Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I.
PENDAHULUAN
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh
semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun
daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi,
kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan
tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami
kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin
lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam
praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa
menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga
sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak
adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah
kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
II.
TIDUR FISIOLOGIS
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan
kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan
yang dihadapi.
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola
dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak
pada bagian ventral anterior hypothalamus.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak
pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai
pusat
tidur.
Bagian
susunan
saraf
pusat
yang
menghilangkan
sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut
sebagai pusat penggugah atau aurosal state.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 1620 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada
umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan
bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan
mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang
campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang
rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih
berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri
dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle,
gelombang verteks dan komplek K
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang
slee[ spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG
didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep
spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang
sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan
mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode
neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini
pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4
bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal
ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall
tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut:
- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%;
stadium 4 : 13%
- REM; 25 %.
Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin
yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur.
Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan
tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak
pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel
nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik
akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan
keadaan jaga.
Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan
aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini
terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM.
Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran
kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan
penurunan REM.
Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway.
Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter
norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan
bangun.
IV.
INSIDENSI
V.
KLASIFIKASI
Sindroma
kaki
gelisah
(Restless
legs
syndrome)/Ekboms
syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset
tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal.
Pergerakan kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang
otot M. tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu mendorongdorong kakinya.
Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson,
wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otakhipotalamus
Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway
obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya.
Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang
berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis
jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam
satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini
gerakan dada dan dinding perut sangat dominan.
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan
intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi
oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha
pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan
dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang
otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur
ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan
usahas otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk
melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM.
Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau
mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali
bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik.
Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau
hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh
formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien
terjaga danrespirasi kembali normal secara reflek.
Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang
kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur.
Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak
perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan
gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar
hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek,
hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke,
GBS, arnord chiari malformation.
Paska trauma kepala
Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh
gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya
keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian.
Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan
peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase
koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur.
Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk
berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan
ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang
atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur
yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit
seperti Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia,
gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan
ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase
dalam. Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin
akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada
penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan
vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur
terutama pada fase NREM (stadium ) jarang terjadi pada fase REM.
D. Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back
pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal
akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas
obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan
mioklonus nortuknal.
E. Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat
stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi,
antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat
menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.
2. PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara
bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan
tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan
angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak
berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada
usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara
bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem
otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti
aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
Gangguan tidur berjalan (slepp walkin)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya
automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup
pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah
laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal
gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah,
berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan
4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain
untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah.
B.
Pada tahun 1990, American Sleep Disorders Association membuat reklasifikasi untuk mencari kemungkinan penyebab gangguan tidur menjadi 4
kelompok yaitu:
1. Dissomnia, misalnya: ganguan intrisik, gangguan ekstrisik, gangguan
irama sirkadian
2. Parasomnia, misalnya: Gangguan aurosal, gangguan bangun-tidur,
berhubungan fase REM
VI.
PENATALAKSANA UMUM
10
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD. principle of neurology. 4th ed. New York : McGraw Hill, 1989:
302-319
Asbury McKhan. Diseases of the nervous system clinical neurobiology.
Hospital Medicine Journal. October 1990: 96-104
Goodman and Gilmans. The Pharmacological basis of therapeutics. 9th ed.
Vol. 1, 1996: 361-398
Hughes JR. EEG in clinical practice. 2nd ed, 1994: 55-104
John A.G. The Diagnosis and management of insomnia. The NEJM, 322(4)
January 25, 1990:239-247
Mohr, JPS MD. Guide to clinical neurology. 1st ed. New York: Churchill,
1995:833-889
Niedermeyre E.MD. Da silva f L. Electroencephalograpy. Basic principle
clinicalapplications ralated field. 3rd ed.. Maryland, 1993: 765-802
Philip MB. Insomnia use of a desion tree to assess and treat. Post Medicine
Journal. 93(1) January 1993, 66-85
R. Joseph. Neuropsychyatri, neuropsychology and clinical neuroscience. 2nd
ed. Philadelpia ; William & Wilkins, 1996: 354-372
Robert A. W. Human sleep and its disorders. Univbersity of Pennysilavania
Robert ER. Insomnia : concerns of family physician. Journal of family
practice. 36(5), 1993: 551-557
Rowland LP. Different diagnosis and tumor, in Merrits text book of
neurology. 9th ed. New York : Rose Tree, 1995: 875-883
Soedomo Hadimoto. Gangguan neurologi pada usia lanjut. Edisi 1.
Semarang : Diponegoro, 1993: 9-16
11