Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

PEMBAHASAN
Adsorpsi adalah proses penyerapan suatu zat dalam cairan pada permukaan zat
penyerap (adsorben). Adsorpsi dapat didefinisikan juga sebagai suatu proses pemisahan
komponen tertentu dari suatu fluida sehingga berpindah ke permukaan zat padat yang
menyerap (Mc.Cabe, 1999). Peristiwa penyerapan ini dapat terjadi apabila dua fasa saling
kontak. Kedua fasa tersebut dapat berupa fasa gas-padat dan fasa cair-padat. Adsorpsi
senyawa terlarut menggunakan adsorben berlangsung secara terus menerus sampai pada saat
sistem mencapai kesetimbangan, yaitu kesetimbangan antara konsentrasi yang tinggal dalam
larutan dengan konsentrasi yang diadsorpsi oleh adsorben (Kirk dan Othmer, 1981).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi, yaitu sifat-sifat kimia dan
fisika dari adsorben, sifat-sifat kimia dan fisika dari adsorbat, faktor-faktor lingkungan seperti
pH, tekanan, temperatur, kecepatan waktu kontak, dosis adsorben, konsentrasi larutan dan
waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben (Annonimous, 2012). Pada penelitian ini akan
dipelajari proses penyerapan ion logam Cr(VI) dengan menggunakan ampas bubuk teh.
4.1 Pembuatan Biosorben
Adsorben yang digunakan berasal dari alam yaitu ampas bubuk daun teh yang telah
dibersihkan dan diaktivasi selama 60 menit menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4) dengan
variasi konsentrasi yang berbeda-beda yang kemudian disaring dan dikeringkan
menggunakan oven dryer pada temperatur 50C selama 12 jam untuk mengurangi kadar air.
4.2 Kapasitas dan Efesiensi Penyerapan
Kapasitas penyerapan (q) adalah banyaknya ion logam yang diserap persatuan massa
adsorben (Popuri, 2007). Jumlah ion logam yang terserap dinyatakan dalam miligram (mg),
sedangkan jumlah adsorben yang digunakan dalam gram (g). Kapasitas penyerapan (q e)
merupakan konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam fasa padat. Sedangkan kapasitas
penyerapan maksimum (q0) adalah jumlah penyerapan maksimum adsorbat (ion logam)
dalam setiap massa adsorben.
Efesiensi penyerapan adalah
4.2.1 Pengaruh Aktivasi Biosorben dan Konsentrasi Adsorbat Terhadap Kapasitas
Penyerapan

Untuk mengetahui pengaruh aktivasi biosorben dan konsentrasi adsorbat yang diserap
oleh ampas bubuk daun teh sebagai biosorben dilakukan pengujian dengan memvariasikan
konsentrasi aktivasi biosorben dan konsentrasi adsorbat pada kecepatan pengaduk yang
berbeda. Suarya (2008) mengemukakan bahwa aktivasi adsorben menggunakan asam akan
menghasilkan adsorben dengan situs aktif lebih besar dan keasamaan permukan yang lebih
besar, sehingga akan dihasilkan adsorben dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi
dibandingkan sebelum diaktivasi. Keberhasilan proses adsorpsi dengan variasi konsentrasi
aktivasi biosorben dan konsentrasi adsorbat yang telah ditentukan, dapat dibuktikan dari hasil
analisa menggunakan alat AAS (Atom Adsorpstion Spectrophotometer) dari larutan adsorbat
yang telah di adsorpsi.
Hubungan antara konsentrasi aktivasi biosorben dan konsentrasi adsorbat terhadap
kapasitas penyerapan pada kecepatan pengaduk yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.1
di bawah :
60
50
40
Kapasitas
Penyerapan (ppm)

30

0,8
1
1,3
1,5

20
10
0
-10

30

60
Konsentrasi (ppm)

(a)

125

60
50
40
0,8
1
1,3
1,5

Kapasitas
30
Penyerapan (ppm)
20
10
0

30

60

125

Konsentrasi (ppm)

(b)
Gambar 4.1 Hubungan kapasitas penyerapan ampas bubuk teh terhadap aktivasi biosorben
dengan konsentrasi adsorbat (a)pada kecepatan pengaduk 80 rpm; (b)pada
kecepatan pengaduk 100 rpm.
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kapasitas penyerapan Cr(VI) berbanding lurus
dengan konsentrasi adsorbat yang divariasikan seperti yang dinyatakan oleh Raj Singh et all
(1974) bahwa jumlah adsorbat yang terserap pada adsorben meningkat dengan bertambahnya
konsentrasi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bersesuaian dengan penelitian Singh
yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi, maka semakin banyak molekul
adsorbat dan biosorben yang saling berinteraksi dalam proses adsorpsi. Hal tersebut
menyebabkan adsorpsi cenderung semakin meningkat. Sehingga dapat dikatakan bahwa
semakin besar konsentrasi adsorbat yang diberikan, maka semakin besar pula kapasitas
penyerapannya. Tingginya nilai kapasitas adsorpsi ini diakibatkan oleh semakin banyaknya
partikel-partikel ion Crom (VI) yang terkandung di dalam larutan adsorbat yang mempunyai
konsentrasi tinggi. Sehingga ketika larutan adsorbat dikontakkan dengan biosorben, maka
partikel-partikel ion logam Crom (VI) akan langsung berpindah ke permukaan adsorben
secara cepat.
Gambar 4.1 juga menunjukkan adanya data yang tidak sesuai berdasarkan teori, hal
ini terlihat jelas pada data konsentrasi aktivasi biosorben. Seharusnya semakin tinggi
konsentrasi aktivasi biosorben maka kapasitas penyerapan juga semakin besar. Namun hasil
penyerapan Cr(VI) dari yang tertinggi sampai terendah adalah pada aktivasi 0,8; 1,5; 1,3 dan

1 M. Hasil ini menunjukkan data yang tidak beraturan dalam penyerapan pemakaian aktivasi
biosorben. Kemudian hal lainnya terdapat beberapa titik yang menyimpang seperti penurunan
dan kenaikan kapasitas penyerapan secara drastis maupun tidak. Hal ini disebabkan karena
pada proses penyaringan (pemisahan filter dengan cake) menggunakan kertas saring yang
sama untuk hasil filter yang diperoleh. Sehingga pada kertas saring terjadi penambahan
konsentrasi dari sampel filter yang sebelumnya telah disaring.
Berdasarkan gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa proses penyerapan yang
paling optimum yaitu pada konsentrasi aktivasi 0,8 M dengan konsentrasi adsorbat 125 mg/L
dalam waktu kontak selama 60 menit pada kecepatan pengaduk 100 rpm yaitu sebesar 52,03
mg/g.
4.2.2 Pengaruh Aktivasi Biosorben dan Kecepatan Pengaduk terhadap Kapasitas
Penyerapan
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi aktivasi biosorben dan kecepatan pengaduk
terhadap kapasitas penyerapan sehingga dapat diketahui pada kecepatan pengaduk dimana
proses adsorpsi berlangsung dengan baik.

60
50
40
Kapasitas
30
Penyerapan (ppm)
20

80 rpm
100 rpm

10
0

0.8

1.3

1.5

Aktivasi Biosorben (M)

(a)

25
20
15
Kapasitas
Penyerapan (ppm) 10

80 rpm
100 rpm

5
0

0.8

1.3

1.5

Aktivasi Biosorben (M)

(b)

14
12
10
8
6
Kapasitas
Penyerapan (ppm) 4
2
0
-2
-4

80 rpm
100 rpm
0.8

1.3

1.5

Aktivasi Biosorben (M)

(c)
Gambar 4.2 Hubungan kapasitas penyerapan ampas bubuk teh terhadap kecepatan pengaduk
(rpm) dan aktivasi biosorben (M) dengan konsentrasi adsorbat (a) pada
konsentrasi 125 mg/L; (b) pada konsentrasi 60 mg/L; (c) pada konsentrasi 30
mg/L
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kapasitas penyerapan Cr(VI) berbanding lurus
dengan kecepatan waktu kontak adsorbat dan adsorben yang divariasikan seperti yang
dinyatakan oleh Isna (2011) bahwa kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat sangat
mempengaruhi kapasitas penyerapan karena bila pengadukan terlalu lambat maka proses
adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur
adsorben akan rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal. Untuk kasus ini, hanya dua

variasi kecepatan kontak yang di uji yaitu 80 dan 100 rpm. Maka diperoleh hasil penyerapan
logam Cr(VI) yang lebih tinggi yaitu pada pengadukan 100 rpm, karena kecepatan kontak
yang masih dalam keadaan optimum. Hanya saja ada beberapa titik pada data yang
mengalami penurunan, hal ini dapat disebabkan oleh
4.2.3 Pengaruh Aktivasi Biosorben dan Konsentrasi Adsorbat Terhadap Effesiensi
Penyerapan
Untuk mengetahui pengaruh waktu kontak dan temperatur yang optimum untuk
perlakuan biosorben daun jambu biji maka dilakukan pengujian dengan memvariasikan
waktu kontak dan temperatur.
100
80
60
Effesiensi
Penyerapan (%)

40
20
0
-20

30

60

125

0,8
1
1,3
1,5

-40
Konsentrasi (ppm)

(a)
100
80
Effesiensi
Penyerapan (%)

60

0,8
1
1,3
1,5

40
20
0

30

60
Konsentrasi (ppm)

(b)

125

Gambar 4.3 Hubungan effesiensi penyerapan ampas bubuk teh terhadap aktivasi biosorben
dengan konsentrasi adsorbat (a)pada kecepatan pengaduk 80 rpm; (b)pada
kecepatan pengaduk 100 rpm.
Pada gambar 4.1a di atas menunjukkan bahwa konsentrasi larutan adsorbat secara
umum berbanding terbalik terhadap efisiensi penyerapannya. Hal ini terjadi dikarenakan
dosis adsorben yang digunakan dengan variabel tetap sebesar 1 gram untuk konsentrasi
adsorbat yang berbeda. Soemargono (2008) menjelaskan bahwa luas permukaan adsorben
yang dikontakan dengan adsorbat sangat berpengaruh terhadap banyaknya adsorbat yang
terserap, sehingga efisien penyerapan semakin rendah pada konsentrasi adsorbat yang tinggi
karena luas permukaan adsorben yang kecil membuat pori-pori adsorben yang tersedia juga
semakin kecil. Menurut (Nurhasni, dkk, 2002), hal ini juga disebabkan karena dengan
meningkatnya ion logam Crom (VI) di dalam larutan adsorbat, maka efisiensi penyerapan
menjadi berkurang. Menurut Refilda, dkk (2001 dalam Nurhasni, 2002) penurunan efisiensi
penyerapan disebabkan karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah ion logam dalam
larutan tidak sebanding dengan jumlah biosorben yang tersedia sehingga permukaan adsorben
akan mencapai titik jenuh dan efisiensi penyerapan pun tidak meningkat secara signifikan.
Gambar 4.4b menjelaskan bahwa konsentrasi larutan adsorbat berbanding lurus
dengan efisiensi penyerapan, seperti yang terlihat pada aktivasi 0,8 M dengan kecepatan
waktu kontak 100 rpm dan waktu kontak 60 menit dengan efisiensi penyerapan berturut-turut
adalah 75,105; 77,836 dan 83,246 %.

4.2.4 Pengaruh Aktivasi Biosorben dan Kecepatan Pengaduk terhadap Effesiensi


Penyerapan

100
80
60
Effesiensi
Penyerapan (%)

40
80 rpm
100 rpm

20
0
-20

0.8

1.3

1.5

-40
Aktivasi Biosorben (M)

(a)

90
80
70
60
50
Effesiensi
Penyerapan (%) 40
30
20
10
0

80 rpm
100 rpm

0.8

1.3

Aktivasi biosorben (M)

(b)

1.5

100
80
Effesiensi
Penyerapan (%)

60
40

80 rpm
100 rpm

20
0

0.8

1.3

1.5

Aktivasi Biosorben (M)

(c)
Gambar 4.4 Hubungan Effesiensi penyerapan ampas bubuk teh terhadap kecepatan pengaduk
(rpm) dan aktivasi biosorben (M) dengan konsentrasi adsorbat (a) pada
konsentrasi 30 mg/L; (b) pada konsentrasi 60 mg/L; (c) pada konsentrasi 125
mg/L
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pada kecepatan pengaduk 100 rpm
penyerapan lebih tinggi, hal ini kemungkinan terjadi karena pergerakan molekul pada
permukaan ampas bubuk teh meningkat sehingga ion logam semakin cepat terserap. Tetapi
biosorben yang berasal dari ampas bubuk teh ini memiliki kekurangan yang seperti pernah
dikemukan oleh Sutrasno (200 ) bahwa ampas bubuk teh tidak dapat diaduk pada kecepatan
pengaduk yang lebih tinggi dari 100 rpm karena dapat merusak biosorben tersebut, jadi dapat
disimpulkan biosorben ini bekerja secara optimum pada kecepatan waktu kontak 100 rpm.
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan
waktu kontak, maka semakin besar pula efisiensi penyerapan yang terjadi. Menurut Juliyanti
(2009), proses adsorpsi dimulai dengan pergerakan sebagian besar adsorbat dari fluida
menuju lapisan film adsorben. Kemudian adsorbat berdifusi menuju permukaan adsorben
hingga terserap ke permukaan pori bagian dalam dari adsorben tersebut . Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada proses adsorpsi terjadi beberapa tahapan agar
terjadinya penyerapan yang baik. Sehingga dengan adanya kecepatan waktu kontak antara
adsorbat dengan adsorben yang semakin cepat dan optimum, tahapan-tahapan tersebut dapat
menyebabkan daya penyerapannya semakin tinggi. Hal ini juga telah dibuktikan oleh
Widiarto (2011), dimana pada waktu kontak 120 menit dengan konsentrasi adsorbat sebesar 1

ppm, efisiensinya mencapai 68 %.


Namun terdapat beberapa titik dimana kecepatan pengaduk berbanding terbalik
terhadap efesiensi penyerapan. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
4.3 Karakterisasi Permukaan Biosorben Melalui Analisis Scanning Electron Microscope
(SEM)
Morfologi permukaan adsorben untuk sebelum dan sesudah pengontakan dengan
adsorbat yang diidentifikasi menggunakan SEM yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.5
berikut:

Gambar 4.5 (a) Morfologi Permukaan Biosorben Sebelum Aktivasi pada Pembesaran 1800x
(b) Morfologi Permukaan Biosorben Sebelum Adsorpsi pada Pembesaran 1800x
(c) Morfologi Permukaan Biosorben Setelah Adsorpsi pada Pembesaran 1800x
Dari Gambar 4.5 terlihat perbedaan morfologi antara permukaan ampas bubuk teh
sebelum aktivasi, setelah aktivasi/sebelum dikontakan dan sesudah dikontakan dengan larutan

K2Cr2O7. Pada ampas bubuk teh sebelum dilakukan pengontakan dengan adsorbat
permukaannya terlihat pori-pori yang banyak dan beraturan dan pada perbesaran objek
sebesar 1800 kali dapat diperkirakan ukuran porositas ampas bubuk teh sekitar 15m. Selain
itu, pada ampas bubuk teh yang sudah dikontakan dengan larutan K2Cr2O7 pori-pori sedikit
dan mulut pori menjadi hancur akibat penyerapan logam Cr6+.
4.4 Isoterm Adsorpsi
Hubungan antara banyaknya logam yang teradsorpsi oleh adsorben dengan
konsentrasi logam dalam fasa cair (adsorbat) pada keadaan setimbang disebut adsopsi
isotermis (isoterm adsorpsi).
Penentuan isoterm adsorpsi untuk proses adsorpsi logam Cr (VI) menggunakan ampas
bubuk teh ini, digunakan dua pendekatan isoterm yang sering digunakan, yaitu Isoterm
Langmuir dan Isoterm Freundlich. Isoterm Langmuir diperoleh dengan cara membuat kurva
hubungan antara konsentrasi kesetimbangan dalam fasa cair (1/Ce) dengan konsentrasi
kesetimbangan dalam fasa padat (1/qe). Kurva hubungan antara kedua konsentrasi tersebut
dapat dilihat berdasarkan Gambar 4.6 di bawah ini:

Isoterm Langmuir
0.1
0.08
0.06

f(x) = 0.8x - 0.02


R = 1

1/qe 0.04
0.02
0
0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09

0.1

0.11 0.12 0.13 0.14

1/Ce

Gambar 4.6 Hubungan antara 1/konsentrasi akhir dan 1/kapasitas adsorpsi isoterm Langmuir
Grafik persamaan isoterm Langmuir ditunjukkan pada Gambar 4.6 dilihat nilai regresi
untuk konsentrasi aktivasi 0,8 M pada kecepatan waktu kontak 100 rpm adalah sebesar 0,999.
Penentuan isoterm adsorpsi Freundlich diperoleh dengan membuat hubungan antara
log Ce dengan log qe. Grafik isoterm Freundlich dapat dilihat pada Gambar 4.7 di bawah ini :

Isoterm Freundlich
2
1.5
Log qe

f(x) = 1.47x - 0.25


R = 0.99

0.5
0
0.85 0.9 0.95

1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3 1.35


Log Ce

Gambar 4.8 Hubungan antara log konsentrasi akhir (Ce) dengan log kapasitas penyerapan
(qe) isoterm Freundlich
Pada Gambar 4.8 nilai regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,990 untuk konsentrasi
aktivasi 0,8 M pada kecepatan waktu kontak 100 rpm.
Penentuan isotermis adsorpsi Langmuir ataupun Freundlich diketahui dengan cara
melihat nilai R2. Isoterm adsorpsi ion logam Cr6+ dengan menggunakan ampas bubuk teh
mengikuti persamaan yang mempunyai nilai R2 mendekati 1. Berdasarkan Gambar 4.6 dan
Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa persamaan isoterm Langmuir memiliki nilai R 2 mendekati 1
yaitu 0,999 sehingga dapat disimpulkan bahwa adsorpsi ion Cr 6+ mengikuti persamaan
isoterm Langmuir.
Nilai regresi persamaan Langmuir digunakan untuk mendapatkan nilai kapasitas
penyerapan maksimum (qm) dan konstanta adsorpsi Langmuir (k) dimana dengan
didapatkannya nilai ini maka dapat diketahui banyaknya jumlah adsorbat yang mampu
diserap per gram adsorben.
Isoterm Langmuir mengasumsikan bahwa situs-situs aktif yang terdapat pada
permukaan adsorben adalah homogen dimana situs aktif, energi dan jenis ikatan yang terjadi
adalah sama. Interaksi antara adsorben dan adsorbat terjadi pada lapisan pertama pada
permukaan adsorben sehingga ikatan yang terjadi adalah ikatan kuat antara situs aktif dengan
ion logam Cr6+ (monolayer).

4.5 Kinetika Adsorpsi

Anda mungkin juga menyukai