Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI DASAR

SUBSTRAT, AERASI, AGITASI DAN PERTUMBUHAN SEL MIKROBA


DALAM PROSES FERMENTASI

KELOMPOK I
ALI MUHAKIM
MUHAMMAD AMRI
YULIANTI
NINI ASTUTI ALWI

H311 11 004
H311 11 293
H311 12 014
H311 12 019

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Substrat, Aerasi, Agitasi dan Pertumbuhan Sel Mikroba Dalam Proses
Fermentasi. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah kimia
bioteknologi dasar Universitas Hasanuddin Makassar. Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini, dan
kami harapkan kedepannya dapat lebih baik.

Makassar, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul.
Kata Pengantar.........................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................
Bab I Pendahuluan................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................
Bab II Isi ................................................................................................................
2.1 Pemilihan dan Syarat-Syarat Substrat ...............................................................
2.2 Aerasi dan Agitasi..............................................................................................
2.3 Kurva Pertumbuhan Sel.....................................................................................
2.4 Pengaruh Nutrien dan Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Sel Mikroba ........
2.5 Efisisensi Pertumbuhan dan Cara Pengukuran Pertumbuhan Sel Mikroba ......
Bab III Kesimpulan ..............................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk
menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan
yang dikendalikan. Fermentasi merupakan bentuk penerapan atau aplikasi tertua
dari bidang bioteknologi. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan untuk
menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alkohol yang berlangsung
secara anaerob.
Fermentasi merupakan proses pengubahan bahan organik menjadi bentuk
lain yang lebih berguna dengan bantuan mikroorganisme secara terkontrol.
Mikroorganisme yang terlibat diantaranya adalah bakteri, protozoa, jamur atau
kapang atau fungi dan, ragi atau yeast. Pertumbuhan mikroba merupakan aspek
penting dalam proses fermentasi. Karena berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut
kita dapat memanipulasi pertumbuhan mikroba untuk kepentingan manusia.
Untuk menghasilkan suatu produk fermentasi tertentu, dibutuhkan kondisi
fermentasi dan jenis mikroba dengan karakteristik tertentu juga. Oleh karena itu,
diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang
sesuai sehingga produk yang dihasilkan menjadi optimal.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pemilihan dan syarat-syarat substrat.
2. Untuk mengetahui aerasi dan agitasi.
3. Untuk mengetahui kurva ertumbuhan

4. Untuk mengetahui pengaruh nutrien dan lingkungan terhadap pertumbuhan


sel mikroba.
5. Untuk mengetahui efisiensi pertumbuhan dan cara pengukuran pertumbuhan
sel mikroba.

BAB II
ISI

2.1 Pemilihan dan Syarat-Syarat Subtrat


Subtrat merupakan tempat tumbuh atau medium dan sumber nutrisi
bagi mikroba. Subtrat adalah media yang komposisinya terdiri atas nutrisi
tertentu yang diperlukan untuk menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat
bakteri. Komposisi nutrisi media yang lengkap mengandung sumber karbon,
nitrogen, belerang, fosfat, logam mikro, vitamin, penyubur, NaCl dan air
(Rita dan Dewi, 2014).
Unsur kimia untuk pertumbuhan sel yaitu karbon, nitrogen, oksigen,
sulfur, fosfor, magnesium, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Karbon
dan sumber energi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari berbagai jenis
gula karbohidrat sederhana. Sedangkan kebutuhan nitrogen dapat diperoleh
dari

sumber

anorganik

berupa

garam

amonium,atau

garam

fospat

(Rita dan Dewi, 2014).


Batas

konsentrasi

untuk

nutrisi

yang

diperbolehkan

agar

tidak

menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah ion ammonium 5gram/liter,


garam fospat 10gram/liter, nitrat 5gram/liter, ethanol 100gram/liter, glukosa
100gram/liter (Rita dan Dewi, 2014).
Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

pemilihan

substrat

yaitu

(Retno dan Pujaningsih, 2005):


1. Kontinyuitas Ketersediaan
Tersedia sepanjang tahun dan bukan dari bahan musiman atau ketersediaan
terbatas. Dapat disimpan dalam beberapa bulan, mutu dan komposisinya relatif
tetap.

2. Sifat Fermentasi
Substrat harus dapat difermentasi. Misalnya,

produksi PST dimana

Trichodermaviridae dapat tumbuh baik pada substrat selilosa (jerami padi) tetapi
dapat tumbuh baik pada bungkil kelapa.
3. Harga Substrat
Harga substrat harus murah dan dapat digunakan sesuai kebutuhan.
2.2 Aerasi dan Agitasi
Aerasi digunakan dalam pembuatan starter, yaitu dalam proses
memperbanyak diri dan adaptasi mikroorganisme. Tahap ini dimulai saat
inokulum yang telah beradaptasi dalam medium dimasukkan dalam medium di
fermentor. Pelaksanaan fermentasi dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Anonim, 2012):
a. Nutrisi, substrat, dan inokulan dimasukkan ke dalam fermentor yang dilakukan
secara aseptis. Nutrisi dimasukkan ke dalam fermentor sebelum disterilisasi
dalam autoclave. Substrat dan inokulan dimasukkan dengan cara memanaskan
mulut inlet dengan kapas yang dibakar kemudian medium dan inokulum
dimasukkan ke dalam fermentor.
b. Kemudian dilakukan kecepatan aerasi dan agitasi.
Aerasi berfungsi sebagai penyuplai oksigen untuk sel ragi dan disuplai
dalam bentuk gelembung gas. Laju oksigen yang disuplai ke dalam fermentor
harus selalu stabil. Ketidakstabilan laju alir oksigen dapat menurunkan unjuk
kerja fermentor. Hai ini disebabkan karena laju transfer O2 tidak tetap, kadar DO
tidak stabil, sehingga metabolisme sel ragi terganggu. Di sini, Agitasi berfungsi
sebagai alat penghomogen larutan fermentasi (Anonim, 2012).

Dalam media fermentasi padat, aerasi diatur dengan cara memperhatikan


pori-pori bahan yang difermentasikan. Aerasi berfungsi untuk mempertahankan
kondisi aerobik untuk desorbsi CO2, mengatur temperatur substrat, dan mengatur
kadar air. Aerasi yang diberikan juga membantu menghilangkan sebagian panas
yang dihasilkan sehingga temperatur dapat dipertahankan pada temperatur optimal
untuk produksi enzim (Anonim, 2012).
Tingkat

aerasi

optimal

yang

diberikan

dipengaruhi

oleh

sifat

mikroorganisme yang digunakan. Tingkat O2 yang dibutuhkan untuk sintesis


produk, jumlah panas metabolik yang harus dihilangkan dari bahan, ketebalan
lapisan substrat, tingkat CO2, dan metabolit-metabolit lain yang mudah menguap
harus dihilangkan, dan tingkat ruang udara yang tersedia di dalam substrat
(Anonim, 2012).
Agitasi atau agitation merupakan sistem pengadukan yang ada di dalam
fermentasi. Dimana alat dari pengadukan atau agigator terletak di dalam
fermenter. Pada sel tersuspensi, pengadukan dilakukan untuk mencampurkan
3 fase dalam fermentor, dimana fase gas didominasi oleh oksigen dan
karbondioksida, dan fase padat terdiri dari substrat-substrat padatan. Pengadukan
ini dilakukan untuk menghasilkan campuran yang homogen, dan juga menaikkan
nutrisi, gas, dan transfer panas. Transfer panas dibutuhkan baik untuk sterilisasi
maupun untuk menjaga suhu agar tetap konstan selama proses fermentasi
berlangsung (Anonim, 2012).
Pencampuran yang efisien dengan sistem agitation ini sangat penting
untuk transfer oksigen dalam fermentasi aerobik, karena mikroorganisme dapat
mengambil oksigen hanya dari fase cair. Dan perubahan oksigen gas ke liquid
(dissolve oxygen) dapat ditingkatkan melalui proses pengadukan (agitation).

Selain untuk memenuhi kebutuhan oksigen mikroba, agitasi juga berfungsi untuk
menjaga mikroba tetap tersuspensi dan larutan medium tetap homogen
(Anonim, 2012).
Tingkat agitasi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap efisiensi transfer
oksigen di dalam fermentasi. Agitasi membantu proses transfer oksigen di dalam
fermentor dengan cara sebagai berikut : Sistem agitasi menyebabkan gelembung
udara menjadi lebih kecil sehingga luar permukaan dimana terjadinya transfer
oksigen menjadi besar, sistem agitasi menyebabkan waktu tinggal gelembung
udara dimedium lebih lama, agitasi juga dapat mencegah bergabungnya kembali
gelembung-gelembung udara yang sudah ada, serta agitasi dapat memperkecil
tebal lapisan film pada permukaan antar fase gas dan cairan karena sifat aliran
fluida yang turbulen. Tingkat agitasi ini dapat diukur berdasarkan tenaga yang
dikonsumsi oleh motor penggeraknya. Terdapat 3 perinsip sistem pengadukan
yang digunakan , yaitu (Anonim, 2012):
1. Stirred Tank Reactor (STR)
STR mempunyai mekanisme pengadukan impeller yang bergerak didalam
bejana silinder Baffled yang berbentuk piringan datar vertikal. Normalnya
terdapat 4 sampai 6 piringan baffle berada di dalam dinding bejana untuk
membantu pencampuran sehingga mendapatkan larutan homogen, membantu
transfer masa dengan menaikkan aliran turbulen, selain itu juga berfungsi untuk
mencegah pembentukan pusaran dan menghilangkan bagian yang mati.
Stirred Tank Reactor (STR) dikendalikan oleh impeller yang dihubungkan
dengan external motor. Tangki aduk ini dirancang sedemikian sehingga
pencampuran substrat dapat optimal dan kebutuhan daya sedikit.

Efektifitas dari agitasi pada sistem Stirred Tank Reaktor ini bergantung
pada beberapa faktor, diantaranya desain pisau Impeller, kecepatan agitasi dan
kedalaman liquid (Anonim, 2012).
Oksigen dalam fermentasi aerob dapat dipandang sebagai zat nutrisi yang
penting seperti halnya zat-zat nutrisi yang lain. Zat-zat nutrisi lain seperti glukosa
dapat dengan mudah dilarutkan sampai kadar yang cukup besar (misalnya
10.000 mg/l) tetapi oksigen mempunyai kelarutan yang sangat kecil (kurang dari
10 mg/l) sehingga populasi oksigen yang kontinyu (aerasi) sangat diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan oksigen bagi mikroba (Anonim, 2012).
Proses aerasi tidak terlepas dari proses pengadukan (agitasi). Hembusan
udara dari suatu kompresor ke dalam suatu larutan medium selain memberikan
aerasi juga pengadukan. Pengadukan ini kadang-kadang ditambah dengan
pengadukan mekanik untuk meningkatkan kecepatan pemindahan oksigen dari
fase gas ke sel mikrobia. Dengan demikian aerasi dan agitasi tersebut selain untuk
memenuhi kebutuhan oksigen juga untuk menjaga mikrobia tetap tersuspensi dan
larutan medium tetap homogen (Anonim, 2012).
Aerasi dan agitasi dalam skala laboratorium biasanya dilaksanakan dengan
menggoyang-goyangkan labu berisi larutan (shaken flask culture). Dalam skala
lebih besar, aerasi diberikan dengan cara menghembuskan udara bertekanan ke
dalam cairan medium dan kadang-kadang dilaksanakan pengadukan mekanik.
Aerasi dan agitasi dalam skala laboratorium mudah dilaksanakan, akan tetapi
untuk skala industri perlu mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan aerasi dan
agitasi banyak menyerap biaya operasi (Anonim, 2012).
Dalam uraian ini akan diberikan beberapa hal yang berkaitan dengan
(Anonim, 2012):

1. Kebutuhan oksigen dalam proses fermentasi (aerob)


2. Kuantifikasi transfer oksigen
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer oksigen ke dalam
larutan medium atau hubungan-hubungan antara koefisien transfer oksigen dan
variabel-variabel operasional pada fermentor (Anonim, 2012).
Pengaruh tingkat agitasi
Tingkat agitasi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap efisiensi transfer
oksigen di dalam fermentasi dengan pengadukan mekanik. Agitasi sangat
membantu proses transfer oksigen di dalam fermentor dengan cara sebagai berikut
(Anonim, 2012):
1. Agitasi menyebabkan ukuran gelembung udara menjadi lebih kecil sehingga
luas permukaan untuk terjadinya transfer oksigen menjadi lebih besar.
2. Agitasi menyebabkan waktu tinggal gelembung udara di medium menjadi lebih
lama.
3. Agitasi mencegah bergabungnya kembali gelembung-gelembung udara yang
sudah ada.
4. Agitasi memperkecil tebal lapisan film pada permukaan antar fase gas dan
cairan karena sifat alir fluida yang menjadi tubulen.
2.3 Kurva Pertumbuhan Sel
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua
komponen didalam sel hidup. Pada organisme multiseluler, pertumbuhan adalah
peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga menjadi lebih
besar (Suprihatin, 2010).

Umur suatu sel ditentukan setelah pembelahan sel selesai, sedangkan umur
kultur ditentukan dari waktu atau lamanya inkubasi. Ukuran sel tergantung dari
kecepatan

pertumbuhan.Semakin

baik

zat

nutrisi

didalam

substratnya

mengakibatkan pertumbuhan sel semakin cepat dan ukuran sel semakin besar
(Suprihatin, 2010).
1. Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang tumbuh dengan cara pembelahan biner,
dimana satu sel akan membelah secara simetris menjadi dua sel. Tahap-tahap yang
terjadi selama pembelahan adalah sebagai berikut (Suprihatin, 2010):
a. Mula-mula terjadi peningkatan jumlah komponen-komponen sel termasuk
DNA sehingga ukuran sel juga bertambah besar.
b. Terjadi pembelahan sel yang dimulai dengan pertumbuhan dinding sel,
pembentukan spektum dan pemisahan septum, dimana masing-masing anak sel
mempunyai setengan dinding sel induknya.

Gambar 1. Pembelahan biner pada bakteri

2. Khamir
Khamir dapat tumbuh dengan cara menbentuk tunas (budding) atau
membelah (fission), atau campuran dari pertunasan dan pembelahan (bud-fission).
Anak sel yang terbentuk kadang-kadang tidak melepaskan diri dari induknya
sehingga membentuk pseudomiselium (Suprihatin, 2010).
Pertunasan

Pembelahan

Pertunasan dan Pembelahan

Gambar 2. Pertumbuhan Sel Khamir


c. Kapang
Kapang adalah organisme eukariotik yang tumbuh dengan cara
perpanjangan hifa. Hifa yang terbentuk kadang-kadang bersifat multinukleat
dengan diameter 2 10 m. Pertumbuhan dengan cara perpanjangan hifa juga
terjadi pada beberapa khamir aerobik dan bakteri yang tergolong Actinomycetes
seperti Actynomyces, Streptomyces, dan Nocardia. Pada Actynomycetes hifa yang
terbentuk mempunyai diameter yang lebih kecil (1m) dengan ukuran yang lebih
pendek (Suprihatin, 2010).

Panjang hifa dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Jika tumbuh pada


permukaan medium, hifa berukuran sangat panjang, sedangkan jika tumbuh
dibawah permukaan (terendam), hifa akan terputus-putus sehingga ukurannya
lebih pendek tetapi bercabang-cabang. Semakin cepat pengocokan pada kultur
terendam. Semakin pendek hifa yang terbentuk (Suprihatin, 2010).

Gambar 3. Pertumbuhan Khamir


Pertumbuhan mikroba didalam suatu kultur mempunyai kurva seperti
terlihat pada gambar berikut (Suprihatin, 2010).

1. Fase Adaptasi
Jika mikroba dipindahkan kedalam suatu medium, mula-mula akan
mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
disekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya (Suprihatin, 2010):

a. Medium dan lingkungan pertumbuhan.


Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan
lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi . Tetapi jika
nutrien yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan
sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim.
b. Jumlah inokulum.
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.
Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya :
c. Kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang
kandungan nutriennya terbatas.
d. Mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan
komposisi sama seperti sebelumnya.
2. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, mikroba mulai membelah dengan
kecepatan yang rendah karena baru mulai menyesuaikan diri (Suprihatin, 2010).
3. Fase Logaritmik
Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti
kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh
medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi
lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini mikroba
membutuhkan energi lebih banyak daripada fase lainnya. Pada fase ini kultur
paling sensitif terhadap keadaan lingkungan (Suprihatin, 2010).

4. Fase Pertumbuhan Lambat


Pada fase ini jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh
masih lebih banyak dari pada jumlah sel yang mati. Pada fase ini pertumbuhan
populasi mikroba diperlambat karena beberapa sebab (Suprihatin, 2010):
a. Zat-zat nutrisi didalam medium sudah sangat berkurang.
b. Adanya

hasil-hasil

metabolisme

yang

mungkin

beracun

atau

dapat

menghambat pertumbuhan mikroba.


5. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis)
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh
sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada faseini menjadi lebih
kecil-kecil karena sel tetap. Membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis.
Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda
dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan
terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan bahan-bahan kimia
(Suprihatin, 2010).
6. Fase Menuju Kematian dan Fase Kamatiian
Pada fase ini sebagian mikroba mulai mengalami kematian karena
beberapa sebab yaitu (Suprihatin, 2010):
a. Nutrien didalam medium sudah habis.
b. Energi cadangan didalam sel habis.
Kecepatan kematian tergantung dari kondisi nutrien, lungkungandan jenis
mikroba (Suprihatin, 2010).

2.3 Pengaruh Nutrien dan Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Sel Mikroba


Perbedaan dalam anatomi mikroba dan mekanisme pertumbuhan
menyebabkan perbedaan dalam kecepatan pertumbuhan. Pada umumnya semakin
kompleks struktur sel suatu organisme, semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk membelah diri atau semakin lama waktu generasinya (Suprihatin, 2010).
1. Pengaruh Nutrien
Kecepatan pertumbuhan pada fase logaritmik dipengaruhi oleh tersedianya
nutrien didalam medium dan dapat mencapai maksimum. Kecepatan pertumbuhan
mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam nukleat di dalam sel. Semakin tinggi
kecepatan pertumbuhan semakin besar ukuran sel dan semakin tinggi jumlah asam
nukleat di dalam sel (Suprihatin, 2010).
2. Pengaruh Suhu
Pengaruh suhu terhadap kecepatan pertumbuhan spesifik mikroba dapat
digolongkan menjadi (Suprihatin, 2010):
a. Psikrofilik
b. Mesofilik
c. Thermofilik.
Suhu juga mempengaruhi efisiensi konversi substrat (karbonenergi)
menjadi massa sel . Pada umumnya yield konversi maksimum terjadi pada suhu
yang lebih rendah dari pada suhu dimana kecepatan pertumbuhan maksimum.Hal
ini penting dalam proses optimasi dimana diinginkan kecepatan pertumbuhan
maksimum tetapi bukan yield pertumbuhan maksimum (Suprihatin, 2010).

Berikut merupakan kurva pertumbuhan optimalisasi suhu khamir R210


dalam medium tapioka (Wahyono dan Sugoro, 2013).

Grafik 1. Kurva Pertumbuhan Optimalisasi Suhu Khamir R210 dalam


Medium Tapioka.
Suhu yang optimum untuk pertumbuhan khamir R210 adalah suhu ruang.
Suhu optimum pada sebagian khamir adalah 20oC sampai 30oC. Menurut Fardiaz,
kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir yaitu pada suhu optimum
(25-30oC) dan suhu maksimum 35-47oC (Wahyono dan Sugoro, 2013).
3. Pengaruh Aktifitas Air
Air sangat penting untuk pertumbuhan mikroba karena selain merupakan
80% dari berat sel mikroba juga karena air berfungsi sebagai reaktan misalnya
dalam reaksi hidrolisis, dan sebagai produk misalnya dari reduksi oksigen dalam
sistem transpor elektron (Suprihatin, 2010).
4.

Pengaruh pH
Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran pH sebesar 3 4 unit pH

atau pada kisaran 1000 10.000 kali konsentrasi ion hidrogen. Kebanyak bakteri
mempunyai pH optimum sekitar pH 6.5 7.5. Dibawah 5.0 dan diatas 8.5 bakteri
tidak tumbuh dengan baik. Khamir menyukai pH 4 5 dan tumbuh pada kisaran
pH 2.5 8.5. Oleh karena itu untuk menumbuhkan khamir biasanya dilakukan

pada pH rendah untuk mencegah kontaminasi bakteri. Kapang mempunyai


pH optimum antara 5 dan 7 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3 8.5
(Suprihatin, 2010).
Nilai pH untuk pertumbuhan mikroba mempunyai hubungan dengan suhu
pertumbuhannya. Jika suhu pertumbuhan naik, pH optimum untuk pertumbuhan
juga naik. Dalam fermentasi, kontrol pH penting sekali dilakukan karena pH yang
optimum harus dipertahankan selama fermentasi . Perubahan pH dapat terjadi
selama fermentasi karena H dilepaskan selama konsumsi NH4 + dan dikonsumsi
selama metabolisme NO3- dan penggunaan asam amino sebagai sumber karbon
(Suprihatin, 2010).

Berikut merupakan kurva pH medium pertumbuhan pada optimalisasi suhu


khamir R210. dalam medium tapioka (Wahyono dan Sugoro, 2013).

Grafik 2. Kurva pH Medium Pertumbuhan pada Optimalisasi Suhu


Khamir R210 dalam Medium Tapioka.
5. Pengaruh Oksigen
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen mikroba dapat dibedakan yaitu
mikroba yang bersifat aerobik, anaerobik dan anaerobik fakultatif. Kapang dan
khamir pada umumnya bersifat aerobik, sedangkan bakteri dapat bersifat aerobik
dan anaerobik. Dalam fermentasi menggunakan mikroba aerobik, aerasi selama
proses fermentasi sangat berpengaruh terhadap produk akhir yang dihasilkan
(Suprihatin, 2010).

Berikut merupakan kurva pertumbuhan optimalisasi agitasi khamir R210


dalam medium tapioka (Wahyono dan Sugoro, 2013).

Grafik 3. Kurva Pertumbuhan Optimalisasi Agitasi Khamir R210


dalam Medium Tapioka.
2.5 Efisiensi Pertumbuhan dan Cara Pengukuran Pertumbuhan Sel Mikroba
Pertumbuhan pada bakteri didefinisikan dengan pertambahan berat sel.
Karena

berat

sel relatif

sama

maka pertumbuhan

dapat didefinisikan

sebagaipertambahan jumlah sel. Terdapat berbagai metode dalam mengukur


pertumbuhan sel bakteri. Perhitungan sel bakteri terdiri atas 2 cara, yaitu
perhitungan langsung dan tidak langsung. Perhitungan langsung meliputi metode
turbidimetri, total count, dan berat kering. Perhitungan tidak langsung yaitu
viable count (Anonim, 2010).
1. Metode Turbidimetri
Secara rutin jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara mengetahui
kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah
selnya. Prinsip dasar metode turbidimetri adalah, jika cahaya mengenai sel, maka
sebagian cahaya diserap dan sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang
diserap proposional (berbanding lurus) dengan jumlah sel bakteri. Jumlah cahaya
yang diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak
jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan (Anonim, 2010).

Menurut Hukum Beer-Lambert bahwa fraksi cahaya yang diteruskan (I/I0)


akan menurun seiring dengan log-10 densitas sel (x) atau I/I0= 10-xl. Di mana l
adalah lebar wadah atau kuvet. Jika dikali log10, maka log I/I0 = -xl. Karena log
I/I0 = OD=absorbansi cahaya, maka diperoleh persamaan OD=A= xl. Metode ini
mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel
hidup (Anonim, 2010).

Gambar 4. Perhitungan sel dengan metode turbidimetri. Suspensi mikroba


menerima cahaya dari lampu. Ketika cahaya mengenai sel mikroba, cahaya
diserap (garis panah membelok, I0) dan jika cahaya tidak mengenai sel mikroba ,
maka cahaya diteruskan (garis panah lurus, I).
2. Metode Total Count
Total count memerlukan mikroskop dan wadah yang diketahui volumenya.
Jika setetes kultur dimasukkan ke dalam wadah (misalnya hemasitometer) yang
telah diketahui volumenya, maka jumlah sel dapat dihitung. Akan tetapi, cara ini
memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup dan mati dan
tidak dapat digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari
106 sel/ml) (Anonim, 2010).

3. Gambar 5. Hemasitometer
Metode yang lebih memuaskan dalam mengukur jumlah sel adalah
Elektronic Total Count. Jika medan listrik mengenai sel hidup, maka timbul
kejutan listrik. Akan tetapi, jika medan listrik mengenai sel mati, maka tidak
timbul kejutan listrik. Semakin banyak kejutan listrik, semakin banyak pula
jumlah sel yang hidup (Anonim, 2010).
3. Metode Berat Kering
Cara yang paling cepat mengukur jumlah sel adalah metode berat kering.
Metode ini relatif mudah dilakukan, yaitu kultur disaring atau disentrifugasi,
kemudian bagian yang tersaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi
dikeringkan. Pada metode ini juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan
yang mati. Akan tetapi, keterbatasan itu tidak menutup manfaat metode ini dalam
hal mengukur efisiensi fermentasi, karena pertumbuhan diukur dengan satuan
berat, sehingga dapat diperhitungkan dengan parameter konsumsi substrat dan
produksi senyawa yang diinginkan (Anonim, 2010).

Gambar 6. Cara Pengenceran Mikroba yang Akan Dihitung Jumlah Selnya Secara
Viabel Count
4. Metode Viabel Count
Metode viable count sering disebut dengan metode total plate count.
Kultur diencerkan sampai batas yang diinginkan. Kultur encer ditumbuhkan
kembali pada media, sehingga diharapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni
beberapa saat berikutnya biasanya 12-4 jam. Akan tetapi, cara ini memiliki
keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung biasanya lebih kecil dari sebenarnya
(kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal dari lebih dari 2 sel) dan tidak dapat
diaplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat (Anonim, 2010).
Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus
mendekati kelipatan 10 pada setiap pengencerannya. Jika tidak, maka perhitungan
dianggap gagal. Misalnya cawan yang dapat dihitung jumlah selnya adalah yang
mempunyai jumlah sel sekitar 2-4 untuk sampel pengenceran (10-x), 20-40 untuk
sampel pengenceran (10-(x+1)), dan 200-400 untuk sampel pengenceran (10-(x+2))
(Anonim, 2010).

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Mikrobiologi, (online) (https://www.academia.edu/6682468/


Textbook-mikrobiologi4), diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul
12.00 WITA.
Anonim,

2012,
Aerasi
dan
Agitasi,
(online)
(https://www.scribd.com/doc/228899528/Aerasi-Dan-Agitasi), diakses
pada tanggal 7 April 2015 pukul 23.00 WITA.

Retno dan Pujaningsih, 2005, Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas


Pakan, Fakultas Peternakan, UNDIP.
Suprihatin, 2010, Teknologi Fermentasi, UNESA Press, Surabaya.
Wahyono, T. Dan Sugoro, I., 2013, Pemanfaatan Medium Tapioka Iradiasi Untuk
Optimalisasi Kondisi Fermentasi Isolat Khamir R210, Jurnal
Prosiding Seminar Nasional Dan Teknolog Nuklir, (online)
(http://digilib.batan.go.id/ppin/katalog/index.php/searchkatalog/byId/3
100), diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul 21.00 WITA.

Anda mungkin juga menyukai