Anda di halaman 1dari 8

Jurnal

Kardiologi Indonesia

Laporan Kasus

J Kardiol Ind 2008; 29:32-9


ISSN 0126/3773

Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik


Zulkarnaini

Reperfusi dini dengan fibrinolitik merupakan kemajuan


besar dalam menurunkan morbilitas dan mortalitas
pasien infark miokard akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarction/STEMI).1
Selain secara signifikan menurunkan angka mortalitas
jangka pendek dan jangka panjang, juga terbukti meningkatkan kualitas hidup.2 Namun, terapi fibrinolitik juga
dapat meningkatkan risiko stroke, dilaporkan angka
kejadiannya mencapai 0,5-1%. Bila stroke terjadi, angka
mortalitasnya sangat tinggi tinggi, yakni 45-75%.3
Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK), pada tahun 2004 tercatat 3 kasus stroke setelah
terapi fibrinolitik dan salah satunya meninggal, sedangkan pada tahun 2006 ditemukan satu kasus lagi.
Oleh karenanya, penting untuk difahami faktor risiko,
penyebab serta upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk menghindari terjadinya komplikasi tersebut.
Tujuan dari presentasi kasus ini adalah untuk
mendiskusikan kejadian stroke iskemik pasca terapi
fibrinolitik.

Ilustrasi Kasus
Seorang wanita 66 tahun, masuk Unit Gawat Darurat
PJNHK dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan

Alamat korespondensi:
Dr. Zulkarnaini
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pusat Jantung Nasional- Harapan Kita, Jakarta

32

sejak 4 jam sebelumnya. Nyeri dirasakan seperti rasa


panas di dada, lamanya 30-40 menit, menjalar ke
punggung. Timbul tiba-tiba saat tidur malam, disertai
keringat dingin, mual, tapi tidak sampai muntah. Setelah mendapat obat isosorbid dinitrat 5 mg sublingual
dari rumah sakit terdekat, pasien dirujuk ke PJNHK
untuk tatalaksana lebih lanjut.
Faktor risiko penyakit jantung koroner: menoupause, hipertensi tidak terkontrol baik, diabetes
mellitus, Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami
gangguan serebrovaskular, pendaharahan aktif, pasien
juga tidak pernah minum obat pengencer darah/
antikoagulan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
baik, kesadaran kompos mentis dengan tekanan darah
182/108 mmHg, nadi 100 x/menit, pernafasan 20 x/
menit, suhu 37oC. Berat badan pasien 68 kg dan tinggi
badan 160 cm (Indeks Massa Tubuh 26.5). Pemeriksaan organ tubuh lainnya dalam batas normal. Elektrokardiogram memperlihatkan irama sinus takikardia
dengan kesan infark miokard akut di anteroseptal
(Gambar 1). Sedangkan foto toraks hanya memperlihatkan pembesaran ventrikel kiri, tanpa tanda-tanda
kongesti vaskular paru (Gambar 2).
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai Hb
16,3 g/dl, leukosit 10.400/ul, Ht 47 vol%, CKMB 33,
troponin-T 0,31, GDS 520 gr%, keton darah (+), Na
139, K 4,5, ureum 42, BUN 19,6, Cr 1,1, AGDA :
PH 7,40/PO2 116/PCO2 33/HCO3 19,8/BE-3,6/Sat.
O2 95%.
Pasien ini didiagnosis infark miokard akut anterior
onset 4 jam killip I dan hipertensi emergensi. Selanjutnya diberi oksigen 2-4 L/menit, Aspilet 160 mg
dikunyah, Plavix 300 mg, Infus nitrogliserin dimulai 5
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

Zulkarnaini. Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik

Gambar 1. EKG : irama sinus takikardi, laju QRS 106 x/


menit, sumbu QRS 45o, gelombang P normal, interval PR
0,16, durasi QRS 0,08, rS di III,V1-V3, ST elevasi di
V1-V4.

Gambar 2. Foto toraks : CTR 60 %, segmen aorta dan


pulmonal normal, apeks tertanam tanpa tanda-tanda
kongesti maupun infiltrat.

u/menit dititrasi hingga tercapai dosis optimal. Hiperglikemi diatasi dengan pemberian cairan (NaCl 0.9%)
dan Regular insulin drips. Tekanan darah dikontrol
dengan percardipin hingga turun mencapai 170/95
mmHg. Tiga jam kemudian diberikan streptokinase
1,5 juta unit dalam 1 jam. Saat fibrinolitik dilakukan,
tekanan darah turun berkisar 70-132/58-78 mmHg,
dan diatasi dengan pemberian cairan 50 cc dalam 10
menit sebanyak dua kali.
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

Pasca trombolitik nyeri dada hilang. EKG


memperlihatkan irama sinus takikardia, elevasi ST
berkurang (> 50%), tak terjadi aritmia. Laboratorium
CKMB 229, troponin - T 7,96, kesan trombolitik
berhasil. Pasien dipindahkan ke Cardiovascular Care
Unit dengan terapi tambahan Lisinopril 1.25 mg/hari,
Bisoprolol 1,25 mg/hari, ISDN 10 mg/8jam, Arixtra
2.5 cc/hari, Lipitor 40 mg/hari, Laxadin syrup, Diazepam 5 mg/hari,
Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak terlihat
trombus, aneurisma LV, dimensi ruang jantung dalam
batas normal, kontraktilitas LV menurun EF 40 %,
Kontraktilitas RV baik Tapse 1,9 cm, akinetik di anterior sampai dengan apical, regurgitasi ringan katup
mitral.
Pada hari ke-2 perawatan saat pagi akan dimandikan pasien ditemukan bicara pelo, wajah asimetris,
mengeluh anggota gerak sebelah kiri sulit digerakan
(kekuatan motorik 2222 pada exstremitas atas dan
bawah kiri), kesadaran kompos mentis. Tekanan darah
119/92 mmHg, nadi 94 x/menit, pernafasan 24 x/menit, saturasi O2 98%. diagnosis stroke, dengan diagnosis banding stroke haemoragik, stroke non haemoragik.
Pasien dipasang nasogastric tube, kemudian dilakukan
CT scan kepala, tampak infark serebral di basal ganglia
kanan dan kapsula eksternal kiri sesuai dengan stroke
iskemik, tidak terlihat tanda perdarahan/sol (Gambar
3). Pasien kemudian diagnosis CVD stroke non haemoragik, dan diberikan terapi tambahan: Nicholin
250mg/6jam, Lovenox 0,4 cc/12 jam, Plavix 75 mg/
hari, Aspilet 80mg/hari. Pada perawatan hari ke-4 di
CVCU; status neurologis memburuk, kesadaran soporokoma dengan GCS E2M3V2, pupil isokor, refleks
cahaya +/+, parese nervus VII, dan XII kiri, hemiparese kiri (kekuatan motorik 0000 baik ekstremitas
atas maupun bawah), reflex extremitas kiri menurun,
disertai refleks patologis. TD 170/90mmHg, Nadi 8090 x/menit, pernafasan 24-28 x/menit, suhu 37,4oC,
pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.
CT scan kepala ulangan (Gambar 4) memperlihatkan iskemik serebral hemisfer kanan yang luas
mengarah transformasi pendarahan di daerah fronto
temporo-parental kanan, dengan infark di basal ganglia
kanan, lobus pariental bilateral. Gambaran CT scan
ini memberikan gambaran dominansi stroke iskemia
(kesan perburukan dibandingkan hasil sebelumnya).
Pasien diintubasi, Lovenox dan Plavix dihentikan,
diberikan Metyl-prednisolon 125 mg/8jam selama 3
hari, Manitol 100 cc/8jam selama 5 hari, Semax 6
tetes/6jam. Pemeriksaan dupleks karotis memperli33

Jurnal Kardiologi Indonesia

Gambar 3. CT Scan kepala : infark serebral di basal ganglia


kanan dan kapsula eksternal kiri sesuai dengan stroke iskemik,
tidak terlihat tanda perdarahan/sol.

hatkan plak stabil di arteri carotis interna, aliran di


tingkat arteri carotis normal, diameter dan aliran di
arteri vertebralis kanan-kiri normal.
Perawatan hari ke-18 terlihat perbaikan, kesadaran
somnolen, penderita sudah dapat disuruh membuka
mata, mengeluarkan lidah, mengangkat tangan kanan.
Tekanan darah 130-140/70-80 mmHg, nadi 80-90 x/
menit, Ventilator disapih sampai SIMV 5, PS 8, TV
540, FiO2 30%, laju respirasi 20x/menit
Perawatan hari ke 19-22 kesadaran somnolen kadang apatis. Tekanan darah 120-137/ 60-78 mmHg,
nadi 72-88 x/menit. Pasien mulai disapih dari ventilator SIMV 4 PS 6 TV 540 FiO2 30%, T - piece sampai
0ksigen 4 L/menit selama 2-4 jam/hari. Selanjutnya
direncanakan trakeostomi.

Pembahasan
Profile pasien wanita 66 tahun dengan faktor resiko
multipel: diabetes militus, hipertensi sudah tidak minum obat sejak 2 tahun, dan menoupause. Diagnosis
infark miokard anterior akut onset 4 jam merupakan
34

Gambar 4. CT Scan kepala ulangan: iskemic serebral hemisfer


kanan luas mengarah transformasi perdarahan di daerah
fronto temporo-parental kanan dengan infark di basal ganglia
kanan, Lobos pariental bilateral ? Dominan stroke iskemia
(kesan perburukan dibandingkan hasil sebelumnya).

indikasi untuk trombolitik.1,2 Pada pemeriksaan fisik


di UGD tekanan darah 182/108 mmHg, maka merupakan indikasi kontra yang relatif terhadap pemakaian
Fibrinolitik. Pilihan yang ditawarkan adalah Percutaneous Coronary Intervension (PCI), tetapi karena
keluarga menolak, maka di putuskan fibrinolitik
Pada sindroma koroner akut (SKA) terjadi trombosis akut akibat erosi atau ruptur plak aterosklorosis yang
tidak stabil. Trombus yang terbentuk dapat menimbulkan oklusi total atau subtotal. Derajat obtruksi arteri
koroner, luasnya miokard yang terkena menentukan
gambaran klinis SKA.4 Apabila diagnosis SKA sudah
ditegakkan, tatalaksana optimal harus secepatnya dilakukan, seperti : 1) upaya menghilangkan nyeri dada, 2)
menilai keadaan hemodinamik dan melakukan koreksi
seperlunya, 3) memberikan terapi anti-trombotik untuk
mencegah trombosis dan emboli lebih lanjut akibat
ruptur plak pada stenosis subtotal.
Studi GUSTO-1 menunjukan kejadian serebrovaskular pada 1,4% pasien yang mendapat terapi
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

Zulkarnaini. Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik

fibrinolitik, termasuk pendarahan intrakranial dan


stroke non haemoragik. Kejadian ini berhubungan
dengan usia, hipertensi, dan luasnya infark miokard.
Stroke non haemoragik terjadi pada 0,6% pasien yang
diterapi dengan fibrinolitik; 60,4 % terjadi 48 jam
setelah terapi fibrinolitik, dan angka mortalitas untuk
stroke iskemik adalah 17 %.3
Pada studi lain terhadap 47 pasien yang menjalani
terapi fibrinolitik, dengan menggunakan pemeriksaan
Doppler transkranial terdeteksi mikroemboli serebral.
Sumber emboli berasal dari terlepasnya plak atheroma.
Pada usia tua (> 60 tahun), pasien dengan penyakit kardiovaskular, dan pasien dengan faktor risiko penyakit
kardiovaskular yang lebih banyak, mempunyai risiko
lebih tinggi untuk mengalami stroke,3 dan itu terjadi
pada pasien ini.
Permasalahan lain pada pasien ini adalah pemikiran
awal akan adanya suatu stroke iskemik sesuai gambaran
CT scan awal yang dilakukan segera setelah pasien
bicara pelo. Infark serebral di basal ganglia kanan dan
capsula eksternal kiri sesuai stroke infart, tidak terlihat
tanda-tanda perdarahan/sol. Rencana antikoagulan
tetap diberikan, tetapi pada perawatan hari ke IV,
tampak perburukan status neurologis sesuai hasil CT
scan kepala ulang: iskemik serebral hemisfer kanan
luas mengarah transformasi perdarahan di daerah
fronto temporo-parental kanan dengan infark di basal
ganglia kanan, lobus pariental bilateral. Yang dominan
pada pasien ini adalah stroke iskemia yang kemudian
memburuk (kesan perburukan dibandingkan hasil
sebelumnya), maka lovenox dan plavix dihentikan.
Banyak penelitian membuktikan bahwa, hiperglikemia baik reaktif maupun tidak, selama iskemia
otak akut menimbulkan efek yang berbahaya dan
berdampak perburukan terhadap keluaran klinis, terutama pada stroke non lakuner.6 Tetapi tidak demikian
halnya pada stroke lakuner, dan tidak berkaitan dengan
peningkatan risiko transformasi infark hemoragik.
Pada iskemia fokal, glukosa darah harus dinormalkan
dengan insulin untuk memperkecil daerah infark otak,
tetapi jangan sampai terjadi hipoglikemia.7 Batas kadar
gula darah yang dianggap aman pada fase akut stroke
iskemik non lakuner adalah 100-200 mg%, dengan
batas optimal 150 mg%.6,7
Hingga saat ini tak ada terapi standar untuk stroke
iskemik yang terjadi sebagai komplikasi dari fibrinolitik. Secara umum trombolisis telah ditetapkan sebagai
terapi yang efektif untuk stroke iskemik, namun perbandingan risiko dan manfaat dari trombolisis pada
stroke masih belum jelas. Stroke akibat fibrinolitik
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

umumnya terdeteksi dini pada pasien-pasien yang


masih dalam perawatan di rumah sakit, sehingga
merupakan kandidat ideal untuk dilakukan evaluasi neurologis yang cepat. Namun demikian, risiko
pendarahan pada keadaan ini lebih tinggi, antara
lain akibat penggunaan antikoagulan sebelumnya.
Pada umumnya APTT yang memanjang merupakan
indikasi kontra trombolitik intravena dengan rt-PA.
Pada Tabel 1 dicantumkan indikasi kontra trombolisis
Tabel 1. Indikasi-kontra trombolisis intravena pada stroke iskemik akut 14.
Onset simptom > 3 jam sebelum terapi akan dimulai
Pendarahan intrakranialpada CT dan MRI
Trauma kepala atau stroke dalam jangka waktu 3 bulan sebelumnya
Infark miokard dalam jangka waktu 3 bulan sebelumnya
Pendarahan gastrointestinal atau traktus urinarius jangka waktu 21
hari sebelumnya
Pembedahan mayor yang dialami jangka waktu 14 hari sebelumnya
Riwayat pendarahan intra kranial
Tekanan darah sistolik > 185 mmHg atau diastolik > 110 mmHg
Pada pemeriksaan ada bukti terjadi pendarahan aktif atau trauma
akut
Menggunakan antikoagulan oral dan INR > 1.7
Menggunakan heparin dalam jangka waktu 48 jam sebelumnya dan
ada pemanjangan aPTT
Trombosit < 100.000/ml
Kadar gula < 50 mg/dl (2.7 mmol/liter)
Kejang dengan cacat neurologis postictal yang tersisa
Tabel 1. Indikasi kontra absolut dan relatif terapi trombolitikoke
pada stroke iskemik1,2
Kontra indikasi Absolut
1. Stroke hemoragik, kapanpun terjadinya atau jenis stroke lain yang
terjadi dalam 1 tahun terakhir
2. Neoplasma Intrakanial
3. Pendarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi)
4. Suspek diseksi aorta
Kontra indikasi Relatif
1. Hipertensi besar (TD>180/110)
2. Riwayat kejadian serebrovaskular atau kelainan intraserebral
3. Penggunaan antikoagulan dalam dosis terapi (INR 2-3)
4. Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala
atau resusitasi jantung > 10 menit atau operasi besar <3 minggu
5. Pendarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir
6. Penggunaan streptokinase sebelumnya (5 hari 2 tahun) atau riwayat
alergi terhadap streptokinase
7. Kehamilan
8. Tukak lambung
9. Riwayat hipertensi kronik yang besar

35

Jurnal Kardiologi Indonesia

intravena pada stroke iskemik. Keamanan dari penggunaan rt-PA belum diketahui. Hingga saat ini trombolisis intra-arterial belum diakui oleh FDA (Food and
Drugs Administration), dan satu-satunya trombolitik
yang telah diakui adalah rt-PA intravena.8 Efisiensi
fibrinolitik pada stroke emboli juga menjadi perdebatan karena komposisi dari emboli yang dianggap tidak
sesuai untuk fibrinolitik. Sebagai contoh, pada emboli
yang berasal dari plak aorta yang sudah mengalami
kalsifikasi dan mengandung fibrin padat, sulit diatasi
dengan trombolisis.8-11
Pemberian antikoagulan diindikasikan pada
stroke iskemik akut yang disebabkan oleh emboli
otak, dengan tujuan untuk mencegah stroke iskemik
ulang. Namun efektivitas dan keamanan penggunaan
antikoagulan heparin IV untuk terapi stroke iskemik
akut belum cukup terbukti dan masih kontroversial,
sehingga tidak direkomendasikan sampai ada data
yang lebih sahih.12,13 Low molecular weight heparin

(LMWH) memiliki efek antitrombotik selektif, yang


dapat meningkatkan keamanan dan mengurangi
risiko trombositopenia autoimun simtomatik yang
berat.14 Antikoagulan heparin/LMWH yang dilanjutkan dengan warfarin dapat segera diberikan dengan
syarat-syarat ketat pada pasien TIA atau stroke kardioemboli yang sembuh sempurna dalam 1-2 hari, dan
mengalami fibrilasi atrium.12 Heparin/LMWH dapat
diberikan untuk mencegah trombosis vena dalam
pada pasien stroke iskemik dengan hemiplegia atau
imobilisasi dalam jangka lama.14
Pengobatan stroke iskemik secara strategis
mempunyai 2 dasar: (1). Pemulihan aliran darah
otak (ADO), dan (2). Perlindungan terhadap sel
otak (neuroproteksi). Upaya neuroproteksi untuk
mencegah terjadinya/meluasnya infark otak dilakukan dengan memberikan obat-obatan neuroprotektan sesegera mungkin dalam masa tertentu. Pada
stroke iskemik terdapat daerah yang mengalami

Algoritma 1. Algoritma pemberian antikoagulan pada stroke kardioembolik.14

Stroke kardioembolik
CT-scan otak inisial

Infark hemoragik (+)

Infark hemoragik (-)


Calon antikoagulasi

Ya
Ulangi CT-scan otak 48-72 jam lagi

36

Perdarahan (-)

Infark Luas Efek Massa (+)

Infark Hemoragik

Efek Massa (-)

Ulangi CT-scan Otak7-10 hari

Penilaian Ulang
6 minggu lagi

Antikoagulan
Heparin diteruskan Warfarin

Pertimbangkan lagi
antikoagulan

Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

Zulkarnaini. Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik


Algoritma 2. Algoritma Pemberian Heparin untuk prevensi stroke berulang.6

Dosis awal 10.000 /24 jam


Cek APTT (setelah 6 jam)
< 1,5 kali control
Dosis 12.500

> 2,5 kali control


Dosis 7.500

< 1,5 kali control


Dosis 15.000

> 2,5 kali control


Dosis 10.000

< 1,5 kali control


Dosis 10.000

> 2,5 kali control


Dosis 5.000

Dan seterusnya

Dan seterusnya

Dan seterusnya

Dan seterusnya

1,5 2,5 kali control


Hari ke-3 tumpang tindih dengan antikoagulan oral
(sampai INR 2,0-3,0 atau trombotes (Owren) 10-20%)
Heparin berat molekul rendah (LMWH)
2 x 0,4 cc subkutan selama 5-7 hari
Monitoring trombosit hari 1 & 3 (jika < 100.000

penurunan aliran darah otak regional yang dikenal


sebagai penumbra. Daerah ini apabila tidak segera
diobati akan berakibat terjadinya perluasan kematian sel otak (infark otak). Sel-sel pada panubra
masih dapat diselamatkan dengan melakukan reperfusi dan neuroproteksi.6,9 Pada algoritma 1 dan
2 diperlihatkan algoritme pemberian antikoagulan
pada stroke iskemik.
Obat-obat Golongan Neuroprotektan
a. Citicholin (cytidine-5-diphosphocholine)
Mekanisme kerja
o Pada tingkat neuronal:
- meningkatkan pembentukan choline.
- Pada metabolisme neuron meningkatkan ambilan glukosa, menurunkan
pembentukan asam laktat, mempercepat pembentukan asetilkolin dan
menghambat radikalisasi asam lemak
dalam keadaan iskemia
- meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin
- memelihara asam arachidonat terikat
pada fosfatidilkolin
- merangsang pembentukan glutation
yang merupakan antioksidan endogen
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

tidak diberikan)

otak terhadap radikal bebas hidrogen


peroksida dan lipid peroksidasi
- Mengurangi peroksidasi lipid
- Mengembalikan aktivitas Na+/K+ATP
ase
o Pada tingkat vaskular
- Meningkatkan aliran darah otak
- Meningkatkan konsumsi O2
- Menurunkan resistensi vascular
Farmakokinetik:
o Absorbsi oral hampir 100%, diserap dalam
bentuk cytidine dan choline
o Bioavailabilitas oral dan i.v. sama
o Brain up take 30 menit
o T-max 6 jam
o Hasil akhir metabolisme citicoline adalah
asetilkolin, glutation, dan phosphatidylcholine16.
Kontra indikasi :
Penderita yang hipersensitifitas terhadap citicholine dan komponen obat.
Peringatan dan perhatian :
o Dalam keadaan akut dan gawat, citicholine
harus diberikan bersama-sama dengan
obat-obat yang dapat menurunkan tekanan intrakranial atau obat hemostatik,
37

Jurnal Kardiologi Indonesia

suhu badan dijaga agar tetap rendah.


o Pada stroke hemoragik intraserebral jangan
memberikan citicholine dosis lebih dari
500mg sekaligus, jadi harus dosis kecil
100mg - 200mg, 2-3 kali sehari.
o Pemberian secara intravena harus perlahanlahan
Efek samping :
o Reaksi hipersensitif : ruam kulit
o Insomnia, sakit kepala, pusing, kejang,
mual, anoreksia, nilai fungsi hati abnormal, diplopia, perubahan tekanan darah
sementara dan malaise.
Dosis dan cara pemakaian :
Bisa diberikan dalam 24 jam sejak awal
stroke.
o Untuk stroke iskemik: 250 1000 mg/hari
i.v. terbagi dalam 2 - 3 kali/hari selama 2-4
hari
o Untuk stroke hemoragik : 150 - 200 mg/
hari, i.v, terbagi dalam 2 - 3/hari selama
2-14 hari
b. Piracetam (2-oxo-1-pyrrolidine acetamide)
Mekanisme kerja
o Pada level neuronal :
- Berkaitan dengan kepala polar phospholipid membrane
- Memperbaiki fluiditas membran sel
- Memperbaiki neurotransmisi
- Menstimulasi adenylate kinase yang
mengkatalisa konversi ADP menjadi
ATP
o Pada level vaskular :
- Meningkatkan deformabilitas eritrosit,
maka aliran darah otak meningkat
- Mengurangi hiper-agregasi platelet
- Memperbaiki mikrosirkulasi
Farmakokinetik :
Piracetam diabsorbsi sempurna setelah pemberian oral. Kosentrasi puncak dalam plasma
dicapai dalam waktu 30-40 menit, dan bioavailabilitis oral 100%. Waktu paruh eliminasi
5-6 jam, namun dapat meningkat pada usia
lanjut terutama pada mereka dengan berbagai
penyakit. Piracetam diekskresi melalui urine
secara utuh lebih dari 98%.
Indikasi :
Strok iskemik akut dalam 7 jam pertama dari
onset stroke.
38

Kontra indikasi :
o Hipersensitivitas terhadap piracetam
o Penderita dengan gangguan fungsi ginjal
yang berat (creatinine clearance<20 ml/
menit)
o Perlu perhatian khusus pada pasien dengan
stroke hemoragik dan gangguan immunitas.
Efek samping :
Gelisah, irritabilitas, insomnia, ansietas,
tremor, dan agitasi.
Dosis dan cara pemberian :
Pemberian pertama 12 gram perinfus habis
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 3 gram
bolus intravena per 6 jam atau 12 gram/24 jam
dengan drip kontinyu sampai dengan hari ke 4.
Mulai hari ke 5 sampai dengan akhir minggu
ke 4 diberikan 4,8 gram 3 kali per hari per
oral. Minggu ke 5-12 diberikan 2,4 gram 2
kali sehari peroral.13

Simpulan
1. Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan
salah satu terapi yang manfaatnya sudah jelas
terbukti, walaupun mempunyai beberapa risiko
yang cukup fatal; diantaranya stroke iskemik.
2. Pemberian antikoagulan pada stroke iskemik
sesudah fibrinolitik sebaiknya mempertimbangkan luasnya infark dan kemungkinan risiko infark
berdarah; sehingga pemberian antikoagulan jangan
terlalu dini dan diikuti CT-scan kepala serial,
untuk menentukan indikasi dan saat yang tepat
pemberiannya.
3. Terapi trombolitik bermanfaat pada pasien stroke,
namun selalu ada risiko pendarahan. Meskipun tak
ada indikasi kontra pemakaian trombolitik pada
pasien ini, tetapi stroke terjadi juga, beberapa faktor risiko terdapat pada kasus ini.

Daftar Pustaka
1.
2.

3.

Kalim H, Idham I, Irmalita, Karo-karo S, Soerianata S, Tobing


DPL, Tatalaksana Koroner Akut : Perki 2004
MoeserDK, Kimble LP, Albert MJ, Allonzo A, Janet B, Dracup
K, : Reducing delay in seeking treatment by patients with acute
coronary syndrome and stroke. Circulation 2006:14:168-82
Gore JM, Sloam M, Price TR, Randall Amy, Bovill F Collen D

Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

Zulkarnaini. Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik


dkk; Stroke after Trombolisis: Mortality and fuctional outcomes
in the Gusto I Trail, Circulation. 1995:92:28:2811-8.
4. Fuster V, Fayad ZA, Budiman; Acute Coronary Sindrome :
Biology Lancet. 1999:353:5-9.
5. Styall J, Kons R, Walker JM, Hardman S, Harison MJG, Newman SP: Cerebral Microembolism detected by transcranial
Doppler : Stroke 2000:31:2508-10.
6. Misbah J, Tobing SML, Ranakusuma T, Suryamiharja A, Harris
S, Bustamim : Stroke 2004. PERDOSSI 2004.
7. Bruno A, Biller J, Adam HP : Acute Blood Glucode level and
outcome from iskemic stroke neurology. 1999:52:280-4.
8. Adam HP, Adam PJ, Broh T, Del Zoppo, Furlan A, Goldstein
LB.etc all. Guidelines for the early management of patient with
iskemic stroke. 2003:34:1056-83.
9. NN, Stroke : Wikipedia.org/wiki/stroke
10. Adam HP, Chair, Del zoppo, Alberts, Marks J, Deepakl : Guidelines for the early management of adults with stroke iskemic

Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 29, No. 1 Januari 2008

stroke: Stroke 2007:38:1655-1711.


11. Albers GW, Easton D, Sallo RL, Teal Philip : Antitrombolitic and
Thrombolitic therapy for ischemic stroke: Chest 2001:119:30020.
12. Coull BM, Williams, Goldstein, Meschia, Heitzman, Chaturvedi
S. Anticoagulants and anti platelet in acute ischemic stroke:
Stroke : 2002:33:1934-42.
13. Paciaroni M, Agnelli G, Micheli S, Caso V. Efficacy and safety of
anticoagulant treatment in acute cardiac emboli Stroke : Stroke
2007:38:423.
14. Frenberg W: Anticoagulation for prevention of stroke : Neurology 1998:51-20-2.
15. Worp BVW, Gijn JV : Acute ischemic stroke ; N Eng J Med
2007:357:572-9
16. ClarkWM, Williams, Selzer KA, Zweifler, Saboujian RN, Gammens : A Randomized efficacy trial of citicoline in patients with
acute ischemic stroke : stroke 1999:30:2192-7.

39

Anda mungkin juga menyukai