ABSTRAK
Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk
hidup lainnya. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk melawan mikroba patogen tersebut yaitu
dengan menemukan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroba. Penggunaan senyawa kimia yang bersifat sintetik dapat menimbulkan efek negatif. Oleh
karena itu, penelitian mengenai zat antimikroba alami terus dilakukan yakni dengan penggunaan
zat antibmikroba yang sifatnya alami serta aman bagi kesehatan manusia, salah satunya yakni
dari kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) yang merupakan limbah pasar tradisional yang selama ini
belum dimanfaatkan. Tujuan penelitian ini untuk menentukan senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak etanol kulit jengkol dan untuk menentukan aktivitas senyawa antifungi dari ekstrak
etanol kulit buah jengkol terhadap jamur Candida albicans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol kulit jengkol mengandung senyawa senyawa saponin, tannin dan flavonoid. Setelah
dilakukan uji aktifitas, ekstrak etanol kulit jengkol memiliki kemampuan sedang dalam
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans yakni berkisar antara 9,00 mm -12,33 mm.
ABSTARCT
Pathogen microbe is one of cause on human and others. Much effort to fight of pathogen
microbe with way to find chemistry compound that can inhibit growth and kill the microbe. Using
of chemistry compound that has synthetic characteristic can give negative effect. It is caused of the
research about nature antimicrobial substance still develop which use antimicrobial substance that
has nature characteristic and safety for human healthy, one of it is from Jengkol skin (
Pithecellobium Jiringa) it is traditional market waste that give benefit yet. The objective of this
research to determine of the active compound in ethanol extract of Jengkol skin and to determine of
the antifungal compound activity from ethanol extract of Jengkol skin toward Candida Albicans
fungus. The research result found that the ethanol extract of Jengkol skin had Saponin compound,
tannin, and flavonoid. After activity tested, the ethanol extract of Jengkol skin had the medium
ability to inhibit of candida Albicans fungus growth about 9.00 mms – 12.33mms.
Keywords : Pithecellobium Jiringa, candida Albicans, antifungal
Pendahuluan
Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk
hidup lainnya. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk melawan mikroba patogen tersebut yaitu
dengan menemukan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroba. Penggunaan senyawa kimia yang bersifat sintetik dapat menimbulkan efek negatif. Oleh
karena itu, penelitian mengenai zat antimikroba alami terus dilakukan yakni dengan penggunaan
SCI-003
zat antibmikroba yang sifatnya alami serta aman bagi kesehatan manusia. Salah satu bahan
alternatif sebagai antimikroba tersebut berasal dari kulit jengkol yang merupakan limbah pasar
tradisional yang selama ini belum dimanfaatkan.
Kulit buah jengkol diduga mengandung senyawa tanin, dugaan tersebut berdasarkan
kenyataan, bila kulit buah jengkol dikupas menggunakan pisau besi maka akan terbentuk warna
biru kehitaman pada kulit buah jengkol yang dikupas. Hal ini menunjukkan adanya senyawa tanin.
Senyawa tanin merupakan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang bersifat sebagai
antibakteri, memiliki kemampuan menyamak kulit dan juga dikenal sebagai astringensia
(Robinson, 1995).
Dari sifat antibakteri senyawa tanin, maka tanin dapat digunakan sebagai obat antiradang,
antidiare, pengobatan infeksi pada kulit dan mulut, dan pengobatan luka bakar. Oleh karena itu,
tanin sebagai antibakteri dapat digunakan dalam bidang pengobatan (Hariana, 2007).
Menurut Nurussakinah (2010) Senyawa tanin dan flavonoid merupakan golongan senyawa
polifenol yang bersifat sebagai antibakteri. Selain sebagai antibakteri, metabolit sekunder dalam
tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid dan terpenoid
dapat berfungsi sebagai antioksidan alami (Yuhernita dan Juniarti, 2011)
Ekstrak kulit jengkol memberikan batas daerah hambat yang efektif untuk bakteri Escherichia
coli dengan diameter 14,67 mm pada konsentrasi 60 mg/ml (Nurussakinah, 2010). Berdasarkan
uraian tersebut maka penelitian ini akan menguji kemampuan ekstrak kulit jengkol terhadap
aktifitas jamur Candida albicans yang merupakan jenis jamur yang sering terdapat pada organ
kewanitaan, kulit dan kuku.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak
etanol kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) dan menentukan aktivitas senyawa antifungi dari
ekstrak etanol kulit buah jengkol (P. jiringa) terhadap jamur Candida albicans.
1. Uji Flavonoid
Beberapa tetes lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan pada plat tetes lalu tambahkan
1-2 butir logam magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat. Terbentuknya warna jingga,
merah muda sampai merah menandakan adanya senyawa flavonoid.
2. Uji Fenolik
Beberapa tetes lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan pada plat tetes ditambah 1–2
tetes larutan besi (III) klorida 1%. Bila terbentuk warna biru/ungu, menandakan adanya senyawa
fenolik.
SCI-003
3. Uji Saponin
Lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikoocok. Apabila
terbentuk busa yang bertahan selama 5 menit, menandakan positif adanya saponin.
4. Uji Triterpenoid dan Steroid
Lapisan kloroform ekstrak kulit jengkol disaring melalui pipet yang diujungnya diberi kapas.
Hasil saringan dipipet 2–3 tetes dan dibiarkan mengering pada plat tetes. Setelah kering
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat). Terbentuknya warna merah jingga menandakan bahwa positif adanya triterpenoid dan
warna hijau-biru positif adanya steroid.
5. Uji Alkaloid
Pengujian adanya senyawa alkaloid, digunakan metode Culvenor-Fizgerald. Dua mg ekstrak
ditambahkan 10 ml larutan kloroform beramoniak 0,05 M, diaduk kemudian disaring dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan 1 ml asam
sulfat 2 N, dikocok selama 2 menit dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan dan terjadi
pemisahan. Lapisan asam (bagian atas) diambil dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Mayer atau
pereaksi Dragendorff, terbentuknya endapan putih dengan pereaksi Mayer atau warna merah
dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan hasil yang positif untuk alkaloid.
Tabel 1. Hasil Uji Aktifitas Antijamur Ekstrak Kulit Jengkol Terhadap Jamur Candida
albicans Secara In Vitro
Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan
maka menghasilkan zona hambat semakin besar, hal ini dapat dibuktikan pada konsentrasi
ekstrak kulit jengkol 80 % menghasilkan diameter zona hambat sebesar 12,3 mm atau 51,39 %
dari kemampuan antibiotic nistatin., sedangkan pada konsentrasi ekstrak kulit jengkol 50%
menghasilkan zona hambat terkecil yakni sebesar 9 mm atau 37,50% dari kemampuan antibiotic
nistatin. Besar kecilnya zona hambat tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang
diberikan. Mujim (2010) menyatakan bahwa meningkatnya konsentrasi ekstrak menyebabkan
meningkatnya kandungan bahan aktif yang berfungsi sebagai antijamur sehingga kemampuannya
dalam menghambat pertumbuhan suatu jamur juga semakin besar. Menurut Dewi (2010),
kenaikan dan penurunan zona hambat yang tidak sama dapat disebabkan oleh sifat kelarutan zat
aktif pada ekstrak dan perbedaan kecepatan difusi pada media agar.
Besarnya diameter zona hambat yang dihasilkan dari masing-masing konsentrasi ekstrak
juga dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Dari
hasil uji senyawa kimia yang telah dilakukan bahwa pada ekstrak etanol kulit jengkol mengandung
senyawa saponin, tannin dan flavonoida, senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi sebagai
antibakteri. Menurut Djunaedy (2008) menyatakan bahwa senyawa antijamur memiliki mekanisme
kerja dengan cara menetralisasi enzim yang terkait dalam invasi jamur, merusak membran sel
jamur, menghambat sistem enzim jamur sehingga mengganggu terbentuknya ujung hifa dan
mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein.
Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat
efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Mekanisme senyawa flavonoid dalam
menghambat pertumbuhan jamur ialah dengan merusak dinding sel dari Candida albicans yang
terdiri atas lipid dan asam amino. Lipid dan asam amino tersebut akan bereaksi dengan gugus
alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat
masuk ke dalam membran sel jamur. Flavonoid dengan kemampuannya membentuk kompleks
protein dan merusak membran sel dengan cara mendenaturasi ikatan protein pada membran sel,
sehingga membran sel menjadi lisis. (Parwata dkk., 2008)
Menurut Ganiswarna (1995) Senyawa saponin dapat mengganggu stabilitas membrane sel
pada jamur yang mengakibatkan kerusakan membrane sel
Dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel jamur yaitu protein, asam
nukleat dan nukleotida.
Mekanisme antijamur yang dimiliki tannin yaitu kemampuannya menghambat sintesis kitin
yang digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur dan merusak membran sel sehingga
pertumbuhan jamur terhambat (Watson dan Preedy, 2007). Najib (2009) menyatakan bahwa
tannin merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan
mengakibatkan kerusakan dinding sel jamur.
SCI-003
Adapun faktor-faktor teknis yang mempengaruhi ukuran daya hambat pada metode difusi
cakram, antara lain : kepekatan inokulum, waktu pemasangan cakram, suhu inkubasi, waktu
inkubasi, ukuran lempeng, ketebalan media agar, dan pengaturan jarak cakram antimikroba,
potensi cakram antimikroba, komposisi media (WHO, 2003)
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka kekuatan antijamur ekstrak kulit jengkol termasuk
dalam kategori sedang, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat 9 mm pada
konsentrasi 50% dan 12,3 mm pada konsentrasi 80%. Menurut Nazri et al., (2011) Kriteria
kekuatan antijamur adalah sebagai berikut.
1. Diameter zona hambat 15-20 mm : Daya hambat kuat
1. Diameter zona hambat 10-14 mm : Daya hambat sedang
2. Diameter zona hambat 0-9 mm : Daya hambat lemah
Pada control positif menghasilkan zona hambat sebesar 24 mm menunjukkan bahwa
antibiotik tersebut sensitif dan pada control negativ etanol tidak dihasilkan zona hambat hal ini
menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak mempengaruhi terbentuknya zona hambat.
Menurut Irianto (2013), daya kerja dari Nistatin adalah terhadap dinding sel, yaitu
menyebabkan perubahan permeabilitas membran protoplasma, terutama sel-sel ragi. Etanol
sebagai kontrol negatif tidak memiliki zona hambatan, 6 mm merupakan diameter disk. Menurut
Rifai dan Trianto (2003), uji kontrol negatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
pelarut dalam pembentukan diameter zona hambat. Idealnya pelarut tidak boleh mempunyai
pengaruh terhadap bakteri uji. Apabila pelarut memiliki daya hambat terhadap bakteri uji maka
akan dikurangi dengan diameter daya hambat ekstrak sampel.
Demi pengembangan ilmu pegetahuan terutama tentang antimikroba dari ekstrak kulit
jengkol maka disarankan agar dapat dilakukan pengujian terhadap jenis jamur lain yang memiliki
karakteristik yang berbeda dengan jamur pada pengujian sebelumnya .
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, F. H. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu terhadapBakteri pembusuk
daging, Skripsi, Universitas Sebelas Maret Jakarta.
Djunaedy, A, 2008, ‘Aplikasi fungisida sistemik dan pemanfaatan mikoriza dalam rangka
pengendalian pathogen tular tanah pada tanaman kedelai ( Glycine max L.) ’, Embryo,vol.
5,no. 2, hal. 1-9, diakses 7 April 2014, http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wpcontent/uplo
ads/2012/03/3-JUNED-EMBRYO.pdf
Irianto, K. 2013. Bakteriologi, Mikologi dan Virologi Panduan Medis dan Klinis. Alfabeta. Bandung.
Mujim, S, 2010,‘Pengaruh ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap pertumbuhan
Pythium sp. Penyebab penyakit rebah kecambah mentimun Secara in vitro’ , Jurnal HPT
Tropika, vol. 10, no.1,hal.59-63,diakses 27 April 2014 http://journal.unila.ac.id/
SCI-003
Nazri, N.A.A.M., Ahmat, N., Adnan, A., Mohamad, S.A.S. dan Ruzaina, S.A.S. 2011.In vitro
antibacterial dan radical scavenging activities of Malaysian table salad. African Journal of
Biotechnology.10(30):5728-5735.
Nurussakinah.2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak KulitBuah Tumbuhan
Jengkol (Pithecellobiumjiringa (Jack) Prain) terhadap BakteriStreptococcus mutans,
Staphylococcusaureus, dan Escherichia coli. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
Parwata, O. A. dan Dewi P. S. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari
Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal. Fakultas Kimia Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran.
Rifai, A. dan Trianto, A. 2003. Penggunaan Thin Layer Chromatography untuk Mengidentifikasi
Kdanungan Bahan Bioaktif Antibakteri Vibrio Harvey pada Karang Lunak Sarcophyton sp.
(Laporan Penelitian). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Watson, R.R.dan Preedy, V.R. 2007. Bioactive foods inpromoting health: probiotics and prebiotics.
Academic Press. USA
WHO. 2003. Basic Laboratory Procedures In Clinical Bacteriology, 2ndEd. terdapat pada
http://whqlibdoc.who.int/publications/2003/9241545453_ind.pdf. Diakses pada tanggal 6
April 2014.
Yuhernita dan Juniarti, 2011. Analisis senyawa metabolit sekunder dari ekstrak methanol daun
surian yang berpotensi sebagai antioksidan. Journal makara sains. 15. 48-52