Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PENENTUAN KADAR ABU,AIR DAN VOLATIL

Disusun oleh Kelompok 2 :

Yusi Ramadani (220.01005)

Misman Wari ()

Mista Hayatun ()

Sariyanti Lingu ()

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN


SEKOLAH TINGGI TEKNIK LINGKUNGAN (STTL) MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran tuhan yang maha esa atas segala
rahmat sehingga penulisan makalah yang berjudul “Uji kadar Abu, Air dan Volatil”
dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kelemahan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan, demi perbaikan di masa yang akan datang. penulis juga mohon
maaf atas segala kekeliruan baik yang di sengaja maupun tidak disengaja.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.

Mataram, 19 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Tujuan Praktikum.................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................3
A. Kadar air...............................................................................................................................4
B. Kadar abu..............................................................................................................................5
BAB III............................................................................................................................................9
METODE PRAKTIKUM................................................................................................................9
A. Alat dan Bahan.....................................................................................................................9
B. Metode/Skema kerja.............................................................................................................9
C. Analisis...............................................................................................................................10
BAB IV..........................................................................................................................................11
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................................11
A. Hasil Pengamatan..................................................................................................................11
B. Perhitungan............................................................................................................................11
C. Pembahasan...........................................................................................................................12
BAB V...........................................................................................................................................16
PENUTUP.....................................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................16
Daftar Pustaka................................................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena


kadar air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan.
Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung
serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu. Kadar air dalam bahan
makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu.
Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air
yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri.
Kadar air yang semakin tinggi akan menyebabkan rusaknya bahan pakan
karena munculnya mikroorganisme yang tumbuh dan berkembangbiak pada
bahan. Hal ini dapat dicegah dengan membuat kadar air suatu bahan di bawah
nilai minimal yang dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya, sehingga mikroba tersebut tidak mempunyai kesempatan
untuk tumbuh, walaupun tumbuh tidak akan berkembangbiak sebagaimana
mestinya. Beberapa contohnya adalah dengan jalan pengeringan, penguapan,
pengenceran dan pengentalan.
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan Kadar air pada suatu bahan
adalah dengan menggunakan metode metode pengeringan (thermogravimetr) yaitu
suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk
tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika produk
tersebut mengalami dekomposisi.
Penentuan kadar air dan kadar abu sangat penting utuk diketahui. Bagaimana
proses penentuannya dan apa saja kelebihan serta kekurangan dari metode-metode
penentuan kadar air dan kadar abu. Kemudian dilakukan uji organoleptic terhadap
bau, rasa dan warna serta informasi gizi pada kemasan dicocokkan dengan syarat
mutu SNI. Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan praktikum mengenai kadar

iv
air dan kadar abu agar mahasiswa juga mengetahui metode penentuan kadar air dan
kadar abu pada bahan pangan.

B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada praktikum kali ini yaitu :
a. Mahasiswa mampu melakukan uji kadar air dan abu
b. Mahasiswa mengetahui standar mutu produk yang diuji

v
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Kadar air dalam suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari bahan pakan tersebut. Kadar air bahan pakan tersebut tidak
memenuhi syarat maka bahan pakan tersebut akan mengalami perubahan fisik dan
kimiawi yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada makanan
sehingga bahan pakan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penentuan kadar air
dari suatu bahan pakan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air suatu
bahan pakan digunakan untuk menentukan banyaknya zat gizi yang dikandung
oleh bahan pakan tersebut. Memanaskan suatu bahan pakan dengan suhu tertentu
maka air dalam bahan pakan tersebut akan menguap dan berat bahan pakan
tersebut akan konstan. Berkurangnya berat bahan pakan tersebut berarti
banyaknya air yang terkandung dalam bahan pakan tersebut

Kriteria bagian dalam meliputi warna daging, porositas, dan sifat tekstural
sedangkan kriteria bagian luar meliputi warna kulit, bentuk simetri, karakteristik kulit
hingga volume biskuit (Kramer dan Twigg, 1973).

Kadar air dan kadar abu merupakan mutu fisik biskuit. Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) tahun 1992, parameter kadar air dan abu untuk biskuit bayi
dan balita masing - masing adalah maksimal 5% dan 1,5%. (Dwi Sarbini, 2009) Menurut
manley (1983).

Alumunium foil, atau plastik. Untuk kemasan yang berbentuk kaleng, hal-hal
yang harus diperhatikan dalam memilih kemasan tersebut diantaranya kemasan tersebut
tidak penyok, tidak karatan, dan masih tertutup rapat. Jika kemasan dalam bentuk
alumunium foil, maka kemasan tersebut tidak sobek. Kemasan plastik tembus pandang
tidak baik digunakan sebagai bahan pengemas karena sinar matahari dan sinar ultraviolet
dapat mempercepat terjadinya oksidasi lemak (Anonim, 2006).

vi
A. Kadar air
Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (web basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air
berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air
berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%. Kadar air merupakan banyaknya air
yang terkandung dalam bahan, yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air juga salah
satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air
cenderung menurun dengan meningkatnya lama pengeringan, proses pengeringan sangat
dipengaruhi oleh lama pengeringan. Pengeringan dengan menggunakan suhu yang tinggi
dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata, yaitu bagian luar kering sedangkan
bagian dalam masih banyak mengandung air (Syarif dan Halid, 1993).

Kandungan air dalam pangan dapat ditentukan dengan beberapa metode


penetapan kadar air. Penentuan kadar air bahan perlu dilakukan untuk mengetahui
jumlah air yang terdapat dalam bahan sehingga dapat ditentukan proses
penanganan/pengolahan selanjutnya dan menentukan kualitas produk akhir serta
digunakan untuk menentukan daya awet suatu bahan karena jumlah air dalam bahan
pangan biasanya dapat menjadi tolak ukur bagi keberadaan mikroorganisme perusak
bahan pangan khususnya pada aktifitas air bahan (Buckle, 2008).

Penentuan kadar air melibatkan kondisi yang kompleks dan terdiri atas beberapa
macam metode yang sangat tepat, cepat, serta bervariasi. Pemilihan metode penetapan
kadar air yang tepat sangat perlu dilakukan karena ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar air maksimal bahan, tetapi dapat menyebabkan
penguapan senyawa volatil bahan, terjadi dekomposisi zat-zat organik, maupun jenis
kerusakan lain akibat pemanasan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan sifat dan keadaan
bahan yang akan dianalisis (Buckle, 2008).

Metode penentuan kadar air bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
metode thermogravimetri, destilasi, khemis, dan fisis. Prinsip analisa penetapan kadar
air secara thermogravimetri adalah pemanasan bahan pada titik didih air sehingga air

vii
akan menguap, lalu ditimbang berat sebelum dan sesudah pemanasan. Selisih berat
bahan sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air bahan. Sedangkan prinsip
analisa penetapan kadar air dengan metode thermovolumetri adalah menguapkan air
dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak
dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air
sehingga air akan terpisah dan dapat diukur kadarnya. Menurut (Syarif dan Halid, 1993),
menyatakan bahwa ada beberapa macam metoda kadar air, yakni :
a. Metoda pemanasan langsung
b. Metoda pengering vakum
c. Metoda karl fischer
Dalam penetapan kadar air pada sampel dilakukan metoda pemanasan langsung.
Metoda pemanasan langsung digunakan untuk menetapkan kadar air dari zat yang tidak
mudah rusak atau menguap pada suhu pemanasan 100 oC – 105 oC. Penetapan ini relatif
sederhana dimana contoh yang telah ditimbang atau diketahui bobotnya dipanaskan
dalam suatu pengering listrik pada suhu 100o – 105oC sampai bobot tetap. Selisih bobot
contoh awal dengan bobot tetap yang telah dicapai setelah pengeringan adalah air yag
telah menguap (Syarif dan Halid, 1993).

B. Kadar abu
Kadar abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu berhubungna erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam
suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Bahan makanan
dibakar dalam suhu yang tinggi dan menjadi abu. Pengukuran kadar abu bertujuan unutk
mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan
(sandjaja. 2009).

Kadar air yang tinggi tentu akan mempengarugi mutu biskuit. Biskuit dengan
kadar air yang tinggi akan mudah bagi bakteri untuk berkembang didalamnya.

Penentuan kadar abu sesuai dengan Apriantono (1989) dapat dilakukan dengan dua


cara yaitu :

1.   Pengabuan cara langsung (Cara Kering).

viii
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua
zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
(Sudarmadji, 1996).  Mekanisme pengabuan pada percobaan ini adalah pertama-
tama krus porselin dioven selama 1 jam. Krus porselin adalah tempat atau wadah
yang digunakan dalam pengabuan, karena penggunaannya luas dan dapat
mencapai berat konstan maka dilakukan pengovenan. Kemudian didinginkan
selama 30 menit, setelah itu dimasukkan desikator. Lalu timbang krus sebagai
berat a gram. Setelah itu masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam krus dan
catat sebagai berat b gram. Pengabuan di anggap selesai apabila di peroleh
pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu (Tamiang, 2011).

Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan 


melalui 2 tahap yaitu :

a.   Pemanasan pada suhu 300ºC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga
kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

b.   Pemanasan pada suhu 800ºC yang dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.  Setelah pengabuan selesai
maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan,
krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang
mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian
atasmuffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus
dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica
gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram. Beberapa
kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara
lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :

a.   Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan


hasil pertanian, serta digunakan untuk sampel yang relatif banyak,

ix
b.   Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air,
serta abu yang tidak larut dalam asam, dan

c.   Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak


menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :

a.   Membutuhkan waktu yang lebih lama,

b.   Tanpa penambahan regensia,

c.   Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan

d.   Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi


(Apriantono 1989).

2.   Pengabuan cara tidak langsung (Cara Basah)

Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia


tertentu pada bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa
ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Proses pemanasan mengakibatkan
gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan percepatan oksidasi.
Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang
bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas,
sehingga mempercepat proses pengabuan. Mekanisme pengabuannya adalah
pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama
30 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam eksikator (Sudarmadji, 1996).

Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan
sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian
ditambahkan gliserol alkohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan
sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang
terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum dilakukan
penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan

x
air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana
pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian
krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air
berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c
gram. 

Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti


Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu
seperi K2CO3 dan CaCO3. pengeringan pada metode ini bertujuan untuk
mendapatkan berat konstan. Sebelum sampel dimasukkan dalam krus, bagian
dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian dalam krus
oleh zat asam yang terkandung dalam sampel dan utnuk menyerap air yang
kemungkinan ada pada kurs (Anonim 2010c).

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara


tidak langsung sesuai dengan Anonim (2010c). Kelebihan dari cara tidak
langsung, meliputi :

a.   Waktu yang diperlukan relatif singkat,

b.   Suhu yang digunakan relatif rendah,

c.   Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah, 

d.   Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan

e.   Penetuan kadar abu lebih baik

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :

a.   Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,

b.    Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan

c.   Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.

xi
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Hari/Tanggal : selasa, 12 oktober 2 021

Waktu : 09.00 s/d 12.00

Tempat : Laboratorium STTL Mataram

B. Metode/Skema kerja
Skema Analisis Kadar Air

xii
Skema Analisis Kadar Abu

C. Analisis
 Pengujian kadar air menggunakan metode pengeringan (thermogravimetric)
 Pengujian kadar abu menggunakan metode pengeringan (pengabuan secara
langsung)
 Rumus kadar air bobot basah (wb)
% kadar air = bobot contoh – bobot kering x 100%
Bobot contoh
 Rumus kadar air bobot kering (db)
% kadar air = bobot contoh – bobot kering x 100%
Bobot kering
 Rumus kadar abu

xiii
% kadar abu = bobot abu x 100%
Bobot sampel

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengamatan Kadar Air Kadar abu
Cawan 1 Cawan 2 (gr) Cawan 1 (gr) Cawan 2 (gr)
(gr)
Berat cawan kosong 24,856 24,092 21,599 20,820
Berat cawan + sampel 26,861 26,124 23,610 22,824
(sebelum dipanaskan)
Berat sampel basah 2,005 2,032 2,011 2.004
Berat cawan + sampel 26,772 26,033 21,585 20,807
(setelah dipanaskan)
Berat sampel kering 1,916 1,941 0,014 0,013
Selisih total 0,089 0,091 1,997 1,991

A. Hasil Pengamatan

B. Perhitungan
1. Kadar air
 Berdasarkan bobot basah

% Air Cawan I = bobot contoh – bobot kering x 100%

Bobot contoh
= 2,005 gram – 1,916 gram x 100%
2,005 gram
= 4,43 %

% Air Cawan I = bobot contoh – bobot kering x 100%

Bobot contoh

xiv
= 2,005 gram – 1,941 gram x 100%
2,005 gram
= 4,47 %

Berdasarkan bobot kering

% Air Cawan I = bobot contoh – bobot kering x 100%


Bobot kering
= 2,005 gram – 1,916 gram x 100%
1,916 gram
= 4,64 %

% Air Cawan II = bobot contoh – bobot kering x 100%


bobot contoh
= 2,032 gram – 1,941 gram x 100%
1,941 gram
= 4,68%

2. Kadar abu

% kadar abu = Bobot abu x 100%


Bobot sampel

= 0,014 gram x 100%


2,011 gram
= 0,69 %

% kadar abu = Bobot abu x 100%


Bobot sampel

= 0,013 gram x 100%


2,004 gram
= 0,64 %

xv
C. Pembahasan
a) Pembahasan Kadar Air
Pada praktikum ini kami menghitung kadar air yang terdapat pada biskuit
marie regal. Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan
persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram
bahan yang disebut dengan kadar air basis basah. Berat bahan kering atau padatan
adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga
beratnya tetap (konstan).

Pada praktikum yang kami lakukan, kami menghitung kadar air berdasarkan berat
basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Hal ini sesuai dengan
Suharto (1991), yang mengatakan bahwa kadar air adalah persentase kandungan air
suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau
berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering
dapat lebih dari 100 persen.
Dalam praktikum, pertama kami menghitung kadar air yang terdapat pada
biskuit dengan menimbang sampel biskuit (bobot contoh) yang digunakan, yaitu
sebanyak 2.005 gram untuk cawan I dan 2.032 gram untuk cawan II menggunakan
timbangan analitik.
Kedua, kami menghitung berat cawan kosong sebelum konstan dan cawan
kosong konstan. Hasil yang kami dapatkan yaitu berat cawan kosong sebelum kostan
pada cawan I sebesar 24.856 gram dan berat cawan II sebelum konstan sebesar 24.092
gram. Berat konstan cawan I sebesar 24.856 gram dan berat konstan cawan II sebesar
24.092 gram.. Cawan dan sampel (bobot contoh) dipanaskan ke dalam oven pada suhu
105oC selama 3 jam untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada biskuit. Hal
ini sesuai dengan Winarno (1992), yang menyatakan bahwa pada
umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven
pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Kemudian
bahan didinginkan ke dalam desikator selama 10 menit.

xvi
Setelah itu, ditimbang lagi berat cawan dan sampel (bobot contoh) dengan
menggunakan timbangan analitik. Lalu dikeringkan kembali ke dalam oven sampai
diperoleh bobot kering yang konstan.
Bobot kering dapat dihitung dengan mengunakan rumus. Rumus bobot kering
yaitu berat cawan dan sampel setelah di oven dikurang berat cawan konstan lalu dibagi
bobot kering. Hasil yang didapat yaitu berat kering untuk cawan I sebesar 1,916 gram
dan untuk cawan II sebesar 1,941 gram.
Hasil praktikum kadar air ini menunjukkan bahwa kadar air biskuit
berdasarkan bobot basah pada cawan I sebesar 4,43% dan pada cawan II sebesar
4,47%. Sehingga didapatkan kadar air rata – rata bobot basah biscuit marie regal
adalah 4,45%. Berdasarkan bobot kering di dapat kan hasil untuk cawan I sebesar
4,64% dan untuk cawan II sebesar 4, 68 %. Sehingga didapatkan kadar air rata – rata
bobot kering biscuit marie regal adalah 4,66%. Hal ini menunjukan bahwa kadar air
yang terdapat dalam biskuit marie regal baik berdasarkan bobot kering (db) atau
berdasarkan bobot basah (wb) sesuai dengan SNI yaitu tidak lebih dari 5% atau
maksimal 5%.

b) Pembahasan kadar abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan
air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Penentuan kadar abu total dapat
digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter
nilai gizi suatu bahan makanan. Hal ini sesuai dengan Firmansyah (2011), yang
mengatakan bahwa kadar abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara
pengabuanya.
Hasil praktikum mengenai kadar abu didapatkan kadar abu yang dimiliki biskuit,
yaitu sebanyak 0,665%. Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan
secara laboratoris dengan analisis kimia. Syarat mutu biskuit yang telah ditetapkan oleh
Departemen Perindustrian tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2886-

xvii
1992), yaitu 1,6% (maksimum 1,6%). Ini menunjukkan bahwa kandungan abu yang
terdapat di dalam biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 telah memenuhi syarat yang
ada, yaitu kurang dari 1,6% (maksimum 1,6%).
Perhitungan kadar abu yang terdapat pada biskuit, terlebih dahulu ditimbang
bobot biskuit yang digunakan sebanyak 2,011 gram untuk cawan I dan 2,004 gram untuk
cawan II. Setelah itu, sebelum pengabuan bahan dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan hot plate lalu dipanaskan lagi ke dalam tanur pada suhu 750 0C selama 3
jam untuk menguapkan bahan-bahan yang terkandung di dalam biskuit, kecuali
mineralnya. Kemudian bahan didinginkan ke dalam desikator selama 10 menit. Setelah
itu, ditimbang lagi berat cawan dan bahannya dengan menggunakan timbangan analitik.
Lalu dikeringkan kembali ke dalam tanur sampai diperoleh berat yang konstan. Hal ini
sesuai dengan Anonim (2010a), yang mengatakan bahwa penentuan kadar abu adalah
mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600°C dan
melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses pembakaran tersebut.

xviii
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena


kadar air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan.
Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung
serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu. Kadar air dalam bahan
makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu.
Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air
yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri.
Kadar air yang semakin tinggi akan menyebabkan rusaknya bahan pakan
karena munculnya mikroorganisme yang tumbuh dan berkembangbiak pada
bahan. Hal ini dapat dicegah dengan membuat kadar air suatu bahan di bawah
nilai minimal yang dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya, sehingga mikroba tersebut tidak mempunyai kesempatan
untuk tumbuh, walaupun tumbuh tidak akan berkembangbiak sebagaimana
mestinya. Beberapa contohnya adalah dengan jalan pengeringan, penguapan,
pengenceran dan pengentalan.

xix
Daftar Pustaka
Anonim. 2010a. Laporan Penentuan Kadar Abu. http://scribd.com. Diakses pada hari
Minggu, 27 Oktober 2013. Makassar.
Anonim. 2010b. Kadar Air Basis Basah dan Kadar Air Basis Kering.
http://yefrichan.wordpress.com/2010/08/04/kadar-air-basis-basah-dan-kadar-air-
basis-kering /. Diakses pada hari Minggu, 27 Oktober 2013. Makassar.
Apriyantono, Anton, dkk. 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Astuti. 2012. Kadar abu. https://astutipage.wordpress.com/tag/kadar-abu/ . Diakses pada
hari Minggu, 27 Oktober 2013. Makassar.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Yakarta.
Taib, Gunarif. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta.
Winarno. 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta

xx

Anda mungkin juga menyukai