KELOMPOK PRAKTIKUM:
KELOMPOK 1 GOLONGAN A
DISUSUN OLEH:
1
Pemilihan metode pemisahan dan isolasi yang tepat merupakan faktor penting yang
akan mempengaruhi kemurnian senyawa tunggal yang diperoleh. Dimana pada hal ini
ekstraksi terhadap tanaman kina dapat dilakukan dengan metode maserasi serta identifikasi
golongan dengan menggunakan metode skrining fitokimia.
2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dapat tercapai pada rancangan metode pemisahan
bahan alam ini adalah
1. Mampu memahami dan membuat simplisia dari kulit batang kina (Cinchona succirubra)
2. Mampu melakukan penetapan karakteristik simplisia kulit batang kina (Cinchona
succirubra)
3. Mampu melakukan pemisahan senyawa alkaloid serbuk kulit batang kina (Cinchona
succirubra) dengan metode sokletasi
4. Mampu melakukan penetapan karakteristik ekstrak kulit batang kina (Cinchona
succirubra)
5. Mampu mengidentifikasi senyawa alkaloid dalam ekstrak kulit batang kina dengan
skrining fitokimia.
6. Mampu mengisolasi alkaloid kuinin dengan metode ekstraksi cair-cair.
7. Mampu mengidentifikasi senyawa alkaloid kuinin dengan menggunakan pereaksi kimia
H2SO4 10%.
8. Mampu mengidentifikasi alkaloid kuinin dari ekstrak kulit batang kina (Cinchona
succirubra) dengan menggunakan metode Kromatografi Vakum Cair.
9. Mampu melakukan fraksinasi alkaloid kuinin dari ekstrak kulit batang kina (Cinchona
succirubra).
10. Mampu memahami analisis spektrum isolat senyawa kuinin dengna metode
spektrofotometri UV-Vis .
11. Mampu melakukan identifikasi alkaloid kuinin dari ekstrak kulit batang kina (Cinchona
succirubra) dari hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis Densitometri (KLT-Densitometri).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
keterangan :
a = Cawan Porselin
b = Berat Sampel
c = Berat Cawan + Sampel
(Supriningrum dkk., 2018).
2.2.3 Kadar Abu Total Simplisia
Penetapan kadar abu adalah cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu
simplisia pada pembakaran. Tujuan dilakukannya pengujian kadar abu adalah untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses
pengolahan simplisia hingga terbentuknya ekstrak (Depkes, 2000). Semakin tinggi kadar abu
semakin tinggi mineral yang dikandung dalam bahan tersebut. Nilai kadar abu total menurut
Suryaningrum, dkk. (2019) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
10
[S]Org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase organik dan dalam
fase air (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10 Kromatografi Lapis Tipis dengan Pereaksi Kimia
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu metode dalam pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase
gerak (eluen) (Alen dkk., 2017). Prinsip kerja KLT yaitu adsorpsi, desorpsi, dan elusi.
Adsorpsi terjadi ketika larutan sampel ditotolkan ke fase diam (plat KLT) menggunakan pipa
kapiler, komponen– komponen dalam sampel akan terabsorbsi di dalam fase diam. Desorbsi
adalah peristiwa ketika komponen yang teradsorpsi di fase diam didesak o leh fase gerak
(eluen), terjadi persaingan antara eluen dan komponen untuk berikatan dengan fase diam.
Elusi adalah peristiwa ketika komponen ikut terbawa oleh eluen (Husna dan Mita, 2020).
Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan nilai Rf
dibandingkan Rf standar. Nilai Rf dihitung dengan menggunakan rumus:
Salah satu cara mendeteksi senyawa adalah dengan menggunakan metode kromatografi
lapis tipis (KLT). Proses KLT diawali dengan filtrat pekat ditotolkan pada plat KLT lalu
dielusi dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Setelah melalui proses KLT, plat yang
dielusi tersebut akan dideteksi di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Namun, dalam proses
pendeteksian ini terkadang ditemukan kesulitan untuk melakukan identifikasi senyawa yang
mungkin dapat disebabkan karena konsentrasi yang terlalu kecil sehingga seolah -olah sampel
tidak mengandung senyawa yang dituju. Oleh karena itu, penggunaan reagen penampak
bercak yang disemprotkan pada plat KLT yang sudah dielusi (Saidi dkk., 2018).
Terdapat beberapa jenis reagen penampak bercak seperti reagen Mayer, reagan
Dragendorff, reagen Wagner atau menggunakan reagen universal seperti H2SO4. Dalam
praktikum ini, digunakan pereaksi semprot H 2SO4 10%. Penggunaan reagen ini akan
memberikan hasil berupa bercak hitam secara visual yang akan teramati setelah dilakukan
pemanasan pada plat. H2SO4 memiliki sifat sebagai reduktor yang dapat memutuskan ikatan
rangkap sehingga panjang gelombang dapat bertambah. Reagen ini juga mampu
menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik sehingga noda plat dapat teramati (Roni
dkk., 2019)
2.11 Kromatografi Cair Vakum
Kromatografi Vakum Cair adalah kromatografi dengan prinsipnya yaitu absorpsi dan
partisi yang dipercepat dengan bantuan pompa vakum. Tujuan Kromatografi Cair Vakum
(KCV) adalah untuk fraksinasi awal dari suatu ekstrak non polar/semi polar. Pada metode
11
ini, fase gerak sangat menentukan hasil pemisahan yang diperoleh. Kelebihan Kromatografi
Cair Vakum (KCV) daripada kromatografi kolom biasa terletak pada kecepatan proses karena
proses mengelusi dipercepat dengan memvakum kolom. Selain itu, KCV juga dapat
memisahkan sampel dalam jumlah banyak. Pada KCV fraksi-fraksi yang ditampung
umumnya bervolume jauh lebih besar dibandingkan kromatografi kolom. Kerugian KCV
adalah pemisahannya dapat berjalan tidak sempurna, karena senyawa yang ditampung
bercampur dalam penampungan, tidak seperti pada kolom konvensional yang dipisahkan
warna, sehingga pemisahannya lebih maksimal (Heftmann, 1983).
2.12 Kromatografi Lapis Tipis -Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang memerlukan
pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Walaupun KLT-P dapat
memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakainya hanya dalam jumlah
miligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka masih dijumpai dalam
sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam (Putri, 2017). Prinsip pemisahan
dalam KLT preparatif didasarkan atas perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan
dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen atau fase
gerak oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen kimia akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam KLT
preparatif yaitu pelarutan hasil pita yang dikerok harus segera dilakukan karena semakin
lama analit terikat pada fase diam atau adsorben, maka semakin besar kemungkinan dari
analit akan terurai (Giri, 2020).
2.13 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar
ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya
tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400
nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400 -800 nm (Suarsa, 2015).
Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik
dengan atom, ion, atau molekul. Serapan atom menyebabkan peralihan atau transisi
elektronik, yaitu peningkatan energi elektron dari keadaan dasar (ground state) ke satu atau
lebih tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi (excited state). Transisi terjadi jika
energi yang dihasilkan oleh radiasi sama dengan energi yang diperlukan untuk melakukan
transisi (Watson, 2012). Hal tersebut terjadi karena adanya gugus kromofor pada suatu
senyawa. Selain itu, adanya gugus auksokrom yang terikat pada kromofor mengintensifkan
12
absorbsi sinar UV-Vis pada kromofor tersebut, baik panjang gelombang maupun
intensitasnya, misalnya gugus hidroksi, amina, halida, alkoksi (Suhartati, 2017).
2.14 Kromatografi Lapis Tipis Densitometri
KLT Densitometri memiliki prinsip kerja yakni berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi
elektromagnetik yang diabsorbsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan berupa
fluoresensi dan fosforesensi (Sherma dan Fried, 1996). KLT Densitometri juga merup akan
metode gabungan antara KLT dengan densitometri, dimana metode ini adalah metode
analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi elektromagnetik dengan analit yang
merupakan bercak pada kromatografi lapis tipis. Densitometri dapat digunakan untuk analisis
kualitatif dalam perihal deteksi senyawa baku terhadap sampel dan pada analisis kuantitatif
dapat digunakan untuk perhitungan kadar sampel (Arlen, 2022).
13
BAB III
SKEMA RANCANGAN PEMISAHAN METABOLIT SEKUNDER
3.1 Alat
3.2 Bahan
14
3.3 Pembuatan Simplisia
Di iris kulit batang kina dengan ketebalan yang tidak terlalu tebal
Dicuci Kulit batang simplisia kina yang sudah diiris hingga bersih lalu di angin -anginkan
Dilakukan pengeringan kulit batang kina dengan oven pada suhu 50 ᐤC dan 70ᐤC selama
8 dan 10 jam
15
Dipanaskan dalam Oven pada suhu 105ᐤC selama 30 menit dan dikeringkan hingga
bobot tetap
b. Susut Pengeringan
Ditimbang kurang lebih 2-3 gram simplisia kulit batang kina yang telah di haluskan
Dimasukkan bahan uji yang telah ditimbang ke dalam krus silikat yang telah
16
dipijarkan dan ditara
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka ditambahkan air panas,
diaduk, dan saring melalui kertas saring bebas abu
Dimasukkan filtrat kedalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap pada
suhu 800 ± 25°C
Kadar abu total simplisia kulit batang kina dihitung terhadap berat bahan uji, dan
dinyatakan dalam %b/b
Dimasukkan serbuk kulit batang kina sebanyak 100 gram ke dalam bejana maserasi
Ditambahkan 400 mL n-heksan, lalu diaduk dan dibiarkan semalaman, sambil diaduk
sesekali
Disaring, lalu filtrat disimpan dan ampas dimaserasi kembali dengan 300 mL metanol
kemudian diaduk dan dibiarkan selama 1 hari sambil diaduk sesekali
Disaring, lalu filtrat dikumpulkan dan ampas dimaserasi kembali dengan 300 mL
metanol
17
Diaduk dan dibiarkan selama 1 hari sambil diaduk beberapa waktu
Disaring, lalu filtrat dikumpulkan dan pelarut diuapkan dengan vacum rotary evaporator.
Dimasukkan ekstrak kulit batang kina hasil ekstraksi ke dalam labu sampel
Dipasang labu sampel pada alat rotary evaporator, kemudian diuapkan pelarut.
18
Ditambahkan 100 ml air etanol P, kocok berkali – kali selama 6 jam pertama, dibiarkan
selama 18 jam
Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol dan diuapkan 20,0 ml
filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas yang telah dipanaskan pada suhu
105 oC dan telah ditara
Ditambahkan 100 ml air etanol P, kocok berkali – kali selama 6 jam pertama, dibiarkan
selama 18 jam
Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol dan diuapkan 20,0 ml
filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas yang telah dipanaskan pada suhu
105ᐤC dan telah ditara
19
Dihitung kadar dalam % sari larut air
Uji alkaloid yaitu ekstrak kulit batang kina diuapkan sebanyak 2 mL, kemudian dilarutkan
ke dalam 5 mL HCl 2N.
Pengujian adanya senyawa alkaloid dilakukan dengan pereaksi Wagner, Mayer dan
Dragendorff, adanya senyawa alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan coklat
pada penambahan pereaksi Wagner, warna kuning pada penambahan pereaksi Mayer dan
warna jingga pada penambahan pereaksi Dragendorf.
Disiapkan alat dan bahan yang digunakan, kemudian ekstrak kental yang sudah ditimbang
sebelum nya dibagi 2 : 1 bagian
Ditimbang 20 mg untuk KLT (10 mg untuk analisis dengan KLT dan 10 mg untuk
penetapan kadar), sisanya dipisahkan dengan ekstraksi cair-cair
Kemudian ditambahkan 10 mL larutan asam sulfat 10% pada ekstrak yang telah diuapkan
atau dipekatkan
Larutan ekstrak dalam asam sulfat 10% dipartisi dalam corong pisah menggunakan 20 mL
etil asetat sebanyak 3 kali
20
Fase air yang diperoleh ditambahkan beberapa tetes amonia cair
Ketiga fraksi hasil partisi (fase air, fase etil asetat I, dan fase etil asetat II) diambil
masing-masing sebanyak 5 mL lalu diuapkan pelarutnya
Kloroform 9
= × 10 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
Metanol 1
= × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿
10
b. Pembuatan Fase Gerak
21
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL lalu digojog
Diberi label
d. Elusi
Masing – masing fraksi air, etil asetat I, etil asetat II, standar kinin sulfat, dan
ekstrak metanol ditotolkan sebanyak 6 µL pada plat KLT Silika Gel GF 254
Plat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak
kloroform : metanol (9:1) v/v
22
dideteksi di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
Plat disemprot dengan pereaksi semprot H 2SO4 10% dan diamati kembali plat di
bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
Kloroform 9
= × 30 𝑚𝐿 = 27 𝑚𝐿
10
Metanol 1
= × 30 𝑚𝐿 = 3 𝑚𝐿
10
b. Pembuatan Fase Gerak Gradien
- Etil asetat : Metanol 7:3 v/v 30 mL
Etil asetat 7
= × 30 𝑚𝐿 = 21 𝑚𝐿
10
Metanol 3
= × 30 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
- Etil asetat : Metanol 5:5 v/v 30 mL
Etil asetat 5
= × 30 𝑚𝐿 = 15 𝑚𝐿
10
Metanol 5
= × 30 𝑚𝐿 = 15 𝑚𝐿
10
Etil asetat 3
= × 30 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
Metanol 7
= × 30 𝑚𝐿 = 21 𝑚𝐿
10
23
c. Penyiapan Fraksi
Ditimbang fraksi etil asetat kental dengan menggunakan cawan porselen dan
neraca analitik
d. Penyiapan Kolom
e. Elusi
Ditampung tiap fraksi dalam botol vial atau erlenmeyer, sehingga diperoleh 6 fraksi
24
Tiap fraksi diuapkan pelarutnya
Kloroform 9
= × 10 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
Metanol 1
= × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿
10
b. Pembuatan Fase Gerak
Diberi label
25
Ditambahkan aquades hingga tanda batas dan digojog hingga homogen
d. Elusi
Ditotolkan fraksi etil asetat : metanol (7:3)v/v, fraksi etil asetat : metanol (5:5) v/v,
fraksi etil asetat : metanol (3:7)v/v, dan standar kinin pada plat KLT Silika Gel GF
254 yang sudah diaktivasi
Plat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak
kloroform : metanol (9:1) v/v
Plat disemprot dengan pereaksi semprot H 2SO4 10% dan diamati kembali plat di
bawah sinar UV 254 nm dan 366n m
26
Kloroform 9
= × 10 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
Metanol 1
= × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿
10
b. Pembuatan Fase Gerak
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan
Diberi label
Diberi tanda batas bawah pada fase diam kira-kira 1 cm dari ujung lempeng
27
↓
Ditotolkan larutan uji dan standar kinin pada lempeng dengan bantuan pipet dalam
bentuk pita pada plat KLT Silika Gel GF 254 yang sudah diaktivasi. Lalu Diangin -
anginkan plat untuk menguapkan pelarut
Plat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak
kloroform : metanol (9:1) v/v
28
Plat disemprot dengan pereaksi semprot H 2 SO4 10% dan diamati kembali plat di
bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
Seluruh pita yang positif kinin ditekuk dengan spatula dan dikumpulkan
dalam vial yang berbeda
Hasil kerukan diekstraksi dengan pelarut campuran CHCl3 : MeOH (9:1 v/v) dan
didiamkan selama semalam
Kloroform 9
= × 10 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
Metanol 1
= × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿
10
b. Pembuatan Fase Gerak
29
Dipipet Kloroform sebanyak 9 mL dan metanol 1 mL
Diberi label
Disiapkan subfraksi hasil ekstraksi kerokan plat yang telah diperoleh ada praktikum
sebelumnya. Jika sampel masih berupa larutan dapat dipekatkan dengan pemanasan
dan apabila sampel telah menjadi ekstrak kental dapat ditambahkan metanol atau
eluen untuk melarutkan
30
Ditotolkan larutan uji dan standar kinin pada lempeng dengan bantuan pipet kapiler
pada plat KLT Silika Gel GF254 yang sudah diaktivasi. Lalu Diangin-anginkan plat
untuk menguapkan pelarut
Plat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak
kloroform : metanol (9:1) v/v
Plat disemprot dengan pereaksi semprot H 2SO4 10% dan diamati kembali plat di
bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
31
Dihidupkan alat dengan menekan tombol power
Disiapkan larutan sampel yang sudah jernih dan dimasukkan larutan sampel ke
dalam kuvet (sel sampel) dan kuvet lain berisi pelarut metanol tanpa isolat kinin
(sel blanko)
Kloroform 9
= × 10 𝑚𝐿 = 9 𝑚𝐿
10
Metanol 1
= × 10 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿
10
b. Pembuatan Fase Gerak
32
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL lalu digojog
Diberi label
Dimasukkan larutan dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan metanol hingga tanda
batas 5 mL
Plat dielusi hingga tanda batas dan dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dengan
33
cara diangin-anginkan.
Dibuat kurva kalibrasi dan persamaan regresi liniernya, kemudian dilakukan penetapan
kadar kinin dalam sampel
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Leliqia, N.P.E., Ariantari, N.P., Warditiani, N.K., Paramita, N.L.P.V., Samirana, P.O., Putra.,
A.A.R.Y. 2019. Petunjuk Praktikum Fitokimia. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas
Udayana.
Marjoni, R. 2016. Dasar-dasar fitokimia untuk diploma III farmasi. Jakarta: Trans info media.
Najib, A., Malik, Ahmad, r. A., dan Handayani, V. 2019. STANDARISASI EKSTRAK AIR
DAUN JATI BELANDA DAN TEH HIJAU. Jurnal Fitofarmaka Indonesia. Vol. 4(2).
Nurjannah, I., Mustariani, B.A.A., dan Suryani, N. 2022. Skrining Fitokimia dan Uji Antibakteri
Ekstrak Kombinasi Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) dan Kelor (Moringa oleifera L.)
Sebagai Zat Aktif Pada Sabun Antibakteri. Jurnal Kimia & Pendidikan Kimia. 4(1):23-36.
Ramadani, N., 2018. Pengaruh Suhu dan Waktu Evaporasi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum
frutescens L.) Menggunakan Evaporator Vakum dalam Optimasi Kadar Vitamin C dengan
menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Skripsi. Departemen Teknologi
Industri. Universitas Diponegoro.
Roni, A., Fitriani, L., dan Marliani, L., 2019. Penetapan Kadar Total Flavonoid, Fenolat, dan
Karotenoid, serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Daun dan Kulit Batang Tanaman Kenitu
(Chrysophyllum cainito L.). Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(2), 83-88.
Rosalina, R., Alni, A., Mujahidin, D., dan Santoso, J. 2015. Reaksi oksidasi dengan kalium
permanganat (KMnO4 ) pada senyawa kinin. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. vol. 18 (2):
151-15
Saidi, N., Ginting, B., dan Mustanir. 2018. Analisis Metabolit Sekunder. Syiah Kuala University
Press. Banda Aceh. 17-19.
Shah, B., dan Seth, A.K. 2010. Textbook of Pharmacognosy and Phytochemistry. Elsevier. New
Delhi. 185-231.
Sherma, S., dan Fried, B. 1996. Handbook of Thin Layer Chromatography. 3 rd Edition. Marcel
Dekber Inc, New York.
Solihah, I., Mardiyanto, S. Fertilita, Herlina, and O. Charmila. 2018. Standardization of Ethanolic
Extract of Tahongai Leaves (Kleinhovia hospita L.). Science & technology Indonesia.
3(1): 14-18.
Suarsa, I. W. 2015. Spektroskopi. Universitas Udayana. Denpasar. 10.
Suhartati, T., 2017. Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri Massa Untuk
Penentuan Struktur Senyawa Organik. AURA (Anugrah Utama Raharja). Bandar
Lampung. 4.
Supriningrum, R., N. Fatimah., dan Y. E. Purwanti. 2019. Karakterisasi Spesifik dan Non
Spesifik Ekstrak Etanol Daun Putat (Planchonia valida). Al Ulum Sains dan Teknologi.
5(1): 6-12.
36
Supriningrum, R., Sundu, R., dan Setyawati,D. 2018. PENETAPAN KADAR FLAVONOID
EKSTRAK DAUN SINGKIL (Premna corymbosa) BERDASARKAN VARIASI SUHU.
Jurnal Farmasi Lampung. Vol. 7(1).
Watson, D. G. 2012. Pharmaceutical Analysis: A Textbook for Pharmacy Students and
Pharmaceutical Chemists. Edisi Ke-3. Churchill Livingstone, USA, 91.
Zakiyah, A., Radistuti, N., dan Sumarlin, O. L. 2015. Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak
Metanol Kulit Batang Mangga (Mangifera indica L). Jurnal Biologi. Vol. 8 (2).
Zustika, S., D. 2013. TELAAH KANDUNGAN KIMIA EKSTRAK N-HEKSANA DAUN KINA
(Cinchona ledgeriana L). Jurnal Kesehatan Bakti tunas Husada. Vol. 9 (1).
37