Anda di halaman 1dari 10

PATOGENESIS INFEKSI VIRUS DENGUE

oleh
Evisina Hanafiati Frans
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Email:evisinafrans@yahoo.com
ABSTRAK
Demam Dengue adalah penyakit disebabkan virus yang ditularkan oleh nyamuk.Penyakit ini
menjadi endemik dan berpotensi menyebar ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dengue virus sebagai
penyebab infeksi virus dengue memiliki variasi tampilan klinis mulai dari demam ringan (demam dengue)
hingga manifestasi perdarahan yang fatal, hingga sindroma shock dengue (DSS). Pemahaman mengenai
patogenesis virus dihalangi oleh terbatasnya model in vitro dan in vivo. Terdapat beberapa teori yang
didukung oleh data epidemiologik dan laboratoris, namun teori tersebut tidaklah bersifat eksklusif.
Kata kunci: Dengue, patogenesis, infeksi heterolog sekunder, antibodi perangkat tambahan tergantung,
virulensi virus, mediator

PATHOGENESIS OF DENGUE VIRUS INFECTION


by
Evisina Hanafiati Frans
Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya
Email: evisinafrans@yahoo.com
ABSTRACT
Dengue is the most widespread mosquito-borne human viral disease. The disease is now an endemic
and make potentially outbreaks in all around the world, included in Indonesia. Dengue viruses cause Dengue
infection, which ranges from mild febrile illness (Dengue Fever, DF) to fatal hemorrhagic manifestation
(Dengue Hemorrhagic Fever, DHF), leading to shock syndrome (Dengue Shock Syndrome, DSS). The
understanding of dengue virus pathogenesis has been hamppered by the lack of in vitro and in vivo models of
disease.There are several theories that are supported by epidemiological and laboratory evidence, but are not
mutually exclusive. Secondary heterologous infection theory, antibody dependent enhancement theory, virus
virulence theory and mediator theory are frequently cited to explain the basis of DHF/DSS.
Keywords: Dengue, pathogenesis, Secondary heterologous infection, antibody dependent enhancement, virus
virulence, mediator

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara
endemi Dengue dengan kasus tertinggi
di Asia Tenggara. Pada 2006 Indonesia
melaporkan 57% dari kasus Dengue
dan hampir 80% kematian dengue
dalam daerah Asia Tenggara (1132
kematian dari jumlah 1558 kematian
dalam wilayah regional). Di Indonesia
infeksi virus Dengue selalu dijumpai
sepanjang tahun di beberapa kota besar
di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya,
Medan dan Bandung. Perbedaan pola
klinis kejadian infeksi Dengue
ditemukan setiap tahun. Perubahan
musim secara global, pola perilaku
hidup bersih dan dinamika populasi
masyarakat (adanya perang dunia,
perkembangan kota yang pesat setelah
perang dan dan mudahnya transportasi)

berpengaruh
terhadap
kejadian
penyakit infeksi virus Dengue.
World Health Organization
memperkirakan terjadi 50 juta kasus
infeksi Dengue di seluruh dunia setiap
tahun. Di Indonesia kasus pertama
dengan
pemeriksaan
serologis
dibuktikan pada tahun 1969 di
Surabaya. Angka kematian karena
infeksi virus Dengue menurun secara
drastis dari 41,3% ditahun 1968
menjadi kurang dari 3% ditahun 1991,
namun Sindroma Syok Dengue masih
merupakan kegawatan yang sulit
diatasi. Morbiditas dan mortalitas
karena DBD/DSS yang dilaporkan
berbagai negara bervariasi disebabkan
beberapa faktor, antara lain status umur
penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi

serotipe virus dengue dan keadaan


meteorologis.
Infeksi virus dengue pada
manusia mengakibatkan spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik),
demam ringan yang tidak spesifik
(mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah
dengue (DBD), dan dengue shock
syndrome.
Terdapat berbagai teori yang
terkait dengan patofisiologi infeksi
virus Dengue seperti hipotesis (ADE),
teori virulensi virus yang mendasarkan
pola perbedaan serotipe virus dengue
Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Teori
antigen-antibodi, yang mendasarkan
kenyataan bahwa pada penderita DBD
terjadi penurunan aktifitas sistem
komplemen yang ditandai dengan
penurunan dari kadar C3,C4,dan
C5.Teori mediator, dimana makrofag
yang terinfeksi virus Dengue akan
melepaskan mediator-mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan
lain-lain. Diperkirakan
berbagai
mediator tersebut bertanggung jawab
atas terjadinya syok septik, demam dan
peningkatan permeabilitas kapiler.
Teori
Th1/Th2
pada
infeksi
memperkirakan adanya faktor genetik
merupakan perkembangan teori yang
menarik.
Tetapi berbagai teori tersebut
masih belum mampu menjelaskan
imunopatogenesis infeksi virus Dengue
ataupun membedakan dengan jelas
kelompok klinis mana yang akan
terjadi pada penderita, Demam
Dengue, atau Demam Berdarah
Dengue atau bahkan yang lebih fatal
yaitu Sindroma Syok Dengue. Ini
disebabkan kurangnya model invitro
dan invivo penyakit infeksi virus
dengue.
ETIOLOGI: VIRUS DENGUE
Virus Dengue termasuk dalam
kelompok B arthropode-borne virus
(arbovirus) dan sekarang dikenal
dengan genus flavivirus, famili
Flaviviridae. Di Indonesia sekarang
telah dapat diisolasi 4 serotipe yang

berbeda namun memiliki hubungan


genetik satu dengan yang lain, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Ternyata
DEN-2
dan
DEN-3
merupakan serotipe yang paling
banyak sebagai penyebab. Nimmanitya
(1975) di Thailand melaporkan bahwa
serotipe
DEN-2
yang
dominan.sedangkan di Indonesia paling
banyak adalah DEN-3, walaupun akhirakhir
ini
ada
kecenderungan
didominasi oleh virus DEN-2.
Penelitian epidemiologik yang
dilakukan oleh Aryati 2005, Fedik
2007 menemukan bahwa virus Den-2
adalah serotipe yang dominan di
Surabaya.
Studi
epidemiologi
(Yamanaka et al) tahun 2009 dan 2010
pada penderita Demam Dengue (DD)
dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
ditemukan virus D1 genotype IV yang
menunjukkan manifestasi klinik yang
berat
Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan
tetapi
tidak
ada
perlindungan terhadap serotipe yang
lain. Disamping itu urutan infeksi
serotipe merupakan suatu faktor risiko
karena lebih dari 20% urutan infeksi
virus DEN-1 yang disusul DEN-2
mengakibatkan renjatan, sedangkan
faktor risiko terjadinya renjatan untuk
urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh
DEN-2 adalah 2%.
Virus Dengue seperti famili
Flavivirus lainnya memiliki satu
untaian genom RNA (single-stranded
positive-sense
genome)
disusun
didalam satu unit protein yang
dikelilingi diding icosahedral yang
tertutup oleh selubung lemak.Genome
virus Dengue terdiri dari 11-kb + RNA
yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur
Capsid (C) Membran (M) Envelope (E)
protein dan 7 protein non struktural
(NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B,
dan NS5).
Di dalam tubuh manusia, virus
bekembangbiak
dalam
sistem
retikuloendothelial dengan target utama
adalah APC (Antigen Presenting Cells)
dimana pada umumnya berupa monosit

atau makrofag jaringan seperti sel


Kupfer di sinusoid hepar.
VEKTOR PENULARAN VIRUS
DENGUE
Virus-virus Dengue ditularkan
oleh nyamuk-nyamuk dari famili
Stegomya, yaitu Aedes aegypti, Aedes
albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes
polynesiensis dan Aedes niveus. Di
Indonesia Aedes aegypti dan Aedes
albopticus merupakan vektor utama.
Keempat virus telah ditemukan dari
Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies
ini dapat berperan sebagai tempat
penyimpanan dan replikasi virus.
PATOFISIOLOGI
DEMAM
DENGUE
Perbedaan
klinis
antara
Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue disebabkan oleh mekanisme
patofisiologi yang berbeda. Adanya
renjatan pada Demam Berdarah
Dengue disebabkan karena kebocoran
plasma (plasma leakage) yang diduga
karena proses imunologi. Hal ini tidak
didapati pada Demam Dengue.
Virus Dengue yang masuk
kedalam tubuh akan beredar dalam
sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh
makrofag (Antigen Presenting Cell).
Viremia akan terjadi sejak 2 hari
sebelum timbul gejala hingga setelah
lima hari terjadinya demam.
Antigen yang menempel pada
makrofag akan mengaktifasi sel THelper dan menarik makrofag lainnya
untuk menangkap lebih banyak virus.
Sedangkan
sel
T-Helper
akan
mengaktifasi sel T-Sitotoksik yang
akan melisis makrofag. Telah dikenali
tiga jenis antibodi yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.
Proses ini akan diikuti dengan
dilepaskannya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik
seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot,
dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi
aggregasi
trombosit
yang
menyebabkan trombositopenia ringan.
Demam tinggi (hiperthermia)
merupakan manifestasi klinik yang
utama pada penderita infeksi virus

dengue sebagai respon fisiologis


terhadap mediator yang muncul.
Sel penjamu yang muncul dan
beredar dalam sirkulasi merangsang
terjadinya panas. Faktor panas yang
dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin
yang memicu panas seperti TNF-, IL1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang
meredam panas adalah TGF-, dan IL10.
Beredarnya virus di dalam
plasma bisa merupakan partikel virus
yang bebas atau berada dalam sel
platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak
di dalam eritrosit. Banyaknya partikel
virus yang merupakan kompleks imun
yang
terkait
dengan
sel
ini
menyebabkan viremia pada infeksi
virus Dengue sukar dibersihkan.
Antibodi yang dihasilkan pada
infeksi virus dengue merupakan non
netralisasi antibodi yang dipelajari dari
hasil studi menggunakan stok kulit
virus C6/C36, viro sel nyamuk dan
preparat virus yang asli.
Respon
innate
immune
terhadap infeksi virus Dengue meliputi
dua komponen yang berperan penting
di periode sebelum gejala infeksi yaitu
antibodi IgM dan platelet. Antibodi
alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel,
bersifat tidak spesifik dan memiliki
struktur molekul mutimerix. Molekul
hexamer IgM berjumlah lebih sedikit
dibandingkan molekul pentameric IgM
namun hexamer IgM lebih efisien
dalam
mengaktivasi
komplemen.Antigen Dengue dapat
dideteksi di lebih dari 50% Complex
Circulating Imun. Kompleks imun
IgM tersebut selalu ditemukan di
dalam dinding darah dibawah kulit atau
di bercak merah kulit penderita dengue.
Oleh karenanya dalam penentuan virus
dengue level IgM merupakan hal yang
spesifik.
PATOFOSIOLOGI DBD
Pada
DBD
dan
DSS
peningkatan
akut
permeabilitas
vaskuler
merupakan
patofisiologi
primer.Hal ini akan mengarah ke
kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi
dan
penurunan

tekanan darah. Pada kasus-kasus berat


volume plasma menurun lebih dari
20%
meliputi
efusi
pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia.
Lesi destruktif vaskuler yang nyata
tidak terjadi.
Terdapat tiga faktor yang
menyebabakan perubahan hemostasis
pada DBD dan DSS yaitu: perubahan
vaskuler, trombositopenia dan kelainan
koagulasi. Hampir semua penderita
dengue
mengalami
peningkatan
fragilitas vaskuler dan trombositopeni,
serta koagulogram yang abnormal.
Infeksi
virus
dengue
mengakibatkan muncul respon imun
humoral dan seluler, antara lain anti
netralisasi, anti hemaglutinin, anti
komplemen. Antibodi yang muncul
pada umumnya adalah IgG dan IgM,
mulai muncul pada infeksi primer, dan
pada infeksi sekunder kadarnya telah
meningkat.
Pada hari kelima demam dapat
ditemukan antibodi dalam darah,
meningkat pada minggu pertama
hingga minggu ketiga dan menghilang
setelah 60-90 hari.pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat pada hari ke14 demam sedangkan pada infeksi
sekunder kadar IgG meningkat pada
hari kedua. Karenanya diagnosis
infeksi primer ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari
kelima sakit, sedangkan pada infeksi
sekunder diagnosis dapat ditegakkan
lebih dini.
Pada infeksi primer antibodi
netralisasi mengenali protein E dan
monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre
M dan NS3 dari virus dengue sehingga
terjadi aktifitas netralisasi atau aktifasi
komplemen
sehingga
sel
yang
terinfeksi virus menjadi lisis. Proses ini
melenyapkan banyak virus dan
penderita sembuh dengan memiliki
kekebalan terhadap serotipe virus yang
sama.
Apabila penderita terinfeksi
kedua kalinya dengan virus dengue
serotipe yang berbeda, maka virus
dengue tersebut akan berperan sebagai
super antigen setelah difagosit oleh
makrofag atau monosit. Makrofag ini
akan menampilkan Antigen Presenting

Cell (APC). Antigen ini membawa


muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari Major Histocompatibility
Complex (MHC II).
Antigen
yang
bermuatan
peptida MHC II akan berikatan dengan
CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan
perantaraan T Cell Receptor (TCR)
sebagai
reaksi
terhadap
infeksi.Kemudian limfosit TH-1 akan
mengeluarkan
substansi
imunomodulator yaitu INF, IL-2, dan
Colony Stimulating Factor (CSF).
IFN akan merangsang makrofag untuk
mengeluarkan
IL-1
dan
TNF.Interleukin-1 (IL-1) memiliki
efek pada sel endotel, membentuk
prostaglandin,
dan
merangsang
ekspresi
intercelluler
adhasion
molecule 1 (ICAM 1).
Colony Stimulating Factor
(CSF) akan merangsang neutrophil,
oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil
yang telah terangsang oleh CSF akan
beradhesi dengan sel endothel dan
mengeluarkan lisosim yang mambuat
dinding endothel lisis dan endothel
terbuka. Neutrophil juga membawa
superoksid yang akan mempengaruhi
oksigenasi pada mitokondria dan siklus
GMPs, sehingga endothel menjadi
nekrosis dan mengakibatkan terjadi
gangguaan vaskuler.
Antigen yang bermuatan MHC
I akan diekspresikan di permukaan
virus sehingga dikenali oleh limfosit T
CD8+ yang bersifat sitolitik sehingga
menhancurkan semua sel yang
mengandung virus dan akhirnya
disekresikan IFN dan TNF.
PATOGENESIS
Virus Dengue yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes menyerang organ
RES seperti sel kupfer di sinusoid
hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limfaticus, sumsum tulang serta paruparu. Dalam peredaran darah virus
akan difagosit oleh monosit.
Setelah genom virus masuk ke
dalam sel maka dengan bantuan
organel-organel sel genom virus akan
memulai
membentuk
komponenkomponen
strukturalnya.setelah

berkembang biak di dalam sitoplasma


sel maka virus akan dilepaskan dari sel.
Diagnosis pasti dengan uji
serologis pada infeksi virus dengue
sulit dilakukan karena semua flavivirus
memiliki epitope pada selubung protein
yang menghasilkan cross reaction
atau reaksi silang.
Infeksi oleh satu serotipe virus
DEN menimbulkan imunitas protektif
terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak
ada cross protektif terhadap serotipe
virus yang lain.
Virion dari virus DEN
ekstraseluler terdiri dari protein C
(capsid), M (membran) dan E
(envelope). Virus intraseluler terdiri
dari protein pre-membran atau preM.Glikoprotein E merupakan epitope
penting
karena:
mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk
proses netralisasi, mempunyai aktifitas
hemaglutinin, berperan dalam proses
absorbsi pada permukaan sel, (reseptor
binding), mempunyai fungsi fisiologis
antara lain untuk fusi membran dan
perakitan virion.
Secara in vitro antibodi
terhadap virus DEN mempunyai 4
fungsi fisiologis: netralisasi virus,
sitolisis
komplemen,
Antibodi
Dependent Cell-mediated Cytotoxicity
(ADCC) dan Antibodi Dependent
Enhancement.
Secara
invivo
antibodi
terhadap virus DEN berperan dalam 2
hal yaitu:
a. Antbodi netralisasi memiliki
serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi infeksi virus.
b. Antibodi
non
netralising
memiliki peran cross-reaktif
dan
dapat
meningkatkan
infeksi yang berperan dalam
patogenesis DBD dan DSS
Perubahan
patofidiologis
dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan
oleh 2 teori yaitu hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous
infection) dan hipotesis antibody
dependent enhancement (ADE). Teori
infeksi sekunder menjelaskan bahwa
apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus, maka
akan
terdapat kekebalan terhadap

infeksi virus jenis tersebut untuk


jangka waktu yang lama.
Pada infeksi primer virus
dengue antibodi yang terbentuk dapat
menetralisir
virus
yang
sama
(homologous). Namun jika orang
tersebut mendapat infeksi sekunder
dengan jenis virus yang lain, maka
virus tersebut tidak dapat dinetralisasi
dan terjadi infeksi berat. Hal ini
disebabkan terbentuknya kompleks
yang
infeksius
antara
antibodi
heterologous yang telah dihasilkan
dengan virus dengue yang berbeda.
Selanjutnya
ikatan
antara
kompleks virus-antibodi (IgG) dengan
reseptor Fc gama pada sel akan
menimbulkan peningkatan infeksi virus
DEN. Kompleks antibodi meliputi sel
makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi dan
internalisasi sehingga makrofag akan
mudah terinfeksi sehingga akan
memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF
dan juga Platelet Activating Factor
Selanjutnya dengan peranan
TNF akan terjadi kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya plasma
ke jaringan tubuh karena endothel yang
rusak, hal ini dapat berakhir dengan
syok.
Proses ini juga menyertakan
komplemen yang bersifat vasoaktif dan
prokoagulan sehingga menimbulkan
kebosoranplasma dan perdarahan yang
dapat
mengakibatkan
syok
hipovolemik.
Pada bayi dan anak-anak
berusia dibawah 2 tahun yang lahir dari
ibu dengan riwayat pernah terinfeksi
virus DEN, maka dalam tubuh anak
tersebut telah terjadi Non Neutralizing
Antibodies sehingga sudah terjadi
proses Enhancing yang akan
memacu
makrofag
sehingga
mengeluarkan IL-6 dan TNF juga
PAF. Bahan-bahan mediator tersebut
akan mempengaruhi sel-sel endotel
pembuluh darah dan sistem hemostatik
yang akan mengakibatkan kebocoran
plasma dan perdarahan.
Pada teori kedua (ADE) ,
terdapat 3 hal yang berkontribusi
terhadap terjadinya DBD dan DSS
yaitu antibodies enhance infection, T-

cells enhance infection, serta limfosit T


dan monosit. Teori ini menyatakan
bahwa jika terdapat antibodi spesifik
terhadap jenis virus tertentu, maka
antibodi tersebut dapat mencegah
penyakit, tetapi sebaliknya apabila
antibodi yang terdapat dalam tubuh
tidak dapat menetralisir penyakit, maka
justru dapat menimbulkan penyakit
yang berat.
Disamping
kedua
teori
tersebut, masih ada teori-teori lain yang
berusaha menjelaskan patofisiolog
DBD, diantarnya adalah teori virus
yang mendasarkan pada perbedaan
keempat serotipe virus Dengue yang
ditemukan berbeda antara satu daerah
dengan yang lainnya. Sedangkan teori
antigen-antibodi mendasarkan pada
kenyataan bahwa terjadi penurunan
aktifitas sistem komplemen yang
ditandai dengan penurunan C3, C4, dan
C5. teori juga didukung dengan adanya
pengaruh kompleks imun pada
penderita DBD terhadap aktifitas
komponen sistem imun.
Penelitian oleh Azaredo El
dkk, 2001 membuktikan bahwa
patogenesis
DBD/DSS
umumnya
disebabkan oleh disregulasi respon
imunologik. Monosit/makrofag yang
terinfeksi
virus
Dengue
akan
mensekresi monokin yang berperan
dalam patogenesis dan gambaran klinis
DBD/DSS.
Penelitian invitro oleh Ho LJ
dkk 2001 menyebutkan bahwa
Dendritic Cell yang terinfeksi virus
dengue dapat mengekspresi antigen
HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b
dan CD83.Dendritic Cell yang
terinfeksi virus dengue ini sanggup
memproduksi TNF- dan IFN- namun
tidak mensekresi IL-6 dan IL-2.
Oberholzer dkk, 2002 menjelaskan
bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi
sel T.
Pada infeksi fase akut terjadi
penurunan populasi limfosit CD2+,
CD4+, dan CD8+. Demikian pula juga
didapati penurunan respon prroliferatif
dari sel-sel mononuklear. Di dalam
plasma pasien DBD/DSS terjadi
peningkatan konsentrasi IFN-, TNF-
dan IL-10. peningkatan TNF-

berhubungan
dengan
manifestasi
perdarahan
sedangkan
IL-10
berhubungan
dengan
penurunan
trombosit. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terjadi penekanan jumlah dan
fungsi limfosit T, sedangkan sitokin
proinflamasi TNF- berperan penting
dalam keparahan dan patogenesis
DBD/DSS, dan meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan
trombosit.
Lei HY dkk, 2001 menyatakan
bahwa infeksi virus dengue akan
mempengaruhi sistem imun tubuh
berupa perubahan rasio CD4/CD8,
overproduksi dari sitokin dan dapat
menginfeksi sel-sel endothel dan
hepatosit yang akan menyebabkan
terjadinya apoptosis dan disfungsi dari
sel-sel tersebut. Demikian pula sistem
koagulasi dan fibrinolisis yang ikut
teraktivasi. Kerusakan trombosit akibat
dari reaksi silang otoantibodi antitrombosit, karena overproduksi IL-6
yang
berperan
besar
dalam
terbentuknya antibodi anti-trombosit
dan
anti-sel
endotel,
serta
meningkatnya level dari tPA dan
defisiensi koagulasi.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kebocoran plasma pada
DBD/DSS merupakan akibat dari
proses kompleks yang melibatkan
aktivasi komplemen, induksi kemokin
dan kematian sel apoptosis. Dugaan
bahwa IL-8 berperan penting dalam
kebocoran plasma dibuktikan secara
invitro oleh Bosch dkk (2002) melalui
kultur primer monosit manusia yang
diinfeksi
oleh
virus
DEN-2,
diperkirakan hal ini disebabkan aktifasi
dari NF-kappa 8. Penelitian dari Bethel
dkk (1998) terhadap anak di vietnam
dengan DBD dan DSS menyebutkan
terjadi penurunan level IL-6 dan
soluble intercelluler molecule-1 pada
anak dengan DSS. Ini berarti ada
kehilangan protein dalam sirkulasi
karena kebocoran plasma.
MEKANISME
KEBOCORAN
PLASMA
Kebocoran plasma disebabkan
oleh injury pada endotel akibat dari
peran sitokin, kemokin komplemen,

mediator inflamasi atapun karena


infeksi virus dengue secara langsung.
PERAN
SITOKIN
DAN
KOMPLEMEN
Sitokin adalah protein terlarut
yang
dihasilkan
oleh
sel-sel
hematopoetik dan non hematopoetik
dalam keadaan inflamasi ataupun
infeksi. Sitokin berfungsi dalam proses
imun, misalnya IL-1, IL-2, IL-6, IL-8,
TNF dan IFN.IL-1, IL-6 dan TNF
adalah pirogen endogen yang akan
merangsang demam di hipotalamus dan
juga berfungsi sebagai vasoaktif sitokin
yang meningkatkan permeabilitas
endotel pembuluh darah. Endotel juga
akan menekspresikan ICAM 1, VCAM
1 dan P-Selectin, molekul adhesive
yang menyebabkan ekstravasasi sel
inflamasi. Pemaparan endotel dengan
TNF dapat menyebabkan apoptosis.
TNF dan IL-1 menstimulasi
radang dengan mengaktivasi berbagai
sel radang. TNF, IL-1 dan IL-6 dapat
menstimulus hepatosit menghasilkan
acute
phase
protein.
IL-1
mempengaruhi permeabilitas pembuluh
darah kapiler dan menginduksi
endothel untuk memproduksi dan
mensekresi IL-6 dan TNF (King
2000).
Ikatan virus dengue dengan
antibodi heterolog akan mengaktifasi
komplemen jalur klasik yang berakhir
dengan dilepaskannya faktor C3a, C4a
dan C5a yang disebut anafilatoksin.
Anafilatoksin
dan
melepaskan
histamin, serotonin dan Platelet
Activating Factor (PAF). Histmin,
serotonin dan PAF merangsang
peningkatan permebilitas pembuluh
darah, agregasi trombosit. Sel mast
juga mensintesa asam arakidonat
menjadi prostaglandin, prostasiklin,
leukotrien dan tromboksan yang
berperan dalam patogenesis DBD yang
lebih parah.
Pada infeksi virus dengue,
endotel sebagai sel pelapis bagian
dalam pembuluh darah dapat langsung
terinfeksi oleh virus dengue. Respon
yang
terjadi
adalah
dengan
disekresikannya sitokin antara lain IL-8

dan TNF. Pemaparan endotel dengan


TNF dapat menyebabkan apoptosis.
Inflammatory
cytokines,
mediator inflamasi, anafilatoksin dan
kemokin
menyebabkan
endothel
berkontraksi
dan
menyebabkan
timbulnya celah pada pembuluh darah
yang berakibat plasma keluar dari
pembuluh darah ke ruang interstitial.
Dengan adanya apoptosis endotel dan
vasodilatasi maka plasma leakage
semakin menghebat.
Trombositopenia pada DD dan
DBD melibatkan dua mekanisme
utama, yaitu penurunan produksi dan
peningkatan destruksi perifer atau
peningkatan penggunaan. Penurunan
produksi dikarenakan supresi sumsum
tulang. Pada DBD yang lebih penting
adalah mekanisme yang menyebabkan
peningkatan destruksi dan peningkatan
penggunaan.
Supresi sumsum tulang pada
DBD mungkin mengenai tiga faktor
utama, yang pertama cedera langsung
pada sel progenitor hematopoetik.
Kedua, infeksi sel stromal dan ketiga
perubahan regulator dalam sumsum
tulang. Supresi yang lebih berat telah
diamati pada DSS, diikuti DBD dan
DB.
Nakoa
dkk
menunjukkan
bahwa virus dengue tipe 4 dapat
bereplikasi dalam sel mononuklear
sumsum tulang. Replikasi tersebut
dapat menyebabkan inhibisi proliferasi
dari BFU-E (Burst-forming unit
erythroid) dan CFU-GM (Colony
forming unit granulosit-makrofag).
Murgur dkk 1997 menunjukkan secara
invitro bahwa virus DEN-3 dapat
menginfeksi cord blood mononuclear
cell dan hal ini dapat mensupresi
pertumbuhan sel progenitor pada
kultur.
Infeksi virus dengue juga bisa
mengenai sel stromal sumsum tulang
sehingga
dapat
menghambat
pertumbuhan
sel
progenitor
homopoietik awal pada kultur. Selama
infeksi dilepaskan sitokin diantaranya
macrophage inflammatory protein-1
(MIP-1a), IL6 dan IL-8. Berbagai
sitokin tersebut dapat menghambat
pertumbuhan
sel
progenitor

hemopotetik awal. Juga terjadi


penurunan Stem Cell Factor (SCF)
yang menyebabkan penurunan sel
progenitor hemopoetik pada kultur.
Infeksi virus dengue akan
menginduksi MIP-1 dan MIP-1.
Proses ini terjadi pada myelomono cell
line,
pada
peripheral
blood
mononuclear
cells
dan
supresi
sumsum tulang.
Sitokin
yang
mensupresi
haemopoesis dilepaskan ke dalam
aliran darah pada fase awal demam
dengue, yaitu tumor necroting factor
(TNF-), interleukins (IL-2, IL-6, IL-8)
dan interferon (INF- dan INF-).
Parahnya kondisi klinis penderita
infeksi virus dengue dan periode
terjadinya supresi sumsum tulang
tergantung dari kadar sitokin tersebut.
Penurunan produksi di sumsum
tulang atau perusakan di sistem
monosit-makrofag yang berlebihan
akan berakhir dengan jumlah trombosit
yang rendah. Konsekuansinya adalah
terjadi pesmbesaran hati dan limpa
Teori
mutakhir
tentang
patogenesis DBD adalah teori Mimikri
Molekuler yang menunjukkan adanya
peran auto-antibodi pada infeksi virus
dengue. Wiwanitkit mengamati bahwa
nonstructural-1 protein (NS1) dari
virus dengue yang merangsng antibodi
memiliki epitop yang sama dengan
fibrinogen dan integrin/protein adhesin
pada trombosit. Kedua jenis protein
tersebut memiliki hubungan filogenetik
dengan NS-1.
Reaksi silang yang terjadi
antara antibodi dengan sel endotel akan
menginduksi kerusakan yang berat.
Aktivasi sel endotel inflamasi terjadi
melalui faktor
transkripsi NF-Kbregulated pathway. Sitokin dan
kemokin yang diproduksi yaitu IL-6,
IL-8 dan MCP-1.Kemudian terjadi
peningkatan ekspresi ICAM-1 dan
kemampuan PBMC menempel pada
endotel. Dan selanjutnya sel endotel
akan mengalami apoptosis yang
ditandai
dengan
terpaparnya
fosfatidylserine pada permukaan sel
dan fragmentasi DNA. Hal ini diamati
oleh Lin.dkk (2002).

Pada kasus Dengue Shock


Syndrome, ditengarai ada mediator
inflamasi yang berperan dalam
kebocoran plasma. Inilah yang menjadi
dasar teori Mediator dalam patogensis
DBD. Diketahui beberapa sitokin yang
beredar pada aliran darah penderita
DBD yaitu TNF, IL-1, 1L-6, IFN ,
IFN, IL-2, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18,
dan beberapa mediator yang berfungsi
sebagai kemokin antara lain IL-8,
MCP-1 (Monocyte Chemoattractant
Proteins-1), MIP-1 (Macrophage
Inflammatory Protein-1), MIP-1,
RANTES (Regulated Upon Activation
Normal T cell Express Sequence
) dan PF-4 (Platelet Factor-4)
Keberadaan IL-8 yang tinggi
dalam darah tepi, cairan ascites dan
efusi pleura menjawab masalah
kebocoran plasma dan perdarahan pada
syok karena DBD.
KESIMPULAN
Patogenesis Demam Berdarah
Dengue belum dapat sepenuhnya
dimengerti,
dikarenakan
model
penelitian in vitro dan in vivo tidak
banyak tersedia untuk meneliti
perkembangan dari Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue ataupun
bahkan Dengue Shock Syndrome.
Manifestasi yang berat pada Demam
Berdarah Dengue dapat dijelaskan oleh
teori ADE. Bagaimanapun juga tidak
semua kasus DBD bisa dijelaskan oleh
teori ADE. Perkembangan beberapa
tahun terakhir yang melibatkan peran
molekuler semakin mengarah kepada
keterlibatan faktor virus dalam
patogenesis DBD dan DSS. Begitu
pula, tidak semua kasus DBD dapat
dijelaskan hanya dengan teori virulensi
virus saja. Antibodi Dependent
Enhancement, virulensi virus dan teoriteori yang lain memiliki peran dalam
tingkat keparahan infeksi virus dengue.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
patogenesis DHF memiliki landasan
yang multi faktorial.
DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa
Infeksi Virus Dengue Recent Update.

Applied Management of Dengue Viral


Infection in Children. 6 November
2010. halaman 11-45.
Chaudry S, Swaminathan S, Khanna
N.Viral Genetics as a Basis of Dengue
Pathogenesis.
Setiawan MW, Samsi TW, Wulur H,
Sugianto D, Pool TN. Dengue
haemorrhagic fever: ultrasound as an
aid to predict the severity of the
disease. Pediatric Radiology [serial on
the internet].1997 Jan 15 [cited 1997
June
2].Available
from:http://www.springerlink.com
Wang WK, Chao DY. High Levels of
Plasma Dengue Viral Load during
Defervescence in Patients with Dengue
Hemorrhagic Fever: Implications for
Pathogenesis.Virology (serial on the
internet).2002 July 31 (cited 2003 Jan
31).
Available
from:
www.sciencedirect.com/science?
_ob=article
Juffrie M, Van Der Meer GM, Hack
CE, Hasnoot K, Sutaryo, Veerman AJP,
Thijs LG et al. Inflammatory Mediators
in Dengue Virus Infection in
Children:Interleukin-8
and
Its
Relationship
to
Neutrophil
Degranulation.Infection and Immunity
(serial on the internet).1999 Nov 3
(cited 2000 Feb),p.702-707.Available
from: iai.asm.org/cgi/reprint/68/2/702
SimmonsCP, Chau TNB, Thuy TT,
Tuan MN, Hoang DM, Thien NT et
al.Maternal Antibody and Viral Factors
in The Pathogenesis of Dengue Virus in
Infants.
(cited
2007
August
1).Available
from:www.exa.unne.edu.ar/bioquimica
/immunoclinica/documentos/maternal_
antibody.pdf

Anda mungkin juga menyukai