Anda di halaman 1dari 15

PERCOBAAN I

KELARUTAN INTRINSIK OBAT

OLEH :
NAMA

: MIKA FEBRYATI KADIR

STAMBUK

: O1A114026

KELOMPOK

: V (LIMA)

KELAS

: A

ASISTEN

: SARLAN, S.Si.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2015

KELARUTAN INTRINSIK OBAT


A. TUJUAN
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk dapat memperkenalkan
konsep dan proses sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan zat.

B. LANDASAN TEORI
Kelarutan intrinsik merupakan kelarutan dari suatu senyawa dalam
bentuk molekulnya (tidak terion) di dalam larutan. Dalam melihat kelarutan
intrinsik suatu obat pertama dilihat kelarutan obat di dalam 0,1 N HCl, 0,1 N
NaOH dan air Peningkatan kelarutan obat pada asam menyatakan obat tersebut
basa lemah dan peningkatan kelarutan obat pada basa menyatakan obat tersebut
asam lemah (Novita dkk., 2012).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang
ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat
hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan
mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu
zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil
karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan
(Jufri dkk., 2004).
Obat adalah suatu bahan kimia yang dapat memengaruhi organisme
hidup dan digunakan untuk keperluan diagnosis, pencegahan, dan pengobatan

suatu penyakit. Obat adalah suatu bahan kimia, tetapi tidak semua bahan kimia
adalah obat. Bahan kimia sebagai obat ada yang berupa senyawa organik, tetapi
ada pula yang berupa senyawa anorganik, ada yang mempunyai struktur kimia
sederhana dan ada yang strukturnya sangat kompleks (Sumardjo, 2009).
Kelebihan metode spektrofotometri visibel dibanding metode lain adalah
memiliki detektor ultraviolet yang merupakan detektor yang paling luas
digunakan karena sensitivitas dan reprodusibelitasnya yang tinggi serta mudah
operasinya. Analisis dengan spektrofotometri visibel juga dapat digunakan untuk
menunjukkan ada atau tidak adanya ikatan rangkap terkonjugasi yang lebih
sensitive (Rahayu dkk., 2009).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Batang pengaduk
b. Botol semprot
c. Cuvet

d. Erlenmeyer 7 buah
e. Filler
f. Gelas kimia
g. Labu takar
h. Pipet ukur 10 ml
i. Sendok tanduk besi

j. Spektofotometer

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
a. Alkohol 95%
b. Akuades
c. Teofilin 10 ppm
d. Tissue

D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Larutan

Gelas Kimia

Disiapkan alat dan bahan


Disterilkan dengan alkohol
Dimasukan sampel ke dalam gelas kimia lalu
ditambahkan akuades sebanyak 20 ml dan diaduk

hingga homogen
Dimasukan sampel ke dalam gelas kimia lalu
ditambahkan akuades sebanyak 15 ml dan
alkohol sebanyak 5 ml dan daduk hingga

homogen
Dimasukan sampel ke dalam gelas kimia lalu
ditambahkan akuades sebanyak 10 ml dan
alkohol sebanyak 10 ml dan diaduk hingga

homogen
Dimasukan sampel ke dalam gelas kimia lalu
ditambahkan alkohol 20 ml dan diaduk hingga

homogen
Dimasukkan 4 sistem larutan diatas ke dalam
botol gelap dan diberi label

Hasil Pengamatan ?

2. Pengujian Kelarutan Intrinsik Obat

Gelas Kimia

Diencerkan teofilin 10 ppm sebanyak 0,5 ml

dengan aquades dalam labu takar 50 ml


Dimasukkan kedalam gelas kimia sebanyak 5 ml

dan tambahkan larutan aquades 20 ml


Dimasukkan ke dalam gelas kimia sebanyak 5
ml dan tambahkan larutan aquades 15 ml +

alkohol 5 ml
Diulangi percobaan diatas untuk larutan aquades

10 ml + alkohol 10 ml dan larutan akohol 20 ml


Di uji kelarutannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS

Hasil Pengamatan ?

E. HASIL PENGAMATAN
1. Perhitungan
a. Pembuatan Teofilin dengan konsentrasi tertentu
M1.V1
= M2.V2
10 ppm. V1 = 0,1 ppm. 50 ml
0,1 ppm 50 ml
=0,5 ml
V1 =
10 ppm

M1.V1
= M2.V2
10 ppm. V1 = 0,2 ppm. 50 ml
0,2 ppm 50 ml
=1 ml
V1 =
10 ppm

M1.V1
= M2.V2
10 ppm. V1 = 0,3 ppm. 50 ml
0,3 ppm 50 ml
=1,5 ml
V1 =
10 ppm

M1.V1
= M2.V2
10 ppm. V1 = 0,4 ppm. 50 ml
0,4 ppm 50 ml
=2 ml
V1 =
10 ppm

M1.V1
= M2.V2
10 ppm. V1 = 0,5 ppm. 50 ml
0,5 ppm 50 ml
=2,5 ml
V1 =
10 ppm

2. Grafik
a. Panjang gelombang

Smooth: 0

0.50 ABS

Deri.: 0

0.45

0.40

0.35

0.30

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

0.00

nm
190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360 370 380 390 400 410 420 430 440 450

b. Tabel absorbansi standar


No.

Std. Name

1
2
3
4
5

c. Grafik kurva standar

WL1[273.5
nm]
0.376
0.118
0.178
0.087
0.243

ABS
0.376
0.118
0.178
0.087
0.243

ABS

1 .0

0 .5

0 .0

ppm
0 .0

0 .1

0 .2

0 .3

0 .4

0 .5

0 .6

S td . C a l. P a ra me te rs
K 1:

1 .0 6 5 7

K 0:

0 .0 0 0 0

R:

0 .1 6 6 0

R 2:

0 .0 2 7 6

d. Tabel absrobansi dan konsentrasi sampel


No.
1

Sample
Name
aquadest

WL1[198.0
nm]
0.716

ABS
0.716

1:01

0.953

0.953

1:03

0.676

0.676

alkohol

0.381

0.381

aqudest a

0.399

0.399

1:1a

0.403

0.403

1:3a

0.55

0.55

alkohol a

0.498

0.498

F. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah jumlah zat yang terlarut pada waktu berada dalam
keseimbangan dengan bagian padat pada suhu tertentu. Kelarutan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam dunia farmasi karena suatu obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu
usaha mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya. Selain itu dapat membantu para ahli farmasi dalam
membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang
timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar uji kemurnian, pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Kelarutan dari
suatu senyawa bergantung pada sifat kimia dan fisika zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada factor temperatur, tekanan, pH dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Prinsip spektrofotometri didasarkan adanya interaksi dari energi radiasi
elektromagnetik dengan zat kimia. Dengan mengetahui interaksi yang terjadi,
dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat-sifat dari
interaksi tersebut. Hasil interaksi tersebut menimbulkan suatu atau lebih peristiwa
seperti : pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi, penyerapan (absorpsi),
fluoresensi, dan ionisasi. Dalam analisis kimia, peristiwa absorpsi merupakan

dasar dari spektrofotometri karena proses absorpsi tersebut bersifat spesifik untuk
setiap zat kimia (aplikasi kulitatif). Disamping itu adalah kenyataan bahwa
banyaknya absorpsi berbanding lurus dengan banyaknya zat kimia (aspek
kuantitatif).
Radiasi elektromegnetik mempunyai dua karakter yaitu sebagai
gelombang dan partikel. Gelombang elektromagnetik sesuai dengan namanya
terdiri dari dari komponen listrik dan komponen magnetic hanya komponen listrik
yang aktif dalam interaksinya dengan zat kimia sebagai gelombang, radiasi
elektromegnetik mempunyai panjang gelombang, frekuensi, amplitude, dan
kecepatan. Untuk menerangkan peristiwa absorpsi energy radiasi oleh zat kimia,
maka radiasi elektromagnetik dipandang sebagai partikel-partikel energy yang
disebut foton.
Spektrofotometer UV-Visible yakni suatu alat dalam proses analisis kimia
yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik dengan pengukuran pada
ultraviolet (190-380 nm) dan Visible/tampak (390-700nm) yang melibatkan
energy elektromagnetik yang besar terhadap molekul/materi yang dianalisis,
sehingga sangat berguna untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Spektrofotometer
UV-Visible adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi
dan

absorbsi

dari

cuplikan

sebagai

fungsi

dari

panjang

gelombang.

Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri dari


spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan

untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu
spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung
dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.
Percobaan dilakukan dengan melarutkan teofilin ke dalam empat labu
Erlenmeyer yang berbeda dan dengan volume air yang sama. Mengingat teofilin
tidak larut dalam air maka ditambahkan lagi pelarut alcohol dan aquades dengan
perbandingan yang berbeda tiap gelas kimia.
Labu

Erlenmeyer

pertama

yaitu

menggunakan

aquades

dengan

perbandingan 1 : 0, labu Erlenmeyer ke dua dengan perbandingan 3 : 5, labu


Erlenmeyer ke tiga dengan perbandingan 1 : 1 serta labu Erlenmeyer ke tiga
menggunakan alcohol dengan perbandingan 1: 0.
Grafik dari data tersebut menunjukkan semakin rendah volume alkohol
yang ditambahkan maka semakin tinggi konsentrasi teofilin yang diperoleh.
Bertambah tingginya nilai konsentrasi teofilin berbanding lurus dengan besar
konstanta dielektrik campuran yang diperoleh.
Beberapa hal yang telah diuraikan di atas juga berkaitan dengan konstata
dielektrik pelarut campur. Dari hasil perhitungan dan grafik di atas dapat dilihat
pada garis tredline bahwa konstanta dielektrik suatu pelarut campur berbanding
terbalik dengan konsentrasi asam salisilat, di mana semakin tinggi nilai
konsentrasi teofilin, maka nilai konstanta dielektriknya semakin rendah,

sebaliknya semakin rendah nilai konsentrasi teofilin, maka nilai konstanta


dielektriknya semakin tinggi.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
a. Beberapa faktor pendukung sistem kelarutan obat, misalnya kepolaran pelarut
dan zat terlarut, serta konstanta dielektrik.
b. Penggunaan larutan campuran mempengaruhi jumlah teofilin yang terlarut.
Hal ini dibuktikan dengan konsentrasi teofilin yang berbeda pada masing
masing labu Erlenmeyer (labu Erlenmeyer telah dibuat dalam lima perlakuan
yang berebeda).

DAFTAR PUSTAKA
Damin, Sumardjo, 2009, Pengantar Kimia, EGC, Jakarta.
Jufri, Mahdi, Asnimar B., Julia R., 2004, Formulasi Gameksan Dalam Bentuk
Mikroemulsi, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, halaman 1.
Novita, Gressy, Kamal R., Anwar S., 2012, Studi Preformulasi Senyawa Sintesis
Turunan Kalkon 3-(3-Nitrophenil)-1-Phenilprop-2-En-1-On : Kelarutan
Intrinsik dan Konstanta Ionisasi, Scientia, Vol. 2, No. 1, halaman 19.
Rahayu, Wiranti S., Dwi HH., 2009, Analisis Residu Pestisida Organofosfat pada
Simplisia Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) dengan Metode
Spektrofotometri Visibel, Pharmacy, Vol. 6 No. 3, halaman 3.

Anda mungkin juga menyukai