Anda di halaman 1dari 15

Kelainan pada Sistem Endokrin

Abnormalitas Sekresi Hormon Pertumbuhan


1. Kerdil (Dwarfism)
Dwarfism disebabkan oleh hiposekresi growth hormone (GH) selama masa kanak-kanak
mengakibatkan pertumbuhan terhenti. Hormon pertumbuhan manusia digunakan secara
terapeutik dalam kasus dwarfism hipofisis.
Tes diagnosa yang dapat dilakukan untuk menilai pertumbuhan anak dan memastikan
apakah mengidap dwarfism mencakup:
1. Pengukuran
Yang biasanya diukur adalah tinggi dan berat badan anak serta lingkar kepalanya.
Pengukuran yang dilakukan secara rutin ini akan membantu mengidentifikasi apakah
anak Anda tumbuh normal atau mengidap kelainan pertumbuhan. Indikasinya dapat
mencakup pertumbuhan tinggi badan yang tertunda atau ukuran kepala yang tidak
proporsional atau lebih besar daripada ukuran kepala anak seusianya.
2. Teknologi pencitraan
X-ray atau scan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat dilakukan untuk mencari
tahu kelainan pertumbuhan yang mungkin dialami anak. Berbagai teknologi
pencitraan ini dapat mengungkapkan pematangan tulang yang tertunda yang
disebabkan oleh defisiensi hormon pertumbuhan dan juga dapat mengungkapkan
kelainan kelenjar pituitaru dan hipotalamus yang berperan penting dalam mengatur
fungsi hormon.
3. Tes genetic
Tes ini tersedia untuk mendiagnosis banyak penyebab gangguan dwarfisme dan jenis
dwarfisme yang diidap ana, misalnya sindrom Turner. Tes laboratorium khusus dapat
dilakukan untuk menilai keadaan kromosom X yang diambil dari sel darah merah.
Perlu diketahui bahwa tes ini belum tentu memberikan diagnosis yang akurat.

Sejumlah gangguan yang berhubungan dengan dwarfisme dapat mengarah ke


gangguan pertumbuhan dan komplikasi medis lebih lanjut. Pengobatan dan perawatan
yang dilakukan mungkin tidak akan menyembuhkan anak, seperti memiliki tinggi
badan normal, tetapi dapat mengurangi masalah yang disebabkan oleh komplikasi.
Ada beberapa pengobatan dan perawatan yang tersedia, antara lain:
1. Bedah
Sering kali bedah dilakukan untuk mengoreksi tulang. Beberapa prosedur bedah
yang dapat dilakukan mencakup memasukkan staples logam untuk mengoreksi arah
bertumbuhnya tulang, memasukkan batang logam untuk mengoreksi bentuk tulang
belakang, meluruskan tulang dengan bantuan pelat logam, dan memperbesar ukuran
pembukaan pada tulang belakang untuk mengurangi tekanan pada sumsum tulang
belakang. Selain itu, bedah juga dapat dilakukan untuk memanjangkan anggota badan
walaupun agak lebih berisiko dibandingkan dengan bedah yang bertujuan untuk
mengoreksi tulang.
2. Terapi hormon
Kekurangan hormon pertumbuhan dapat diobati dengan memberikan suntikan
hormon sintetis. Anak yang mengidap dwarfisme disarankan menerima suntikan
harian selama beberapa tahun sampai dia mencapai rata-rata tinggi badan orang
dewasa di keluarganya. Pengobatan ini disarankan berlanjut terus sepanjang masa
remaja dan dewasa muda untuk memastikan pertumbuhan yang seimbang, termasuk
massa otot dan lemak yang sewajarnya. Terapi ini juga dapat mencakup hormon
lainnya, misalnya hormon estrogen untuk anak perempuan yang mengidap sindrom
Turner untuk memastikan dia mencapai pubertas dan pertumbuhan seksual yang
diperlukan ketika dia dewasa kelak.

2. Gigantisme
Gigantisme terjadi karena hipersekresi growth hormone (GH) selama masa remaja dan
sebelum penutupan lempeng lempeng epifisis mengakibatkan pertumbuhan tulang
panjang yang berlebihan (gigantisme hipofisis). Jenis sekresi berlebihan ini biasanya
disebabkan oleh tumor hipofisis yang jarang terjadi.

3. Akromegali
Akromegali terjadi karena hipersekresi growth hormone (GH) setelah penutupan
lempeng epifisis tidak menyebabkan penambahan panjang tulang panjang, tetapi
menyebabkan pembesaran yang tidak proporsional pada jaringan, penambahan ketebalan
tulang pipih dan wajah, dan memperbesar ukuran tangan dan kaki.
Sasaran pengobatan akromegali /gigantisme adalah mengendalikan pertumbuhan /
menormalkan sekresi GH dan mengangkat massa tumor. Sasaran biokimiawi : IGF-1
normal dan kadar GH < 1 ng/ml setelah beban glukosa ( 13 ).
Terdapat 3 macam pengobatan akromegali yaitu pengobatan medis, bedah dan radiasi.
1.
Pengobatan medis.
Pengobatan medis / farmakologis sangat pesat akhir-akhir ini. Tujuan pengobatan
medis adalah menghilangkan keluhan / gejala efek lokal dari tumor dan / atau
kelebihan GH / IGF-1. Untuk itu sasaran pengobatan adalah kadar GH < 2 ng/ml
pada pemeriksaan setelah pebebanan dengan glukosa ( < 1 mcg / l dengan cara
IRMA), disamping tercapainya kadar IGF-1 normal.

Pengobatan medis utama adalah dengan analog somatostatin dan analog dopamin.
Oleh karena somatostatin, penghambat sekresi GH, mempunyai waktu paruh
pendek maka yang digunakan adalah analog kerja panjang yang dapat diberikan 1
kali sebulan. Yang banyak digunakan adalah octreotide yang bekerja pada reseptor
somatostatin sub tipe II dan V dan menghambat sekresi GH. Pengobatan dengan
octreotide dapat menurunkan kadar GH sampai < 5 ng/ml pada 50% pasien dan
menormalkan kadar IGF-1 pada 60% pasien akromegali. Lanreotide, suatu analog
somatostatin sustained-release yang dapat diberikan satu kali dua minggu ternyata
efektif dan aman untuk pengobatan akromegali.
Bromokriptin merupakan suatu antagonist dopamin yang banyak digunakan dalam
menekan kadar GH / IGF-1, akan tetapi kurang efektif dibandingkan dengan
oktreotid. Suatu agonist dopamin yang baru, yaitu cabergoline ternyata lebih efektif
dan lebih dapat ditolerir dalam menekan GH terutama apabila terdapat kombinasi
dengan hiperprolatinemia.
Akhir-akhir ini pegvisomant, suatu antagonist reseptor GH terbukti dapat
2.

menormalkan kadar IGF-1 dan memperbaiki gejala klinis.


Pembedahan
Untuk adenoma hipofisis, pembedahan transsphenoid merupakan pilihan dan dapat
menyembuhkan. Laws dkk. (2000) melaporkan hasil terapi pembedahan
transsphenoid pada 86 pasien akromegali : IGF-1 mencapai normal pada 67%,
kadar GH dapat disupresi sampai < 1 ng/ml oleh beban glukosa pada 52%.
Walaupun pembedahan tidak dapat menyembuhkan pada sejumlah pasien, namun
terapi perbedahan disepakati sebagai terapi lini pertama. Pada pasien-pasien dengan
gejala sisa setelah pembedahan dapat diberikan pengobatan penunjang (medis dan
radiasi). Hipofisektomi transsfenoid akan segera menghilangkan keluhan-keluhan

akibat efek lokal massa tumor sekaligus menekan / menormalkan kadar GH / IGF-1.
Remisi tergantung pada besarnya tumor, kadar GH dan keterampilan ahli bedahnya.
Angka remisi mencapai 80 85% pada mikroadenoma dan 50 65% pada
makroadenomia. Pembedahan hipofisis transsphenoid berhasil pada 80 90%
3.

pasien dengan tumor < 2 cm dan kadar GH < 50 ng/ml.


Radiasi.
Untuk tercapainya hasil yang diharapkan dengan terapi radiasi diperlukan waktu
bertahun-tahun. Terapi radiasi konvensional saja menghasilkan remisi sekitar 40%
setelah 2 tahun dan 75% setelah 5 tahun terapi, namun disertai efek negatif berupa
pan hipopituitarisme. Di samping itu studi Ariel dkk (1997) pada 140 pasien
akromegali mendapatkan terapi radiasi tidak dapat menormalkan kadar IGF-1
walaupun kadar GH sudah dapat dikontrol. Oleh karena kekurangannya tersebut,
terapi radiasi hanya diberikan sebagai terapi penunjang untuk tumor besar dan
invasif dan apabila terdapat kontraindikasi operasi. Apabila mungkin, terapi radiasi
harus dihindari untuk pengobatan gigantisme.

Abnormalitas Sekresi Antidiretik Hormone (ADH)


1. Hiposekresi ADH mengakibatkan diabetes insipidus. Penyakit diabetes Insipidus
merupakan penyakit yang cukup langka, karena jarang ditemukan. Penyakit diabetes
insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan mual, pusing (simtoma),
kondisi dimana tubuh tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak buang air kecil (poliuria)
dan rasa haus yang terjadi terus menerus tidak bisa berhenti meskipun sudah

menghabiskan beberapa liter air (polidipsia). Pada umunya ada dua jenis diabetes
insipidus dengan dua penyebab yang berbeda.
1. Diabetes Insipidus Sentral
Jenis diabetes Insipidus yang paling banyak dijumpai, yang pada dasarnya disebabkan
karena terjadi gangguan pada saat hormon antidiurektik melakukan proses produksi
yang disebabkan karena daerah sekitar hipotalamus mengalami gangguan. Gangguan
yang terjadi pada hipotalamus dapat disebabkan karena pertumbuhan tumor atau luka
cidera pada hipotalamus itu sendiri, atau bisa juga disebabkan karena kelenjar
hipofisis mengalami kerusakan atau gangguan pada pembuluh darah. Kondisi tersebut
yang jika tidak ditangani dengan cepat akan mengakibatkan dan memicu munculnya
penyakit diabetes Insipidus sentral.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenesis
Sedangkan untuk jenis penyakit diabetes insipidus nefrogenesis, lebih disebabkan
karena adanya gangguan pada ginjal. Ginjal yang seharusnya bertugas untuk
memberikan reaksi pada hormon vasopresin justru tidak bisa melaksanakan tugasnya
dengan baik. Hormon vasopresin tetap diproduksi dengan normal, akan terapi kondisi
ginjal yang tidak prima membuat ginjal tidak mampu untuk merespon dengan baik,
maka dari itu cairan urin yang semestinya bisa dikontrol pengeluarannya jadi tidak
bisa terkontrol sehingga seseorang yang menderita penyakit diabetes insipidus
nefrogenesis akan lebih sering ke kamar kecil untuk buang air kecil. Dibutuhkan
serangkaian tes yang cukup rumit dan berat untuk mengetahui apakah menderita
penyakit ini atau hanya menderita penyakit kencing biasa. Dan apakah penyebab
diabetes inspidius nefrogenesis beserta gejala nya cocok dengan apa yang dikeluhkan.
Gejala penyakit diabetes insipidus di bawah ini:
- Mual dan pusing. Tidak terikat pada satu jenis penyakit tertentu, mual dan pusing
bisa menjadi tanda nyata jika tubuh tengah berusaha untuk melawan penyakit.

Bila gejala ini sering terjadi tanpa henti selama beberapa hari, perlu dilakukan sesi
-

konsultasi dengan dokter.


Sering buang air kecil. Sudah dijelaskan sebelumnya secara medis mengapa,
pasien diabetes insipidus sering bolak balik toilet untuk buang air kecil, namun
tidak selalu gejala ini berkaitan dengan penyakit diabetes insipidus, oleh karena
itu disarankan untuk melakukan serangkaian tes urin agar lebih jelas apa penyakit

yang tengah derita.


Minum berlebihan. Bila dalam satu hari bisa menghabiskan air putih sebanyak 2
liter maka itu masih bisa disebut dengan istilah normal, namun bagaimana bila
konsumsi air putih melebihi batas normal, perlu dicari tahu apa sebenarnya alasan
dibalik kebiasaan tersebut.

2. Hipersekresi kadang terjadi setelah hipotalamus mengalami cedera atau karena tumor.
Hal ini mengakibatkan retensi air, dilusi cairan tubuh, dan peningkatan volume darah.
Abnormalitas Sekresi Hormon Tiroid
1. Hipotiroidisme adalah penurunan produksi hormon tiroid. Hal ini mengakibatkan
penurunan aktivitas metabolik, konstipasi, letargi, reaksi mental lambat, dan peningkatan
simpanan lemak.
a. Pada orang dewasa,kondisi ini menyebabkan miksedema, yang ditandai dengan
akumulasi air dan musin di bawah kulit, sehingga penampakan edema terlihat.
Miksedema adalah penyakit kekurangan tiroksin pada tubuh orang dewasa. penyakit
miksedema ini ditandai dengan gejala tubuh yang lesu, terjadi kelebihan berat badan,
kebotakan, denyut nadi yang lemah, temperatur tubuh yang rendah, serta kulit yang

terasa kasar. Penyakit miksedema pada orang dewasa ini bisa disembuhkan dengan
cara mengkonsumsi tiroksin atau jaringan tiroid kering.

b. Pada anak-anak, hipotiroidisme mengakibatkan retardasi mental dan fisisk, disebut


dengan kretinisme.
2. Hipotiroidisme adalah produksi hormon tiroid yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan
aktivitas metabolik meningkat, berat badan turun, gelisah, tumor,diare, frekuensi jantung
meningkat, dan pada hipertiroidisme berlebihan, gejalanya adalah toksisitas hormone.
a. Hipertiroidisme yang berlebihan dapat menyebabkan goiter eksoftalmik (penyakit
Grave). Gejalanya berupa pembengkakan jaringan di bawah kantong mata, sehingga
bole mata menonjol. Penatalaksanaan hipotiroidisme adalah melalui pengangkatan
kelenjar tiroid melalui pembedahan atau dengan iodiumk radioaktif,yang diarahkan
pada kelenjar dan untuk menghancurkan jaringan.

b. Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.
Patogenesis Struma

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan


hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam
pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan
sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam
folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan
yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non
toksik (struma endemik).
Klasifikasi Struma
Berdasarkan Fisiologisnya Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter
atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid


sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara
dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan
kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis
antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain
itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian
atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan
atrofi otot.
Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan
bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan
lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah ber at dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi
struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik

disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai
simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen
yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Anda mungkin juga menyukai