini dapat diaplikasikan pada siswa
dalam pelbagai karakteristik (siswa
heterogen). Model ini pun dapat diterapkan
pada semua mata pelajaran di sekolah
menengah. Aplikasi model ini secara tuntas
hanya memakan waktu 1x tatap muka (2jam
pelajaran/90-100 menit). Model ini menjadi
alternatif para guru dan calon guru dalam
membelajarkan grafik dengan cara yang
mudah memotivasi, dan menyenangkan,
serta melibatkan siswa secara aktif sebagai
data grafik tersebut.

Dukungan Sistem

METODE PENELITIAN

Model pembelajaran Graphic-happy


game ini dapat dilaksanakan oleh sekolah
yang memiliki keterbatasan penyediaan
fasilitas, sarana dan prasarana belajar, serta
keterbatasan dana. Namun, agar model
ini dapat terlaksana dengan baik dan

Penelitian ini bertujuan untuk


mengetahui pengaruh penggunaan model
Graphic-happy game dengan pendekatan
kontekstual
terhadap
kemampuan
membuat grafik pada pelajaran Bahasa
Indonesia siswa kelas VII. Penelitian

Kegiatan Akhir Pembelajaran

14

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

ini menggunakan metode eksperimen.


Pada siswa kelas VII-5 dijadikan sebagai
eksperimen yang diberikan perlakuan
berupa model graphic-happy game dengan
pendekatan kontekstual. Selanjutnya, hasil
pembelajaran kelas eksperimen tersebut
dibandingkan dengan kelas VII-6 sebagai
kelas kontrol yang dalam pembelajaran
membuat grafik menggunakan metode
konvensional, yaitu ceramah oleh guru.
Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas VII SMPN 92 Jakarta Timur.
Kemudian, diambil dua kelas yang memiliki
jumlah siswa yang sama, yaitu, kelas VII-

5 dan VII-6 sebagai sampel penelitian.


Instrumen yang digunakan pada penelitian
ini adalah tes kemampuan membuat
grafik yang digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya pengaruh model
graphic-happy game dengan pendekatan
kontekstual dengan membandingkan hasil
uji kemampuan membuat grafik siswa
kelas VII-5 yang menggunakan model
graphic-happy game dengan pendekatan
kontekstual dan hasil uji membuat grafik
siswa kelas VII-6 dengan menggunakan
metode konvensional, yakni ceramah.

Tabel 3.1 Penilaian Kemampuan Membuat Grafik


dengan Model Graphic Happy Game dengan Pendekatan Kontekstual
Butir
Penilaian
Skor Keterangan
Penilaian
ketepatan
-sangat tepat
30
ketepatan dalam membuat
membuat
-tepat
20
grafik/tabel/bagan sesuai dengan
grafik/tabel/ -kurang tepat
10
bentuk grafik/tabel/bagan yang
bagan
-tidak tepat
0
benar
ketepatan
menuliskan
data dalam
grafik/tabel/
bagan

-sangat tepat
-tepat
-kurang tepat
-tidak tepat

25
20
10
0

ketepatan membuat grafik/tabel/


bagan berdasarkan data siswa

kesesuaian
uraian yang
dibacakan
berdasarkan
grafik/tabel/
bagan

-sangat sesuai
-sesuai
-kurang sesuai
-tidak sesuai

15
10
5
2

uraian grafik/tabel/bagan yang


dibacakan siswa sesuai dengan
data yang termuat di dalam
grafik/tabel/bagan tersebut

keaktifan

-sangat aktif
-aktif
-kurang aktif
-tidak aktif

10
8
6
4

Keaktifan siswa ditunjukkan


melalui kekerapan bertanya,
menanggapi, menjawab
pertanyaan, dan mengajukan
pertanyaan.

15

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

kesungguhan -sangat bersungguhsungguh


-bersungguh-sungguh
-kurang bersungguhsungguh
-tidak bersungguhsungguh
pemanfaatan -selesai sebelum
waktu
waktunya
-selesai tepat waktunya
- selesai melewati waktu
yang ditentukan

ISSN 97720854980125

10
8
6
4
10
8
6

Kesungguhan siswa dalam


menyelesaikan tugas
terlihat dari ketekunan,
ketelitian, kecermatan dalam
proses pembelajaran dan
memperlihatkan hasil yang
optimal.
Pemanfaatan waktu ditunjukkan
melalui kecepatan menyelesaikan
tugas. Apabila kelompok dapat
menyelesaikan tugasnya dengan
cepat sebelum waktu yang telah
ditetapkan guru, guru berhak
memberikan penghargaan
kepada siswa/kelompok tersebut
lebih daripada yang lain.

Rata-rata skor

100

Penelitian ini dilaksanakan untuk


mengujicobakan model Graphic-happy
game dengan Pendekatan Kontekstual pada
kelompok eksperimen. Penelitian dimulai
dengan memberikan prates, yaitu yang
dikenal sebagai one minute paper, yaitu tes
menuliskan deskripsi grafik pada kelompok
eksperimen dan kontrol. Adapun langkahlangkah selengkapnya disajikan pada tabel
berikut:

B. Kompetensi Dasar
11.3. Menemukan informasi secara cepat
dari tabel/diagram yang dibaca.

Aplikasi Model
Langkah-langkah Penelitian
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Topik: Garfik/Tabel/Bagan
Kelas/Semester: VII/Genap
Alokasi Waktu : 90 Menit
A. Standar Kompetensi
11. Memahami ragam wacana tulis
dengan membaca intensif dan membaca
memindai.
16

C. Indikator
3.1 Siswa mampu mengubah tabel, atau
bagan menjadi uraian melalui kegiatan
membaca memindai.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu membuat tabel/grafik/
bagan berdasarkan data.
2. Siswa mampu mengubah sajian tabel/
grafik/bagan menjadi uraian melalui
kegiatan membaca memindai.
E. Materi Pokok
Konsep tabel, grafik, atau bagan.
F. Skenario Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan (15 menit)
Tahap Situasional
Guru menggunakan teknik bernyanyi
pada awal pembelajaran dengan langkahlangkah berikut:

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

1) Guru menunjukkan teks sebuah lagu


melalui OHP, layar LCD, atau chart.
2) Guru meminta seorang siswa ke depan
untuk memimpin menyanyikan lagu
tersebut.
3) Guru bersama-sama siswa menyanyikan
lagu tersebut (siswa diminta berdiri sambil
bertepuk tangan).
4) Guru meminta siswa mencermati syair
lagu tersebut.
5) Sementara siswa bernyanyi, guru menggambar grafik di papan tulis dengan angkaangka yang dinyanyikan siswa.
6) Selesai bernyanyi, guru selesai pula
menggambar grafik dan bagan di papan
tulis dengan data angka dari syair lagu yang
dinyanyikan tadi.
7) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
8) Guru membentuk kelas menjadi
beberapa kelompok dengan membagikan
kartu-kartu dengan empat warna berbeda.
Siswa yang mendapatkan kartu berwarna
sama akan membentuk satu kelompok.
9) Kelompok yang paling cepat terbentuk
akan mendapat bonus tanda bintang
bernilai poin 10.
Kegiatan Inti Pembelajaran (75 menit)
Tahap Elaborasi
1) Dalam kelompok, siswa berbaris
berbanjar.
2) Siswa berbaris dari siswa yang paling
tinggi ke yang paling pendek.
3) Kelompok tercepat akan mendapat
bonus tanda bintang bernilai poin 10.
4) Siswa yang paling tinggi, kemudian
mencatat nama-nama siswa sesuai urutan
tinggi badan.

5) Siswa kembali berbaris dari yang paling


gemuk sampai ke yang paling kurus.
6) Kelompok tercepat akan mendapat bonus tanda bintang bernilai poin 10.
7) Siswa yang paling gemuk akan mencatat
nama-nama siswa sesuai dengan urutan
berat badan.
8) Siswa kembali berbaris dari yang paling
tua sampai ke yang paling muda ditentukan
dari tanggal lahir atau bulan lahir (JanuariDesember).
9) Kelompok tercepat akan mendapat
bonus tanda bintang bernilai poin 10.
10) Siswa yang paling tua akan mencatat
nama-nama siswa sesuai dengan urutan
tanggal lahir.
Tahap Eksplorasi
11) Guru menyampaikan rubrik penilaian
kerja kelompok dalam membuat grafik,
bagan dan tabel.
12) Berdasarkan data tinggi badan,
berat badan, dan tanggal lahir siswa, lalu
kelompok akan membuat grafik, bagan,
dan tabel di atas kertas karton manila.
13) Kelompok tercepat akan mendapat
bonus tanda bintang bernilai poin 10.
14) Semua kelompok akan menempelkan
hasil pekerjaaannya di papan tempel yang
telah disediakan guru.
Tahap Konfirmasi
15) Setiap kelompok kemudian maju untuk
membaca secara intensif grafik di papan
lalu mengubahnya menjadi uraian.
16) Kelompok 1 maju dinilai oleh kelompok
2, kelompok 2 maju dinilai oleh kelompok
3, kelompok 3 maju dinilai oleh kelompok
4, kelompok 4 maju dinilai oleh kelompok
17

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

1 berdasarkan rubrik penilaian. Lalu guru


akan mengonfirmasi ketepatan jawaban
setiap kelompok.
17) Kelompok dengan nilai tertinggi dan
memperoleh tanda bintang lebih banyak,
akan mendapat penghargaan dari guru
berupa voucher meminjam buku di
perpustakaan lebih banyak dan lebih lama
dari yang seharusnya.

Teks lagu Balonku atau Anak


Ayam Turun Sepuluh- dalam bentuk
transparansi dan fotokopian,
Tanda penghargaan: selama satu minggu
mendapat pinjaman lima buku dari
perpustakaan sekolah
Tanda bintang
Kertas warna-warni
Kartu-kartu

Kegiatan Akhir Pembelajaran (10 menit)


1) Guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran hari itu, apakah siswa
sudah mengerti atau belum, dan apakah
pembelajaran dirasakan menyenangkan
bagi siswa atau tidak.
2) Siswa menyimpulkan pembelajaran.
3) Siswa mendapat tugas membaca untuk
pertemuan berikutnya.

H. Penilaian
Penilaian proses dilaksanakan selama
pembelajaran berlangsung
kerja sama,
keaktifan,
kesungguhan,
waktu.
Penilaian hasil kerja kelompok dan individu
ketepatan membuat grafik/tabel/bagan
ketepatan menuliskan data dalam grafik/
tabel/bagan
kesesuaian uraian yang dibacakan
berdasarkan grafik/tabel/bagan

G. Media dan Sumber Pembelajaran


Empat papan tempel,
Lembar penilaian,
OHP/LCD
Rubrik Penilaian
Butir
Penilaian
Penilaian
ketepatan
-sangat tepat
membuat
-tepat
grafik/tabel/ -kurang tepat
bagan
-tidak tepat
ketepatan
menuliskan
data dalam
grafik/tabel/
bagan
kesesuaian
uraian yang
dibacakan
berdasarkan
grafik/tabel/
bagan
18

Skor Keterangan
30
20
10
0

ketepatan dalam membuat grafik/


tabel/bagan sesuai dengan bentuk
grafik/tabel/bagan yang benar

-sangat tepat
-tepat
-kurang tepat
-tidak tepat

25
20
10
0

ketepatan membuat grafik/tabel/


bagan berdasarkan data siswa

-sangat sesuai
-sesuai
-kurang sesuai
-tidak sesuai

15
10
5
2

uraian grafik/tabel/bagan yang


dibacakan siswa sesuai dengan
data yang termuat di dalam grafik/
tabel/bagan tersebut

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

keaktifan

-sangat aktif
-aktif
-kurang aktif
-tidak aktif

10
8
6
4

kesungguhan

-sangat bersungguhsungguh
-bersungguh-sungguh
-kurang bersungguhsungguh
-tidak bersungguhsungguh
-selesai sebelum
waktunya
-selesai tepat waktunya
- selesai melewati waktu
yang ditentukan

10

pemanfaatan
waktu

Sebelum dilakukan uji hipotesis


persyaratan yang diajukan, teknik analisis
yang akan digunakan harus dipenuhi
terlebih dahulu. Persyaratan itu adalah
dipenuhi adanya asumsi normalitas dan
homogenitas. Uji normalitas dilakukan
untuk memenuhi apakah sampel yang
diambil berdistribusi normal atau
tidak. Untuk itu, diperlukan uji dengan
menggunakan liliefors.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan deskripsi data, terlihat
adanya pengaruh penggunaan model
Graphic-Happy Game dengan pendekatan
kontekstual ini terhadap kemampuan
membuat grafik siswa. Hal ini dapat terlihat
dari rentang skor siswa sebelum dan
sesudah penggunaan model ini.

8
6
4
10
8
6

Keaktifan siswa ditunjukkan


melalui kekerapan bertanya,
menanggapi, menjawab
pertanyaan, dan mengajukan
pertanyaan.
Kesungguhan siswa dalam
menyelesaikan tugas terlihat dari
ketekunan, ketelitian, kecermatan
dalam proses pembelajaran
dan memperlihatkan hasil yang
optimal.
Pemanfaatan waktu ditunjukkan
melalui kecepatan menyelesaikan
tugas. Apabila kelompok dapat
menyelesaikan tugasnya dengan
cepat sebelum waktu yang telah
ditetapkan guru, guru berhak
memberikan penghargaan kepada
siswa/kelompok tersebut lebih
daripada yang lain.

Pada pretes yang diberikan skor


terendah diperoleh pada rentang 32-36, dan
didapat oleh 1 orang siswa, sedangkan pada
postes kelas eksperimen ini nilai terendah
berada pada rentang 70-74 dan dimiliki
sebanyak 3 orang. Terlihat terjadi selisih
yang begitu besar sebelum dan sesudah
dilakukannya model ini, yang mencapai
38 angka. Perbedaan skor yang cukup
jauh juga terlihat jika dibandingkan pada
kelas kontrol yang menggunakan metode
konvensional. Pada data nilai postes kelas
ini terlihat bahwa nilai terendah berada di
rentang 48-52, dan dimiliki oleh 6 orang
siswa.
Berdasarkan nilai rata-rata pretes dan
postes kelas eksperimen, terdapat selisih
yang cukup jauh. Nilai rata-rata pretes kelas
eksperimen mencapai nilai 52,4, sedangkan
pada postes nilai rata-rata melonjak
19

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

menjadi 84,7. Selisih nilai rata-rata ini


terpaut 32,7 angka. Untuk kelas kontrol,
nilai rata-rata pretes adalah 43, sedangkan
rata-rata postesnya mencapai 62,8.
Apabila dibandingkan antara pretes kelas
eksperimen dengan pretes kelas kontrol,
dan postes kelas eksperimen dengan kelas
kontrol maka pada pretes, selisih nilai yang
diperoleh adalah 9,4 angka dan untuk postes
adalah 21,9. Secara keseluruhan, nilai ratarata kelas eksperimen setelah melalui pretes
dan postes adalah 68,2, sedangkan pada
kelas kontrol adalah 52,8. Dengan melihat
rata-rata kelas ini maka kelas kontrol terpaut
15,4 angka dibanding kelas eksperimen.
Melihat data-data ini, dapat dikatakan
bahwa siswa kelas eksperimen lebih besar
mengalami kenaikan nilai dalam membuat
grafik dibandingkan kelas kontrol.
Dari hasil pengujian hipotesis, didapat
harga t hitung lebih besar dari t tabel, yakni

ISSN 97720854980125

suasana yang berbeda, baik dari segi suasana


belajar yang menjadi lebih menyenangkan,
maupun dalam suasana persaingan yang
sangat memotivasi siswa untuk aktif dan
sungguh-sungguh, baik dalam kelompok
maupun secara individu. Selain itu, model
Graphic-Happy Game dengan Pendekatan
Kontekstual ini juga dapat meningkatkan
pemahaman siswa terkait dengan membuat
grafik. Dengan menemukan sendiri data
yang dicari, menuangkannya dalam gambar
grafik, dan menjabarkan grafik tersebut
berdasarkan data gambar, siswa akan lebih
mudah memahami arti pembelajaran yang
sedang berlangsung.
Melihat dari hasil nilai yang
diperoleh setelah menggunakan model
ini, peningkatan nilai terlihat dalam
setiap aspek penilaian. Peningkatan yang
signifikan terlihat pada aspek ketepatan
membuat grafik/tabel/bagan dan ketepatan

t hitung = 5,65, dan t tabel = 1,70. Dengan menuliskan data dalam grafik/tabel/bagan.
demikian, hipotesis yang mengatakan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
bahwa adanya pengaruh model Graphic- diagram berikut ini :
Happy
Game
dengan pendekatan
kontekstual
t e r h a d a p
kemampuan
membuat
grafik
siswa
diterima.
Dengan kata lain,
Diagram 1. Nilai Pretes dan Postes Aspek Ketepatan
model
Graphic- Membuat Grafik/tabel/bagan
Happy
Game
dengan pendekatan kontekstual ini
Pada diagram di atas, dapat dilihat
memberikan pengaruh positif pada siswa.
peningkatan nilai pada aspek ketepatan
Dengan model ini, siswa mendapatkan
membuat grafik/tabel/bagan. Untuk rata20

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

rata pretes aspek satu, nilai rata-rata yang


diperoleh adalah 10,3, sedangkan untuk
rata-rata postesnya adalah 26,9. Untuk
setiap nomor sampel terjadi kenaikan
antara 2-3 kali lipat pada nilai postes
jika dibandingkan nilai pretesnya. Ini
menandakan bahwa pemahaman siswa
pun meningkat dalam pembuatan grafik/
tabel/bagan yang tepat saat pembelajaran
dengan model ini.
Selain
itu,
peningkatan
juga
ditunjukkan pada aspek kedua, yakni
ketepatan menuliskan data dalam grafik/
tabel/bagan. Hal ini dapat terlihat dalam
diagram 2 berikut :
30
25

15

Skor

20

10
5
0
1

membuat grafik. Kemampuan ini dapat


terlihat dalam uraian gambar hasil kerja
berikut :
1) Kemampuan membuat gambar grafik/
bagan/ tabel dan menuliskan data pada
grafik/bagan/tabel tersebut secara tepat.
Pada saat pretes dan postes, baik pada
kelas eksperimen maupun kelas kontrol,
siswa diberikan panduan-panduan yang
sama berupa teks yang berisi informasi yang
harus dituangkan dalam bentuk grafik/
bagan/tabel. Dalam soal yang bentuknya
teks bacaan yang berupa informasiinformasi dalam bentuk huruf dan angka
ini, siswa diukur kemampuannya dalam
memahami bacaan dengan proses
membaca memindai atau skimming.
Hasil membaca tersebut dituangkan
dalam bentuk grafik lengkap dengan
informasi yang ada pada bacaan,
sebagai bentuk tes kemampuan siswa.

Nomor Sampel
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
pretes
postes

Pada saat pretes, siswa mengalami


Diagram 2 Nilai Pretes dan Postes Aspek Ketepatan
kesulitan dalam membuat grafik dan
Menuliskan Data dalam Grafik/bagan/tabel
menyajikan data. Namun, saat kegiatan
Pada diagram di atas, terlihat bahwa
postes kesulitan-kesulitan tersebut tidak
peningkatan skor terjadi pada postes kelas
terlihat. Siswa cenderung aktif dan senang
eksperimen. Skor yang diperoleh siswa
dalam melakukan seluruh tahapan. Inilah
pada aspek ini meningkat 0,5-2 kali lipat
yang menyebabkan hasil pretes dan postes
dibandingkan nilai pretesnya. Rata-rata skor
pada kelas eksperimen memiliki selisih yang
yang ditunjukkan adalah 7,9 untuk ratacukup jauh. Hal tersebut dapat terlihat dari
rata pretes dan 18,2 untuk postes. Terdapat
rata-rata skor siswa pada pretes dan postes.
selisih 10,3 angka pada pretes dan postes.
Dalam kegiatan membuat grafik/bagan/
Dengan melihat dua grafik tersebut, terlihat
bahwa pemahaman siswa meningkat cukup tabel ini, siswa antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen terpaut sangat jauh. Berikut ini
tinggi jika dibandingkan kelas kontrol.
merupakan contoh hasil grafik siswa pada
Dari hasil kerja siswa terlihat adanya
postes kelas eksperimen dan kelas kontrol:
kesungguhan siswa dalam menjawab atau
21

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Pada contoh sampel di atas siswa


membuat grafik atau diagram batang
tinggi badan teman-teman sekelompok.
Kemampuan siswa dalam membuat
grafik/bagan/diagram tinggi badan siswa
lainnya sudah terlihat tepat pada gambar

ISSN 97720854980125

tersebut. Namun, untuk kemampuan siswa


dalam menuliskan data yang diperoleh
kuranglah tepat. Ini terlihat dari cara
siswa menuliskan skala umur pada garis y
gambar di atas. Siswa tidak memulai skala
angka dari nol, tetapi memulainya langsung

Gambar 1. Sampel Postes Kelas Eksperimen No. 9

pada tinggi badan siswa yang terendah. Ini


menyebabkan kemampuan menuliskan
data yang diingnkan kurang tepat. Berikut
adalah gambar contoh sampel kelas kontrol:
Pada contoh sampel di atas, siswa

membuat sebuah grafik tentang data


kecelakaan lalu lintas. Guru memberikan
sebuah bacaan tentang kecelakaan lalu
lintas. Siswa harus mengungkapkan data
yang berisi kata dan angka tersebut dalam

Gambar 2 Sampel Postes Kelas Kontrol

22

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

sebuah grafik. Tidak jauh berbeda dengan


gambar sampel 1, pada sampel ini siswa
sudah cukup tepat membuat grafik, hanya
saja siswa belum tepat mengungkapkan
atau menuliskan data tersebut dalam
tabel. Pembuatan skala pada tabel yang
menunjukkan angka data tabel belumlah
tepat. Di awal, skala yang dibuat sudah
tepat, tetapi semakin ke atas ketepatan
tersebut tidak terjaga.

eksperimen No. 2
Pada gambar ini, siswa menyajikan
grafik secara tepat, baik gambar maupun
data yang ingin diinformasikan. Siswa
membuat data secara urut, dalam bentuk
tabel yang berbeda dengan gambar 2.

Gambar 3 Sampel Postes Kelas

23

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang
pengaruh model graphic-happy game
dengan pendekatan kontekstual terhadap
kemampuan membuat grafik ini, diperoleh
beberapa kesimpulan di antaranya:
1) Terdapat pengaruh antara model
graphic-happy game dengan pendekatan
kontekstual
terhadap
kemampuan
membuat grafik, terlihat dari peningkatan
kemampuan siswa setelah dilakukan
pretes dan postes sebelum dan sesudah
diberlakukannya model ini.
2) Ketepatan siswa dalam membuat grafik/
bagan/tabel mengalami peningkatan yang
signifikan setelah diterapkan model ini di

24

ISSN 97720854980125

kelas, dibandingkan dengan menggunakan


metode konvensional.
3) Setelah dilakukan model ini, ketepatan
siswa dalam menuliskan data dalam grafik/
bagan/tabel meningkat dibandingkan
dengan pendekatan konvensional.
4) Untuk ketiga aspek penilaian yang
lain, setelah diterapkannya model ini,
kemampuan membuat grafik siswa
mengalami peningkatan yang sama,
walaupun jumlahnya tidak terlalu
signifikan.
5) Dengan diterapkannya model ini,
pembelajaran membuat grafik/bagan/tabel
di kelas menjadi aktif dan menyenangkan
sesuai dengan standar kurikulum yang ada.

N. LIA MARLIANA: PEMBELAJARAN GRAPHIC-HAPPY GAME


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT GRAFIK
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs Mata Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta.
Djojosuroto, Kinayati dan Sumaryati. 2000. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa
dan Sastra. Bandung: Penerbit Nuansa.
Driver, R. Guesne, E., Tiberghien, A. 1985. Childrens Ideas and The Learning of Science
dalam: Childrens Ideas in Science *Ed:Driver, R dkk), Milton Keynes: Open
University Press.
Hasibuan dan Moedjiono. 2004. Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Karhami, S. Karim A.. 2004. Mengubah Wawasan dan Peran Guru dalam Era
Kesejahteraan dalam Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi35.www.
depdiknas.go.id/Jurnal/35/mengubah_wawasan_peran.htm 44k Cached
Similar pages.
Parera, Jos Daniel. 1986. Keterampilan Bertanya dan Menjelaskan. Jakarta: Erlangga
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 19 Ayat 1.
Raka Joni, T. 1992. Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Jakarta: Ditjen
Dikti Diknas.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV
Diponegoro.
Semiawan, Conny, dkk. 1987. Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana mengaktifkan
Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia.
Sukandi, U. Karim, SKA, Maskur. 2000. Pelatihan Belajar Aktif. Jakarta: The British
Council.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda
Karya.
Tobin, K., dkk. 1994. In D. Gobel (Eds.), Handbook of Research on Science Teaching
and Learning. New York: Macmillan Publishing Company.
Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.

25

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA


BAGI PENUTUR ASING (BIPA)
Liliana Muliastuti - lmuliastuti@unj.ac.id
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
Artikel diterima 19/04/2011 direvisi 06/07/2011
ABSTRACK
This study is aimed at analyzing the content of textbooks for students of Bahasa
Indonesia for Foreign Speakers (BIPA) recently published. It is hoped that the result of this
study gives a valuable contribution to BIPA teachers in selecting appropriate textbooks
based on students different needs. The method used is descriptive qualitative method by
using descriptive technique.
The source of the data is randomly taken from ten textbooks of BIPA published by
different publishing companies. The data was analyzed by referring to some indicators, 1)
its relevance with the users of the language, 2) the language and the content.
The result of the study shows that the BIPA textbooks published by different publishing
companies are varied both in the appropriateness with the users, the content and the
language. BIPA teachers must be able to precisely select the textbooks relevant with the
students needs.
Key words: content analysis of BIPA textbooks, needs of students of BIPA
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia saat ini banyak
diminati untuk dipelajari oleh orang asing.
Jumlah lembaga yang menyelenggarakan
pengajaran BIPA di luar negeri saat ini
terus bertambah. Pada tahun 1995 menurut
Alwi sudah 29 negara yang memberikan
pengajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing, yakni Australia, Austria,
Canada, China, Cekoslowakia, Denmark,
Mesir, Prancis, Jerman, India, Itali,
Jepang, Malaysia, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Papua Nugini, Russia, Saudi
Arabia, Singapura, Korea Selatan, Suriname,
Swedia, Swiss, Thailand, Philipina, Inggris,
26

U.S.A., Vatikan, dan Vietnam. Jumlah


tersebut saat ini sudah bertambah menjadi
50 negara sebagaimana dikemukakan oleh
Riasa (Riasa, 1999).
Peningkatan jumlah peminat harus
diimbangi dengan peningkatan mutu
pengajaran BIPA. Banyak hal yang harus
dikerjakan. Sebagaimana dikemukakan
dalam Politik Bahasa Nasional, pengajaran
BIPA merupakan salah satu kegiatan
pembinaan, untuk itu perlu dilakukan
kegiatan (1) pengembangan kurikulum,
(2) pengembangan bahan ajar yang
sesuai dengan kebutuhan siswa dan
perkembangan metodologi pengajaran

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

BIPA,
(3)
pengembangan
tenaga
kependidikan kebahasaan yang profesional,
dan (4) pengembangan sarana pendidikan
bahasa yang memadai, terutama sarana uji
kemahiran bahasa (Pusat Bahasa, 2003).
Pengembangan kurikulum pengajaran
BIPA saat ini belum ada keseragaman.
Setiap lembaga mengembangkan kurikulumnya sendiri. Buku-buku ajar BIPA
juga sangat beragam, baik dari segi
materi maupun kualitasnya. Dalam hal
tenaga pengajar, belum ada standardisasi
kompetensi pengajar BIPA. Para pengajar
memiliki berbagai latar belakang ilmu.
Sarana yang dimiliki untuk pengajaran
BIPA juga masih sangat terbatas, khususnya
di Indonesia hanya beberapa lembaga yang
sudah menyediakan sarana pengajaran
BIPA yang memadai.
Bahan ajar yang tersedia untuk
pengajaran BIPA cukup banyak. Para
pengajar dapat mengambil dari berbagai
sumber, bukan hanya buku. Sumber tersebut
dapat berasal dari berbagai media, baik
cetak maupun noncetak. Melalui internet
para pengajar dapat juga mencari bahan ajar
BIPA sesuai kebutuhan siswa. Buku-buku
BIPA yang tersedia dapat diklasifikasikan
atas dua kategori, yakni buku BIPA yang
menggunakan bahasa pengantar bahasa
Indonesia dan
yang menggunakan
bahasa pengantar B1 pembelajar. Kedua
kategori tersebut masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
kategori pertama, para siswa dimotivasi
untuk belajar keras memahami bahasa
Indonesia secara langsung. Kelemahannya,

jika pengajarnya bukan penutur asli bahasa


Indonesia, salah paham sangat mungkin
terjadi. Sebaliknya, buku BIPA jenis kedua
akan membuat siswa belajar dengan metode
terjemahan. Siswa tidak aktif mencari
makna kata pada kamus karena semua
materi telah diterjemahkan dalam bahasa
pertama mereka. Kelebihannya, pengajar
yang ber-B1 bahasa tersebut akan mudah
memahaminya. Jadi, guru sebaiknya memvariasikan buku yang digunakan dalam
pembelajaran BIPA.
Menurut Riasa, kesulitan yang dialami
siswa dalam memahami suatu pokok bahasa
sering disebabkan oleh kegagalan guru
menentukan sistematika bahan ajar. Guru
memberikan bahan ajar dengan urutan
yang tidak baik, sehingga membingungkan
siswa. Contoh kasus, dalam pengajaran
imbuhan men- aspek-aspek developmental
sering tidak diperhatikan. Guru juga tidak
menentukan skala prioritas. Akibatnya,
siswa tidak memahami hubungan logis
antara satu bahasan dan bahasan berikutnya.
Minimnya buku-buku bermutu untuk
pengajaran BIPA di tanah air menyulitkan
guru untuk menemukan referensi yang
siap pakai. Buku tata bahasa Indonesia
yang beredar di masyarakat tidak ditulis
berdasarkan konsep pengajaran dan
pembelajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing. Buku tersebut ditulis atas dasar
konsep dan pengalaman belajar bahasa
Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa
kedua. Akibatnya, guru pemula tidak bisa
menemukan sistematika yang jelas yang
bisa digunakan sebagai pedoman untuk
27

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

mengajarkan imbuhan men- ini (Riasa,


1999). Pendapat Riasa ini menurut peneliti
tidak hanya terjadi pada materi imbuhan
meN-, tetapi pada materi lain, seperti
materi mendengarkan, membaca, menulis,
dan berbicara. Di samping itu, materi pada
buku teks juga harus sesuai kebutuhan dan
kemampuan siswa. Siswa BIPA memiliki
tujuan beragam, di antaranya untuk bekerja
di Indonesia, berwisata, atau bersekolah di
Indonesia. Materi yang diberikan tentu saja
harus sesuai tujuan tersebut. Secara umum,
siswa BIPA dapat dikategorikan atas tingkat
pemula, menengah, dan mahir. Oleh
sebab itu, tingkat kesulitan materi tentu
harus sesuai kemampuan mereka. Dalam
kenyataannya, berdasarkan pengamatan
peneliti, tingkat kesulitan materi pada
buku teks BIPA masih belum sepenuhnya
memperhatikan hal ini.
Berbagai kendala yang muncul dalam
pengajaran BIPA, tentunya bukan menjadi
penghalang bagi para pengajar untuk terus
berusaha. Banyak faktor yang harus menjadi
perhatian para pengajar, di antaranya
kurikulum, bahan ajar/buku teks, tenaga
pengajar, sarana, dan faktor kesenjangan
bahasa pada siswa.
Dari berbagai masalah di atas, penelitian
ini hanya menelaah buku teks BIPA yang
sudah diterbitkan dengan menggunakan
kriteria (a) kesesuaian dengan pemakainya
dan (b) isi dan bahasa yang digunakan.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
para pengajar dan penulis buku teks BIPA
karena akan memberi masukan tentang
buku teks yang tepat untuk para siswa BIPA.
28

ISSN 97720854980125

Para pengajar akan mendapatkan informasi


tentang buku BIPA yang sesuai dengan
berbagai kebutuhan siswa asing yang
belajar bahasa Indonesia. Bagi mahasiswa
Indonesia yang tertarik mengajar BIPA,
penelitian ini dapat menambah wawasan
mereka tentang buku teks BIPA.
Hakikat Buku teks
Buku teks adalah buku standar setiap
bidang studi dan dapat terdiri atas dua
tipe, yaitu buku pokok dan suplemen
(Large, 1940). Yang dimaksud dengan buku
pokok adalah buku yang utama digunakan
sebagai sumber belajar. Sementara itu,
buku suplemen adalah buku-buku yang
dapat menambah kompetensi siswa dalam
bidang studi tertentu dan biasanya menjadi
pendamping buku pokok.
Buku teks adalah buku yang dirancang
buat penggunaan di kelas , dengan cermat
disusun dan disiapkan oleh para pakar atau
para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi
dengan sarana-sarana pengajaran yang
sesuai dan serasi (Bacon, 1935). Saranasarana pengajaran tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan siswa
memahami buku tersebut.
Definisi di atas sejalan dengan yang
dikemukakan Buckingham, yaitu buku teks
adalah sarana belajar yang biasa digunakan
di sekolah-sekolah dan di perguruan
tinggi untuk menunjang suatu program
pengajaran (Buckingham, 1958).
Berdasarkan definisi di atas, buku teks
bagi guru memiliki peranan yang cukup
tinggi. Green dan Petty merumuskan

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

peranan buku teks sebagai berikut: (1)


Mencerminkan suatu sudut pandang
yang tangguh dan modern mengenai
pengajaran serta mendemonstrasikan
aplikasinya dalam bahan pengajaran yang
disajikan. (2) Menyajikan suatu sumber
pokok masalah atau subject matter yang
kaya, mudah dibaca, dan bervariasi sesuai
minat dan kebutuhan para siswa. Buku
tersebut juga dapat digunakan sebagai
dasar bagi program-program kegiatan yang
disarankan. (3) Menyediakan suatu sumber
yang tersusun rapi dan bertahap mengenai
keterampilan-keterampilan ekspresional
yang mengemban masalah pokok dalam
komunikasi. (4) Menyajikan bersama-sama
dengan buku manual metode-metode dan
sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi
para siswa. (5) Menyajikan fiksasi (perasaan
yang mendalam) awal yang perlu dan juga
sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan
tugas-tugas praktis. (6) Menyajikan bahan/
sarana evaluasi dan remedial yang serasi
dan tepat guna (Greene dan Petty, 1971).
Suatu buku teks harus mencerminkan
suatu sudut pandang yang jelas. Apa prinsipprinsip yang digunakan, pendekatan apa
yang dianut, metode apa yang digunakan,
serta teknik-teknik pengajaran yang
digunakan. Buku teks sebagai pengisi
bahan haruslah menampilkan sumber
bahan yang mantap, susunannya teratur,
sistematis, jenisnya bervariasi dan kaya,
daya penariknya kuat karena sesuai dengan
minat siswa, bahkan mematuhi kebutuhan
siswa. Lebih dari itu, buku teks menantang,
merangsang, dan menunjang aktivitas dan
kreativitas siswa.

Sebagai sumber bahan yang mantap,


buku teks harus dapat menjadi acuan
pembelajar. Susunan yang teratur dan
sistematis sangat berhubungan dengan
gradasi yang harus dilakukan penulis buku.
Di samping itu, penyusun buku harus juga
memperhatikan gradasi dari berbagai segi,
misalnya umum-khusus, mudah-sukar,
bagian-keseluruhan, dan sebagainya.
Di samping sebagai sumber bahan, buku
teks juga berperan sebagai sumber atau alat
evaluasi dan pengajaran remedial. Setelah
selesai membahas suatu materi, biasanya
penulis buku akan memberikan latihan dan
evaluasi yang berhubungan dengan tujuan
pembelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi
tersebut guru dapat memberikan remedial
dari materi-materi yang telah tersedia.
Artinya, di samping bahan, tersedia alat
evaluasi. Bila diperlukan sudah tersedia
pula bahan pengajaran remedialnya secara
lengkap utuh.
Greene dan Petty telah menyusun
cara penilaian buku teks dengan sepuluh
kriteria. Menurut mereka, buku teks yang
baik harus memenuhi kriteria berikut: (1)
Menarik minat siswa yang menggunakan;
(2) Mampu memberi motivasi kepada
para siswa yang memakainya; (3) Memuat
ilustrasi yang menarik hati para siswa; (4)
Mempertimbangkan aspek-aspek linguistik,
sehingga sesuai dengan kemampuan para
siswa yang memakainya; (5) Berhubungan
dengan pelajaran-pelajaran lain, sehingga
semuanya merupakan suatu kebulatan yang
utuh dan terpadu; (6) Dapat menstimulasi,
merangsang akivitas-aktivitas pribadi para
29

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

siswa yang mempergunakannya; (7) Tidak


mengemukakan konsep-konsep yang
samar-samar dan tidak biasa, agar tidak
sempat membingungkan para siswa. (8)
Memiliki sudut pandang yang jelas dan
tegas, sehingga pada akhirnya menjadi
sudut pandang para pemakainya; (9)
Memberi pemantapan penekanan pada
nilai-nilai anak dan orang dewasa; (10)
Menghargai perbedaan-perbedaan pribadi
para siswa pemakainya (Greene dan Petty,
1971).
Kizilirmak mengemukakan empat
belas kriteria utama untuk menganalisis
buku teks bahasa, yakni: (1) keberterimaan
dalam arus teori pengajaran bahasa dan
metodologi pengajaran bahasa; (2) keaslian
materi; (3) integrasinya terhadap empat
keterampilan berbahasa; (4) ketepatannya
dalam menyiapkan siswa menghadapi
situasi berbahasa nyata; (5) ketepatan antara
materi dengan tujuan belajar berbahasa;
(6) kekomunikatifannya; (7) cakupan
terhadap bahan yang mendorong motivasi;
(8) kesesuaian dengan kebutuan siswa; (9)
kecocokan dengan tingkat kemampuan
siswa; (10) daya cakup terhadap variasi
kemampuan siswa; (11) daya dukung
terhadap pengembangan kepribadian siswa;
(12) kebaruan bahannya; (13) kesesuaian
antara isi dengan judul dan tujuan penulisan
buku; dan (14) ketercukupan dalam dirinya
(Kizilimark, 1991).
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa ada berbagai kriteria
untuk menilai buku teks yang dapat
diklasifikasikan atas (1) kesesuaiannya
30

ISSN 97720854980125

dengan situasi pemakai, (2) kesesuaian


dengan guru dan siswa, (3) bahasa dan isi,
(4) aspek linguistik dan pengorganisasian
materi, dan (5) pertimbangan praktis.
(1) Kesesuaiannya dengan situasi pemakai
meliputi komponen: a) tujuan penulisan
buku, b) untuk tingkat apa buku disusun, c)
untuk siswa dengan model kelas bagaimana,
d) landasan metodologi yang digunakan
dalam penyusunan buku, e) apakah
merangsang inisiatif dan kreativitas siswa,
f) apakah menuntut siswa belajar sendiri
atau dengan guru, dan g) apakah telah
diujicobakan di kelas sebelum diterbitkan.
(2) Bahasa dan Isi: a) bagaimana
penggunaan bahasa dalam buku, b) apakah
dialog yang digunakan menggunakan tema
yang menarik, c) apakah wacana yang
digunakan menarik dibaca, dan d) apakah
materi mengandung unsur budaya.
(3)Aspek Linguistik dan Pengorganisasian
Materi: a) apakah aspek pelafalan diajarkan,
b) apakah aspek tata bahasa diajarkan, c)
apakah tata bahasa diajarkan dalam konteks
struktur, d) apakah aspek latihan bergerak
dari mudah ke sulit, e) apakah setiap bagian
memiliki latihan sendiri, f) apakah aspek
membaca diberikan, g) apakah aspek
kosakata diajarkan, h) apakah kosakata
diajarkan dalam konteksnya, i) adakah
latihan menulis, dan j) apakah latihan
menulis tersebut dapat meningkatkan
kemampuan siswa.
(4) Pertimbangan praktis: a) apakah buku
ini dicetak dengan menarik, b) adakah
ilustrasi dalam buku itu.

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

Hakikat Buku teks BIPA


Buku teks diperlukan untuk setiap
keberhasilan pengajaran begitu pula dengan
pengajaran BIPA. Buku ajar BIPA saat ini
tidak banyak tersedia di pasaran atau di
perpustakaan besar di Indonesia padahal
sudah lebih dari 30 tahun BIPA diajarkan
di Indonesia dan diajarkan pada lebih dari
50 negara di dunia. Salah satu penyebab
utama kelangkaan materi BIPA di Indonesia
adalah keengganan para pelaku BIPA untuk
menuangkan pengalaman mereka.
Chaedar Alwalsillah dalam sinyalemennya melalui The Jakarta Post (22 Agustus
1998) Are we ready for IFL teaching?
mengatakan bahwa kelangkaan materi
BIPA disebabkan oleh ketidakmampuan
kalangan akademis untuk menuliskan
pengalaman mereka.
Padahal, sumber materi BIPA di
Indonesia sangat melimpah. Sumber materi
jumlahnya tidak terhingga mulai dari media
massa (media cetak dan elektronik), brosur,
dan penutur jati (asli). Kekurangan yang
paling besar adalah kemauan, keberanian,
dan kemampuan untuk mengolah bahanbahan itu menjadi bahan pelajaran.
Menurut Riasa, dalam menelaah
materi pengajaran BIPA, kita bisa mulai
dengan mengamati tugas-tugas (tasks)
yang tercakup dalam materi tersebut.
Tugas tersebut bisa berupa tugas pedagogis
(paedagogical tasks) atau tugas yang benarbenar dilakukan dalam kehidupan seharihari dan harus menggunakan bahasa yang
sedang dipelajari (real-world tasks). Untuk
memudahkan guru dalam memahami

dan merancang tugas yang sesuai, Nunan


(1989: 9-10) dalam Riasa memberikan
definisi tugas sebagai: .. pekerjaan di dalam
kelas yang menuntut pembelajar untuk
memahami, memanipulasi, mengeluarkan
ungkapan dan berinteraksi dalam bahasa
yang sedang dipelajari dan pada saat
yang sama perhatian mereka terpusat
pada penguasaan makna dan bukan pada
penguasaan bentuk atau struktur (Riasa, 19
99).
Menurut Breen dan Candlin (dalam
Sheldon ed. 1987) tugas adalah rencana
kerja yang dirancang secara sistematis mulai
dari latihan yang paling sederhana dengan
tingkat kesulitan paling rendah sampai
dengan kegiatan komunikasi total atau
pemecahan masalah. Kedua definisi ini
mengisyaratkan kepada guru BIPA bahwa
hakikat pembelajaran BIPA sebenarnya
bukanlah untuk mempelajari aturan-aturan
kebahasaan atau mengerjakan latihanlatihan dalam buku ajar. Semua pengetahuan
tentang tata bahasa dan kosakata serta
keterampilan menjawab pertanyaan dan
mengerjakan tugas-tugas di dalam kelas
(paedagogical tasks) harus bermuara pada
penguasaan keterampilan dan kemampuan
siswa untuk berkomunikasi di luar kelas
dalam bahasa yang sedang dipelajari (realworld tasks). Berikut ini adalah hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian
materi BIPA:
(1) Tujuan. Buku teks BIPA yang baik
akan memuat materi yang memberikan
kemudahan kepada siswa untuk melakukan
identifikasi tujuan pengajaran. Materi
yang efektif mampu menunjukkan kepada
31

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

siswa apa yang akan mereka pelajari dari


materi yang diberikan: belajar bahasa atau
keterampilan baru.
(2) Peran siswa dan guru. Materi pada
buku teks BIPA harus mampu menentukan
peran yang akan diambil oleh siswa dan
guru. Dalam pengajaran BIPA yang
siswanya kebanyakan orang dewasa,
penulis buku harus mengakui bahwa tiap
siswa telah mengembangkan keterampilan
bahasa dan keterampilan belajar yang
dapat diaplikasikan dalam proses belajarmengajar BIPA. Untuk itu, pengguna buku
/guru BIPA perlu menumbuhkembangkan
sikap bahwa keberhasilan belajar pada
dasarnya bergantung pada siswa itu sendiri
(autonomous or independent learning).
(3) Kesesuaian. Materi pelajaran pada buku
teks BIPA harus mencerminkan paham
yang dianut guru tentang konsep bahasa,
belajar-mengajar, dan bahasa Indonesia
sebagai bahasa asing. Jika penulis buku
tersebut memberikan materi yang sarat
dengan latihan tata bahasa ini dapat
menjadi indikasi bahwa penulis tersebut
mengikuti aliran pengajaran bahasa secara
tradisional. Sementara itu, penulis buku
yang menyajikan materi yang mendorong
siswa untuk melakukan kerja kelompok
atau berpasangan mungkin menganut
konsep bahwa bahasa adalah komunikasi.
(4) Cara belajar siswa. Mengembangkan
materi yang benar-benar sesuai dengan
cara belajar siswa merupakan tugas yang
sangat sulit bagi guru. Namun, jika guru
mengetahui karakteristik pengajaran dan
pembelajaran bahasa asing, guru akan lebih
32

ISSN 97720854980125

mampu menampilkan materi yang cocok


untuk siswa.
(5) Usia dan minat siswa. Di samping
umur, faktor minat juga perlu diperhatikan
dalam merancang materi. Misalnya, Dalam
mempelajari kosakata bahasa Indonesia,
siswa-siswa BIPA di Australia lebih senang
mempelajari kata bahasa Indonesia asli
daripada kata serapan.
(6) Budaya siswa/bahasa sasaran. Materi
harus mempertimbangkan unsur-unsur
budaya siswa dan budaya bahasa sasaran.
Dalam pelajaran tentang Perkenalan,
misalnya, guru tidak bisa memaksa siswa
asing dari Thailand atau Jepang untuk
langsung belajar berjabat tangan dalam kelas
BIPA. Menawar dalam budaya bahasa
Indonesia tidaklah mudah untuk dipahami
atau dilakukan oleh kelompok masyarakat
yang tidak mengenal budaya tawarmenawar dalam berbelanja. Pengetahuan
tentang hal ini memungkinkan guru untuk
merancang materi dan kegiatan kelas yang
sesuai.
(7) Pengembangan berkelanjutan. Materi
yang baik memberikan ruang bagi
guru untuk terus melakukan revisi dan
pembaruan. Guru juga harus mampu
melihat ruang untuk menciptakan teknik
dan strategi belajar-mengajar selanjutnya
pada semua tingkat. Bagi siswa, materi
harus memungkinkan mereka untuk
mengembangkan keterampilan bahasa
yang lain. Misalnya, materi yang pada
awalnya dirancang untuk mengembangkan
keterampilan menulis, bisa dikembangkan
untuk meningkatkan keterampilan ber-

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

bicara (Riasa, 1999). Kesiapan, kemampuan, digunakan, dan isi. Buku yang ditelaah
dan pengalaman guru dapat tercermin dari adalah sepuluh buku yang telah diterbitkan
tampilan materi yang diberikan kepada oleh beragam penerbit. Instrumen yang
siswa. Tampilan materi juga memberikan digunakan dalam penelitian ini adalah tabel
petunjuk kepada siswa tentang keseriusan, telaah buku teks seperti di bawah ini.
kepekaan, dan kecermatan
SUBINDIKATOR
guru dalam menyajikan NO. INDIKATOR
pelajaran. Guru yang peduli
dengan kepentingan siswa
senantiasa menyiapkan pelaIndikator yang digunakan
untuk
jaran dengan baik. Persiapan yang baik
menganalisis:
memberikan jaminan keberhasilan belajar1. Kesesuaian buku dengan situasi pemakai,
yang lebih besar.
meliputi komponen: (a) Tujuan Penulisan
Tampilan materi harus memenuhi
Buku, (b) Tingkat Kemampuan Siswa, (c)
unsur-unsur estetika, pedagogis, dan
Landasan Metodologi, (d) Merangsang
didaktik metodik. Kebenaran informasi
Inisiatif dan Kreativitas Siswa, dan (e)
dalam materi hanyalah merupakan salah
Model Belajar.
satu prasyarat materi yang baik. Materi yang
baik belum menjamin keberhasilan proses 2. Bahasa dan Isi meliputi: (a) Penggunaan
belajar-mengajar. Langkah selanjutnya yang Bahasa, (b) Tema Dialog, (c) Tema Wacana,
harus dilaksanakan guru adalah merancang dan (d) Unsur Budaya.
kegiatan belajar menggunakan materi yang
telah disiapkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan data tentang isi buku-buku
BIPA yang telah diterbitkan. Informasi
tentang hal ini diharapkan akan berguna
bagi para pengajar BIPA yang akan memilih
buku teks sesuai kebutuhan siswa BIPA yang
beragam. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dengan menggunakan teknik deskriptif.
Penelitian difokuskan pada telaah isi
buku teks BIPA berdasarkan indikator
kesesuaian dengan pemakai, bahasa yang

Telaah buku teks dilakukan dengan


langkah-langkah sebagai berikut: (a)
Membaca buku BIPA satu per satu, (b)
Menelaah isi buku teks untuk melihat
kesesuaian isi buku dengan indikator yang
telah ditetapkan, (c) Menjelaskan struktur
isi buku teks, (d) Memberi penjelasan setiap
indikator yang ditelaah untuk setiap buku,
dan (e) Menyimpulkan hasil penelitian.
Berikut adalah uraian kriteria yang
digunakan untuk menganalisis sepuluh
buku BIPA:
(1) Kesesuaian Buku dengan Situasi
Pemakai
Kriteria ini meliputi komponen berikut:

33

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

(a) Tujuan Penulisan Buku. Tujuan penulisan buku BIPA dapat diklasifikasikan untuk
tujuan wisatawan, pelajar, atau pekerja.
(b) Tingkat Kemampuan Siswa. Tingkat
kemampuan siswa BIPA dapat diklasifikasikan atas kemampuan dasar, menengah,
dan mahir.
(c) Landasan Metodologi. Hal ini berhubungan dengan metode pengajaran bahasa
yang menjadi acuan penulis buku. Apakah
metode tatabahasa, terjemahan, atau
komunikatif.
(d) Merangsang Inisiatif dan Kreativitas
Siswa. Latihan dalam sebuah buku teks
harus merangsang inisiatif dan kreativitas
siswa.
Di samping itu, latihan juga
diharapkan mencakup empat keterampilan
berbahasa.
(e) Model Belajar. Buku teks dapat disusun
untuk model belajar mandiri dan model
belajar dengan bimbingan guru. Buku yang
diperuntukkan model belajar mandiri
tentunya harus memuat petunjuk belajar
yang jelas, latihan-latihan yang memadai,
dan kunci jawaban latihan, sehingga siswa
dapat mengoreksi jawabannya sendiri.
(2) Bahasa dan Isi
Kriteria ini meliputi komponen berikut:
(a) Penggunaan Bahasa. Bahasa yang
digunakan pada buku hendaknya bahasa
yang mudah dipahami. Dengan demikian
untuk komponen ini, buku yang disusun
dengan kalimat sederhana, kata-kata mudah
dan tidak ambigu dapat dikategorikan
sebagai sangat jelas. Jika kalimat yang
digunakan panjang, menggunakan kata34

ISSN 97720854980125

kata yang mudah, dan tidak ambigu


dapat dikategorikan jelas. Buku yang
menggunakan kalimat panjang, kata-kata
sulit tetapi tidak ambigu dapat dikategorikan
cukup jelas. Jika menggunakan kalimat
panjang, kata-kata sulit dan ambigu maka
bahasa dalam buku tersebut dikategorikan
tidak jelas.
(b) Tema Dialog. Tema dialog yang sangat
menarik adalah tema yang diperlukan
siswa untuk dapat berkomunikasi dengan
penutur asli Indonesia. Di samping itu,
tema tersebut juga dekat dengan kehidupan
siswa. Tema yang menarik adalah tema
yang dekat dengan kehidupan siswa
(konkret), meskipun kurang diperlukan.
Tema yang cukup menarik adalah tema
yang diperlukan, tetapi tidak dekat dengan
kehidupan siswa (abstrak). Sementara itu,
tema yang tidak menarik adalah tema-tema
dialog yang tidak diperlukan dan sangat
abstrak (jauh dari kehidupan siswa).
(c)Tema Wacana. Tema wacana yang
sangat menarik adalah tema wacana yang
diperlukan siswa untuk mendapatkan
berbagai informasi tentang Indonesia.
Di samping itu, tema tersebut juga dekat
dengan kehidupan siswa. Tema yang
menarik adalah tema yang dekat dengan
kehidupan siswa (konkret), meskipun
kurang diperlukan. Tema yang cukup
menarik adalah tema yang diperlukan
tetapi tidak dekat dengan kehidupan siswa
(abstrak), sedangkan tema yang tidak
menarik adalah tema-tema wacana yang
tidak diperlukan dan sangat abstrak (jauh
dari kehidupan siswa).

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

(d) Unsur Budaya. Jika pada setiap unit


dikemukakan unsur budaya, buku tersebut
dikategorikan sebagai buku yang sangat
banyak memuat unsur budaya. Jika 80%50% unit pelajaran dalam buku tersebut
memuat unsur budaya, buku tersebut
dikategorikan banyak memuat unsur
budaya. Jika 40%-20% unit memuat unsur
budaya, buku tersebut dikategorikan
sedikit memuat unsur budaya. Jika kurang
dari 10% unit yang memuat unsur budaya
maka dikategorikan sebagai sangat sedikit
memuat unsur budaya.
Hasil Penelitan dan Pembahasan Untuk
Indikator Kesesuaian Buku dengan
Pemakai
1.Tujuan Penulisan Buku
Berdasarkan hasil analisis terhadap
sepuluh buku BIPA, ada 2 buku yang
bertujuan untuk wisatawan, yaitu buku
Essensial Indonesian Phrase Book dan See
and Speak Indonesia. Delapan buku untuk
pelajar yaitu buku The Easy Way to Master
The Indonesian Language, Learn Bahasa
Indonesia 1 dan 2, Bahasa Indonesia,
Sentences Pattern of Indonesian, Standard
Indonesia Made Simple, Sehari-Hari
dengan Bahasa Indonesia, Jendela Indonesia
(Pelajaran Membaca Teks untuk Tingkat
Mahir), dan Spoken Indonesian A Course
Indonesias National Language.
2. Tingkat Kemampuan Siswa
Berdasarkan hasil analisis, buku yang
ditujukan untuk siswa dengan tingkat
kemampuan dasar berjumlah empat buku

yaitu buku Essensial Indonesian Phrase Book,


See and Speak Indonesia, Bahasa Indonesia,
Sehari-Hari dengan Bahasa Indonesia. Ada
pula buku yang dapat digunakan untuk
siswa dengan tingkat kemampuan dasar
sampai menengah. Buku tersebut adalah
The Easy Way to Master The Indonesian
Language,
Buku yang dapat digunakan untuk
tingkat kemampuan menengah sampai
mahir adalah Jendela Indonesia (Pelajaran
Membaca Teks untuk Tingkat Mahir).
Buku yang dapat digunakan untuk tingkat
kemampuan dasar sampai mahir adalah
Learn Bahasa Indonesia 1 dan 2, Sentences
Pattern of Indonesian, Standard Indonesia
Made Simple,dan Spoken Indonesian A
Course Indonesias National Language.
3. Landasan Metodologi
Dari sepuluh buku BIPA yang
dianalisis, yang disusun dengan landasan
metodologi pengajaran tata bahasa tidak
ada. Buku yang disusun dengan landasan
metodologi
pengajaran
terjemahan
berjumlah 6 buku, yaitu The Easy Way to
Master The Indonesian Language, Essensial
Indonesian Phrase Book, Learn Bahasa
Indonesia 1 dan 2, See and Speak Indonesia,
Bahasa Indonesia, dan Spoken Indonesian A
Course Indonesias National Language.
Buku yang disusun dengan landasan
pengajaran integratif adalah Sentences
Pattern of Indonesian, Standard Indonesia
Made Simple, Sehari-Hari dengan Bahasa
Indonesia, dan Jendela Indonesia (Pelajaran
Membaca Teks untuk Tingkat Mahir).

35

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

4. Merangsang Inisiatif dan Kreativitas


Siswa
Buku teks yang sangat merangsang
inisiatif dan kreativitas siswa adalah
Sentences Pattern of Indonesian karena
banyak memberikan latihan. Buku yang
cukup merangsang inisiatif dan kreativitas
siswa adalah The Easy Way to Master
The Indonesian Language, Learn Bahasa
Indonesia 1 dan 2, Bahasa Indonesia,
Standard Indonesia Made Simple, SehariHari dengan Bahasa Indonesia, Spoken
Indonesian A Course Indonesias National
Language, dan Jendela Indonesia (Pelajaran
Membaca Teks untuk Tingkat Mahir). Buku
teks yang tidak merangsang inisiatif dan
kreativitas siswa adalah buku Essensial
Indonesian Phrase Book dan See and Speak
Indonesia karena tidak memberikan
latihan-latihan.
5. Model Belajar
Buku teks yang disusun untuk model
belajar mandiri adalah buku Essensial
Indonesian Phrase Book dan See and Speak
Indonesia. Buku yang disusun untuk model
belajar dengan bimbingan guru adalah
The Easy Way to Master The Indonesian
Language, Learn Bahasa Indonesia 1 dan 2,
See and Speak Indonesia, Bahasa Indonesia,
Sentences Pattern of Indonesian, Standard
Indonesia Made Simple,
Sehari-Hari dengan Bahasa Indonesia,
Spoken Indonesian A Course Indonesias
National Language, dan Jendela Indonesia
(Pelajaran Membaca Teks untuk Tingkat
Mahir).

36

ISSN 97720854980125

Hasil Analisis Buku dengan Indikator


Bahasa dan Isi Penggunaan Bahasa
Buku yang disusun dengan kalimat
sederhana, kata-kata mudah, dan tidak
ambigu, sehingga dapat dikategorikan
sebagai buku dengan bahasa sangat jelas
adalah Learn Bahasa Indonesia 1 dan 2 dan
Sehari-hari dengan Bahasa Indonesia.
Buku yang disusun dengan kalimat
panjang, menggunakan kata-kata yang
mudah dan tidak ambigu sehingga dapat
dikategorikan jelas adalah buku The Easy
Way to Master The Indonesian Language,
Essensial Indonesian Phrase Book, See
and Speak Indonesia, Sentences Pattern
of Indonesian, Standard Indonesia Made
Simple, Spoken Indonesian A Course
Indonesias National Language, dan Jendela
Indonesia (Pelajaran Membaca Teks untuk
Tingkat Mahir). Buku yang menggunakan
kalimat panjang, kata-kata sulit, tetapi tidak
ambigu, sehingga dapat dikategorikan
cukup jelas adalah buku Bahasa Indonesia.
Tema Dialog
Buku yang menggunakan tema dialog
yang sangat menarik adalah buku Seharihari dengan Bahasa Indonesia. Tema yang
dimuat dalam buku tersebut diperlukan
siswa untuk dapat berkomunikasi dengan
penutur asli Indonesia dan dekat dengan
kehidupan siswa. Buku bertema dialog
yang menarik adalah buku The Easy
Way to Master The Indonesian Language,
Sentences Pattern of Indonesian, Standard
Indonesia Made Simple, dan Spoken

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

Indonesian A Course Indonesias National


Language. Tema-tema pada buku tersebut
dekat dengan kehidupan siswa (konkret),
meskipun kurang diperlukan. Buku dengan
tema dialog yang cukup menarik adalah
Essensial Indonesian Phrase Book, Learn
Bahasa Indonesia 1 dan 2, See and Speak
Indonesia. Tema tersebut diperlukan
tetapi tidak dekat dengan kehidupan siswa
(abstrak). Buku dengan tema dialog tidak
menarik adalah buku Bahasa Indonesia.
Tema-tema dialog dalam buku tersebut
tidak diperlukan dan sangat abstrak (jauh
dari kehidupan siswa). Satu buku tidak
memuat naskah dialog, yaitu buku Jendela
Indonesia karena memang ditujukan untuk
pengajaran membaca.
Tema Wacana
Tema wacana yang sangat menarik
adalah tema wacana yang diperlukan siswa
untuk mendapatkan berbagai informasi
tentang Indonesia. Di samping itu, tema
tersebut juga dekat dengan kehidupan
siswa. Buku BIPA yang memuat wacana
dengan tema demikian adalah Standard
Indonesia Made Simple. Buku BIPA dengan
tema wacana yang menarik adalah Sentences
Pattern of Indonesian, Sehari-hari dengan
Bahasa Indonesia, dan Jendela Indonesia
(Pelajaran Membaca Teks untuk Tingkat
Mahir). Tema-tema pada wacananya
dekat dengan kehidupan siswa (konkret),
meskipun kurang diperlukan. Buku BIPA
dengan tema yang cukup menarik adalah
buku Bahasa Indonesia. Tema-tema pada
wacananya diperlukan, tetapi tidak dekat
dengan kehidupan siswa (abstrak). Ada

empat buku BIPA yang tidak memuat


wacana, yaitu Essensial Indonesian Phrase
Book, Learn Bahasa Indonesia 1 dan 2, See
and Speak Indonesia, dan Spoken Indonesian
A Course Indonesias National Language.
Unsur Budaya
Buku Sentences Pattern of Indonesian
dikategorikan sebagai buku yang sangat
banyak memuat unsur budaya karena
termuat pada setiap unit pelajaran. Buku
The Easy Way to Master The Indonesian
Language, Standard Indonesia Made
Simple, Sehari-hari dengan Bahasa
Indonesia, dan Jendela Indonesia (Pelajaran
Membaca Teks untuk Tingkat Mahir)
dikategorikan sebagai buku yang banyak
memuat unsur budaya karena 80% unit
pelajarannya memuat unsur budaya. Buku
Essensial Indonesian Phrase Book, See and
Speak Indonesia, Bahasa Indonesia, dan
Spoken Indonesian A Course Indonesias
National Language dikategorikan sebagai
buku cukup memuat unsur budaya karena
50% unit pelajarannya memuat unsur
budaya, sedangkan buku Learn Bahasa
Indonesia tidak memuat unsur budaya
Indonesia.
PEMBAHASAN
Buku I yang berjudul The Easy Way
to Master The Indonesian Language tepat
untuk digunakan siswa BIPA tingkat dasar
sampai menengah dengan B1 bahasa
Inggris. Tujuan buku memberi pelajaran
bahasa Indonesia untuk siswa/pelajar. Buku
ini ditulis untuk pelajar dengan tingkat
kemampuan dasar hingga menengah.
37

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Landasan metodologi yang digunakan


adalah metode terjemahan. Buku ini cukup
merangsang kreativitas siswa. Materi dapat
dipelajari lebih mudah dengan bimbingan
guru.
Hasil analisis dari segi bahasa teridentifikasi bahwa bahasa yang digunakan
jelas, dialog dan tema menarik. Wacana
yang disajikan menarik dan memberikan
informasi real. Banyak mengandung unsur
budaya.
Buku II yang berjudul Essensial
Indonesian Phrase Book ditulis untuk
wisatawan dengan tingkat kemampuan
dasar. Landasan metodologi yang digunakan adalah terjemahan. Oleh karena
untuk buku saku para wisatawan maka isi
buku tidak merangsang kreativitas. Para
pembaca dapat membaca sendiri tanpa
guru. Bahasa jelas, dialog cukup menarik,
tema menarik. Sesuai judulnya, tidak ada
wacana pada buku ini. Unsur budaya sedikit
termuat dalam frase.
Buku III yang berjudul Learn Bahasa
Indonesia 1 dan 2 ditujukan untuk mahasiswa tingkat dasar-mahir. Landasan metodologi yang digunakan adalah terjemahan.
Cukup merangsang kreativitas siswa.
Siswa BIPA yang menggunakan buku ini
membutuhkan bimbingan guru. Buku
sudah diujicobakan di Universitas Nasional
Australia (ANU). Bahasanya sangat jelas,
dialog cukup menarik. Materi disusun dari
mudah ke sulit. Tidak ada wacana, tidak
ada unsur budaya.
Buku IV yang berjudul See and Speak
Indonesia ditulis untuk wisatawan dengan
38

ISSN 97720854980125

kemampuan tingkat dasar. Landasan


metodologi yang digunakan adalah metode
terjemahan. Materi tidak merangsang
kreativitas karena memang bukan untuk
mahasiswa/pelajar. Buku diharapkan dapat
dipelajari mandiri atau dengan bimbingan
guru. Bahasa jelas, dialog cukup menarik.
Materi disusun dari mudah ke sulit. Tidak
ada wacana. Sedikit unsur budaya.
Buku V yang berjudul Bahasa Indonesia untuk mahasiswa tingkat dasar.
Buku disusun dengan berlandaskan metodologi pengajaran terjemahan. Isi cukup
merangsang kreativitas siswa. Dapat
dipelajari dengan bimbingan guru. Bahasa
kurang jelas, dialog tidak menarik. Tema
wacana cukup menarik.. Sedikit unsur
budaya.
Buku VI yang berjudul Sentences Pattern
of Indonesian ditujukan untuk mahasiswa
tingkat dasar-mahir. Menggunakan metode
integratif. Sangat merangsang kreativitas
siswa karena banyak latihan dan bervariasi.
Dapat dipelajari dengan bimbingan guru.
Sudah diujicobakan di Universitas Victoria,
Selandia Baru dan Universitas Hawaii.
Bahasanya jelas,dialog menarik, materi dari
mudah ke sulit. Wacana menarik, sangat
banyak unsur budaya.
Buku VII yang berjudul Standard
Indonesia Made Simple ditujukan untuk
mahasiswa tingkat dasar-mahir. Buku ini
terdiri atas dua bab. Bab I untuk tingkat
dasar dan menengah. Bab II untuk tingkat
mahir. Latihan dan materi yang disediakan
cukup merangsang kreativitas siswa.
Metode yang digunakan adalah metode

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

integratif. Buku ini dapat dipelajari dengan


bimbingan guru. Tidak ada penjelasan
apakah telah diujicobakan di kelas.
Bahasanya jelas, dialog menarik, tema
wacana sangat menarik, dan banyak unsur
budaya.
Buku VIII yang berjudul SehariHari dengan Bahasa Indonesia ditujukan
untuk mahasiswa tingkat dasar dengan
berlandaskan metodologi pengajaran
integratif. Buku ini cukup merangsang
kreativitas siswa. Dapat dipelajari dengan
bimbingan guru. Dalam kata pengantar
dijelaskan bahwa buku tersebut merupakan
edisi kedua dan sudah diujicobakan di
kelas. Bahasanya sangat jelas, dialog sangat
menarik, tema wacana menarik, dan
banyak unsur budaya.
Buku IX yang berjudul Spoken
Indonesian A Course Indonesias National
ditujukan untuk mahasiswa tingkat dasarmahir. Landasan metodologi pengajaran
yang digunakan adalah terjemahan.
Latihan dan materinya cukup merangsang
kreativitas siswa. Siswa diharapkan dapat
belajar baik dengan bimbingan guru.
Bahasanya jelas, tema dialog menarik.
Tidak ada pembelajaran membaca wacana
pada buku ini. Ada sedikit unsur budaya
pada dialog.
Buku X berjudul Jendela Indonesia
ditujukan untuk mahasiswa tingkat
menengah-mahir. Landasan metodologi
pengajaran yang digunakan adalah metode
integratif. Materi pada buku ini cukup
merangsang kreativitas siswa. Siswa dapat
belajar dengan bimbingan guru. Bahasanya

jelas. Tidak ada materi percakapan sehingga


tidak ada dialog. Wacana menarik, dan
banyak mengandung unsur budaya.
KESIMPULAN
Berdasarkan telaah buku teks yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
delapan buku ditulis untuk siswa asing/
mahasiswa yang akan belajar bahasa
Indonesia. Dua buku ditulis untuk orang
asing yang akan berwisata ke Indonesia,
atau dapat digunakan sebagai buku
pendamping pelajaran BIPA. Empat buku
ditulis untuk digunakan oleh siswa dengan
tingkat kemampuan dasar-mahir, empat
buku untuk siswa asing tingkat dasar, satu
buku untuk tingkat dasar-menengah, dan
satu buku untuk tingkat menengah-mahir.
Berdasarkan landasan metodologi
pengajaran yang digunakan, enam buku
menggunakan metode terjemahan, dan
empat buku metode integratif. Dari sepuluh buku yang ditelaah, tujuh buku cukup
memuat materi yang membangkitkan
kreativitas siswa, satu buku sangat membangkitkan kreativitas siswa, dan dua buku
tidak.
Dari segi penggunaan buku, satu
buku dapat dipelajari secara mandiri, satu
buku dapat dipelajari secara mandiri atau
dengan guru, dan delapan buku dapat
dipelajari dengan bimbingan guru. Tujuh
buku menggunakan bahasa yang jelas,
meskipun ada kosakata lama muncul.
Satu buku sangat jelas dengan tema-tema
bacaan yang aktual, dan satu buku cukup
jelas, meskipun kalimatnya kadangkala
terpengaruh struktur bahasa asing.
39

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Satu buku memiliki tema-tema dialog yang


sangat menarik, empat buku menyajikan
dialog yang menarik karena berhubungan
dengan kehidupan real di Indonesia. Tiga
buku menyajikan dialog dengan tema
cukup menarik, satu buku dialognya tidak
menarik terlalu berbelit-belit dan tidak real.
Satu buku lagi tidak mengandung dialog.
Tema wacana yang disajikan pada satu buku
sangat menarik karena sangat konkret dan
mudah dipahami. Empat buku menyajikan
wacana dengan tema-tema menarik, yaitu
tema yang dekat dengan kehidupan siswa
(konkret), meskipun kurang diperlukan.
Satu buku tidak menyajikan wacana
yang menarik karena tema-tema pada
wacananya diperlukan, tetapi tidak dekat
dengan kehidupan siswa (abstrak). Empat
buku tidak memuat wacana.
Unsur budaya sangat banyak dimuat
pada satu buku, empat buku memuat
banyak, empat buku memuat cukup
banyak, dan satu buku tidak memuat unsur
budaya.

40

ISSN 97720854980125

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan


bahwa buku-buku BIPA yang diterbitkan
oleh berbagai penerbit sangat beragam,
baik ditinjau dari segi kesesuaian dengan
pemakai maupun dari segi isi dan bahasa.
Guru BIPA harus pandai menyeleksi buku
yang sesuai dengan kebutuhan siswanya.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
disarankan hal-hal berikut:
(1) Guru BIPA hendaknya menyeleksi
buku teks agar sesuai dengan kebutuhan
siswa dan tujuan pengajaran BIPA,
(2) Materi yang tersedia pada buku dapat
ditambah dengan materi lain yang
lebih aktual, sehingga siswa merasakan
manfaat pelajaran itu,
(3) Guru BIPA hendaknya juga selalu
menyeleksi latihan yang ada pada buku
teks agar sesuai dengan kemampuan
siswa,
(4) Guru BIPA dapat menggunakan
media audio visual untuk menutupi
kelemahan buku teks yang tidak
memuat ilustrasi.

LILIANA MULIASTUTI:
TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, A.M. 2002. The Easy Way to Master The Indonesian Language. Jakarta:
Djambatan.
Anderson, Edmund A. 1996. Spoken Indonesian A course in Indonesias National
Language. Jakarta: Grasindo.
Basri, M. 1997. See and Speak Indonesia. Jakarta: Docindo.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1984. Sentence Patterns of Indonesian. Honolulu: University
of Hawaii Press.
Edizal. 2002. Bahasa Indonesia. Padang: Kayupasak.
Fang, Liaw Yock. 2001. Standard Indonesian Made Simple. Kuala Lumpur: Times Book
Internasional.
Ingham, Katherine dan Iskandar P. Nugraha. 2002. Essential Indonesian Phrase Book.
Jakarta: Java Book Indonesia.
Riasa, Nyoman. 1999. Sistematika Pengajaran Imbuhan meN- dalam Program BIPA,
Buletin BIPA.
Soebardi. 1996. Learn Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Bhratara.
------------. 1996. Learn Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Bhratara.
Sudaryono. 2003. Pemakaian Authentic Materials dalam Pengajaran Bahasa Indonesia
bagi Penutur Asing, Buletin BIPA.
Tim BIPA UI. 1995. Jendela Indonesia. Jakarta: BIPA UI.
-------. 1996. Sehari-hari dengan Bahasa Indonesia. Jakarta: BIPA Universitas Indonesia.

41

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

PENINGKATAN MENULIS BAHASA PRANCIS


MELALUI PERMAINAN BAHASA
Asti Purbarini apurbarini@unj.ac.id
Sri Harini Ekowati - sriharini@ unj.ac.id
Sulandri Nuryadin - snuryadin@ unj.ac.id
Jurusan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta
Artikel diterima 15/04/2011 direvisi 20/05/2011

ABSTRACT
This classroom action research is aimed at finding out the data about how the
application of games in teaching and learning French could improve the students
competence in writing French. This research focuses on the application of game to improve
the French writing competence. It was conducted in 2 cycles during 6 times. The number
of sample in this research was 13 students. They were the 1st year students of French
Department of State University of Jakarta. The instrument used for collecting the data
were tests (pre-test and post-test), and non-test (questionnaire, observers observations
and the researchers). The data were analyzed qualitatively. The games were applied by
students in the class. The result of the application of the games can be seen from the data
analyzed. The result of this research shows that there is a positive effect of the application
of games in French writing class.
Key words : games is French teaching process, students competence in writing French.
PENDAHULUAN
Pengajaran bahasa Prancis di FBS
UNJ mengacu pada standar kompetensi
kebahasaan yang tertuang dalam Cadre
Europen Commun de Reference pour Les
Langues (CECR), yaitu sebuah pedoman
yang digunakan masyarakat Uni Eropa
dalam mengajarkan, menilai, dan
memberikan sertifikat terhadap bahasabahasa yang digunakan di negara mereka.
Lulusan Jurusan Bahasa Prancis UNJ
diharapkan memiliki standar kompetensi
kebahasaan pada tingkat B2.
Menyikapi hal tersebut, selama
empat semester mahasiswa mempelajari
42

kemampuan dasar kebahasaan, yaitu


Reception Orale (kemampuan menyimak),
Reception Ecrite (kemampuan membaca),
Production Orale (kemampuan berbicara),
dan Production Ecrite (kemampuan
menulis).
Salah satu mata kuliah yang dianggap
sulit oleh mahasiswa adalah Kemampuan
Menulis (Production Ecrite) dan mata
kuliah ini menjadi mata kuliah prasyarat
untuk mengikuti perkuliahan menulis pada
tataran yang lebih tinggi, yaitu Redaction I
dan Redaction II.
Mengingat pentingnya mata kuliah
Production Ecrite I ini, seyogyanya peng-

ASTI PURBARINI, SRI HARINI EKOWATI, SULANDRI NURYADIN:


PENINGKATAN MENULIS BAHASA PRANCIS MELALUI PERMAINAN BAHASA

ajaran mata kuliah Production Ecrite I


mendapat perhatian sepenuhnya. Dosen
harus merencanakan perkuliahan sebaikbaiknya agar tujuan pengajaran tercapai.

yang dapat menimbulkan kesenangan dan


hiburan bagi pelakunya. Permainan yang
ditujukan untuk belajar bahasa disebut
permainan bahasa.

Berdasarkan
pengamatan
dan
pengalaman mengajar di tingkat I,
semester I, masalah yang ditemukan pada
pengajaran Production Ecrite I (PE I), yaitu,
a) mahasiswa belum terbiasa mengikuti
perkuliahan di perguruan tinggi, b) adanya
perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa
Prancis dalam segi tata bahasa, kosakata,
dan pemahaman mengenai kebudayaan
Prancis. Masalah yang terakhir ini tampak
pada hasil karangan mahasiswa tingkat I,
semester I, misalnya:

Berdasarkan paparan latar belakang di


atas, masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi, apakah permainan
bahasa dapat meningkatkan kemampuan
menulis bahasa Prancis?

Seharusnya ditulis Yang ditulis


mahasiswa
Tu es tudiant
Tu est tudiant
Elle habite
Elle est habite
Jakarta
Jakarta
Tu vas bien?
Tu es bien?
Kesalahan-kesalahan tersebut disebabkan mahasiswa belum menguasai
kemampuan tata bahasa yang baik.
Berdasarkan hal tersebut, dosen harus
menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan agar mahasiswa dapat
mempelajari bahasa Prancis dengan senang,
tidak merasa cemas, takut, dan malu untuk
mengemukakan pendapatnya dalam bahasa
Prancis.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
oleh dosen untuk mengatasi masalahmasalah itu adalah dengan memberi
permainan bahasa. Menurut Dubois (1983:
550), permainan adalah suatu aktivitas fisik

Untuk menjawab pertanyaan tersebut,


perlu dipaparkan teori yang berhubungan
dengan permainan bahasa dan kemampuan
menulis.
Salah satu strategi mengajar bahasa
yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah permainan bahasa.
Melalui permainan bahasa, pengajar
dapat mengajar bahasa, meningkatkan
kemampuan bahasa pelajar, sekaligus
dapat mendidik pelajar. Hal ini di katakan
oleh Bruchet (1988: 8), Le jeu permet
aux tudiants de communiquer dans des
situations proches de lauthentique, de
stimuler leur crativiti, de mettre en pratique
ce quils savent, damliorer et daccroitre leurs
connaissances et de samuser.
Pernyataan tersebut mengisyaratkan
bahwa permainan membuat pelajar
dapat berkomunikasi secara lisan dalam
situasi nyata, merangsang kreativitas
pelajar sekaligus dapat mengaplikasikan
materi ajar yang telah dipelajari, dan
dapat mengembangkan kemampuan
berbahasanya. Dosen dan mahasiswa;
mahasiswa
dan
mahasiswa
dapat
berinteraksi dengan bahasa yang dipelajari.
Pada proses itu, bukan saja aspek
43

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

pengetahuan yang dapat ditingkatkan,


melainkan juga kepribadian.
Pendapat Bruchet tersebut senada
dengan apa yang dikemukakan oleh Piaget
bahwa permainan dapat mengembangkan
kecerdasan (1980: 164). Kecerdasan dapat
dibangun melalui pembiasaan-pembiasaan.
Pembiasaan itu disesuaikan dengan
perkembangan psikologi dan fisik anak.
Jadi, melalui penerapan permainan bahasa,
pelajar secara tidak sadar belajar bahasa
melalui pembiasaan-pembiasaan yang
diberikan pengajar.
Dari situs www.ac-nice.fr/ienas/2010/
file/lejeuenpedagogie.pdf, Piaget mengatakan bahwa le jeu est un moyen daborder
le monde, il permet d assimiler la ralit.
Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa
permainan bahasa dapat digunakan sebagai
sarana pelajar untuk mempraktikkan
pengetahuan kebahasaannya dalam dunia
nyata. Menurut Piaget, ada empat tahap
dalam penerapan permainan bahasa.
Tahap-tahap itu dinamakan le systme
Esar, yakni,
Tahap jeu dexercice (E), yakni tahap
permainan untuk melatih bahasa.
Tahap jeu symbolique (S), yakni tahap
permainan yang menggunakan simbolsimbol atau tanda yang ditujukan untuk
merangsang daya imajinasi pelajar.
Tahap Jeu dassamblage (A). Pada tahap
ini, pelajar dituntut untuk merakit atau
merangkai suatu permainan. Permainan
ini menurut Piaget, sesuai untuk pelajar
tingkat menengah, contohnya, puzzle.
44

ISSN 97720854980125

Tahap jeu de regles simples et complxes


(R). Permainan ini mempunyai aturanaturan yang sederhana dan kompleks
yang dapat menstimulasi kreativitas
pelajar untuk dapat berpikir, berimajinasi,
merakit suatu benda berdasarkan daya
imajinasi, juga dapat menumbuhkan
kreativitas untuk mencari stategi tertentu.
Melihat kegunaan permainan bahasa
itu, dapat disimpulkan bahwa permainan
bahasa dapat dijadikan sumber belajar
dan dapat dijadikan wadah untuk mengekspresikan pengetahuan yang telah
dipelajari.
Weiss (1973:8) mengatakan bahwa:
La motivation ludique lenvie et le plaisir
de jouer peut grandiment contribuer
animer les classe de langue et permettre
aux lves de s impliquer davantage
dans leur apprentissage en prenant
plaisir jouer avec mot, les pharses, les
textes quils crerons individuellement et
collectivement. Les jeux de crativit leur
permettrons dutiliser de faon nouvelle,
le vocabulaire ou la structure acquis au
cours des leons.
Kutipan tersebut mengisyaratkan
bahwa melalui permainan bahasa, mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuan
yang telah dipelajari dalam suasana yang
menyenangkan.
Menurut Weiss, tahap-tahap kegiatan
permainan bahasa sebagai berikut,
a. Sensibilitas. Pada tahap ini, tugas dosen
adalah menstimulasi ingatan mahasiswa
agar mahasiswa dapat mengingat pelajaran
yang telah dipelajari.
b. Pembelajaran untuk melatih kebahasaan.
Tahap ini dilaksanakan untuk melatih

ASTI PURBARINI, SRI HARINI EKOWATI, SULANDRI NURYADIN:


PENINGKATAN MENULIS BAHASA PRANCIS MELALUI PERMAINAN BAHASA

pemahaman mengenai pengetahuan tata


bahasa, kosakata, dan pengetahuan tentang
budaya. Permainan bahasa pada tahap ini
meliputi kegiatan:
- Presentasi, penjelasan, dan pemahaman
elemen-elemen kebahasaan yang telah
dipelajari dan verifikasi mengenai pemahaman kebahasaan yang telah dipelajari;
- Refleksi, analisis, konseptualisasi mengenai pengetahuan tata bahasa yang telah
dipelajari.
c. Latihan. Tahap ini ditujukan untuk
melatih elemen-elemen kebahasaan, berupa
penguatan pemahaman, latihan untuk
menerapkan pola-pola gramatikal dengan
cara mengganti atau mentranformasi
salah satu kata pada suatu kalimat, serta
memproduksi tulisan atau berbicara secara
terbimbing.
d.Latihan untuk memperluas pemahaman.
Latihan ini ditujukan untuk memperluas
pengetahuan dan pemahaman seluruh
aspek kebahasaan yang telah dipelajari.
e. Penggunaan aspek-aspek kebahasaan
secara spontan. Mahasiswa diminta untuk
menggunakan kosakata, tata bahasa dalam
kegiatan bermain peran, dan sketsa.
Macam-macam permainan bahasa
menurut Weiss, antara lain, permainan
bahasa Lettres et mots, Exercices d
echauffement, Poser des questions, Crativite. Permainan Lettres et mots adalah
permainan bahasa yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa
sambil bermain. Melalui permainan ini,
pembelajar dapat berlatih mengenai bentuk

kata dan cara menuliskannya, sekaligus


memperkaya kosakata.
Permainan bahasa Exercices d
chauffement (2002:39) bertujuan untuk
membangkitkan
minat
pembelajar
untuk berkomunikasi. Agar pembelajar
termotivasi untuk berkomunikasi maka
diperlukan pengetahuan atau strategi untuk
berkomunikasi. Pengajar berfungsi sebagai
fasilitator yang bertugas memotivasi agar
pembelajar mau berkomunikasi. Kadangkadang, komunikasi yang dilontarkan
pembelajar salah. Oleh sebab itu, pengajar
sebaiknya mau menerima kesalahan
pembelajar (2002: 15).
Permainan bahasa Poser des questions
dapat digunakan untuk melatih pembelajar
menyelesaikan masalah melalui permainan,
dengan cara melontarkan permasalahan
atau menebak jawaban dari pertanyaanpertanyaan yang diajukan (2002: 5).
Permainan bahasa Crativit bertujuan untuk melatih pembelajar menjawab
seputar pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Melalui permainan bahasa ini,
pembelajar dilatih dapat menjawab secara
spontan melalui penggunaan kata-kata
baru (2002: 77).
Secara umum, menulis diartikan
sebagai suatu sarana bagi penulis untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain
yang dituju. Pernyataan tersebut dilontarkan
oleh Cornaire dan Raymond (1999: 3).
Menulis merupakan salah satu aktivitas
komunikasi yang akrab dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya, menulis surat,
45

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

mengarang surat cinta, menyampaikan


pendapat, dan lain-lain. Dengan menulis,
kita dapat menyampaikan ide, gagasan, serta
pikiran kita melalui kalimat-kalimat yang
tersusun baik. Menurut Ahmadi, menulis
(mengarang) adalah proses menyusun,
mencatat, dan mengomunikasikan makna, bersifat interaktif, dan diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan suatu sistem tanda
konvensional yang dapat dilihat atau dibaca
(1990: 24).
The Liang Gie mendefinisikan menulis
(mengarang) sebagai serangkaian kegiatan
seseorang untuk mengungkapkan buah
pikiran melalui bahasa tulis untuk dibaca
dan dimengerti oleh orang lain. Buah pikiran
itu dapat berupa pengalaman, pendapat,
pengetahuan, keinginan, perasaan sampai
gejolak kalbu seseorang (1992: 3).
Menyampaikan pokok-pokok pikiran
kepada orang lain tidaklah mudah dan
diperlukan pembelajaran dan pendalaman
untuk menyampaikan pikiran itu. Kegiatan
menulis merupakan kegiatan untuk
mengekspresikan yang tidak digunakan
oleh semua orang dalam kehidupan seharihari, sehingga kegiatan itu tidak bersifat
alami, seperti kegiatan berbicara sebagai
sarana mengekspresikan diri.
Keterampilan Menulis I yang diajarkan
di Jurusan Bahasa Prancis bertujuan agar
mahasiswa mampu menulis teks sederhana
minimal 250 kata dalam bentuk surat, puisi,
dan catatan harian (silabus mata kuliah
JBP). Oleh sebab itu, bentuk tulisan yang
harus ditulis mahasiswa berbentuk surat,
46

ISSN 97720854980125

puisi, dan catatan harian. Dalam menulis


bahasa Prancis, pengetahuan tata bahasa
dan penguasaan kosakata merupakan faktor
penting. Tulisan yang baik adalah tulisan
yang enak dibaca dan mudah dipahami
oleh pembaca.
Agar tulisan enak dibaca atau mudah
dipahami oleh pembaca, sebuah tulisan
harus memenuhi persyaratan tertentu,
yaitu: jelas, singkat, mengandung kejujuran,
dan menggunakan kosakata yang bervariasi.
Unsur kejelasan dalam sebuah tulisan
sangat penting, bahkan itu merupakan
kunci, karena tujuan orang untuk
berkomunikasi secara lisan atau tulisan
adalah untuk memperoleh kejelasan. Ketika
kita menuliskan sesuatu, kita harus dapat
memberikan gambaran kepada pembaca
sama persis dengan apa yang kita pikirkan.
Menurut Dufayet dan Van Cleef, kemampuan menulis membutuhkan paling
tidak pengetahuan tentang kosakata, tata
bahasa, konjugasi, ortografi, dan konstruksi
kalimat (tanpa tahun: 19).
Berikutnya adalah pengetahuan tentang ortografi; ortografi dalam bahasa
Prancis dan bahasa Indonesia sangat
berbeda. Perbedaan ini menimbulkan
kesulitan bagi mahasiswa.
Tata bahasa adalah kesatuan aturan
yang harus ditaati dalam menulis agar dapat
menghasilkan tulisan yang dipahami oleh
pembacanya. Menurut Tarigan (1992: 8),
tata bahasa adalah studi mengenai struktur
kalimat dan ilmu yang mempelajarinya
termasuk dalam tataran sintaksis dan
morfologi. Sementara itu, menurut

ASTI PURBARINI, SRI HARINI EKOWATI, SULANDRI NURYADIN:


PENINGKATAN MENULIS BAHASA PRANCIS MELALUI PERMAINAN BAHASA

Dictionnaire Robert, tata bahasa adalah


ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang
mengatur penggunaan bahasa lisan dan
tulisan agar dapat digunakan dengan benar.

f. Menyusun angket yang ditujukan kepada


mahasiswa untuk mengetahui kesan-kesan
mereka selama belajar bahasa dengan
menggunakan permainan bahasa;

Jadi, agar dapat menulis dengan baik,


mahasiswa harus menguasai aturan tata
bahasa, aturan penulisan (ortografi), dan
perbendaharaan kata yang luas.

g. Memberi tes akhir Kemampuan Menulis


I kepada mahasiswa.

Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan


Bahasa Prancis FBS UNJ pada September
Desember 2010 pada kelas Kemampuan
Menulis I dengan jumlah mahasiswa tiga
belas orang. Metode yang digunakan
mengikuti model Kemmis dan Taggart
(1990: 4), yaitu siklus bergerak mengikuti
pergerakan 1) planning, 2) acting, 3)
observing, 4) reflecting, 5) replanning.
Jenis permainan yang digunakan dalam
penelitian, meliputi 4 jenis permainan
bahasa tersebut di atas, yaitu: Lettres et mots,
Exercices dchauffement, Poser des questions,
dan Crativit.
Perencanaan
Pelaksanaan perencanaan mencakup
kegiatan:
a. Praobservasi;
b. Menyusun angket untuk mengetahui
kesulitan mahasiswa dalam menulis atau
mengarang bahasa Prancis;
c. Memberi tes awal kemampuan menulis;
d. Menyusun skenario pelaksanaan tindakan berupa permainan bahasa;
e. Menyusun jurnal harian pengamat yang
bertujuan untuk mengamati dosen dan
mahasiswa selama proses belajar mengajar
berlangsung;

Tindakan
Pada tahap ini, skenario tindakan
diaplikasikan, yakni berupa permainan
bahasa yang ditujukan untuk melatih
kebahasaan. Tujuannya agar mahasiswa
dapat
menambah
perbendaharaan
kosakata, melatih dan meningkatkan
kemampuan gramatikalnya, serta wawasan
kebudayaannya berkembang.
Pengamatan
Pelaksanaan tahap ini berupa pengamatan terhadap pemberian latihan kebahasaan berupa permainan bahasa.
Refleksi
Pengamatan dianalisis untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan tindakan
yang telah dilakukan. Bila masih ada hal
yang dirasa kurang, lalu direncanakan
kembali kegiatan atau tindakan untuk
memperbaiki kemampuan menulis yang
ingin dicapai.
Data dan Sumber Data
Data penelitian diperoleh dari: 1)
angket mahasiswa sebelum tindakan
dilakukan, 2) tes awal Menulis I, tes akhir
Menulis I, tes awal diperoleh sebelum
tindakan dilakukan, tes akhir diperoleh dari
evaluasi setiap akhir siklus.

47

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Pada tahap terakhir penelitian, nilai tes


awal akan dibandingkan dengan nilai tes
akhir. Selain itu, jurnal harian pengamat,
kesan-kesan mahasiswa setelah mengikuti
perkuliahan Menulis I akan dianalisis.
Instrumen Pengumpul Data
dalam Penelitian
Instrumen-instrumen untuk mengumpulkan data diperoleh dari: pengamatan
awal; angket untuk mahasiswa; tes awal;
jurnal harian pengamat; kesan-kesan
mahasiswa terhadap terhadap permainan
sebagai sumber belajar; tes akhir; rekaman
gambar.
Analisis Data dan Interpretasi Data
Analisis data dalam penelitian ini
dilaksanakansecarakualitatifdankuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk melihat
peningkatan hasil belajar Menulis I pada
akhir setiap siklus. Sementara itu, analisis
kuantitatif digunakan untuk mengetahui

ISSN 97720854980125

Hasil Penelitian
Untuk mengetahui kesulitan mahasiswa
dalam menulis bahasa Prancis, mereka
diberikan angket. Berdasarkan angket
yang diberikan kepada mahasiswa, mereka
mengalami kesulitan karena minimnya
kosakata yang dimiliki, pemahaman dan
penggunaan tata bahasa yang belum kuat
dan tidak dapat mengembangkan ide.
Kemudian, untuk mendapatkan nilai awal
kemampuan menulis mahasiswa diberikan
tes Menulis 1. Hasilnya sebagai berikut:
Tabel 1 Nilai Tes Awal Menulis I

No. Kode
Mahasiswa
M
1

Nilai

Abjad

75

72,5

70

60

72,5

52,5

TL/E

perbandingan hasil belajar Menulis I pada


awal dan akhir seluruh siklus pembelajaran
yang telah dilakukan (Strauss dan Corbin,
1990: 18).

88

10

TL/E

52,5

TL/E

10

70

Untuk menilai kemampuan menulis


mahasiswa semester I digunakan acuan
penilaian DELF A1 sebagai berikut
(Tagliante, 2005: 70):

11

52,5

TL/E

12

67,5

13

52,5

TL/E

- Comprhension de
la consigne
- Performance
globale
- Structures simples
et correctes
- Lexique appropri
- Prsence
darticulateurs trs
simples

48

0,5

1,5

0,5

1,5

0,5

1,5

0
0

0,5
0,5

1
1

1,5
1,5

2
2

ASTI PURBARINI, SRI HARINI EKOWATI, SULANDRI NURYADIN:


PENINGKATAN MENULIS BAHASA PRANCIS MELALUI PERMAINAN BAHASA

Tabel tersebut menginformasikan ada


satu orang memperoleh nilai A (7,69%),
5 orang mendapat nilai B (38,46%), dua
orang bernilai C (15,38%) dan E/TL ada
5 orang (38,46%). Nilai rata-rata pada
tes awal adalah 61,19 atau C (menurut
abjad). Hal ini belum memuaskan bagi
suatu pembelajaran. Nilai tes awal dapat
diperikan pada tabel di bawah ini:

nette dan propre, agreable, clair, confortable.


Contoh:
Yang ditulis
mahasiswa
Je suis confortable
Ma chambre as
nette
Je suis clair

Seharusnya ditulis
Cest confortable
Ma chambre est
propre
Cest clair

Masalah bidang kultural: Penggunaan tu


dan vous yang tertukar. Penulisan surat
pribadi yang bergaya surat Indonesia.
Hipotesis
Dengan permainan bahasa berupa

Diagram 1. Diagram nilai tes awal kemampuan


Menulis I

Berdasarkan angket dan hasil tes awal


maka dilaksanakan tindakan siklus 1,
dengan rincian sebagai berikut :
Masalah
Apakah dengan permainan huruf dan
kata dapat meningkatkan kemampuan
menulis mahasiswa Jurusan Bahasa Prancis
semester I?
Analisis Masalah
Dari praobservasi yang dilakukan,
ditentukan analisis masalah sebagai berikut:
Masalah bidang tata bahasa : kesalahan
konjugasi, kesalahan penggunaan ajektif,
kesalahan penggunaan determinan, dan
tanda baca
Masalah bidang kosakata: penggunaan
kosakata yang kurang tepat, misalnya,

huruf dan kata (les phrases et les mots) dan


Exercices dchauffement, kemampuan
menulis mahasiswa semester I Jurusan
Bahasa Prancis akan meningkat.
Permainan bahasa ini dilaksanakan
selama tiga pertemuan, dan untuk
mengetahui dampak dari pemberian
permainan bahasa dalam meningkatkan
kemampuan menulis, diadakan evaluasi
untuk mengetahui kemampuan menulis
mahasiswa. Dari evaluasi yang dilakukan,
diperoleh informasi mengenai nilai Menulis
I sebagai berikut:
Tabel 2 Nilai tes Menulis I pada siklus I

No. Kode
Mahasiswa
M
1

Nilai

Abjad

85

70

82,5

65

75

56,5

87,5

A
49

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

42,5

62,5

10

73,75

11

55

12

86,25

13

61,25

Data tersebut menginformasikan


ada empat orang yang mendapat nilai A
(30,76%), tiga orang memperoleh nilai B
(23%), tiga orang mendapat nilai C (23%),
sedangkan untuk nilai D ada dua orang
(15,38%) dan satu orang tidak lulus / E
(7,69%).
Secara
keseluruhan
rata-rata
pemerolehan nilai adalah 69,44 (C menurut
abjad). Nilai pemerolehan tes Menulis I
pada akhir siklus I diperikan pada diagram
di bawah ini:

Diagram 2 : Nilai tes Menulis I pada akhir Siklus I

Sebelum melaksanakan siklus II,


perlu dilakukan analisis situasi. Pada
siklus pertama telah dilakukan tiga tahap
permainan dan ternyata hasilnya belum
memuaskan, sehingga diputuskan untuk
melanjutkan permainan ini dengan siklus
kedua. Kekurangan mahasiswa masih
pada bidang kosakata, tata bahasa, dan
pengetahuan kultural. Untuk itu diberikan
50

ISSN 97720854980125

permainan bahasa berupa permainan


yang bernama Poser des questions dan
Crativit untuk meningkatkan kosakata
dan tata bahasa serta meningkatkan
pengetahuan budaya.
Setelah dilakukan tindakan, pengamatan, refleksi pada siklus II, diadakan
evaluasi Menulis I untuk mengetahui apakah ada peningkatan mahasiswa dalam
kemampuan menulisnya.
Evaluasi Menulis I yang diberikan
kepada mahasiswa menghasilkan nilai
sebagai berikut:
Tabel 3 Nilai tes Menulis I pada siklus II

No. Kode
Mahasiswa
M
1
M
2
M
3
M
4
M
5
M
6
M
7
M
8
M
9
M
10
M
11
M
12
M
13

Nilai

Abjad

75
82,5
80
80
80
85
85
50
52,5
85
82,5
65
78

B
A
A
A
A
A
A
E / TL
E / TL
A
A
C
B

Dari tabel tersebut, diinformasikan


terdapat delapan orang memperoleh nilai A
(61,53%). Nilai B diperoleh oleh mahasiswa
sebanyak dua orang (15,35%), sedangkan
nilai C ada satu orang (7,69%) dan dua orang
tidak lulus / E (15,38%). Secara keseluruhan
rata-rata memperoleh nilai 75,42 atau B.
Hal ini menginformasikan ada peningkatan

ASTI PURBARINI, SRI HARINI EKOWATI, SULANDRI NURYADIN:


PENINGKATAN MENULIS BAHASA PRANCIS MELALUI PERMAINAN BAHASA

pemerolehan nilai sebesar 5,98 (7,93%)


dibandingkan dengan pemerolehan nilai
pada siklus I.
Bila data pemerolehan nilai diperikan,
akan tampak pada diagram di bawah ini:

Diagram 3 Nilai tes Menulis I pada akhir siklus II

Oleh karena pemerolehan nilai ratarata sudah mencapai nilai B (termasuk


kategori baik), penelitian ini diakhiri pada
siklus II.
Di bawah ini diperlihatkan secara
keseluruhan hasil tes kemampuan menulis
mahasiswa semester I.
Tabel 4 Hasil Rata-rata Tes Kemampuan Menulis I
Nilai Awal Tes
Kemampuan
Menulis
61, 19

Nilai Tes
Kemampuan
Menulis
Siklus I
69, 44

Nilai Tes
Kemampuan
Menulis
Siklus II
75, 42

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis
hasil penelitian, dapat diambil beberapa
kesimpulan berikut:
1. Keberhasilan pembelajaran Menulis I
pada mahasiswa Jurusan Bahasa Prancis,
Fakultas Bahasa dan Seni, UNJ ternyata
dapat ditingkatkan melalui pemberian

permainan bahasa. Hal ini dapat dilihat dari


hasil tes siklus I dan hasil siklus II.
2. Permainan bahasa secara nyata dapat
diterapkan dalam pembelajaran bahasa.
Implikasi
Penerapan permainan bahasa dalam
pembelajaran menulis yang dilakukan
sebelum proses menulis, memberi
dampak cukup berarti bagi peningkatan
kemampuan menulis. Melalui permainan
bahasa, mahasiswa secara tidak sadar
belajar tentang kosakata, tata bahasa, dan
budaya. Suasana yang menyenangkan,
gembira ketika bermain, membuat
mahasiswa tidak merasa tertekan ketika
belajar. Hal ini berdampak positif karena
mereka dapat menambah pengetahuannya,
apalagi ketika mereka diberi tugas menulis,
mereka akan selalu ingat kosakata yang
telah dikuasai. Pemahaman tata bahasa
yang sulit dicerna ketika diajarkan oleh
dosen, akan terasa ketika mereka bermain.
Mereka akan berusaha membuat kalimatkalimat yang baik ketika mereka bermain
agar memperoleh nilai.
Permainan bahasa yang nyata
berdampak positif untuk meningkatkan
kemampuan menulis, dapat pula berdampak
positif
meningkatkan
kemampuan
berbicara dan menyimak. Ketika dosen
memberikan instruksi, mahasiswa harus
memahami instruksi itu, sehingga ia dapat
bermain. Interaksi antara mahasiswa dan
dosen dengan mahasiswa dapat menjadi
arena untuk mengaplikasikan kemampuan
berbicara.

51

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa permainan bahasa
dapat berguna untuk melatih pembelajar
bahasa untuk memperkaya kosakata,
memahami tata bahasa, dan budaya.
Meskipun
demikian,
permainan
bahasa bukan satu-satunya cara untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa.

ISSN 97720854980125

Permainan bahasa dapat digunakan sebagai


sarana untuk menarik mahasiswa agar
menyenangi bahasa Prancis.
Penerapan permainan bahasa membutuhkan kreativitas pengajar. Pengajar
harus dapat memilih permainan yang sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran yang
dicapai. Selain itu, pemilihan permainan
harus disesuaikan dengan tingkat
pengetahuan, usia, serta minat pelajar.

DAFTAR PUSTAKA
Bruchet, Janine. 1988. Professionnellement votre I: Jeu de rle et de discussion. Paris:
Larousse.
Cornaire dan Raymond. 1999. La Production Ecrite. Paris: Cl Internationale.
Cuq, Jean. Pierre et Isabelle Grucon. 2002. Cours de didactique du franais langue
trangre et seconde. Grenoble: Presse Universitaire de Grenoble.
Dubois Claude et all. 1983. Dictionnaire petit Larousse illlustr. Paris: Librairie Hachette.
Dufayet, Van Cleef. tanpa tahun. Production Ecrite. Paris: Nathan.
Tagliante, Christine. 2005. Evaluation et le CECR. Paris: Cl Internationale.
The Liang Gie. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi.
Tarigan, Henry Guntur. 1992. Menulis sebagai Keterampilan Proses Berbahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa.
Kemmis, Mc.Taggart. 1990. The Act Planner. Victoria : Deakin University Press.
Labinovicz, Ed. 1980. The Piaget Primer, Thinking, Learning, Teaching. Addison: Wesley
Publishing Company, Inc.
Mills, Geoffey. E. 2000. Action Research guide for the Teacher Research. New Jersey:
Prentice Hall.
Strauss, Anselm and Juliet Corbin. 1990. Basic of Qualitative Research: Grounded theory
procedures and techniques. New York : Sage Publication.
Weiss, Franois. 1983. Jeux et activit communicatives dans la classe de langue. Paris:
Hachette.
Weiss, Franois. 2002. Jouer, communiquer, apprendre. Paris: Hachette.
www.ac-nice.fr/ienas/2010/file/le jeu en pedagogie/pdf
52

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

ASPEK KEBUDAYAAN
DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1
Ratna - ratna@ unj.ac.id
Dian Savitri - dsavitri@ unj.ac.id
Sulandri Nuryadin - snuryadin@ unj.ac.id
Jurusan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta
Artikel diterima 03/09/2011 - direvisi 14/03/2011
ABSTRACT
This study is concerned with analysis of cultural aspects in French course book TAXI
1. The objective of this study is to find out empirical data of cultural aspects existing in the
course book and also to know the way those cultural aspects are presented to meet the goal
of cultural teaching. This study is conducted through descriptive analytical interpretative
study by using content analysis. The process of analysis is focused on cultural aspects and
the way they are presented. The result of this study showed that the themes of cultural
aspects presented in the course book both for knowledge and communicative competence
were focused on one target, it is communication. It is definitely based on the objective
formulated in the course book; the acquisition of communicative competence for sociocultural exchange. In terms of the way of presentation, it is commonly concluded that the
way cultural aspects are presented for both for knowledge and communicative competence
is related to the objective of the course book; that is to communicate in real situation.
Key words: culture, teaching material, course book.

PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa bahasa
dan kebudayaan memiliki hubungan
yang sangat erat, sehingga pengajaran dan
pembelajaran bahasa juga tidak terlepas
dari pembelajaran kebudayaan. Hal tersebut
ditegaskan juga oleh Porcher bahwa
un apprentissage de langue nest jamais
indpendant dun apprentissage culturel
(1986:44).

ini adalah bagian kecil dari peradaban,


sehingga peran kebudayaan dalam pengajaran bahasa asing tidak dapat diabaikan.
Pada bahasa-bahasa tertentu, unsur-unsur
kebudayaan dapat terasa, tersamar pada
awal pembelajaran bahasa, sehingga secara
tidak langsung diperlukan penjelasan
pada proses pertama pengajaran akan
makna kebudayaan yang tersirat pada awal
pembelajaran tersebut.

Bahkan tidaklah keliru bila dikatakan


bahwa bahasa hanya merupakan sebagian
kecil dari kebudayaan, dan yang terakhir

Dalam pengajaran dan pembelajaran


bahasa Prancis, tujuan pengajaran kebudayaan tidak hanya diarahkan untuk
53

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

mencapai keterampilan berbahasa (savoir


faire) dan savoir vivre, namun juga untuk
mencapai pengetahuan (savoirs). Untuk itu,
pengajaran bahasa juga tidak terlepas dari
pengajaran peradaban (Civilisation), karena
bahasa dan peradaban juga berkembang
secara bersama sehingga keduanya
membentuk suatu ikatan yang kuat.
Ikatan ini merupakan proses alami karena
peradaban melahirkan tindakan-tindakan
dan benda-benda baru yang memerlukan
penamaan. Penamaaan inilah yang
memunculkan kata-kata dan ungkapanungkapan baru. Hal itu ditegaskan Porcher
et, justement, par une chance inespre, les
deux monnaies, la langue et la civilisation
sont troitement lies dans leurs volutions
mmes. Elles se produisent lune lautre et
sexpriment mutuellement, elles sont prsentes
lune dans lautre (1986:33).
Mengingat pentingnya pemahaman
kebudayaan dalam pengajaran dan
pembelajaran bahasa asing, dua hal penting
yang harus diperhatikan adalah aspek
kebudayaan seperti apa yang menyertai
pengajaran dan pembelajaran bahasa asing
dan bagaimana aspek kebudayaan tersebut
disajikan dalam suatu materi pengajaran.
Dengan demikian, untuk sampai pada
analisis aspek kebudayaan dalam tujuan
pendidikan, terlebih dahulu ditelaah
ruang lingkup kebudayaan dalam konteks
pengajaran. Ruang lingkup kebudayaan
perlu berada selaras dengan unsur-unsur
bahasa yang diajarkan, dan konteks
pengajaran bahasa bisa diciptakan untuk
menunjang penerapan pengetahuan bahasa
dan budaya.
54

ISSN 97720854980125

Berdasarkan latar belakang yang telah


dikemukakan, masalah dalam penelitian ini
adalah aspek kebudayaan seperti apa yang
menyertai pengajaran dan pembelajaran
bahasa asing, dan bagaimana aspek
kebudayaan tersebut disajikan dalam suatu
materi pengajaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperoleh data empiris mengenai materi
ajar aspek kebudayaan Prancis apa saja
yang terkandung di dalam buku TAXI 1.
Selain itu, penelitian ini juga ditujukan
untuk mengetahui cara penyajian aspek
kebudayaan yang digunakan dalam buku
TAXI 1 tersebut.
Istilah kebudayaan kerap kali
disinonimkan dengan istilah peradaban. Di
kalangan pakar kebudayaan, Malinowsky
termasuk tokoh fonctionnaliste yang
memandang kata kebudayaan sebagai
sinonim dari kata peradaban, dengan catatan
bahwa kata peradaban lebih mengacu pada
aspek khusus dari kebudayaan yang lebih
maju (Bakker, 1984:26).
Menurut Koentjaraningrat, istilah
peradaban biasanya dipakai untuk
menunjuk bagian-bagian dan unsurunsur kebudayaan yang halus dan indah,
seperti kesenian, ilmu pengetahuan, serta
sopan santun, dan sistem pergaulan yang
kompleks. Seringkali istilah peradaban
dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan
yang mempunyai sistem teknologi, seni
bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan,
dan ilmu pengetahuan yang maju dan
kompleks (1996:74).

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

Kebudayaan dan peradaban bukanlah


dua hal yang saling berlawanan, melainkan
dua istilah yang mengacu pada realitas
yang satu dan sama, yakni cara khas
manusia membangun dunianya (Maran,
1999:37). Pada dasarnya apa yang disebut
peradaban itu merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kebudayaan. Perbedaan
antara kebudayaan dan peradaban
bukan menyangkut pengertian yang
berbeda ataupun yang berlawanan antara
kedua istilah tersebut, melainkan lebih
menyangkut pada perkembangan segi-segi
kualitatif dalam proses hidup manusia dan
masyarakat (Maran, 1999:37).
Sebagai contoh, jika kebudayaan
mengacu pada proses belajar menjadi
manusia sejati, peradaban mengacu
pada hasil-hasil nyata dari proses belajar
tersebut, berupa kepandaian-kepandaian,
keunggulan-keunggulan,
keterampilanketerampilan real untuk menjadikan
hidup ini lebih manusiawi. Hal senada
juga dikemukakan Bonte dan Izard bahwa
la civilisation est donc un rsultat, mais
cest aussi compte tenu de la perfectibilit
humaine, un horizon indfiniment repouss
(1991:151).
Mengacu pada definisi yang dikemukakan Bonte dan Izard, jelaslah bahwa
peradaban (civilisation) adalah suatu hasil
dan juga merupakan bagian dari upaya
kesempurnaan manusia yang berlangsung
tanpa batas. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa peradaban adalah wujud
dari masyarakat yang maju (la socit
volue).

Bonte dan Izard juga mengutip


definisi kebudayaan dari Websters Ninth
Collegiate Dictionnary. Definisi tersebut
lahir pada abad XIX yang mengartikan
kebudayaan sebagai suatu bentuk khusus
dari kepercayaan adat, bentuk-bentuk
sosial, ciri-ciri material suatu kelompok
rasial, agama, dan sosial, sehingga semua
elemen tersebut menjadi dasar suatu pola
hidup yang memiliki suatu keterkaitan
dan kekhasan. Jelasnya dikatakan Bonte
dan Izard bahwa la culture comme une
configuration particulire (de) croyances
coutumires, (de) formes sociales et (de)
traits matriels dun groupe racial, rligieux
ou social (1991:193).
Sementara itu, Tylor, seorang antropolog Inggris yang cukup ternama,
sebagaimana dikutip oleh Saifullah memberikan definisi tentang kebudayaan sebagai
berikut: culture is that complex whole which
includes knowledge, belief, art, moral, law,
custom and any other capabilities and habits
acquired by man as a member of society
(1981:24).
Berdasarkan definisi tersebut, maka
segala segi kebudayaan tidaklah secara
langsung dimiliki manusia sejak lahir
sebagai akibat bakat-bakat yang telah
tersedia, tetapi harus diperoleh manusia
dalam usaha kerja manusia sebagai anggota
kehidupan masyarakat, sebagaimana
ditekankan dalam kalimat acquired by
man as a member of society. Hal ini hanya
mungkin dicapai manusia melalui cara
dalam bentuk proses yang disebut proses
pendidikan, baik formal maupun informal.
55

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian atau subsistem
dari sistem kebudayaan, bahkan bagian
yang inti dan terpenting dari kebudayaan
dan bahasa yang terlibat dalam semua
aspek kebudayaan. Lebih penting dari itu,
kebudayaan manusia tidak akan dapat
terjadi tanpa bahasa; bahasalah faktor
yang
memungkinkan
terbentuknya
kebudayaan. Ini dapat kita mengerti
jika kita bayangkan sejenak bagaimana
mungkin
kita
memperkembangkan
unsur-unsur kebudayaan, seperti pakaian,
rumah, lembaga pemerintahan, lembaga
perkawinan, hukum, dan sebagainya tanpa
bahasa. Jadi bahasa adalah sine qua non
(= yang mesti ada) bagi kebudayaan dan
masyarakat manusia.

ISSN 97720854980125

Misalnya, upacara, ritual, nyanyian,


cerita, doa merupakan tindak tutur atau
peristiwa wicara. Semua yang ingin
terlibat dan memahami budaya tersebut
harus menguasai bahasa karena dengan
itu barulah mereka bisa berpartisipasi
dan mengalami budaya tersebut. Sebagai
indeks budaya, artinya bahasa juga
mengungkapkan cara berpikir dan menata
pengalaman penuturnya yang dalam
bidang tertentu muncul dalam item leksikal
dan sebagai simbolik budaya, maksudnya
adalah bahasa menunjukkan identitas
budaya etnis.

Hubungan lain dari bahasa dengan


kebudayaan ialah bahwa bahasa sebagai
sistem komunikasi mempunyai makna
hanya dalam kebudayaan yang menjadi
wadahnya. Penting bagi guru-guru
bahasa mengetahui bahwa sesuatu bahasa
berada dalam suatu kebudayaan tertentu,
sehingga mengerti sesuatu bahasa tertentu
memerlukan sedikit banyak pengertian
tentang kebudayaannya.

Pada dasarnya, tujuan mempelajari


kebudayaan melalui suatu bahasa adalah
untuk mengerti lebih mendalam pola dan
nilai-nilai dari masyarakat penutur bahasa
tersebut (Nababan, 1991:51). Menurut para
ahli ilmu-ilmu sosial, pengkajian bahasa
yang bertujuan untuk memahami suatu
kebudayaan berangkat dari tiga disiplin
ilmu yakni: sosiologi, sosiolinguistik,
dan antropologi. Oleh karena itu, untuk
menganalisis kebudayaan dalam tujuan
pengajaran dan pembelajaran bahasa,
diperlukan sudut pandang kebudayaan
dalam konteks ketiga disiplin ilmu tersebut.

Mengenai hubungan budaya dan


bahasa, Fisman (1985) menyatakan bahwa
hubungan bahasa dengan budaya bisa
dilihat dalam tiga perspektif, yakni (1)
sebagai bagian dari budaya, (2) sebagai
indeks budaya, dan (3) sebagai simbolik
budaya. Sebagai bagian dari budaya,
maksudnya adalah, bahasa merupakan
pengejawantahan
perilaku
manusia.

Pada prinsipnya, sosiologi, sosiolinguistik dan antropologi merupakan tiga


disiplin ilmu yang berbeda. Namun
setidaknya, ketiga displin ilmu tersebut
membahas masalah masyarakat dan
kebudayaan. Mengingat bahwa ketiga
disiplin ilmu tersebut memiliki orientasi
yang berbeda pula, penyajian materi
kebudayaan dalam pengajaran dan

56

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

pembelajaran bahasa asing didasari atas


tujuan yang berbeda pula.
Sementara itu, Holec dalam Zarate
(1988:106) mengemukakan beberapa alasan adanya dimensi kebudayaan dalam
pengajaran dan pembelajaran bahasa asing.
Salah satu alasan yang dikemukakan adalah
bahwa perolehan suatu bahasa sebagai
praktek sosial tidak terlepas dari unsur sosial
budaya. Hal itu disebabkan sosial budaya
menciptakan
kesepakatan-kesepakatan
yang mengatur praktik-praktik sosial
bahasa atau yang berhak menentukan apa,
kepada siapa, dan bagaimana. Kemudian,
kesepakatan-kesepakatan tersebut diarahkan untuk savoir-tre (kesopanan) dan
savoir-faire (keterampilan) dan sentuhan
kebahasaan yang berlaku dalam masyarakat
yang berbudaya.
Sehubungan dengan itu maka
pemilihan materi kebudayaan sebaiknya
didasarkan atas kriteria tertentu guna
pencapaian proses komunikasi yang
lancar. sebagaimana yang dikemukakan
Kruger dalam Byram (1992:101) dans
quelle mesure elle fait progresser ou entrave
la communication et deuximement, dans
quelles conditions elle rend somme toute
possible la communication et est utile pour
celui qui apprend une langue.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan
dalam menyajikan kebudayaan; yang
pertama adalah dalam ukuran seperti apa
kebudayaan dapat memperlancar dan
menghambat komunikasi, kedua, dalam
kondisi yang bagaimana kebudayaan

dapat menciptakan suatu komunikasi dan


berguna bagi siapapun yang mempelajari
suatu bahasa. Dengan demikian, di dalam
menyajikan materi ajar kebudayaan pada
sebuah buku pelajaran terdapat dua hal yang
menjadi acuan, yaitu: 1) isi (contenu) dan
2) cara penyajian (mode de prsentation).
Selain itu, perlu dilihat pula apakah isi
dan cara penyajian aspek kebudayaan
yang diberikan bersifat steoretip atau tidak
steoretip dan beragam atau tidak beragam.
Adapun faktor lain yang dijadikan
pertimbangan dalam menyajikan materi
kebudayaan adalah bagaimana memformulasikan pernyataan ataupun ungkapan
dalam suatu bacaan, sehingga pembelajar
dapat menangkap dengan mudah maknamakna yang terkandung di dalamnya. Hal
tersebut dianggap penting karena tujuan
menganalisis materi kebudayaan adalah
untuk memberikan suatu bacaan, baik
mengenai tingkah laku maupun bendabenda fisik yang ikut memformulasikan
makna-makna (Byram, 1992:117-118).
Sehubungan dengan itu, ada hal
penting yang harus diperhatikan dalam
memberikan suatu bacaan, yaitu bahwa
bacaan sebaiknya dikemukakan secara
eksplisit, teratur, jelas, dan sesuai dengan
objek yang akan dijelaskan. Jelasnya Byram
mengatakan bahwa la lecture sera elle-mme
exprime par la langue, forme dexpression
qui devrait tre explicite, ordonne et claire, et
contraste avec lobjet expliquer (1992:118).
Salah satu variabel yang menentukan
keberhasilan dalam proses pengajaran
bahasa asing adalah buku ajar, yang berisi
57

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

bahan pengajaran/pembelajaran dan


diikuti dengan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan selama berlangsungnya
proses belajar mengajar di dalam
kelas. Bahan ajar dan aktivitas tersebut
memiliki kesinambungan antara satu dan
yang lain dan memiliki kemajuan yang
teratur ditinjau dari sudut linguistik serta
kebudayaan. Menurut Tagliante (2006:71),
buku ajar dalam pengajaran bahasa asing
adalah recueils de documents et dactivits
de classe qui suivent une progression et se
rclament dune mthodologie donne.
Buku ajar pengajaran bahasa asing
yang baik, khususnya bahasa Prancis
dilengkapi dengan buku pedoman untuk
pengajar (guide pdagogigue) yang berisi
penjelasan langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh pengajar, informasi kultural,
aktivitas-aktivitas yang perlu diberikan oleh
pengajar, dan lain-lain. Buku pedoman ini
jelas akan mempermudah pengajar yang
bukan penutur asli dalam mengajar di kelas.
Di samping itu buku ajar juga dilengkapi
dengan kaset/VCD audio, visual, dan buku
latihan untuk pembelajar.
Di dalam buku ajar yang ditujukan
untuk pembelajar, tertera pula jumlah jam
yang harus ditempuh oleh pembelajar dalam
mencapai kemampuan yang diharapkan
dan tingkatan yang akan dicapai, misalnya
A1, A2.
Pemilihan buku ajar menuntut
perkembangan-perkembangan yang signifikan, dan buku dapat digunakan tidak saja
untuk menjawab kebutuhan institusi, tetapi
juga kebutuhan pembelajar dan kriteria
58

ISSN 97720854980125

pengajar.
Namun pada kenyataannya, dalam
pengajaran bahasa asing, pengajar sering
kesulitan menemukan buku ajar yang dapat
menjawab semua kebutuhannya. Buku ajar
bahasa yang dilengkapi dengan bahanbahan atau dokumen-dokumen autentik
yang aktual, latihan-latihan tata bahasa
yang dapat menciptakan sistematisasi
latihan-latihan pengoreksiaan fonetik, dan
lain-lain.
Oleh sebab itu, buku ajar bahasa Prancis
sebagai bahasa asing yang diterbitkan
oleh penerbit Prancis kerap dilengkapi
dengan buku latihan yang ditujukan untuk
pembelajar, aktivitas-aktivitas di dalam
kelas, permainan, dan sebagainya. Bahanbahan tambahan tersebut diharapkan dapat
membantu pengajar dan sekaligus dapat
meningkatkan keterampilan pemahaman
lisan, tulisan, dan produksi lisan dan tulisan.
Pada hakikatnya, ada dua pengertian
yang harus terkandung dalam kata materi
ajar, yakni materi pelajaran dan materi
pengajaran. Baik materi pelajaran maupun
materi pengajaran, keduanya memegang
peranan yang sangat penting dalam
kegiatan belajar mengajar. Materi pelajaran
adalah sesuatu yang menjadi bahan untuk
dipelajari selama proses kegiatan belajar
mengajar, sedangkan materi pengajaran
dapat dikatakan sebagai bahan yang
dipersiapkan untuk proses belajar mengajar
(Semi, 1993:44).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya materi
pelajaran dan materi pengajaran keduanya

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

merupakan materi atau bahan ajar. Menurut


Nurhadi (1978:354), materi atau bahan ajar
adalah keseluruhan isi buku yang akan
mengantarkan siswa pada kemampuan
berbahasa tertentu.
Sehubungan dengan itu, Kemp
sebagaimana dikutib Semi (1993:45)
memberikan definisi materi ajar (subject
content) dalam hubungannya dengan proses
menyusun rancangan pengajaran sebagai
gabungan antara pengetahuan (fakta dan
informasi yang terperinci), keterampilan
(langkah-langkah, prosedur, keadaan,
syarat-syarat), dan faktor sikap.
Melihat pentingnya peranan materi
ajar dalam keberhasilan kegiatan belajar
mengajar bahasa asing, dalam penyusunan
materi ajar harus disesuaikan dengan ciriciri tertentu, yaitu 1) realistis, yang berarti
dapat digunakan oleh pengajar dan siswa
serta mudah untuk mendapatkannya; 2)
relevan, disesuaikan dengan kemajuan
siswa, umur siswa, serta tujuan yang
hendak dicapai; 3) menarik, yaitu bersifat
variatif serta mengundang hal-hal yang
menarik perhatian siswa; 4) memiliki
daya pendorong, dalam hal ini materi
harus memiliki kualitas sehingga siswa
mengetahui bahwa apa yang dipelajarinya
itu bermanfaat, dan 5) sesuai, dalam arti
adanya persesuaian dengan pendekatan
yang digunakan (Rombepajung, 1988:1314).
Penggunaan bahan ajar autentik
yang berbentuk tulisan, lisan, visual, dan
audiovisual sangat dianjurkan dalam
pengajaran bahasa yang berpusat pada

pembelajar. Bahan ajar tidak saja berasal


dari buku ajar (manuel dappentissage),
tetapi juga dari elemen-elemen kultural
yang berasal dari kehidupan seharihari masyarakat bahasa target. Menurut
Tagliante, bahan ajar autentik adalah un
document qui na pas ete concu a des fins
pedagogique. Ce type de document ne devient
pedagogique due pas leploitation quen fait le
pedagogue (Tagliante, 2006 : 57 ).
Sehubungan dengan itu, untuk
pencapaian proses komunikasi yang
baik, ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam penyajian materi kebudayaan,
yaitu bagaimana ukuran kebudayaan
yang dianggap dapat memajukan atau
menghambat suatu komunikasi, dan dalam
kondisi yang bagaimana kebudayaan dapat
menghasilkan suatu komunikasi, serta
berguna bagi siapapun yang mempelajari
suatu bahasa. Dengan demikian, tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh
data empiris mengenai materi ajar
aspek kebudayaan Prancis apa saja yang
terkandung di dalam buku TAXI 1.
Selain itu, penelitian ini juga ditujukan
untuk mengetahui cara penyajian aspek
kebudayaan yang digunakan dalam buku
TAXI 1 tersebut.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah adalah metode
kualitatif deskriptif dalam bentuk analisis
isi (content analysis). Desain penelitian
ini berbentuk tabel analisis yang memuat
empat bagian yaitu: 1) statut (explicite/
59

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

prsentation). Analisis ini ditekankan pada


tema pelajaran yang dikhususkan kepada
aspek kebudayaan. Aspek
Statut
Aspects
Mode de
Fonction dans
kebudayaan yang ditemukan
Culturels prsentation lApprentissage
Explicite
kemudian
diklasifikasikan
Implicite
dalam segi eksplisit-implisit
dan kemudian dikategorikan fungsinya
de prsentation.
Sumber data penelitian ini adalah dalam pembelajaran (fonction dans
buku TAXI 1 dan pelajaran yang akan lapprentissage). Analisis cara penyajian
dijadikan data penelitian adalah pelajaran (mode de prsentation) ditekankan pada
implicite), 2) les aspects culturels, 3)
fonction dans lapprentissage dan 4) mode

1 sampai dengan 12, dan ditambah


dengan pelajaran terakhir dari setiap unit
buku TAXI 1 yakni pelajaran 16, 20, 24, 30
dan 32 yang secara khusus menampilkan
aspek kebudayaan.
Proses analisis data difokuskan pada
aspek kebudayaan (aspects culturels)
dalam bentuk analisis isi (contenu),
dan analisis cara penyajian (mode de

gambaran faktual yang diberikan


pada buku ajar Taxi dari segi tipologi
(gambar, dialog, surat dan lain-lain).
Semua data yang diperoleh, kemudian
diinterpretasikan
untuk
melihat
bagaimana gambaran (reprsentation)
aspek kebudayaan Prancis disajikan
baik untuk tujuan pengetahuan (savoir)
ataupun
kompetensi
komunikatif
(comptence de communication).

ASPEK KEBUDAYAAN PRANCIS PADA BUKU TAXI 1


Tabel 1: Les aspects culturels unit 0 Taxi 1
Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
IApprentissage

Explicite

- la satutation
- Iimage de la langue fraaise et
de la france

Le savoir

Photos des magazines


francais

Implicite

- La salutation
- Limage de la language francaise
et de la france
Comptence de communication
- Dcouvrir la salutation et la
presentation
- Apprendre des phrases utiles en
classe

Le savoir - etre
Le savoir - faire

Photos des magazines


francais

60

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

Tabel 2: Les aspects culturels lecon 1 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de
prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

- Noms des personnes


(europennes)
- Salutation

Le savoir - vivre

Dessins, dialogues.

Implicite

- Noms des personnes


(europennes)
- Salutation
Comptence de communication
- Saluer et se prsenter

Le savoir vivre
Le savoir faire

Dessins, dialogues,
cassettes/CD

Tabel 3: Les aspects culturels leon 2 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de
prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

- Les noms de personnes


- Les noms de lieux
- Les professions

Le savoir vivre

Photo, cartes de visite


cassettes/CD

Implicite

Comptence de communication
- Prsenter une personne

Le savoir faire

Photo, cartes de visites


cassettes/CD

Tabel 4: Les aspects culturels leon 3 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de
prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

Les pays et les villes en Europe

Le savoir vivre

Photos, dialogue,
cassettes/CD

Implicite

Comptence de communication
- Parler de lautre et sinformer

Le savoir vivre
Le savoir - faire

Photos, dialogue,
cassettes/CD

Tabel 5: Les aspects culturels leon 4 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

La francophonie

Le savoir

Photos, courrier
lectronique, dessin

Implicite

Comptence de communication
- Se prsenter par crit

Le savoir
Le savoir - faire

Tabel 6: Les aspects culturels leon 5 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

Les objets. Personnels

Le savoir

Dessins, dialogue

Implicite

Comptence de communication
- Dcrire une pice et ses objets

Le savoir faire

Dessins, dialogue,
cassettes/CD

61

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

Tabel 7: Les aspects culturels leon 6 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

- Les objets. personnels


- Les couleurs

Le savoir

Dessins, dialogue,
Photo

Implicite

Comptence de communication
- Dcrire une personne avec ses
vtements

Le savoir faire

Dessins, dialogue,
photo, cassettes/CD

Tabel 8: Les aspects culturels leon 7 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

-
-

Le savoir

Photos, catalogue,
dialogue

Implicite

Comptence de communication
- Passer une commande

Le savoir faire

Photo, catalogue,
dialogue, cassette/CD

Les objets Personnels


Les couleurs

Tabel 9: Les aspects culturels leon 8 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

- I art
- Les couleurs

Le savoir

Photos de peinture,
texte, pome

Implicite

Comptence de communication
- Ecrire un pome et jouer avec
la langue

Le savoir faire

Photos de peinture,
texte, pome

Tabel 10: Les aspects culturels leon 9 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

Lenvironnement des franais: le


logement

Le savoir

Courrier lectrique,
dessins, petite annonce,
plan dappartement

Implicite

Comptence de communication
- Comprendre une petite annonce
immobilire

Le savoir

Dialogue, courrier
lectrique, plan
dappartement, cassette

Tabel 11: Les aspects culturels leon 10 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

Lenvironnent des franais: la ville

Le savoir

Le plan

Implicite

Comptence de communication
- Demander et indiquer le
chemin

Le savoir
Le savoir - faire

Le plan, la cassette le
CD

62

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

Tabel 12: Les aspects culturels leon 11 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Mode de prsentation

Fonction dans
I Apprentissage

Explicite

- Lenvironnement des
franais: le logement I
htel
- Dcouverte touristique dun
dpartement doutre-mer
(la runion)

Le savoir

Photo, dessin, texte

Implicite

Comptence de communication
:
- Prsenter un circuit de 2
jours

Le savoir faire

Photo, dessin, texte,


cassettes/CD

Tabel 13: Les aspects culturels leon 12 Taxi 1


Statut

Aspects
Culturels

Explicite

- Dcouverte touristique
dune ville franaise ( la
Rochelle )

Implicite

Comptence de communication
- Ecrire une carte postale
un/une ami/e

Unsur-unsur kebudayaan terlihat


pada cara penyapaan yang terdapat pada
pelajaran 4 (hlm. 17-18). Penggunaan
ungkapan salut, bientt terjadi pada
dua orang yang sebaya dalam situasi nonformal. Ungkapan ini ditemukan pada
awal pembelajaran. Ungkapan ini terdapat
pada fase aplikasi bahasa dengan tema
korespondensi melalui internet. Di samping
itu, diperoleh pula unsur kebudayaan,
yakni dengan membaca email-email
didapatkan informasi tentang kota-kota
dan negara-negara penutur bahasa Prancis
(francophones).
Pada pelajaran 8, yakni Le Coin des
Artistes (hlm. 26-27), pengenalan beberapa
karya seni merupakan penampilan sisi
budaya. Di sini diperkenalkan lukisan

Mode de
prsentation

Fonction dans
I Apprentissage
Photos, plan, carte
postale, adresses des
lieux visiter

Le savoir

Photos, plan, carte


postale, adresse des
lieux visiter.

Henri Matisse, Edgar Degas, dan Toulouse


Lautrec. Melalui dokumen lukisan dan
beberapa data tulis yang ada pada pelajaran
ini, unsur-unsur kebudayaan dapat
memperkaya pengetahuan.
Unsur kebudayaan terlihat pula pada
pelajaran 12 (hlm. 36-37) dengan tema
week-end la mer di mana La Rochelle
ditampilkan sebagai kota wisata. Dokumen
pariwisata yang melengkapi data kota
ini secara tidak langsung memberikan
informasi tentang kebudayaan Prancis yang
dapat menambah pengetahuan budaya
pembelajar.
Unsur kebudayaan disajikan pula
melalui tema olahraga (sport) yang terdapat
pada pelajaran 16 (hlm. 48-49). Olahraga
seperti tenis, sepak bola merupakan
63

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

topik pembicaraan yang menarik. Pada


pelajaran 20 (hlm. 58-59), terdapat
informasi kebudayaan melalui foto-foto
yang memperlihatkan kegiatan pesta harihari besar tradisional. Di sini disingkapkan
hari-hari ketika orang merasa senang
dengan datangnya tanggal-tanggal, seperti
14 Februari, 14 Juli, 25 Desember, 1 Januari,
dan seterusnya.
Tema pekerjaan (travail) yang terdapat pada pelajaran 24 (hlm. 68-69) juga
melengkapi unsur kebudayaan Prancis pada
buku Taxi 1. Pada pelajaran ini ditampilkan
institusi ANPE (Agence Nationale pour
lEmploi) merupakan tempat yang
lekat pada pemikiran orang yang ingin
mendapatkan pekerjaan.
Liburan merupakan tema yang paling
disukai dan memberikan informasi yang
kaya akan banyak aspek kehidupan.
Tema ini ditampilkan pada pelajaran 28
(hlm. 80-81). Pada bagian ini didapatkan
sebuah penampilan data budaya yang
menarik dalam bentuk angket (persentase
pelancong). Melalui angket tersebut, dapat
terlihat dengan jelas apa dan bagaimana
oranr-orang Prancis melewati masa liburan
mereka. Angket yang diberikan pada
pelajaran ini meliputi tempat-tempat wisata
yang biasanya menjadi tujuan utama, waktu
atau masa berlibur, alat transportasi atau
kendaraan yang dipakai waktu berlibur,
pilihan tempat penginapan dan jenis
kegiatan wisata. Yang lebih menarik lagi,
dalam pelajaran ini disajikan latar belakang
Pegunungan Alpen, di mana terlihat
para wisatawan yang sedang menelusuri
pegunungan tersebut.
64

ISSN 97720854980125

Alat transportasi dan simbol-simbol


merupakan tema budaya yang muncul pada
pelajaran 32 (hlm. 90-91). Mobil 2CV yang
merupakan simbol mobil rakyat dijelaskan
secara kronologis. Penjelasan ini diikuti oleh
tampilan TGV, kereta api dengan kecepatan
cepat dan menjadi salah satu kebanggaan
negara Prancis. Sepeda, le croissant, le
coq simbol keberanian, la champagne
minuman bergengsi, le vin minuman
kebanggaan, Marianne lambang bangsa
Prancis, la haute couture, menara Eiffel
lambang kota Paris, roti baguette makanan
wajib bangsa Prancis, serta keju camembert
makanan kesukaan orang Prancis juga
menghiasi halaman pada pelajaran ini.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa
buku pelajaran TAXI 1 menunjukkan aspek
kebudayaan Prancis baik untuk tujuan
pengetahuan (savoir), savoir tre et savoir
vivre maupun kompetensi komunikasi
(comptence de communication). Tema
aspek kebudayaan yang diberikan untuk
tujuan pengetahuan adalah nama-nama
orang dan kota-kota di Prancis; negaranegara penutur bahasa Prancis (les pays
Francophones); pengenalan karya seni
Prancis; olahraga di Prancis (sports);
pekerjaan (travail); tempat-tempat wisata
yang dijadikan area berlibur masyarakat
Prancis; alat transportasi di Prancis; dan
simbol-simbol yang menjadi kebanggaan
negara Prancis.
Semua tema tesebut disajikan secara
eksplisit pada setiap pelajaran keempat dari
setiap unit buku tersebut (yaitu pelajaran
4,8,12,16,20,24,28,32). Semua tema tersebut
pada dasarnya merupakan tema dasar yang

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

mengawali materi ajar kebudayaan dalam


sebuah buku pelajaran bahasa Prancis
yang juga disesuaikan dengan publik
pembelajarnya, yakni tingkat pemula.
Sementara tema aspek kebudayaan
yang diberikan pada buku pelajaran
TAXI 1 untuk tujuan kompetensi
komunikatif adalah memperkenalkan
diri, memperkenalkan orang lain,
memberikan salam, bertanya dengan
sopan, menanyakan informasi kepada
seseorang, mendeskripsikan seseorang,
juga
mendeskripsikan
benda-benda.
Kemudian, sasaran yang akan dicapai dalam
menyajikan aspek kebudayaan tersebut
adalah untuk mengantarkan pembelajaran
kepada aturan-aturan berbahasa yang
meliputi; siapa, kepada siapa, apa, kapan,
dan di mana.
Berdasarkan uraian tersebut, jelas
bahwa tema-tema aspek kebudayaan yang
diberikan, baik untuk tujuan pengetahuan
maupun kompetensi komunikatif diarahkan pada satu sasaran, yaitu komunikasi.
Hal itu disesuaikan dengan tujuan yang
terdapat pada buku pelajaran Taxi 1 yaitu
pemerolehan cepat suatu kompetensi
komunikasi yang cukup untuk pertukaran
sosial budaya.
KESIMPULAN
Dalam kaitannya dengan cara
pengajaran, secara umum aspek kebudayaan
Prancis pada buku pelajaran TAXI 1
disajikan dalam bentuk gambar, dialog,
dan kaset. Lebih lanjut dapat dikatakan
bahwa penyajian aspek kebudayaan dalam

buku TAXI 1 cukup representatif. Hal itu


dapat dilihat dari penyajian khusus aspek
kebudayaan pada pelajaran keempat dari
setiap unit. Penyajian aspek kebudayaan
secara eksplisit pada pelajaran keempat
tersebut ditujukan untuk memperkenalkan
dan memberdayakan pengenalan aspek
sosial budaya yang sesuai dengan kehidupan
sehari-hari masyarakat Prancis dan masyarakat negara penutur bahasa Prancis.
Sementara itu, penyajian aspek
kebudayaan untuk tujuan kompetensi
komunikasi pada buku pelajaran TAXI 1
dinilai memiliki konteks dan situasi yang
kurang bervariasi. Hal itu dapat dilihat dari
kurangnya variasi dialog yang disajikan
pada setiap pelajaran, sehingga pada fase
exploitasi latihan-latihan yang disajikan
juga kurang beragam. Padahal penyajian
konteks dan situasi yang bervariasi
dapat mempermudah pembelajar dalam
menangkap makna-makna yang akan
mengarah kepada aturan-aturan berbahasa.
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa gambaran (reprsentation) aspek kebudayaan
Prancis, baik untuk tujuan pengetahuan
maupun kompetensi komunikatif pada
buku pelajaran TAXI 1 bersifat nyata,
faktual, kontekstual, namun kurang
beragam. Gambaran lain yang dapat dilihat
dari buku tersebut adalah bahwa penyajian
aspek kebudayaan cenderung stereotip,
mengingat gambarnya yang diberikan
bersifat sederhana, menyeluruh, dan sesuai
dengan situasi yang nyata.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa cara penyajian aspek kebudayaan,
65

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

baik untuk tujuan pengetahuan maupun


kompetensi komunikatif yang diberikan
dalam buku pelajaran TAXI 1 sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu
komunikasi dalam situasi yang nyata.
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan
yang
dipaparkan, saran yang dapat diberikan
adalah bahwa para pelajar bahasa
Prancis beserta institusi-institusi yang
menyelenggarakan kursus bahasa Prancis
dapat menggunakan buku TAXI 1

ISSN 97720854980125

sebagai buku panduan. Lebih lanjut aspek


kebudayaan yang terdapat di dalam buku
tersebut dapat dijadikan sumber tambahan
dalam memberikan materi kebudayaan.
Bagi para pengajar yang menggunakan
buku ajar TAXI 1, diharapkan memiliki
pengetahuan tambahan yang dapat
diberikan kepada pembelajar guna
menambah wawasan pembelajar terhadap
kebudayaan Prancis. Hasil penelitian
ini juga dapat dijadikan acuan bagi para
pengajar bahasa Prancis di Indonesia yang
akan membuat buku ajar bahasa Prancis.

DAFTAR PUSTAKA

Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar.Yogyakarta: KanisiusBPK Gunung Mulia.
Bonte, Pierre, & Michel Izard. 1991. Dictionnaire de lEthnology et de lAnthropology.
Paris: Presse Universitaire de France.
Byram, Michel. 1992. Culture et ducation en Langue trangre. Paris: Hatier/Didier.
Holec, Henri. 1988. LAcquisition de Comptence Culturelle Quoi?, Pourquoi,
Comment?. tude Linguistique Applique, Vol.69, Hal 110-111.
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Maran, Rafael Raga. 1999. Manusia dan kebudayaan dalam Perspektif ilmu Budaya
Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
66

RATNA, DIAN SAVITRI, SULANDRI NURYADIN:


ASPEK KEBUDAYAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA PRANCIS TAXI 1

Nurhadi. 1978. Tata Bahasa Pendidikan, Landasan Penyusunan Buku Pelajaran.


Semarang: IKIP Semarang Press.
Rombepajung, J.P. 1988. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi.
Semi, M. Atar. 1663. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung:
Angkasa.
Tagliante, Christine. 2006. La Classe de Langue. Paris: CLE International.
Yadnya, Ida Bagus Putra. Menuju Linguistik Kebudayaan sebagai Ilmu: Sebuah
Perspektif Filsafat Ilmu, Juni 2009. Diunduh tgl 9 Maret 2010 dari situs http://
staff.unud.ac.id/~putrayadnya/wp-content/uploads/2009/06/linguistik-kebud2.
pdf

67

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

INTERFERENSI BAHASA BETAWI


DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA
Prima Gusti Yanti - pgustiyanti@yahoo.com
Program Studi Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Artikel diterima 15/06/2010 - direvisi 10/05/2011

ABSTRACT
The objective of the research is to find out the interference of Betawi language into
Indonesian language in Pos Kota. The data is found from Pos Kota Mei, 3 June, 3 2006s
edition. This research used theory of bilingual, theory language contact and language
choice in order to analyse the data. The result of this research has found 37 forms of
Betawis language interference to the Indonesian language including morphology, syntax,
and lexic.
Keywords : the interference of Betawi language.

PENDAHULUAN
Kalau disimak secara saksama,
pengertian interferensi ternyata tidak
berdiri sendiri, tetapi berhubungan erat
dengan salah satu cabang ilmu bahasa, yaitu
sosiolinguistik. Hal itu disebabkan oleh
perilaku penutur bahasa atau dwibasawan
berkaitan dengan pemakaian dua bahasa
atau lebih secara bergantian. Dalam hal ini
yang menjadi objek kajiannya adalah bahasa
dan penutur atau masyarakat pengguna
bahasa sebagai anggota masyarakat.
Menurut Ronald Wardhaugh (1986: 113114), ada dua aspek yang mendasar dalam
68

pengertian masyarakat. Yang pertama ialah


anggota-anggota masyarakat hidup dan
berusaha bersama secara berkelompokkelompok; yang kedua ialah bahwa
anggota-anggota masyarakat itu dapat
hidup bersama karena ada suatu perangkat
hukum dan adat kebiasaan yang mengatur
kegiatan dan tingkah laku mereka, termasuk
tingkah laku berbahasa.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak
pernah hidup menyendiri. Setiap individu
selalu berhubungan dengan individu lain,
baik dalam bentuk kelompok, keluarga,
suku, maupun bangsa. Mereka saling

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

berhubungan dalam usaha membentuk


kesatuan, terutama dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam dunia yang sudah
mengglobal ini, hubungan antarmanusia
atau antarbangsa yang satu dengan bangsa
yang lain sudah sedemikian dekatnya
seolah-olah tidak ada lagi batas yang
memisahkan mereka
Hubungan yang dilatarbelakangi oleh
adanya kontak sosial antara beberapa
masyarakat, langsung atau tidak langsung,
membawa akibat terjadinya kontak
budaya. Dalam situasi seperti itu akan
terjadi akulturasi dan proses pengaruhmempengaruhi, serta serap-menyerap
antara unsur budaya yang satu dan unsur
budaya yang lain. Besar kecilnya pengaruh
itu bergantung pada pergaulan antarbangsa
itu sendiri. Semakin dekat pergaulan
antarbangsa itu, semakin besar pula
pengaruh yang ditimbulkannya.
Sebagai bagian integral kebudayaan,
bahasa tidak dapat lepas dari masalah di
atas. Saling mempengaruhi antarbahasa
juga pasti terjadi, misalnya pengaruh
kosakata bahasa yang satu ke bahasa yang
lain yang disebabkan kebiasaan masyarakat
penggunanya. Peristiwa tersebut terjadi
karena dorongan untuk memenuhi
kebutuhan yang benar-benar mendesak
untuk memaknai suatu konsep bidang
tertentu karena bahasa tersebut tidak
memilikinya dan adanya kecenderungan
berperilaku bergagah-gagahan karena
unsur bahasa yang dipungut itu lebih
prestise, lebih berwibawa daripada bahasa
yang memungut unsur tersebut.

Masyarakat
Indonesia
sebagian
besar merupakan masyarakat bilingual
atau multilingual karena mereka dapat
menguasai dua bahasa atau lebih. Situasi
seperti itu memungkinkan terjadinya
kontak bahasa sehingga mengakibatkan
terjadi interferensi bahasa (Weinreich,
1970: 23). Dalam masyarakat Indonesia,
selain terdapat pemakai bahasa Indonesia,
yang merupakan bahasa nasional, juga
terdapat pemakai bahasa daerah, yang
merupakan bahasa pertama atau bahasa
ibu bagi sebagian besar penutur bahasa
Indonesia. Bahasa daerah itu dikuasai
lebih dahulu daripada bahasa Indonesia.
Keadaan yang demikian oleh para
sosiolinguis lazim disebut masyarakat
yang bilingual atau masyarakat yang
berdwibahasa. Di dalam masyarakat yang
bilingual atau berdwibahasa ini akan terjadi
kontak bahasa sehingga ada pengaruh dari
satu bahasa kepada bahasa lain. Selain itu,
Di Indonesia terdapat pula masyarakat
yang multilingual atau masyarakat yang
mampu menguasai lebih dari satu bahasa,
baik bahasa daerah dan bahasa Indonesia
maupun bahasa daerah, bahasa Indonesia,
dan bahasa asing. Akibat dari masyarakat
yang bilingual dan multilingual, ditambah
dengan situasi kebahasaan yang diglosik itu,
muncul berbagai fenomena kebahasaan,
antara lain berupa alih kode, peminjaman
unsur kebahasan, atau interferensi.
Jika dilihat dari sudut kepentingan,
inteferensi yang terjadi pada satu bahasa
memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungan yang dapat diperoleh oleh
bahasa yang mengalami inteferensi
69

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

antara lain dapat menambah kosakata


dan memperkaya khazanah bahasa yang
bersangkutan, sedangkan kerugiannya
antara lain mempengaruhi dan dapat
mengacaukan struktur sehingga dalam
pemakaiannya terjadi penyimpangan
kaidah bahasa tersebut. Meskipun
interferensi dari satu bahasa ke bahasa
yang lain sulit untuk dihindari, interferensi
tersebut dapat dikendalikan
Berdasarkan uraian di atas, tampak
bahwa masalah interferensi ini sangat
menarik untuk dibahas dan dikaji.
Sehubungan dengan itu, dalam penelitian
ini penulis membahas topik tentang
Interferensi Bahasa Betawi dalam
Pemakaian Bahasa Indonesia di dalam
Surat Kabar Pos Kota. Selain karena alasan
di atas, topik ini penulis pilih mengingat
bahasa Betawi akhir-akhir ini sangat banyak
digunakan oleh pemakai bahasa Indonesia
sehingga dapat memberikan pengaruh, baik
pengaruh positif maupun pengaruh negatif
terhadap perkembangan bahasa Indonesia.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah interferensi
bahasa Betawi dalam penggunaan bahasa
Indonesia di dalam surat kabar Pos Kota.
Berdasarkan fokus tersebut, subfokus
penelitian ini adalah interferensi, kontak
bahasa, interferensi pada tataran morfologi,
interferensi pada tataran leksikal, dan
interferensi pada tataran sintaksis.
Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian
ini adalah bagaimana interferensi Bahasa
70

ISSN 97720854980125

Betawi dalam pemakaian Bahasa Indonesia


di dalam surat kabar Pos Kota. Berdasarkan
hal tersebut, masalah penelitian ini dapat
dirumuskan ke dalam pertanyaan berikut.
1. Pada tataran apa saja interferensi bahasa
Betawi terjadi dalam pemakaian bahasa
Indonesia, khususnya surat kabar Pos Kota?
2. Bagaimana inteferensi bahasa Betawi
dalam pemakaian bahasa Indonesia di
dalam surat kabar Pos Kota pada tataran
morfologi?
3. Bagaimana inteferensi bahasa Betawi
dalam pemakaian bahasa Indonesia di
dalam surat kabar Pos Kota pada tataran
sintaksis?
4. Bagaimana inteferensi bahasa Betawi
dalam pemakaian bahasa Indonesia di
dalam surat kabar Pos Kota pada tataran
leksikal?
5. Faktor apa yang mempengaruhi terjadinya interferensi tersebut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan interferensi
bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa
Indonesia di dalam surat kabar Pos Kota.
Kegunaan Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan
berguna bagi para peneliti, pencinta, dan
pemerhati bahasa Indonesia, terutama
dalam memperdalam pemahaman tentang
interferensi yang terjadi dalam bahasa
Indonesia. Secara khusus, penelitian ini
diharapkan bermanfaat bagi pengajar
dan pelajar bahasa Indonesia, terutama

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

sebagai bahan ajar dan sumber ajar dalam


pembelajaran Bahasa Indonesia atau
pembelajaran lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian ini.
ACUAN TEORI
Kedwibahasaan
Menurut
Bloomfield
(1933:56),
kedwibahasaan
atau
bilingualisme
dapat dipahami sebagai kemampuan
untuk menggunakan dua bahasa yang
sama baiknya oleh seseorang, yang oleh
Bloomfield dirumuskan sebagai native-like
control of two languages. Weinrech (1970:1)
mendefinisikan kedwibahasaan sebagai
penggunaan dua bahasa secara bergantian
oleh orang yang sama dan memakai istilah
coordinate bilingua untuk menyebut orang
yang memakai lebih dari satu bahasa, baik
semasa kanak-kanak maupun pada masa
dewasa.

dua variasi bahasa yang dilakukan oleh


suatu masyarakat dalam kehidupan seharihari. Dalam situasi kedwibahasaan dapat
terjadi kontak bahasa yang menimbulkan
pengaruh timbal balik antara dua bahasa,
baik langsung maupun tidak langsung.
Kontak Bahasa

Seiring dengan perkembangan pengertian kedwibahasaan itu, Mackey (1968:


554) mendefinisikan kedwibahasaan sebagai
pemakaian dua bahasa atau lebih oleh
seorang penutur sesuai dengan tingkatan
kemampuan yang dimilikinya. Hal yang
menonjol adalah adanya persentuhan
antara bahasa pertama dan bahasa kedua.
Tinggi rendahnya kontak kedua bahasa itu
bergantung pada ruang gerak komunikasi
penutur kedua bahasa itu.

Mackey(1968:554-555)mendefinisikan
kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa
yang satu kepada bahasa yang lain, baik
langsung maupun tidak langsung, sehingga
menimbulkan
terjadinya
perubahan
bahasa oleh orang yang ekabahasawan.
Sehubungan dengan itu, Weinreich (1970:12) menganggap kontak bahasa terjadi jika
dua bahasa atau lebih dipergunakan secara
bergantian oleh seorang pemakai bahasa.
Kontak bahasa itu dapat menimbulkan halhal yang menguntungkan bahasa masingmasing, yaitu peminjaman kosakata yang
memperkaya unsur-unsurnya, dan dapat
juga menimbulkan hal-hal yang merugikan,
yaitu penyimpangan dari kaidah bahasa
yang berlaku. Lebih jauh Weinreich
mengatakan bahwa dalam studi sekarang
ini, dua bahasa atau lebih dikatakan
mengalami kontak bahasa tersebut apabila
bahasa tersebut digunakan oleh orang
yang sama. Dua bahasa atau lebih yang
digunakan orang itu disebut bilingualisme,
sedangkan orang yang menggunakannya
disebut bilingual.

Berdasarkan pandangan pakar tersebut,


dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan
adalah pemakaian dua bahasa secara
bergantian sehingga terjadi peristiwa
diglosia, yaitu pemakaian dua bahasa atau

Berdasarkan pandangan kedua pakar


tersebut, dapat dikatakan bahwa kontak
bahasa cenderung pada gejala bahasa,
sedangkan kedwibahasaan cenderung
pada gejala tutur. Kedwibahasaan terjadi
71

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

sebagai akibat adanya kontak bahasa. Oleh


karena itu, kontak bahasa mancakupi segala
peristiwa persentuhan di antara beberapa
bahasa yang berakibat pada kemungkinan
terjadinya pergantian pemakaian bahasa
oleh penutur dalam konteks sosialnya.
Pemilihan Bahasa
Fasold dalam Chaer (2004:253)
mengatakan bahwa dalam pemilihan bahasa kita harus memikirkan bahasa secara
keseluruhan (whole language), sehingga
kita dapat menentukan bahasa yang akan
digunakan dalam bertutur dan bertegur
sapa. Lebih jauh ia mengatakan bahwa
penelitian terhadap kajian pemilihan
bahasa dapat dilakukan berdasarkan
tiga pendekatan, yaitu pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi sosial, dan
pendekatan antropologi.
Dalam proses pemilihan bahasa dalam
berkomunikasi, dapat dilakukan tiga jenis
pilihan berikut.
1) Alih kode (swith-code), yaitu menggunakan suatu bahasa untuk suatu
keperluan, dan menggunakan bahasa yang
lain untuk keperluan yang lain pula.
2) Campur kode (mixed-code), yaitu menggunakan bahasa tertentu dengan dicampuri
bahasa-bahasa lain.
3) Memilih variasi bahasa yang sama.
Batas ketiga faktor pemilihan bahasa
tersebut tidak begitu jelas sehingga dalam
penerapannya kadang-kadang sulit untuk
dilakukan (Chaer, 1970:255).
Di Indonesia, pemilihan bahasa secara
umum mancakupi tiga ranah, yaitu (1)
72

ISSN 97720854980125

bahasa Indonesia untuk ranah nasional,


(2) bahasa daerah untuk ranah daerah atau
yang berkaitan dengan etnik, dan (3) bahasa
asing untuk ranah yang berkaitan dengan
antarnegara.
Pengertian Interferensi
Haugen (1972:90) mengatakan bahwa
interferensi atau pengaruh bahasa terjadi
akibat kontak bahasa dalam bentuk yang
sederhana, yang berupa pengambilan satu
unsur dari satu bahasa dan dipergunakan
dalam bahasa yang lain.
Sementara
itu, Weinreich mengemukakan bahwa
interferensi sebagai penyimpangan norma
bahasa masing-masing yang terjadi di
dalam tuturan dwibahasawan akibat
pengenalan dan pengaruh bahasa lain.
Sebagai konsekuensinya, dwibahasawan
tersebut mempersamakan unsur-unsur
yang ada pada bahasa yang lain (1970:1-3).
Alwasilah (1985:131) menyampaikan
pengertian
interferensi
berdasarkan
pandangan Hartman dan Stork, yang
menyatakan bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan membiasakan pengucapan
atau ujaran suatu bahasa terhadap bahasa
lain yang mencakupi satuan bunyi, tata
bahasa, dan kosakata. Meskipun demikian,
interferensi dapat juga terjadi apabila di
antara dua bahasa yang melakukan kontak
tidak menyebabkan dislokasi struktur.
Peristiwa seperti itu merupakan peristiwa
pungut-memungut unsur bahasa yang
satu oleh bahasa yang lain. Sebaliknya,
apabila terjadi peristiwa dislokasi struktur,
maka keberadaan norma suatu bahasa

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

akan terganggu oleh masuknya gejala


interferensi.
Berdasarkan pengertian interferensi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa interferensi merupakan salah satu akibat dari
kontak bahasa sehingga menimbulkan
perngaruh terhadap bahasa yang lain.
Bahkan, interferensi itu dapat merugikan
masing-masing bahasa. Jadi, interferensi ini
merupakan pengaruh kontak bahasa yang
kebanyakan tidak menguntungkan.
Macam-macam Interferensi
Weinreich (1970:8-10) mengatakan
bahwa interferensi itu dapat dindentifikasi
melalui empat cara, yaitu (1) mentransfer
unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang
lain, (2) adanya perubahan fungsi dan
perubahan kategori yang disebabkan oleh
adanya pemindahan, (3) penerapan unsurunsur bahasa kedua yang berbeda dengan
bahasa yang pertama, dan (4) kurang
diperhatikannya struktur bahasa kedua
mengingat tidak ada ekuivalensi dalam
bahasa pertama.
Sehubungan dengan pandangan
pakar tersebut, Suwito (1983:48) yang
mengacu pada pandangan Weinrech
mengelompokkan interferensi itu menjadi interferensi fonologi, interferensi
morfologi, interferensi sintaksis, dan
interferensi leksikal. Interferensi fonologi
ketika dalam pembentukan kata suatu
bahasa dipengaruhi oleh unsur fonologi
atau sistem bunyi bahasa yang digunakan
penutur, interferensi terjadi ketika dalam
pembentukan kata suatu bahasa menyerap

afiks bahasa lain, interferensi sintaksis


terjadi ketika dalam struktur kalimat suatu
bahasa terserap struktur kalimat bahasa lain,
dan interferensi leksikal terjadi ketika dalam
kosakata suatu bahasa terserap kosakata,
baik berupa kata dasar, kata majemuk, atau
frasa. Dalam bahasa Indonesia, banyak
sekali kita temukan interferensi dari bahasa
daerah, misalnya interferensi morfologis:
kupukul, dihabisin; interferensi sintaksis:
Rumahnya Amir sudah dijual; interferensi
leksikal: gede, banget.
Dalam proses perubahan dan perkembangan bahasa, interferensi sangat besar
perannya. Interferensi dapat memberikan
gejala perubahan yang besar, terpeting, dan
paling dominan. Dalam bahasa Indonesia,
pengaruh interferensi itu sangat dominan
dan banyak ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal itu tidak saja disebabkan
oleh hampir setiap provinsi di Indonesia
terdapat masyarakat yang dalam kehidupan
sehari-hari menggunakan dua bahasa,
tetapi juga karena tidak cukupnya kosakata
penerima dalam menghadapi kemajuan
dan pembaruan.
Sehubungan
dengan
penyebab
terjadinya interferensi dalam suatu bahasa, Weinreich (1970:64-65) mengelompokkannya atas enam bagian, yaitu
(a) kedwibahasaan penutur; (b) tipisnya
kesediaan pemakai bahasa pertama; (c)
tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
untuk mengungkapkan suatu makna; (d)
punahnya kosakata yang jarang digunakan;
(e) kebutuhan akan sinonim; dan (f) prestise
bahasa sumber dan gaya bahasa.
73

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Melalui
metode ini, semua hasil temuan penelitian
akan dideskripsikan pemakaiannya dalam
hubungannya dengan kaidah bahasa
Indonesia yang berlaku.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah surat kabar
Pos Kota yang terbit selama satu bulan, yaitu
3 Mei sampai dengan 3 Juni 2006.
Data dan Sumber Data
Data penelitian ini adalah bentuk,
struktur, atau kosakata bahasa Betawi
yang menginterferensi bahasa Indonesia,
baik interferensi pada tataran morfologi,
sintaksis, maupun leksikal di dalam surat
kabar Pos Kota. Sumber data penelitian
ini adalah surat kabar Pos Kota yang terbit
selama satu bulan, yaitu 2 Mei sampai
dengan 2 Juni 2006. Surat kabar ini penulis
jadikan sebagai sumber data mengingat
pelanggannya tidak saja berada di Jakata,
tetapi juga sudah sampai ke daerah tingkat
II di Indonesia. Dengan kata lain, surat
kabar ini memiliki oplah yang begitu
banyak. Selain itu, pembaca atau pelanggan
surat kabar Pos Kota ini sebagian besar
berasal dari kelas menengah ke bawah yang
penggunaan bahasanya sangat alami dan
menarik untuk ditelaah.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan observasi langsung terhadap objek
penelitian pada sumber data. Melalui teknik
ini, penulis secara langsung mengobservasi
74

ISSN 97720854980125

dan mencatat semua kosakata yang dianggap


sebagai kosakata yang diinterferensi oleh
bahasa Betawi. Semua data yang telah
ditemukan ditulis di dalam kartu data. Di
dalam kartu data juga dituliskan kalimat
yang menyertai kata tersebut. Pada bagian
bawah kartu data dituliskan tanggal terbit
dan halaman ditemukan data tersebut.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan melalui
prosedur berikut.
1) Data yang telah terkumpul di dalam kartu data dikelompokkan sesuai dengan jenis
data.
2) Data yang termasuk pada tataran morfologi dianalisis sesuai dengan kaidah
dan teori morfologi, kemudian dijelaskan
maknanya.
3) Data yang termasuk pada tataran sintasis
dianalisis sesuai dengan kaidah dan teori
sintaksis, kemudian dijelaskan maknanya.
4) Data yang termasuk pada tataran leksikal
dianalisis sesuai dengan kaidah dan teori
leksikal, kemudian dijelaskan maknanya.
5) Setelah semua data dianalisis, setiap data
dideskripsikan sesuai dengan kelompok
dan jenis data.
HASIL PENELITIAN
Temuan Penelitian
Temuan penelitian tentang interferensi
bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa
Indonesia di dalam surat kabar Pos Kota
berjumlah 37 bentuk atau kosakata.
Ketigapuluh empat kosakata tersebut
adalah ngiri, ngabur, nyontek, ngurusin,
ngafalin, nongkrongin, ngingatin, bayangin,

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

dikeluarin, julukin, biarin, membikin,


bercokol, kebangetan, kebegoan, terkeren,
tingginya, rodanya, dindingnya, deh, dong,
kok, sih, bakal, betah, bikin, bilang, duit,
enteng, gede, gue, keren, lantas, macam,
norak, ogah, dan saban. Bentuk kosakata
tersebut mencakupi tataran morfologi,
tataran sintaksis, dan tataran leksikal.
PEMBAHASAN
Interferensi pada Tataran Morfologi
Berdasarkan data yang terkumpul,
interferensi pada tataran morfologi dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemakaian bentuk nasal dan pemakaian
imbuhan.
Pemakaian Bentuk Nasal
Pemakaian bantuk nasal melalui
afiksasi merupakan salah satu alat yang
digunakan dalam pembentukan kata bahasa
Betawi. Pembentukan kata melalui cara
seperti ini merupakan hal biasa dan banyak
ditemukan dalam kosakata bahasa Betawi.
Proses pembentukan seperti itu ternyata
mempengaruhi pembentukan kata dalam
bahasa Indonesia, seperti ngiri, ngabur,
nyontek. Kata-kata tersebut ditemukan
dalam kalimat berikut.
1) Sepantasnya kita tidak ngiri melihat
perkembangan negara tetangga.(PK/25-06, 1:2).
2) Janganlah ngabur jika berbuat salah
karena tidak baik untuk perkembangan
selanjutnya (PK/12-4-06, 3:1).
3) Meskipun nilai bagus, kalau nyontek
apa gunanya (PK/12-5-06, 2:2).
Kata ngiri, ngabur, dan nyontek pada

contoh data di atas dibentuk dengan


menambahkan bentuk nasal di depan kata
dasarnya, seperti bagan berikut.
N + iri

ngiri
N + kabur
ngabur
N + contek
nyontek
DalammorfologibahasaIndonesiatidak
ditemukan kosakata yang pembentukannya
dilakukan dengan menambahkan bentuk
nasal pada kata dasarnya. Jika dalam
penerapannya ditemukan kosakata bahasa
Indonesia berbentuk seperti itu, bentuk
kata tersebut bukanlah bentuk baku.
Bentuk nyontek dalam bahasa Indonesia
baku adalah menyontek; sedangkan bentuk
ngiri dan ngabur dalam bahasa Indonesia
baku adalah iri dan kabur. Oleh karena
itu, dapat dipastikan bahwa bentukan
kata seperti ngiri, ngabur, dan nyontek
merupakan bentuk yang diinterferensi oleh
bahasa Betawi. Interferensi seperti ini akan
berdampak negatif pada bahasa Indonesia
karena kosakata hasil bentukan seperti ini
tidak lazim dan tidak memilki kaidah yang
tetap.
Berdasarkan data yang ditemukan,
tampaknya ada bentukan atau alat lain
yang digunakan sebagai pembentuk kata
dalam bahasa Betawi yang juga telah
menginterferensi pembentukan kata bahasa
Indonesia, yaitu bentuk nasal (N) + sufiks
in, seperti contoh berikut.
(1) Setiap hari kerjanya ngurusin mobil
bekas yang dibelinya dua tahun lalu
(PK/3-5-06, 1:1).
(2) Terlalu susah ngafalin hal itu bagi
gue (PK/3-5-06, 5:2).
(3) Dia salalu nongkrongin

kampus
75

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ceweknya setiap sore (PK/11-5-06, 6:2).


(4) Saya tidak bisa ngingatin lue jika
persoalannya tidak lagi menyangkut
masalah yang dicarakan (PK/4-5-06,
4:1).
Bentuk-bentuk seperti ngurusin,
ngafalin, nongkrongin, dan ngingatin pada kalimat di atas merupakan kosakata
bahasa Betawi yang dibentuk melalui
proses nasal (N) + sufiks in . Interferensi
pembentukan kata seperti itu dalam
bahasa Indonesia termasuk kosakata
tidak baku yang maknanya sama dengan
mengurusi, menghafali, menongkrongi, dan
mengingatkan.
Pemakaian Imbuhan
Berdasarkan data yang diperoleh,
imbuhan bahasa Betawi yang sering
digabungkan bentuk dasar bahasa
Indonesia adalah diin dan in, seperti
contoh berikut.
(5) Kita dapat bayangin sendiri bagaimana keadaan warga yang rumahnya
hancur ketika gempa itu terjadi (PK/145-06, 7;5).
(6) Jangan dikeluarin semua pendapatmu agar jangan dianggap sok tahu
(PK/11-5:06, 2:7).
(7) Siapa yang kamu julukin dengan
sebutan wanita bertangan besi (PK/125-06, 12:5).
(8) Biarin dia pergi, sebentar lagi juga
kembali sendiri (PK/12-5-06, 3:5).
Contoh kalimat tersebut memperlihatkan bahwa bentuk bayangin, dikeluarin, julukin, dan biarain merupakan bentuk
tidak baku bahasa Indonesia. Bentukbentuk tersebut berasal dari bentuk dasar
bahasa Indonesia yang ditambahi dengan
76

ISSN 97720854980125

imbuhan dalam bahasa Betawi. Bentukbentuk tersebut dalam bahasa Indonesia


menjadi dibayangkan, dikeluarkan, juluki,
dan biarkan. Jadi, bentukan seperti contoh
tersebut merupakan interferensi imbuhan
bahasa Betawi terhadap bentuk dasar
bahasa Indonesia.
Pemakaian Bentuk Dasar dan Imbuhan
Bahasa Indonesia
Data berikut memperlihatkan interferensi dalam bahasa Indonesia yang bentuk
dasarnya dari bahasa Betawi, kemudian
ditambahkan imbuhan bahasa Indonesia,
seperti membikin, bercokol, kebangetan,
kebegoan, dan terkeren. Bentuk seperti itu
ditemukan dalam kalimat berikut.
(12) Selain menata bunga, lelaki yang
biasa disapa Megi itu juga suka iseng
membikin suvenir-suvenir (PK/4-52006, 12:4)
(13) Kampus gadis yang menjadi
korban itu bercokol di Lenteng Agung,
Depok. (PK/25-5-2006, 2:2)
(14) Apalagi yang berjenis kelamin
cowok, kebangetan sekali jika tak
mengenal. (PK/2-5-2006, 4:5)
(15) Pelajar kita makin terpuruk pada
kebegoan menghadapi UAN yang akan
datang. (PK/14-5-2006, 2:5)
(16) Meskipun sedikit bandel, Johan
tetap menjadi cowok terkeren di
kampusnya. (PK/12-5-2006, 5:7)
Data dalam kalimat di atas
memperlihatkan bahwa bentuk kata-kata
tersebut berasal dari bentuk dasar bahasa
Betawi, yaitu bikin, cokol, banget, bego,
dan keren yang diberi imbuhan bahasa
Indonesia, yaitu mem-, ber-, kean, dan
ter-. Kelima bentuk tersebut maknanya

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

sama dengan membuat, ada atau bertempat,


keterlaluan, kebodohan, dan paling tampan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
bentuk-bentuk tersebut merupakan pengaruh dan interferensi bentuk dasar bahasa
Betawi yang berbaur dengan imbuhan
bahasa Indonesia.
Interferensi pada Tataran Sintaksis
Interferensi bahasa Betawi dalam
pemakaian bahasa Indonesia dijumpai
dalam struktur kalimat bahasa Indonesia
dan ungkapan khusus atau partikel.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat
dijelaskan bahwa interferensi sintaksis
bahasa Betawi ke dalam bahasa Indonesia
umumnya terjadi karena terbawanya
kebiasaan kaidah bahasa Betawi ke
dalam bahasa Indonesia, yaitu kebiasaan
penggunaan struktur kalimat bahasa
Betawi ke dalam bahasa Indonesia. Berikut
ini contoh data yang memperlihatkan
pengaruh struktur bahasa Betawi ke dalam
bahasa Indonesia.
(17) Rumah mewah itu tingginya
sepuluh meter sehingga sulit untuk
dinaiki jika tidak ada tangga (PK/21-52006, 4:2)
1. Sepeda itu baru dibeli, tapi rodanya
rusak (PK/11-5-2006,10:3)
2. Gardu ronda itu dindingnya terbuat
dari batu yang telah dihias sehingga
tampak indah (PK/5-5-2006, 10:1)
Dalam struktur bahasa Indonesia,
unsur yang diterangkan (D) lazim
ditempatkan sebelum unsur-unsur yang
menerangkan (M). Demikian pula halnya
dengan struktur frasa. Sejalan dengan itu,
struktur klausa pada ketiga contoh di atas

dipengaruhi oleh bahasa Betawi. Jika ketiga


contoh tersebut disusun seturut kaidah
frasa bahasa Indonesia, kalimatnya menjadi
seperti berikut.
(17a) Tinggi rumah mewah itu sepuluh
meter.
(18a) Roda sepeda itu rusak meskipun
baru dibeli.
(19a) Dinding gardu ronda itu terbuat
dari batu yang telah dihias sehingga
tampak indah.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat
dikatakan bahwa dari segi struktur
kalimat atau frasa, bahasa Betawi jiga telah
menginterferensi bahasa struktur kalimat
atau frasa bahasa Indonesia.
Selain dalam hal struktur kalimat
atau frasa, interferensi bahasa Betawi pada
tataran sintaksis dalam bahasa Indonesia
banyak yang disebabkan oleh pengaruh
ungkapan khusus atau partikel yang belum
ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Berdasarkan data yang terkumpul, interferensi berupa ungkapan khusus atau
partikel ini adalah deh, dong, kok, sih.
Interferensi sintaksis berupa pemakaian
kata ganti milik, kata ulang, penghubung
antarkalimat tidak ditemukan. Keempat
bentuk ungkapan atau partikel yang
menginterferensi bahasa Indonesia itu
dapat dilihat pada kalimat berikut.
(20) Percaya deh, ancaman itu hanyalah
bohong dan tidak akan terbukti. (PK/25-2006, 4:2)
(21) Rugi dong, kita data dari jauh dan
bayar mahal, main cuma seperti itu.
(PK/12-5-2006, 4:3)
(22) Apa sih maunya, diberi hadiah
77

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

dan diterima kembali ke kelompok kita


juga tidak mau (PK/2-5-2006, 5:2)
(23) Hutang mu kok sebanyak itu, pada
hal kamu membayar cicilan setiap
bulan. (PK/20-5-2006, 4:6)
Contoh tersebut memperlihatkan
bahwa bentuk partikel bahasa Betawi
tersebut merupakan sekelompok morfem
akar yang tidak pernah mengalami proses
morfemis, tetapi memiliki tugas gramatikal.
Dari segi makna, bentuk-bentuk seperti
itu berfungsi sebagai penegas. Pada contoh
(20), partikel deh mengandung makna
menegaskan perintah atau permintaan.
Bentuk ini secara eksplisit juga membujuk
pendengar untuk mempercayai apa yang
dikatakan penutur. Selain itu, partikel deh
juga dapat bermakna menandakan cibiran
gagasan yang disampaikan pembicara.
Pada contoh (21) partikel dong digunakan
dalam pernyataan yang secara kuat
menyatakan bahwa apa yang dikatakan itu
benar. Penutur secara eksplisit dan tegas
meminta lawan bicara agar percaya dengan
apa yang terjadi karena penutur memiliki
alasan-alasan tertentu setelah melihat
lawan tidak peduli dengan pernyataan
penutur. Pada contoh (22) partikel sih
digunakan dalam pernyataan penegasan,
tetapi sifatnya lemah. Pernyataan partikel
ini pun dapat menandakan cibiran gagasan
dasar pembicaraan seperti halnya partikel
deh. Dalam bahasa Indonesia, tampaknya
pandanan untuk ungkapan deh, dong, dan
sih tidak ada, sehingga ungkapan tersebut
dengan mudah masuk ke dalam bahasa
Indonesia. Meskipun demikian, bentukbentuk tersebut bukanlah bentuk yang
78

ISSN 97720854980125

lazim dan baku dalam bahasa Indonesia.


Berbeda dengan ketiga bentuk partikel
atau ungkapan tersebut, pada kalimat (23)
partikel kok tampaknya dapat dipadankan
dengan mengapa dalam bahasa Indonesia.
Partikel ini mengandung makna keheranan
penutur yang disampaikan dalam bentuk
pertanyaan atau meminta penjelasan
hal-hal yang menakjubkan. Berdasarkan
uraian di atas, tampak bahwa bentukbentuk seperti contoh di atas merupakan
interferensi partikel bahasa Betawi ke dalam
bahasa Indonesia. Bentuk tersebut hanya
digunakan dalam bahasa percakapan.
Dalam bahasa Indonesia, bentuk-bentuk
seperti itu termasuk bentuk yang tidak
lazim. Oleh karena itu, pemakaian
ungkapan khusus atau partikel ini harus
dihindari.
Interferensi pada Tataran Leksikal

Berdasarkan data yang terkumpul,
interferensi bahasa Betawi pada tataran
leksikal ini hanya ditemukan pada
pemakaian kata dasar bahasa Betawi
dalam bahasa Indonesia. Bentuk dasar ini
merupakan interferensi yang paling banyak
ditemukan. Hal itu dapat dilihat dengan
banyaknya entri berlabel Bt (Betawi) dalam
kamus berbahasa Indonesia (lihat Kamus
Besar Bahasa Indonesia: Edisi Kedua, Pusat
Bahasa). Data yang berupa pemakaian kata
dasar yang ditemukan dalam penelitian
ini adalah bakal, betah, bikin, bilang, duit,
enteng, gede, gue, keren, lantas, macam,
norak, ogah, dan saban. Bentuk-bentuk
tersebut dapat dilihat pada kalimat berikut.
(17) Dalam 5 tahun ke depan, utang
kita bakal
membengkak sehingg

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

perekonomian kita makin terpuruk.


(PK/14-5-2006)
(18) Banyak materi bagus dan baru
yang membuat peserta betah mengikuti
semua penyuluhan itu. (PK/20-5-2006,
4:2)
(19) Ada tekhnik khusus yang harus
dipelajari untuk bikin presentasi yang
menarik. (PK/28-5-2006, 12:4)
(20) Saya bilang surat ini sangat aneh
karena tidak jelas tujuan dan alamatnya
yang ditujukan. (PK/12-5-2006, 6:1)
(21) Meskipun punya duit, mereka
tidak ingin untuk melanjukan sekolah
anaknya. (PK/21-5-2006, 1:2)
(22) Sekarang saat yang paling enteng
bagi pelajar setelah melewati ujian yang
sangat berat. (PK/10-5-2006, 2:4)
(23) Melihat potensi yang gede
bahwa lomba vokal group pun bisa
ditampilkan keluar sehingga sekolah
menjadi lebih dikenal. (PK/10-5-2006,
2:8)
(24) Jadi, malam Minggu gue sering
berada di tempat yang sering kalian
datangi jika ingin dugem. (PK/2-52006, 11:3)
(25) Selain karena kepintarannya,
nama keren Michael semakin dikenali
remaja putri di kota itu. (PK/20-52006, 10:1)
(26) Kawan yang dulu ditolong lantas
merasa berhutang budi pada kami.
Padahal, kami tulus membantunya.
(PK/25-5-2006, 11:3)
(27) Kalau kita punya sikap macam
di atas, maka belajar tak akan lagi kita
anggap sebagai beban. (PK/14-5-2006,
2:4)
(28) Gayanya sangat norak ketika
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang melanggar hukum.
(PK/25-5-2006, 8:3)
(29) Masalahnya

adalah

angkutan

umum yang menjadi tulang punggung


daerah itu ogah beroperasi pada hari
itu. (PK/12-5-2006, 4:1)
(30) Pantas saja pemuda yang baru
menikah itu mencuri, saban hari
penghasilannya tidak tetap. (PK/10-52006, 3:2)
Berdasarkan data di atas, dapat
disimpulkan bahwa bentuk dasar bahasa
Betawi yang mengalami interferensi ke
dalam bahasa Indonesia. Bentuk-bentuk
tersebut diserap secara utuh tanpa harus
mengalami perubahan atau bergabung
dengan bentuk lain.
Dalam bahasa
Indonesia, bentuk bakal sama maknanya
dengan akan, bentuk betah sama maknanya
dengan senang, bentuk bikin sama
maknanya dengan membuat, bentuk bilang
sama maknanya dengan mengatakan,
bentuk duit sama maknanya dengan uang,
bentuk enteng sama maknanya dengan
ringan, bentuk gede sama maknanya
dengan besar, bentuk gue sama maknanya
dengan saya, bentuk keren sama maknanya
dengan hebat, bentuk lantas sama
maknanya dengan kemudian, bentuk
macam sama maknanya dengan seperti,
bentuk norak sama maknanya dengan
kampungan/kuno, bentuk ogah sama
maknanya dengan tidak mau, dan bentuk
saban sama maknanya dengan setiap.
Dengan demikian, ketiga belas bentuk
dasar bahasa yang ditemukan dalam surat
kabar Pos Kota merupakan interferensi dari
bentuk dasar bahasa Betawi. Ketiga belas
bentuk tersebut digunakan dalam bahasa
Indonesia informal atau tidak baku. Oleh
karena itu, jika interferensi seperti ini sering
ditemukan di media massa cetak, akan
79

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

dapat mempengaruhi kaidah kebakuannya


dalam bahasa Indonesia.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, simpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut.
1) Berdasarkan data yang diperoleh, dapat
diketahui bahwa dalam surat kabar Pos
Kota terdapat berbagai jenis interferensi
bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa
Indonesia. Interferensi tersebut terjadi pada
setiap jenis subragamnya.
2) Interferensi bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa Indonesia di dalam surat kabar
Pos Kota terjadi pada tataran morfologi,
sintaksis, dan leksikal. Interferensi pada
tataran fonologi sulit diamati (tidak
teramati), mengingat data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data tertulis,
sehingga aspek fonologis yang muncul
secara lisan tidak terekam dalam bentuk
tertulisnya.
3) Interferensi bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa Indonesia di dalam surat
kabar Pos Kota pada tataran morfologi
berjumlah 16. Bentuk-bentuk kosakata
tersebut adalah ngiri, ngabur, nyontek,
ngurusin, ngafalin, nongkrongin, ngingatin,
bayangin, dikeluarin, julukin, biarin,
membikin, bercokol, kebangetan, kebegoan,
dan terkeren. Interferensi pada tataran
ini berasal dari pemakaian bentuk nasal
(ngiri, ngabur, nyontek, ngurusin, ngafalin,
nongkrongin, dan ngingatin), pemakaian
imbuhan (bayangin, dikeluarin, julukin,

80

ISSN 97720854980125

dan biarin), dan pemakaian bentuk dasar


dan imbuhan bahasa Indonesia (membikin,
bercokol, kebangetan, kebegoan, dan terkeren).
4) Interferensi bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa Indonesia di dalam surat
kabar Pos Kota pada tataran sintaksis ada
dua bentuk, yaitu pengaruh struktur dan
ungkapan khusus atau partikel. Pengaruh
struktur terjadi pada frasa kalimat.
Interferensi dalam bentuk ungkapan khusus
berjumlah 7, yaitu deh, dong, kok, dan
sih. Interferensi berbentuk ungkapan ini
maknanya kebanyakan berfungsi sebagai
penegas atau menyatakan perasaan heran.
5) Interferensi bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa Indonesia di dalam surat kabar
Pos Kota pada tataran leksikal berjumlah
14. Bentuk-bentuk kosakata tersebut adalah
bakal, betah, bikin, bilang, duit, enteng, gede,
gue, keren, lantas, macam, norak, ogah, dan
saban. Interferensi pada tataran ini hanya
berbentuk kata dasar.
6) Faktor yang menyebabkan terjadinya
interferensi pada ketiga tataran di atas,
antara lain, kebiasaan pemakai bahasa
Betawi dalam berbahasa Indonesia,
kebutuhan akan sinonim, keinginan untuk
memperluas ungkapan, dan tidak adanya
padanan dalam bahasa Indonesia. Akan
tetapi, berbagai faktor penyebab terjadinya
interferensi itu pada dasarkan berinduk
pada satu masalah, yakni adanya kontak
bahasa yang memungkinkan faktor lain
mempengaruhi interferensi bahasa Betawi
dalam bahasa Indonesia.

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

Implikasi

menerapkan kaidah bahasa Indonesia baku.

Implikasi yang dapat diambil dari hasil


penelitian ini sebagai berikut:

2) Kesalahan interferensi yang dilakukan


jurnalis surat kabar Pos Kota dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan

1) Penerapan kaidah bahasa Betawi, baik


pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis,
maupun leksikal berimplikasi merusak
Bahasa Indonesia. Jika hal ini dibiarkan,
akan berdampak negatif pada siswa ketika

dalam proses pembelajaran sehingga


berimpilkasi pada pencapaian berbahasa
yang lebih baik menurut kaidah yang
berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 1985. Beberapa Mazhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Bloomfiled, L. 1933. Language. New York: Henrry Holt.
Chaer, Abdul dan Leone Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Denes, I Made, et al. 1994. Interferensi Bahasa Indonesia dalam Pemakaian Bahasa Bali
di Media Massa Cetak. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Harijatiwidjaja, Nantje dan Tri Iryanti Hastuti. 1995. Pemakaian Bahasa Indonesia
dalam Majalah Remaja: Kasus Majalah Hai. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Haugen, Einer, 1968. Billingualism in the American: A Biblography and Reseach Guide.
Alabama: University of Alabama Press.
---------. 1972. Problema Billingualism. Dalam Anwar S. Dil. (Ed.). The Ecologue of
Language. California: Stanford Univesity Press.
81

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Socilolinguistics. New York: Longman.


Mackey, W. F. 1968. The Description of Billingualism. Dalam Fishman (Ed.) 1972.
Reading in the Sociology of Language.The Hague: Mouton.
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik. Surakarta: Henary Offset.
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Inoduction to Sociolinguistic. New York: Basil Black-Well
Inc.
Tim Pusat Bahasa. 2003. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Black-Well.
Weinreich, Uriel, 1968, 1970. Language in Contact: Finding and Problems. The Hague:
Mouton.

82

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

LAMPIRAN
(17) Sepantasnya kita tidak ngiri melihat perkembangan negara tetangga.(PK/2-5-06,
1:2)
(18) Janganlah ngabur jika berbuat salah karena tidak baik untuk perkembangan
selanjutnya (PK/12-4-06, 3:1)
(19) Meskipun nilai bagus, kalau nyontek apa gunanya (PK/12-5-06, 2:2).
(20) Setiap hari kerjanya ngurusin mobil bekas yang dibelinya dua tahun lalu (PK/35-06, 1:1).
(21) Terlalu susah ngafalin hal itu bagi gue (PK/3-5-06, 5:2).
(22) Dia salalu nongkrongin kampus ceweknya setiap sore (PK/11-5-06, 6:2).
(23) Saya tidak bisa ngingatin lue jika persoalannya tidak lagi menyangkut masalah
yang dicarakan (PK/4-5-06, 4:1).
(24) Kita dapat bayangin sendiri bagaiamana keadaan warga yang rumahnya hancur
ketika gempa itu terjadi (PK/14-5-06, 7;5)
(25) Jangan dikeluarin semua pendapatmu agar jangan dianggap sok tahu (PK/115:06, 2:7).
(26) Siapa yang kamu julukin dengan sebutan wanita bertangan besi (PK/12-5-06,
12:5).
(27) Biarin dia pergi, sebentar lagi juga kembali sendiri (PK/12-5-06, 3:5).
(12) Selain menata bunga, lelaki yang biasa disapa Megi itu juga suka iseng membikin
suvenir-suvenir (PK/4-5-2006, 12:4)
(13) Kampus gadis yang menjadi korban itu bercokol di Lenteng Agung, Depok.
(PK/25-5-2006, 2:2)
(14) Apalagi yang berjenis kelamin cowok, kebangetan sekali jika tak mengenal. (PK/25-2006, 4:5)
(15) Pelajar kita makin terporuk pada kebegoan menghadapi UAN yang akan datang.
(PK/14-5-2006, 2:5)
(16) Meskipun sedikit bandel, Johan tetap menjadi cowok terkeren di kampusnya.
(PK/12-5-2006, 5:7)
(17) Rumah mewah itu tingginya sepuluh meter sehingga sulit untuk dinaiki jika tidak
ada tangga (PK/21-5-2006, 4:2)
(18) Sepeda itu baru dibeli, tapi rodanya rusak (PK/11-5-2006,10:3)
(19) Gardu ronda itu dindingnya terbuat dari batu yang telah dihias sehingga tampak
indah (PK/5-5-2006, 10:1)
(17a) Tinggi rumah mewah itu sepuluh meter.

83

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

(18a) Roda sepeda itu rusak meskipun baru dibeli.


(19a) Dinding gardu ronda itu terbuat dari batu yang telah dihias sehingga tampak
indah.
(20) Percaya deh, ancaman itu hanyalah bohong dan tidak akan terbukti. (PK/2-52006, 4:2)
(21) Rugi dong, kita datang dari jauh dan bayar mahal, main cuma seperti itu. (PK/125-2006, 4:3)
(22) Apa sih maunya, diberi hadiah dan diterima kembali ke kelompok kita juga tidak
mau (PK/2-5-2006, 5:2)
(23) Hutang mu kok sebanyak itu, padahal kamu membayar cicilan setiap bulan.
(PK/20-5-2006, 4:6)
(24) Dalam 5 tahun ke depan, utang kita bakal membengkak sehingga perekonomian
kita makin terpuruk. (PK/14-5-2006)
(25) Banyak materi bagus dan baru yang membuat peserta betah mengikuti semua
penyuluhan itu. (PK/20-5-2006, 4:2)
(26) Ada teknik khusus yang harus dipelajari ketika bikin presentasi yang menarik.
(PK/28-5-2006, 12:4)
(27) Ada teknik khusus yang harus dipelajari ketika bikin presentasi yang menarik.
(PK/28-5-2006, 12:4)
(28) Saya bilang surat ini sangat aneh karena tidak jelas tujuan dan alamatnya yang
ditujukan. (PK/12-5-2006, 6:1)
(29) Meskipun punya duit, mereka tidak ingin untuk melanjukan sekolah anaknya.
(PK/21-5-2006, 1:2)
(30) Sekarang saat yang paling enteng bagi pelajar setelah melewati ujian yang sangat
berat. (PK/10-5-2006, 2:4)
(31) Melihat potensi yang gede bahwa lomba vokal group pun bisa ditampilkan keluar
sehingga sekolah menjadi lebih dikenal. (PK/10-5-2006, 2:8)
(33) Jadi, malam Minggu gue sering berada di tempat yang sering kalian datangi jika
ingin dugem. (PK/2-5-2006, 11:3)
(34) Selain karena kepintarannya, nama keren Michaei semakin dikenali remaja putri
di kota itu. (PK/20-5-2006, 10:1)
(35) Kawan yang dulu ditolong lantas merasa berhutang budi pada kami. Padahal,
kami tulus membantunya. (PK/25-5-2006, 11:3)
(36) Kalau kita punya sikap macam di atas, maka belajar tak akan lagi kita anggap
sebagai beban. (PK/14-5-2006, 2:4)
(37) Gayanya sangat norak ketika harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
yang melanggar hukum. (PK/25-5-2006, 8:3)
84

PRIMA GUSTI YANTI:


INTERFERENSI BAHASA BETAWI DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
DI DALAM SURAT KABAR POS KOTA

(38) Masalahnya adalah angkutan umum yang menjadi tulang punggung daerah itu
ogah beroperasi pada hari itu. (PK/12-5-2006, 4:1)
(39) Pantas saja pemuda yang baru menikah itu mencuri, saban hari penghasilannya
tidak tetap. (PK/10-5-2006, 3:2)

85

Vol. 1, No. 1, Juni - September 2011

ISSN 97720854980125

Ucapan Terimakasih kepada Mitra Bestari


Seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, kiranya jurnal ini dapat terwujud.
Setelah perjuangan yang cukup panjang, pada akhirnya jurnal ini ada di hadapan
pembaca.
Kehadiran jurnal ini tentu atas bantuan dan kerja sama banyak pihak, salah satunya
adalah para mitra bestari yang telah bersedia meluangkan waktu berharganya untuk
membaca, memberi saran, dan kritik atas artikel-artikel yang dilayangkan kepadanya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya atas kebaikan hati mereka. Kepada Prof. Dr. Edi Astini, kami
mengucapkan terima kasih yang mendalam dan penghargaan atas waktu, tenaga, dan
pemikirannya dalam membaca artikel-artikel bidang bahasa dan satra Prancis.
Demikian juga kepada Dr. Esti Ismawati M.Pd., mitra bestari sekaligus sahabat
baik, yang telah membaca dengan saksama artikelartikel bahasa dan sastra Indonesia,
kami mengucapkan terima kasih. Semoga kerja sama ini akan terus berlanjut.


Redaksi

86

PETUNJUK BAGI PENULIS


1. Redaksi menerima artikel berupa hasil penelitian atau gagasan konseptual yang belum
pernah dipublikasikan di media cetak lain.
2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, ditik spasi 1,5 pada kertas A4 huruf Times New
Roman 12 dengan jumlah 15 20 halaman.
3. Semua artikel ditulis dalam bentuk esai dan berisi judul, identitas penulis (tanpa gelar
akademik), lembaga tempat bekerja dan alamat e-mail, abstrak dalam bahasa Inggris dan
kata kunci 3-5 kata.
4. Artikel ditulis dengan sistematika:

Judul
Nama penulis - alamat e-mail
Nama lembaga tempat bekerja
PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, masalah, tujuan, tinjauan pustaka (tanpa subbab)
METODE
Berisi uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi uraian data penelitian dan hasil analisis sesuai dengan konsep dan teori yang
digunakan
PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
Ditulis sebagai berikut:
Hatton, Elizabeth. 1998. Understanding Teaching. Australia: Harcourt Brase &
Company
5. Kutipan ditulis dalam bentuk catatan perut sebagai berikut: Menurut Moleong (1990:10)

Naskah bahasa dikirim sebanyak 2 eksemplar ke alamat redaksi dan dikirim via email
ke Ibu Hudiyekti: yekti_2951@yah00.com; suyekti@gmail.com
Kepastian pemuatan atau penolakan naskah diberitahukan melalui email. Artikel yang
tidak dimuat tidak akan dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.
Keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Ibu Hudiyekti 0816-4844-395 atau Ibu
Nursilah 0813-1466-1010; 0858-8287-5588

87

Anda mungkin juga menyukai