Kina merupakan alkaloid ditemukan dalam kulit pohon cinchona. Kina telah
digunakan untuk mengobati malaria (penyakit berulang yang ditandai
dengan menggigil parah dan demam).
Klasifikasi Kina (Chinchona spp. )
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Keluarga
: Rubiaceae
Genus : Chinchona
Spesies
: Chinchona spp.
Struktur Kina :
Senyawa Kina
Tumbuhan Kina (Chincona sp.) merupakan bahan baku farmasi yang sangat
dinilai dan terkenal luas sebagai salah satu jenis tanaman obat-obatan
berkhasiat dan sudah lama digunakan sebagai obat anti malaria. Pada
struktur kinin terdapat 2 bagian yaitu cincin kinin dan kinolin (lihat stuktur
kimia di atas). Pada cincin kinolin terdapat 2 atom C asimetrik sehingga
produknya berupa campuran dengan struktur dalam ruang yang berebda.
Khasiat tanaman ini, sabagai anti malaria berasal dari senyawa alkaloid
kuinina (alkaloid chincona) terutama senyawa kuinina
(C20H24N2O2),
kuinidina (isomer dari kuinina), sinkonina (C19H22N2O), dan sinkonidina
(isomer dari sinkonina). Hampir keseluruhan bagian tanaman kina (akar,
batang, daun, dan kulit) mengandung senyawa alkaloid kiunina tersebut
dalam persentase yang berbeda.
Asal Tumbuhan
Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika
Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela,
Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut meliputi hutan-
hutan pada ketinggian 900-3.000 m dpl. Bibit tanaman kina yang masuk ke
Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman kina yang tumbuh
dari biji tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina
dari Bolivia ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10
klon. Nama daerah : kina, kina merah, kina kalisaya, kina ledgeriana. Dari
sekian banyaknya spesies kina di Indonesia, hanya 2 spesies yang penting
yaitu C. succirubra Pavon (kina succi) yang dipakai sebagai batang bawah
dan C. ledgriana (kina ledger) sebagai bahan tanaman batang atas..Klon-klon
unggul yang dianjurkan adalah antara lain: Cib 6, KP 105, KP 473, KP 484dan
QRC. C. calisaya Wedd. (kina kalisaya) juga banyak dikenal dan ditanam oleh
masyarakat.
Upaya
untuk
mempertahankan
kelestarian
tanaman
obat
dan
pemanfaatannya, yang seiring dengan perkembangan ilmu bioteknologi
dicoba satu cara terbaru dalam memproduksi senyawa alkaloid sinkona dan
turunannya dengan memanfaatkan mikroba endpfit yang hidup dalam
tanaman tersebut. Mikroba enoifit adalah mikroba yang hidup di dalam
tanaman sekurangnya selama periode tertentu dari siklus hidupnya dapat
membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya.
Meskipun penelitian mengenai endofitik telah telah dimulai sejak lama,
tetapi penggunaan mikroba endofit untuk memproduksi senyawa bioaktif
masih sedikit. Mikroba endofit diisolasi dari jaringan tanaman dan
ditumbuhkan pada medium fermentasi dengan komposisi tertentu. Di dalam
medium fermentasi tersebut mikroba endofit menghasilkan senyawa sejenis
seperti yang terkandung pada tanaman inang dengan bantuan aktivitas
enzim. Mikroba endofitik tumbuh dan memproduksi senyawa metabolit
sekunder lebih lambat pada medium buatan daripada medium di dalam
tanaman inangnya, oleh karena itu sangat penting untuk merancang media
lokasi maupun pertumbuhannya yang sesuai.
Kina disintesis dari triptofan melalui 16 tahap dengan menggunakan
membutuhkan 16 enzim untuk menghasilkan Kina. Dalam proses sintesis
perlu dilakukan penambahan zat induser yang diinokulasikan secara
bersama-sama dengan mediumnya. Zat induser adalah suatu zat yang
memiliki komponen nutrisi yang serupa dengan dengan tanaman inangnya
dan dapat menstimulasi pertumbuhan mikroba endofit dalam memproduksi
senyawa bioaktif sebagai hasil metabolisme sekunder.
Efek Farmakologi
Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat. Di
antara alkaloid tersebut ada dua alkaloid yang sangat penting yaitu kinine
untuk penyakit malaria dan kinidine untuk penyakit jantung. Manfaat lain
dari kulit kina ini antara lain adalah untuk depuratif, influenza, disentri, diare,
dan tonik.
Kina akan menghambat proteolisis hemoglobin dan polimerase heme. Kedua
enzim tersebut diperlukan untuk memproduksi pigmen yang dapat
membantu mempertahankan hidup plasmodium tersebut. Kina akan
menghambatan aktivitas heme polimerase tersebut sehingga terjadi
penumpukan substrat yang bersifat sitotoksik yaitu heme. Sehingga
menghambat sintesis protein, RNA dan DNA, maka akan mencegah
pencernaan hemoglobin oleh parasit dan dengan demikian mengurangi
suplai asam amino yang diperlukan untuk kehidupan parasit.
Senyawa
: merupakan bentuk L-stereoisomer dari kuinidin.
Asal tumbuhan : kulit pohon chincona
Efek farmakologis :
#FARMAKOKINETIK
Kinin di absorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuscular.
Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai 80%,
walaupun pada pasien diare. Setelah pemberian secara oral, kadar kinin
dalam plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam, dan kemudian
didistribusikan keseluruh tubuh. Farmakokinetik kinin dapat berubah sesuai
dengan keparahan infeksi malaria.
# FARMAKODINAMIK
Quinin merupakan alkaloid penting yang dapat diperoleh dari kulit pohon
sinkona atau kina dan termasuk golongan kuinolin methanol yang memiliki:
1. Spektrum Afinitas Obat
a. Skizontosida darah
Quinin aktif sebagai skizontosida darah terhadap semua jenis Plasmodium.
Senyawa ini digunakan untuk kasus kegagalan pengobatan malaria tanpa
dan dengan komplikasi.
2. Gametositosida
Bersifat gametosida terhadap stadium gametosit P. vivax, P. malarie dan P.
ovale.
Farmakokinetik
Setelah melewati lambung, kina dengan cepat dan sempurna diserap oleh
usus halus, kemudian sebagian besar (sekitar 70%) beredar dalam bentuk
basa yang terikat pada protein plasma. Konsentrai puncak dalam plasma
dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah dosis pertama. Kontraksi dalam eritrosit
seperlima konsentrasi dalam plasma. Kina cepat melewati barrier plasenta
dan dapat ditemukan dalam cairan serebropinal. Sebagian besar kina
dimetabolisir di dalam hati dalam waktu 10-12 jam dan dieskresikan melalui
urin.
5. Toksisitas dan Efek Samping
Dosis tunggal > 3 g dapat menyebabkan timbulnya intoksikasi akut,
didahului dengan gejala depresi sususnan saraf pusat dn kejang hingga
kematian. Gejala lain yaitu hipotensi, cardiac arrest (gagal jantung) dan
gangguan penglihatan hingga kebutaan.
Pada pemakaian dosis harian, yaitu antara 600-1.500 mg akan menyebakan
timbulnya beberapa gejala sebagai berikut:
a. Sindrom Cinchonism: tinitus/telinga berdenging, gangguan pendengaran,
serta vertigo/pusing. Gejala ini biasanya timbul pada hari kedua, walaupun
demikian pengobatan harus tetap dilanjutkan.
b. Gangguan pada jantung dan peredaran darah, gastrointestinal, serta
sistem saraf pusat akibat akumulasi obat per oral atau pemberian per infus
yang berleihan. Hipotensi berat juga dapat terjadi bila pasien diinjeksi terlalu
cepat.
Hipoglikemis terjadi pada infus kina, hal ini disebabkan obat akan
menstimulasi sekresi insulin oleh sel pankreas terutama pada ibu hamil.
Penanganan: Tidak ada zat penangkal bagi kina, sehingga penanganan
dilakukan secara simptomatis.
6. Kontra Indikasi: idiosinkrasi, riwayat black water fever.
7. Interaksi Otot
Kina tidak boleh diberikan bersama dengan obat antimalaria lain, sperti
amiodarane dan flecanide. Resiko aritmia ventrikuler meningkat jika diberi
bersama dengan antihistamin seperti tefenadin, antipsitotik seperti pimozide
dan thioridazine. Simetidin akan menghambat metabolisme kina. Rifampicin
akan menurunkan konsentrasi plasma kina, sehingga akan meningkatkan
angka kegagalan pengobatan.
8. Formulasi Obat
a. Tablet berlapis gula, 222 mg kina sulfat.
b. Injeksi: i ampul 2 cc kina dihidroklorida 255 setara dengan 500 mg.
Contoh: Kina Sulfat haeptahidrat 2 mg/tablet salut
Kemasan: tube 10 tablet; dos 12 tablet; botol 1000 tablet.