Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MATA KULIAH FARMAKOKINETIK

STUDI PUSTAKA ADVERSE DRUG REACTION


BEBERAPA TANAMAN OBAT
Oleh :
Desi Firma Lianavanti
Eko Mugiyanto
Erayadi Soekaryo
Hepi Dhian Nurhuda
Irvan Herdiana
Muhammad Walid

Universitas Pancasila
Program Magister Ilmu Kefarmasian
JAKARTA
2014
1

Daftar isi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ADVERSE DRUG REACTION DARI BEBERAPA TANAMAN OBAT
II.1 Tapak dara Catharanthus roseus (L.) Don.
II. 1.1 Kandungan Senyawa Kimia Aktif
II.1.2. Keamanan
II.1.3 Interaksi dengan Obat
II.1.4 Efek Samping
II. 2 Bratawali, brotowali, atau akar aliali (Tinospora crispa)
II.2.1 Kandungan Kimia
II.2.2 Penggunaan
II.2.3 Dosis dan Toksisitas
II.2.4 Efek Samping
II. 3 Hydrastis Canadensis
II.3.1 Kandungan Kimia
II.2.2 Penggunaan
II.2.3 Dosis dan Toksisitas
II.2.4 Efek Samping
II. 4 Angelica sinensis (Dong quai)
II.4.1 Penggunaan
II.4.2 Dosis dan Toksisitas
II.4.3 Efek Samping
II. 5 Rhei radix (kelembak)
II.4.1 Kandungan Kimia
II.4.2 Penggunaan
II.4.3 Dosis dan Toksisitas
II.4.4 Efek Samping
II.6. Garlic (Allium sativum L.)
II.6.1 Sejarah penggunaan Garlic
II.6.2. Farmakologi
II.6.3. Indikasi
II.6.4. Efek Samping, dan Interaksi
II.7. Asian Ginseng (Panax ginseng C.H. Meyer)
II.7.1 Sejarah penggunaan ginseng
II.7.2 Farmakologi
II.7.3 Indikasi
II.7.4 Adverse Drug Reaction

II.8 GINKGO BILOBA


II.8.1 Senyawa Aktif:
II.8.2 Farmakologi
II.8.3 Fungsi dan Kegunaan Klinis
II.8.4 Dosis dan Rekomendasi Penggunaan
II.8.5 Ginkgo dan Efek terhadap Otak pada Geriatri
II.8.7 Toksisitas dan Keamanan
II.8.8 Efek Samping, Efek yang Tidak Diinginkan, dan Kontraindikasi
II.9 HYPERICUM PERFORATUM
II.9.1 Monografi Hypericum perforatum L.
II.9.2 Kandungan Kimia
II.9.3 Efek Farmakologis dan Khasiat Klinis
II.9.2.4 Toksisitas
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV.
KESIMPULAN
REFERENSI

BAB I
PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang
Perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang
sangat luas terhadap kehidupan masyarakat. Kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga kesehatan dan mencegah penyakit meningkat. Selain obat modern yang lebih
awal digunakan pada sistim pelayanan kesehatan, pengobatan dengan obat tradisional
sudah lama dikenal tidak hanya di negara berkembang tetapi juga digunakan di negara
maju yang dikenal dengan istilah kembali ke alam (back to nature).
Indonesia mempunyai lebih kurang 30.000 tanaman obat dan lebih dari 940 spesies
tanaman tersebut mempunyai efek fisiologis. Masyarakat Indonesia selama berabad-abad
menggunakan obat tradisional untuk tujuan pencegahan penyakit, pengobatan penyakit
dan pemeliharaan kesehatan.
4

Obat tradisional banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia karena :

Dipercaya aman dan berkhasiat secara empiris


Harga relatif terjangkau
Mudah diperoleh
Sebagai terapi alternatif atau terapi komplemen untuk penyakit yang sudah
tidak bisa disembuhkan dengan terapi modern atau konvensional.

Pada prinsipnya, produk dari tanaman obat memiliki potensi efek samping yang sama
dengan obat-obatan sintetis atau konvensional. Tubuh pada dasarnya tidak bisa
membedakan antara pengobatan menggunakan tanaman obat dengan pengobatan sintetis.
Produk tanaman obat merupakan bagian-bagian dari tanaman (misalnya akar, daun, kulit,
dll) dan mengandung banyak senyawa kimia aktif. Senyawa dari tanaman obat, selain
mempunyai khasiat penyembuhan juga dapat memiliki efek samping yang dapat
merugikan.
Selain itu, ada keyakinan yang memotivasi bahwa penggunaan sesuatu yang alami
adalah aman. Hal ini agak menyesatkan dan tidak sepenuhnya benar, karena produk dari
tanaman obat juga mengandung berbagai senyawa kimia aktif yang dapat saja memiliki
efek samping yang merugikan.
Obat herbal secara umum sebenarnya sangat aman untuk tubuh walaupun dalam
proses penyembuhannya memakan waktu yang lama, secara keseluruhan dapat
memperbaiki sistem tubuh yang mengalami kerusakan. Pada prinsipnya, pengobatan
herbal dapat memiliki potensi efek samping yang sama dengan obat-obatan sintetis.
Pengobatan herbal, yang menggunakan bagian-bagian tanaman (akar, daun, batang, dll),
mengandung zat-zat aktif yang bisa saja berpotensi merugikan tubuh. Tubuh tidak dapat
membedakan apakah zat-zat aktif itu berasal dari obat kimia / sintetik atau dari ekstrak
tanaman herbal (Praskah, 2010).
Adverse Drug Reaction adalah suatu efek atau pengaruh yang merugikan dan tidak
diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan atau intervensi lain seperti
pembedahan (Charles, 2006). Obat herbal harus digunakan secara hati-hati. Banyak
beberapa tanaman herbal seperti lidah buaya, bawang putih, teh hijau dan lain-lain
menghasilkan reaksi alergi pada beberapa orang. Salah satu contoh yaitu teh hijau
mengandung kafein, asupan yang berlebihan dapat menimbulkan kecemasan, insomnia
5

dan gugup. Untuk meminimalkan efek samping pengobatan herbal, pengguna obat herbal
sebaiknya harus mengetahui kemungkinan dari Adverse Drug Reaction (ADRs) dari obat
yang dikonsumsi.
Beberapa tanaman herbal dapat mengakibatkan masalah serius pada orang-orang
dengan kondisi tertentu, misalnya orang yang menjalani operasi pembedahan, anak-anak,
ibu hamil, dan orang lanjut usia. Beberapa tanaman herbal juga berpengaruh terhadap
organ-organ tertentu pada semua orang.

BAB II
ADVERSE DRUG REACTION
DARI BEBERAPA TANAMAN OBAT
II.1. Tapak dara Catharanthus roseus (L.) Don.
Tapak dara adalah perdu tahunan yang berasal dari Madagaskar, namun telah
menyebar ke berbagai daerah tropika lainnya. Nama ilmiahnya Catharanthus roseus
(L.) Don. Di Indonesia tumbuhan hias pekarangan ini dikenal dengan bermacammacam nama, seperti di disebut sindapor (Sulawesi), kembang tembaga (bahasa
Sunda), dan kembang tapak dr (bahasa Jawa). Orang Malaysia mengenalnya pula
sebagai kemunting cina, pokok rumput jalang, pokok kembang sari cina, atau pokok ros
pantai. Di Filipina ia dikenal sebagai tsitsirika, di Vietnam sebagai hoa hai dang, di
Cina dikenal sebagai chang chun hua, di Inggris sebagai rose periwinkle, dan di
Belanda sebagai soldaten bloem.
II. 1.1 Kandungan Senyawa Kimia Aktif
Kandungan senyawa kimia aktif dari tanaman tapak dara adalah Vinkristin.
Vinkristin merupakan alkaloid indol yang diisolasi dari tanaman tapak dara
{Catharanthus roseus (L) G. Don. sinonimnya Vinca rosea}. Vinkristin dikenal juga

dengan alkaloid vinca bersama dengan vinblastin karena berasal dari tumbuhan yang
sama. Vinkristin secara umum banyak digunakan sebagai anti tumor.

Struktur kimia vinkristin

Secara klinis vinkristin telah digunakan untuk pengobatan leukimia, kanker


ginjal ganas dan neuroblastoma. Mekanisme aksi vinkristine adalah berikatan dengan
tubulin dan menghambat fromasi mikrotubula, menahan sel pada fase metafase
dengan mengganggu spindel mitotik dan spesifik untuk fase M dan S.
II.1.2. Keamanan
Penggunaan vinkristin pada obat tradisional baik berupa simplisia maupun
ekstrak sangat riskan dan beresiko tinggi. Hal ini dapat dilihat dari 2 penelitian
menggunakan hewan uji dengan pemberian ekstrak metanol Catharantus roseus oleh
Kevin, et al (2012) dan ekstrak air Catharantus roseus oleh James, et al. (2007),
kedua nya menunjukan hasil positif terjadinya kerusakan pada fungsi hati dan ginjal.
Menurut Kevin, et al (2012) dosis aman ekstrak metanol Catharantus roseus pada
manusia adalah 14,3 mg/kg BB manusia.
Seperti diketahui bahwa beda cara proses ekstraksi dan medium yang digunakan
serta sumber tanaman yang berbeda akan mempengaruhi kadar senyawa aktif di
dalamnya. Oleh karena itu penggunaan herba tapak dara pada obat tradisional harus
diperketat, bahkan hanya boleh digunakan dibawah pengawasan dokter, karena dosis
dari herba tapak dara ini harus terus dipantau untuk mencegah efek samping yang
tidak diinginkan.

II.1.3 Interaksi dengan Obat


Vinkristin sebagai kandungan dari tanaman Tapak dara Catharanthus roseus
(L.) Don. dapat berinteraksi dengan beberapa obat, dengan berbagai macam
mekanismenya. hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel interaksi obat dengan vinkristin {http://www.drugbank.ca/drugs/DB00541}
Drug
Amprenavir
Aprepitant
Atazanavir, Conivaptan, Delavirdine,
Erythromycin, Fosamprenavir
Clarithromycin, Dirithromycin
Darunavir, Imatinib, Indinavir,
Itraconazole,Isoniazid
Digoxin
Fluconazole
Mitomycin
Natalizumab
Quinupristin
Ketoconazole, Leflunomide, Lopinavir,
Miconazole, Nefazodone, Nelfinavir,
Nicardipine, Posaconazole, Quinidine,
Saquinavir, Spiramycin, Telithromycin,

Interaction
Meningkatkan kadar serum vinkristin
Mengubah kadar obat dalam darah
metabolisme obat akan diturunkan sehingga kadar
vinkristin meningkat
meningkatkan kadar vinkristin dalam darah dan
distribusinya pada sel tertentu
metabolisme obat akan diturunkan sehingga kadar
vinkristin meningkat
Mengurangi efek dari digoksin
tmeningkatkan efek dan toksisitas obat
Menjadi bersifat toksik pada paru
Meningkatkan resiko infeksi pada penggunaan
bersama
Kombinasi keduanya akan menyebabkan toksisitas

akan meningkatkan kadar vinkristin dengan


menurunkan metabolismenya dalam tubuh

Ritonavir, Voriconazole
Trastuzumab

Trastuzumab akan meningkatkan resiko


neutropenia dan anemia.

II.1.4 Efek Samping


Efek samping yang ditimbulkan adalah dermatologi (1-10%); alopesia (20-70%); 110% {kardiovaskular (hipotensi, hipertensi); SSP (depresi SSP, kebingungan, paralisis
saraf kranial, demam, sakit kepala, insomnia, kesulitan motorik); efek neurologi (adiktif
dengan obat neurotik lain dan iradiasi dengan serabut saraf); gastrointestinal (kram
abdominal, anoreksia, perut kembung, konstipasi, diare, mual dan muntah); genital
(dysuria, poliuria, retensi urin); hematologi (leukopenia, trombositopenia); neuromuskular
dan skeletal (kram, sakit rahang, nyeri kaki, myalgia, kelemahan, neuropati periferal)}.
8

Vinkristin maupun vinkristin sulfat untuk kategori kehamilan termasuk kategori D,


sehingga tidak boleh diberikan kepada wanita hamil.

II. 2 Bratawali, brotowali, atau akar aliali (Tinospora crispa)


Bratawali, brotowali, atau akar aliali (Tinospora crispa (L.) Miers ex Hoff.f.; juga T.
cordifolia (Thunb.) Miers dan T. rumphii Boerl.), Tinospora perculata, Tinospora tubeculata,
Tinospora sinensis adalah tanaman obat tradisional Indonesia yang biasa ditanam di
pekarangan atau tumbuh liar di hutan.
Rebusan batangnya yang terasa sangat pahit biasa dijadikan obat rematik, mengurangi
gula darah, menurunkan panas, dan membantu mengurangi gejala kencing manis. Di
Indonesia, selain dikenal dengan nama bratawali, tanaman ini juga dikenal dengan nama
daerah andawali, antawali, putrawali atau daun gadel. Klasifikasi dari tanaman ini termasuk
kedalam famili tanaman Menispermaceae. Tanaman ini kaya kandungan kimia antara lain
alkaloid (berberina dan kolumbina yang terkandung di akar dan batang, damar lunak, pati,
glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin, hars, berberin, palmatin, kolumbin (akar), kokulin
(pikrotoksin). (http://id.wikipedia.org/wiki/Bratawali).
II.2.1 Kandungan Kimia
Kandungan Kimia yang terdapat pada Tanaman Brotowali adalah sangat
banyak mengandung bahan seperti alkaloid, dammar lunak, pati, glikosida
pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa, berberin, palmatin dan kolumbin) (Umi et al.,
1995; Pachaly et al., 1992).
II.2.2 Penggunaan
Topik pembahasan bahan kimia aktif dari bratawali adalah berberin, yang umum
digunakan antara lain untuk membantu meringankan gejala kencing manis (bentuk
ekstrak), penambah nafsu makan, diare, rheumatic arthritis, rheumatik sendi, demam,
demam kuning dan lain sebagainya (non ekstrak).
Untuk penggunaan secara klinis, sekarang berberin dapat diperoleh dalam
bentuk garamnya seperti berberin klorida atau berberin sulfat. Penggunaan berberin
yang didukung data klinik : tidak tersedia.

Penggunaan dalam farmakope dan data dukung lainnya : diare yang disebabkan
bakteri (pada orang dewasa dengan dosis 400 mg berberine sulfat), trachoma ocular
dan leishmaniasis kutan
Penggunaan secara tradisional : nafsu makan, batuk, demam, luka bakar,
malaria, jaundice, luka di kulit.
Bagian tanaman yang digunakan adalah batang, buah, herba dan kulit
batangnya.
Konsultasikan dahulu dengan dokter jika mempunyai kondisi defisiensi
Glucose6Phosphate Dehydrogenase (G6PD), anemia hemolitik, glukoma, diabetes,
tekanan darah tinggi, riwayat penyakit jantung atau jika sedang menggunakan
paclitaxel, siklosporin atau obat kemoterapi. Kontraindikasi pada wanita hamil,
menyusui, bayi dan anak anak di bawah 2 tahun, Peringatan dan perhatian : Tidak
digunakan pada wanita hamil, menyusui dan anak-anak.
II.2.3 Dosis dan Toksisitas
Berberin bersifat non toksik jika digunakan pada dosis yang sesuai. Berberin
tidak menunjukkan aktivitas genotoksis, tidak mampu menginduksi sitotoksi,
mutagenik atau rekombinogenik. Pada penggunaan oral, dosis hariannya 200 mg 2 4
kali sehari. LD50 berberin sulfat pada tikus 25 mg/kg melalui intravena atau 24,3
mg/kg melalui intraperitonial.
II.2.4 Efek Samping
Efek samping dari berberin pada tanaman brotowali : berberin memiliki toleransi
yang baik pada manusia di dosis terapi sehari 500 mg. Pada dosis tinggi > 500 mg (dari
8-100 g akar kering) menyebabkan gangguan gastrointestinal, mual, muntah, gelisah,
sesak napas, bradikardi, kerusakan jantung, hipotensi, kejang, paralisis dan kematian.
Berberin dapat ditoleransi dengan baik pada dosis hingga 0.5 g. Dengan asupan lebih
dari 0,5 g berberin, akan terjadi gejala sebagai berikut : mimisan, lesu, dyspnea dan
iritasi ginjal (German Commission E Monograph, WHO monographs on selected
medicinal plants vol.4 p.30-47).
Tanaman lain yang juga mengandung berberin adalah :
1. Chelidonium majus L. (Simplisia : akar kering, seluruh bagian)
2. Mahonia aquifolium, Mahonia repens, Mahonia nervosa, berberin terdapat
pada Root, bark,Rhizome
3. Phellodendron amurense, Phellodendron chinense (kulit)
4. Sanguinaria canadensis ( akar, Rhizome)

10

II. 3 Hydrastis Canadensis


Hydrastis canadensis atau Goldenseal juga disebut orange root atau puccoon
kuning, adalah keluarga Ranunculaceae, asli Kanada bagian tenggara dan Amerika
Serikat bagian timur. Tanaman tersebut merupakan salah satu herbal yang paling
populer dijual di pasar Amerika dan baru-baru ini mendapat reputasi sebagai antibiotik
dan kekebalan tubuh. (http://en.wikipedia.org/wiki/Goldenseal
II.3.1 Kandungan Kimia
Kandungan Kimia yang terdapat pada Hydrastis canadensis adalah isoquinoline
alkaloid (2,5-6,0%), terutama hydrastine (1,5-5,0%), berberin (0,5-4,5%), canadine
(tetrahydroberberine, 0,5-1,0%).
II.2.2 Penggunaan
Suku Indian Amerika sering menggunakan golden seal sebagai obat untuk
kondisi internal inflamasi seperti pernapasan, pencernaan dan radang saluran genitokemih yang disebabkan oleh alergi atau infeksi. Suku Cherokee menggunakan akar
sebagai mencuci untuk radang lokal, stamina, dispepsia, dan untuk meningkatkan
nafsu makan. Selain itu juga mereka menggunakan rebusan akar untuk batuk rejan,
diare, penyakit hati, demam, asam lambung, perut kembung, pneumonia, dan dengan
wiski untuk gangguan jantung. Mereka juga menggunakan sebagai obat tetes dalam
pengobatan sakit telinga dan sebagai pencuci untuk sakit mata
II.2.3 Dosis dan Toksisitas
Dosis harian: rimpang kering dan akar 0,5-1,0 g tiga kali untuk pengobatan

keluhan pencernaan, seperti dispepsia, gastritis, rasa distensi dan perut kembung
Tidak digunakan pada bayi, anak-anak di bawah 12 tahun, wanita hamil dan

menyusui.
Konsultasikan dahulu dengan dokter jika mempunyai kondisi defisiensi Glucose6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD), anemia hemolitik, glukoma, diabetes,
tekanan darah tinggi, riwayat penyakit jantung atau jika sedang menggunakan

paclitaxel, siklosporin atau obat kemoterapi


II.2.4 Efek Samping
Dosis tinggi hydrastine dilaporkan menyebabkan refleks berlebihan, kejang,
kelumpuhan

dan

kematian

akibat

kegagalan

pernapasan.

Hydrastis

dapat

mempotensiasi efek barbiturat, dan dapat mengurangi penyerapan vitamin B


kompleks di sistem pencernaan sehingga dapat mengakibatkan defisiensi.
Efek samping utama adalah :
gangguan gastro intestinal
mual, muntah
gelisah
11

sesak nafas
bradikardi
kerusakan jantung
hipotensi
kejang
paralisis
kematian
(WHO monographs on selected medicinal plants vol.3 p.194-203.)

II. 4 Angelica sinensis (Dong quai)


Angelica sinensis (Dong quai) disebut juga dengan Chinese Angelica. Telah
digunakan ratusan tahun dalam pengobatan di Cina, Korea dan Jepang. Bagian dari
tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan adalah akar keringnya (Angelica
sinensis Radix).
II.4.1 Penggunaan
Sesuai data klinik digunakan untuk mengatasi gejala menopause.
Pada pengobatan tradisional digunakan untuk mengatasi gangguan seperti
menstruasi yang tidak teratur, amenorrhea dan dismenorrhea. Sebagai analgesik
dalam pengobatan nyeri di perut dan rematik artralgia. Selain itu mengobati

masalah konstipasi, anemia, ejakulasi dini, hepatitis kronik dan sirosis.


Chinese Medicine : Dong quai digunakan untuk pengobatan amenorrhea dan
metrorrhagia (dosis standar 5 g, 3 kali sehari), PMS, Menopausal symptoms, and
tumor fibroid. Juga digunakan pada kasus hipertensi, efek antispasmodik, rematik,
maag, alergi, anemia dan konstipasi. Di Jepang, Dong quai digunakan sebagai

analgesik, sedatif dan nutrient.


Tidak cukup bukti ilmiah untuk penyakit dismenorrhea, premenstrual syndrome
(PMS), hipertensi, nyeri sendi, maag, anemia, konstipation, skin discoloration and

psoriasis,
II.4.2 Dosis dan Toksisitas
Dosis harian
Akar kering : 3-15.0 g perhari melalui dekoksi
Serbuk akar : 1-2 g, 3 kali sehari
Teh : 1 cup 1-3 kali sehari (1g per cup)
Tinktur (1:2) : 4-8 mL (1-2tsp) per hari
Kapsul/tablet : 500 mg, 1-6 kali sehari
II.4.3 Efek Samping

12

Dosis tinggi akan menyebabkan pendarahan terutama bila dikonsumsi secara


bersamaan dengan golongan obat-obatan seperti: Antikoagulan atau antiplatelet,
Aspirin, clopidogrel (plavix), diclofenac (Voltaren, Cataflam), ibuprofen (Advil,
Motrin), naproxen (Anaprox, Naprosyn), dalteparin (Fragmin), enoxaparin (Lovenox),
heparin, warfarin (Coumadin) , sebab dapat meningkatkan terjadinya perdarahan

II. 5 Rhei radix (kelembak)


Akar Kelembak (Rhei radix) berasal dari tanaman Chinese Rubharb ( Da Huang).
Tanaman ini termasuk dalam suku Polygonaceae, tanaman asli yang berasal dari Cina dan
Tibet, merupakan tanaman obat yang dianggap penting pula dinegara Cina, India serta
Pakistan.
Bagian yang berkhasiat : bagian akar kering yg didalam tanah , dan kebanyakan
pada kulit akardalambentuk kering. (PDR for herbal medicines hal. 185-186)
II.5.1 Kandungan Kimia
Dari berbagai penelitian dapat diketahui bahwa kandungan dari akar kelembak ini
diantaranya adalah : 3-12% derivat hidroksiantrasena, 3,5,4-trihidroksistilbene-4-obeta-d-glukopiranosi,

4-(p-hidroksifenil)-2-butanone-beta-d-glukosid,

aloe-emodin,

krisofanol, asam sinamat, d-katekol, emodin, asam gallat, hiperin, fiskion-8-o-beta-dgentiobioside, fiskion-diglukosid, Quersetrin, Rhein, Rheinosid, rheosmin, sennosid a,
sennosid b, tannin, tetrarin.

II.5.2 Penggunaan
Berkat kandungan antrasena dan tannin yang dipunyainya maka akar kelembak
dapat mempunyai kegunaan sebagai obat mempermudah buang air besar dengan dosis
1-2 g. Sebaliknya , akar kelembak bisa juga berkhasiat sebagai anti diare dan mengatasi
nyeri lambung apabila dipakai dalam dosis 0,1 0,2 g. Namun demikian khasiat utama
dari tanaman ini adalah sebagai pencahar untuk sembelit terutama dalam hal-hal yang
berkaitan dengan penyakit ambeien, adanya luka pada daerah dubur dan juga setelah
operasi yang berkaitan dengan dubur.
II.5.3 Dosis dan Toksisitas
sebagai laksatif : dosis harian 1-2 gram
sebagai astringent dan utk sakit perut : 0,1-0,2 gram
dalam bentuk sediaan teh : 1 cangkir pagi/sore
dalam bentuk ekstrak : dosis tunggal 0.3 sampai 1 gram
catatan : penggunaan sbg laksatif hanya untuk 1-2 minggu
13

WHO monografi pada Rhizoma Rhei (5) merekomendasikan 10 - 30 mg


turunan hidroksiantrasena. (64). (PDR for herbal medicines hal. 185-186)
Dosis pemakaian akar kelembak yang dianjurkan adalah 0,5-1,5 g simplisia.

Sediaan ini disetarakan untuk mengandung 10 30 mg derivat hidroksiantrasena.


Pemberian yang terbaik adalah ketika akan tidur malam hari. Untuk penyimpanan
simplisia, sebaiknya dalam wadah yang gelap sehingga senyawa yang berkhasiat tidak
rusak oleh cahaya dan tertutup rapat.
II.5.4 Efek Samping
Penggunaan jangka panjang akan menyebabkan :
1

Kehilangan cairan elektrolit khususnya ion potasium. Kehilangan elektrolit dalam


jumlah

besar

dapat

menyebabkan

terjadinya

hiperalodosteronemia,

akan

menghambat motilitas usus dan meningkatkan kerja efek dari steroid kardioaktif.
Disamping itu penggunaan lama akan juga menyebabkan aritmia jantung,
nefropaty, edema dan kerusakan tulang.
2

Terjadi perubahan warna urin oleh metabolit , yang tidak signifikan secara klinis ,
dapat terjadi selama perawatan.

Terjadi reaksi hipersensitif.

II.6. Garlic (Allium sativum L.)


II.6.1 Sejarah penggunaan Garlic
Garlic (Allium sativum) sudah lama digunakan sebagai penyedap rasa yang unik
karena mempunyai kadar sulfur tinggi. Selain itu , garlic juga digunakan secara medis
karena kandungan arginin, oligosakarida, flavonoid, dan selenium yang semuanya
bermanfaat bagi kesehatan. Sanskrit melaporkan penggunaan garlic untuk kepentingan
medis sekitar 5000 tahun yang lalu dan digunakan dalam pengobatan Cina sejak 3000
tahun yang lalu. Pada tahun 1858, Pasteur menggambarkan efek antibakteri garlic dan
digunakan sebagai antiseptik pencegah gangren selama Perang Dunia 1 dan Perang
Dunia II.
II.6.2. Farmakologi
Garlic mengandung lebih dari 200 komponen kimia, beberapa komponen
terpenting yang terdapat pada garlic yaitu Alliins (ca. 1 %), propenylalliin (ca. 0.2 %),
methylalliin dan alliaceous oils (allicin and ajoene).
Efek farmakologi dari garlic yaitu sebagai antimikroba, antilipemik, vasodilator,
antioksidan dan antifibrinolitik dan penghambat agregasi platelet.
14

II.6.3. Indikasi

Terapi preventif arteriosklerosis.


Hipertensi
Infeksi minor
Terapi supportif gastric ulser

II.6.4. Efek Samping, dan Interaksi


Efek tidak diinginkan garlic adalah adanya bau napas dan bau badan. Konsumsi
garlic mentah berlebihan, terutama saat perut kosong dapat menyebabkan gangguan
gastrointestinal, flatulensi, dan perubahan fl ora usus. Selain itu, dilaporkan juga
dermatitis alergi, terbakar dan melepuh setelah penggunaan topikal garlic mentah.
Garlic juga dilaporkan tidak memengaruhi efek metabolisme obat, meskipun beberapa
studi menunjukkan efek dalam farmakokinetik protease inhibitor. Pengguna
antikoagulan harus berhati-hati karena garlic mempunyai efek antitrombotik. Pada
pasien yang akan menjalani operasi, dianjurkan tidak memakan garlic dosis tinggi. 7
sampai 10 hari sebelum operasi karena dapat menyebabkan perpanjangan masa
perdarahan dan berhubungan dengan hematoma epidural/spinal.

II.7. Asian Ginseng (Panax ginseng C.H. Meyer)

II.7.1 Sejarah penggunaan ginseng


Ginseng adalah tanaman berkhasiat obat yang termasuk dalam suku Araliaceae.
Gingseng tumbuh di wilayah belahan bumi utara terutama di Siberia, Manchuruia,
Korea dan Amerika Serikat/
II.7.2 Farmakologi
Zat berkhasiat utama adalah glukosida panakuilon, minyak atsiri, dammar, panaks
sapoginol. Panax ginseng mempengaruhi hipotalamus pituitary dan sistem kekebalan
tubuh. Meningkatkan fagositosis karena terjadi peningkatan jumlah limfosit total dan
sebagai aktivitas pembunuh sel alami. Penyebab vasodilatasi dikarenakan panax

15

ginseng dapat meningkatkan sintesis nitrat oksida dalam endotelium paru-paru, jantung,
dan ginjal dan dalam corpus cavernosum. Panax ginseng memiliki aktivitas
antisterilitas

dengan

meningkatkan

jumlah

sperma

dan

motilitas

sehingga

meningkatkan kesuburan pria. dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan


produksi antibody.
II.7.3 Indikasi

Meningkatkan stamina tubuh

Stimulansia dan supressi SSP

Meningkatkan gairah seksual

II.7.4 Adverse Drug Reaction

Insomnia

Hipertensi

Edema

II.8 GINKGO BILOBA


Nama Umum tanaman ini adalah Maidenhair (Pleasant Grove, 1996). Bagian Tanaman
yang Digunakan: Daun digunakan sebagai obat dalam fitoterapi negara Barat, tapi benih
atau bakal biji juga digunakan baik untuk memasak maupun obat-obatan di banyak negara
(Stuart, 2005).
II.8.1 Senyawa Aktif:
Glikosida flavonoid, diterpene (termasuk

senyawa terpene yang disebut

ginkgolides), bioflavones, quercitin, kaempferol isorhamnetine, proanthocyanidins,


sitosterol, lakton, antosianin (Pleasant Grove, 1996).
16

II.8.2 Farmakologi
Flavoglycosides yang terkandung di dalam ginkgo adalah senyawa yang paling
aktif dan telah menunjukkan kemampuan farmakologis. Senyawa ini merupakan agen
radikal bebas dan berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa-senyawa flavonoid tersebut
termasuk quercitin, kaempferol dan isorhamnetine. Terpene yang terkandung dalam
ginkgo meliputi ginkgolides dan bilobalides yang dapat mengurangi peradangan dengan
menghambat PAF (Platelet Activating Factor) dalam darah. Tindakan ini membantu
untuk meningkatkan sirkulasi. PAF memainkan peran dalam penyakit seperti
aterosklerosis, asma, serangan jantung dan stroke (Pleasant Grove, 1996). Penyakitpenyakit ini merupakan penyakit yang biasa diderita oleh golongan geriatri atau lansia
(lanjut usia), yaitu penyakit-penyakit degeneratif.
Kandungan Vitamin dan Mineral: Ginkgo kaya akan bioflavonoid sebagai
antioksidan yang efektif (Pleasant Grove, 1996). Aktivitas antioksidan ini tentu sangat
efektif untuk membantu dalam terapi pemeliharaan penyakit-penyakit degeneratif pada
lansia yang juga bisa disebabkan oleh radikal bebas. Karakter tanaman ini sebagai
Astringent, adaptogen, antioksidan, antiseptik, circulatory stimulant, vasodilator dan
tonik (Pleasant Grove, 1996).

II.8.3 Fungsi dan Kegunaan Klinis


Studi klinis menunjukkan penggunaan standar ekstrak ginkgo dalam pengobatan
sirkulasi darah yang buruk, impotensi, penyakit jantung, penyakit mata, tinnitus,
insufisiensi serebral kronis, kehilangan memori jangka pendek, trauma otak, depresi,
demensia, dan kondisi yang berhubungan dengan senility. Aplikasi klinis ginkgo yang
utama telah digunakan dalam pengobatan penyakit pembuluh darah perifer seperti
insufisiensi serebral (Rouse, 1998).
Gejala pada orang tua yang dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis
insufisiensi serebral meliputi: kesulitan konsentrasi dan memori; kesulitas berpikir;
kebingungan; kekurangan energi; kelelahan, suasana hati depresi, kecemasan, pusing,
tinnitus, dan sakit kepala. Jika gejala ini mulai muncul terutama sering terjadi pada usia
lanjut, maka penggunaan ginkgo sangat direkomendasikan. Gejala ini telah dikaitkan
dengan gangguan sirkulasi serebral dan mungkin merupakan indikasi awal demensia.
17

Sementara kerugian dan/atau kerusakan substansi otak hampir tidak dapat


dikompensasikan pada pasien lansia dengan demensia berat, ada kemungkinan
kompensasi bagi mereka yang hanya menderita demensia ringan sampai sedang. Ini
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan/atau menunda
hilangnya independensi dan perlunya waktu perawatan penuh selama mungkin (Rouse,
1998).
Efek terapi ginkgo menunjukkan efek sinergis pada komponen-komponennya
daripada satu komponen aktif biologis. Senyawa yang paling penting adalah flavonoid
(ginkgo flavon glikosida) dan terpenoid (ginkgolides dan bilobalide). Hampir semua
penelitian klinis yang yang dilakukan pada Ginkgo biloba dalam 15 tahun terakhir telah
dimanfaatkan sebagai ekstrak standar tertentu dikembangkan di Jerman yang
mengandung 24% ginkgo flavon glikosida dan 6% terpenoid, dengan dosis 40 mg tiga
kali sehari. Namun, beberapa studi telah menggunakan dosis sedikit lebih tinggi dari 80
mg tiga kali sehari. Pengobatan harus selama 4-6 minggu sebelum efek positif dapat
diharapkan (Rouse, 1998).
II.8.4 Dosis dan Rekomendasi Penggunaan
Ginkgo harus dikonsumsi dalam dosis normal 40-80 mg tiga kali sehari terbukti
efektif dan jika memungkinkan, pada waktu yang sama setiap hari. Namun, ekstrak
harus
diberikan selama minimal 6-8 minggu (sebaiknya 3-4 bulan) sebelum mengevaluasi
efektivitas. Dosis penggunaan parenteral dari Ginkgo berkisar dari 50 sampai 100 mg
setiap hari, meskipun sediaan intravena tidak tersedia di negara ini. Meskipun injeksi
Gingko terkadang telah digunakan, konsumsi tablet atau kapsul oral adalah terapi
efektif untuk tujuan pemeliharaan memori, suasana hati, atau fungsi fisiologis lainnya
(Anonim, 1998; Fleming, 1998; Pleasant Grove, 1996).
II.8.5 Ginkgo dan Efek terhadap Otak pada Geriatri
Fungsi otak memerlukan sejumlah besar energi dalam bentuk pasokan konstan
glukosa dan oksigen. Dalam demensia karena degenerasi dengan hilangnya neuron dan
gangguan neurotransmisi pada geriatri, penurunan fungsi intelektual terkait dengan
gangguan dalam pasokan oksigen dan glukosa. Pelepasan radikal bebas dan peroksidasi
lipid dapat terjadi pada keadaan ini dengan konsekuensi berbahaya. Karena sel otak
mengandung persentase yang tinggi dari asam lemak tak jenuh dalam membran, sel
18

sangat rentan terhadap kerusakan radikal bebas. Oksidasi asam lemak tak jenuh dalam
membran menyebabkan penurunan fluiditas membran dan gangguan struktur membran
dan fungsi. Kerusakan sel ini mungkin menjadi mekanisme utama decline. Fungsional
yang berkaitan dengan usia, sel otak juga sangat rentan terhadap hipoksia. Dengan
demikian, sirkulasi berkurang ke otak memicu reaksi berantai yang mengganggu fungsi
membran dan produksi energi dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Rouse, 1998).
Berbagai senyawa yang ditemukan dalam ginkgo dapat memainkan peran
pelindung dalam berbagai tahap penurunan fungsi intelektual melalui beberapa
mekanisme aksi: aktivitas vasoregulating arteri, kapiler, dan vena (peningkatan aliran
darah); antagonis Platelet Activating Factor (PAF), homeostasis peradangan dan stres
oksidatif , pencegahan kerusakan membran sel yang disebabkan oleh radikal bebas, dan
modulasi neurotransmisi (Rouse, 1998).
Peningkatan Aliran Darah Cerebral
Aktivitas ekstrak ginkgo dalam mempromosikan aliran darah otak telah
dibuktikan dalam beberapa studi farmakologis pada hewan dan manusia. Studi
ini telah menunjukkan bahwa ekstrak ginkgo meningkatkan aktivitas
vasoregulasi, menurunkan kekentalan darah, dan mengantagonis Platelet
Activating Factor (PAF), sehingga meningkatkan aliran darah. Selain itu, ginkgo
telah terbukti mencegah gangguan metabolisme dalam model eksperimental
suplai darah tidak mencukupi untuk otak, dengan meningkatkan pemanfaatan
oksigen dan meningkatkan suplai glukosa, sehingga memulihkan produksi
energi, serta mengurangi pembentukan species oksigen reaktif (Rouse, 1998).
Senyawa Antioksidan
Mekanisme kerja dari ginkgo dalam sistem saraf pusat ini hanya dipahami
secara parsial, tetapi efek utama tampaknya berhubungan dengan agen
antioksidan. Senyawa dalam ginkgo bertindak untuk berbagai derajat untuk
radikal bebas, yang telah dianggap sebagai mediator peroksidasi lipid yang
berlebihan, penurunan fluiditas membran, dan kerusakan sel pada penyakit
Alzheimer yang biasa terjadi pada geriatri. Efek farmakologis dari ekstrak
meliputi penghambatan peroksidasi lipid, membantu untuk mempertahankan
integritas dan permeabilitas dinding sel, dan perlindungan neuron otak terhadap
stres oksidatif dan cedera pasca-iskemik disebabkan oleh produksi radikal bebas
(Rouse, 1998).
Efek pada Jaringan Neuronal
19

Banyak penelitian in vitro, terutama pada tikus, telah dilakukan untuk


menetapkan fungsi ginkgo pada jaringan saraf dan menentukan aktivitas pada
berbagai situs reseptor. Pengobatan berkepanjangan dengan ekstrak ginkgo
berkorelasi dengan peningkatan kepadatan cerebral muscarinic dan reseptor
serotonin dan thyrotropin-releasing hormone receptor. Penghambatan otak
peroksidasi lipid dapat menjelaskan efek restoratif ginkgo pada penurunan
berhubungan dengan usia lanjut pada kepadatan reseptor yang berbeda sistem
neurotransmitter.

Selain

itu,

ekstrak

telah

terbukti

digunakan

untuk

meningkatkan sintesis asetilkolin, meningkatkan omset norepinephrine, dan


dapat mempengaruhi neuron dopaminergik (Rouse, 1998).
II.8.6 Interaksi
Meskipun beberapa penulis menyebutkan bahwa sediaan ginkgo berpotensi
mengganggu
obat antikanker tertentu, peneliti lain telah menemukan bahwa ginkgo
tampaknya tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada aktivitas CYP.
Literatur ilmiah tentang interaksi ramuan obat biasanya memperingatkan bahwa
ginkgo dapat meningkatkan efek antikoagulan warfarin. Namun sebuah uji
klinis placebo-controlled double-blind menggunakan Coenzyme Q-10 pada ginkgo
dan warfarin telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi
antara komponen ginkgo dan warfarin.
Sebuah kasus tunggal hyphema spontan dikaitkan dengan konsumsi bersamaan
aspirin dan ginkgo, namun, uji coba terkontrol menyelidiki kemungkinan interaksi
antara aspirin dan ginkgo gagal menghasilkan efek negatif.
Kasus fatal pendarahan otak yang berhubungan dengan interaksi antara ibuprofen dan
Ginkgo telah dilaporkan.
Ekstrak Ginkgo (EGB 761) meningkatkan aktivitas antitrombotik dari tiklopidin pada
hewan percobaan.
Satu kasus interaksi antara diuretik thiazide dan ginkgo telah dilaporkan, yang
mungkin menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, sediaan ginkgo telah
disuntikkan, yang merupakan cara yang tidak biasa pada pemberian ramuan ini.

20

Hindari penggunaan bersama dengan sejumlah terapi herbal lain yang secara teoritis
dapat mengganggu pembekuan darah, seperti bawang putih, dong quai (Chinese
Angelica) atau jahe.
Dalam penelitian dengan tikus, EGB 761 standar ekstrak dianggap memfasilitasi
pengembangan ototoksisitas amikasin. Meskipun efek dari kombinasi ini pada
manusia

adalah

telah

diketahui,

hasil

dari

penelitian

ini

memberikan

memperingatkan terhadap penggunaan bersamaan dengan aminoglikosida, khusus


amikasin, bersama dengan EGB 761, tanpa pengawasan medis (Stuart, 2005).
II.8.7 Toksisitas dan Keamanan
Ginkgo yang diekstrak dari daun pohon ginkgo dianggap tidak beracun dan
hampir tanpa efek samping. Dalam uji toksisitas, diketahui LD 50 ekstrak ginkgo adalah
15,3 g/kg, tanpa terdeteksi mutagenesitas (Anonim, 1998). Hal ini aman digunakan
dengan suplemen lain tanpa interaksi dan tidak terdapat laporan toksisitas, termasuk
pada populasi geriatri (Pleasant Grove, 1996)
II.8.8 Efek Samping, Efek yang Tidak Diinginkan, dan Kontraindikasi
Ginkgo ditoleransi dengan kejadian efek samping yang langka termasuk pada
golongan geriatri. Dalam kasus yang jarang terjadi, beberapa kejadian nyeri lambung,
sakit kepala, dan ruam kulit telah terjadi, yang mungkin menunjukkan bahwa individu
alergi terhadap ginkgo. Bubur buah ginkgo dapat menghasilkan dermatitis kontak parah
dan reaksi alergi lainnya seperti eritema, edema, gatal-gatal, dan gangguan
gastrointestinal. Ekstrak daun ginkgo biasanya satu-satunya bentuk yang tersedia dan
sangat aman. Ginkgo kontraindikasi pada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap
ginkgo, meskipun risiko kesehatan dan efek samping utama setelah pemberian yang
tepat belum dipelajari. Reaksi hipersensitif mungkin termasuk kejang dan kram, atonia
dan adynamia (Murray, 1995; Pleasant Grove, 1996).

II.9 HYPERICUM PERFORATUM


II.9.1 Monografi Hypericum perforatum L.
penggunaannya sebagai obat, terutama sebagai 'tonik saraf' dan untuk pengobatan
gangguan saraf.St John's wortmerupakan tanaman herba perenial yang berasal dari Eropa dan
Asia. Nama St John's wort dapat berasal dari bunga yang mekar di akhir bulan Juni sekitar
21

hari St john (24 Juni). Produk herbal yang mengandung St John's wort merupakan salah satu
sediaan herbal paling laris di negara maju pada beberapa tahun belakangan ini. Herba
keringnya (terutama terdiri atas kelopak berbunga, termasuk daun, kuncup yang belum
mekar, dan bunga) merupakan bagian tanaman yang banyak digunakan sebagai obat.
II.9.2 Kandungan Kimia
Awalnya, hiperisin (senyawa naftodiantron) dianggap sebagai kandungan
antidepresan St john's wort, meskipun hasil eksperimen dan klinis membuktikan bahwa
hiperforin (floroglusinol terprenilasi) merupakan kandungan utama yang diperlukan
untuk aktivitas antidepresan (Gambar.1). St John's wort juga mengandung kandungan
biologi aktif lainya, seperti flavonoid. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan kandungan lain yang menyebabkan efek antidepresan.
II.9.3 Efek Farmakologis dan Khasiat Klinis
Hasil penelitian biokimia dan farmakologis menyatakan bahwa ekstrak St John's
wort menghambat
ambilan
sinaptosomal
neurotrans-miter,
serotonin
(5hidroksitriptamin, 5-HT), dopamin dan noradrenalin (norepinefrin), dan GABA.
Penelitian yang melibatkan sejumlah kecil sukarelawan pria sehat menunjukkan bahwa
ekstrak St John's wort mungkin memiliki efek aktivitas dopaminergik dan efek terhadap
kortisol, yang dapat memengaruhi konsentrasi neurotransmiter tertentu. Penelitian in
vitro sebelumnya menyatakan bahwa St John's wort menghambat monoamin oksidase,
meskipun penenlitian lainnya tidak membuktikan hal tersebut.
Penelitian eksperimental dengan model hewan depresi memberikan bukti yang
mendukung efek antidepresan St John's wort. Bukti dari uji acak berkendali
menunjukkan bahwa sediaan ekstrak St John's wort lebih efektif dari pada plasebo, dan
kemungkinan seefektif antidepresan konvensional dalam mengobati depresi ringan
hingga sedang. Umumnya, diperlukan pengobatan beberapa minggu sebelum terlihat
adanya perbaikan yang nyata. Meskipun demikian, St John's wort tidak dianjurkan atau
tidak sesuai untuk pengobatan depresi berat. Efek ekstrak St John's wort juga telah
diteliti pada penelitian pendahuluan dengan individu yang mengalami gangguan afektif
musiman dan sindrom pramenstruasi, dan pada pasien dengan gejala psikogenik yang
menyerupai gejala penyakit fisik (lihat American Herbal Pharmacopeia and
Therapeutic Compendium 1997, Barnes et al 2001).
II.9.2.4 Toksisitas
Ekstrak St John's wort yang telah distandarisasi umumnya ditoleransi baik jika
digunakan pada dosis anjuran selama 12 minggu. Efek merugikan yang dilaporkan
biasanya ringan, antara lain gejala gastrointestinal, pening, kebingungan dan kelelahan ,
serta, yang jarang terjadi, fotosensitivitas (karena kandungan hiperisin). Meskipun
demikian, uji klinis St John's wortmenunjukkan profil keamanan jangka-singkat yang
lebih baik dibandingkan beberapa antidepresan konvensional. Muncul kekhawatiran
mengenai interaksi antara sediaan St John's wort dan obat resep tertentu, seperti
antikonvulsan, siklos-porin, digoksin, inhibitor HIV protease, kontrasepsi oral, inhibitor
ambilan kembali serotonin yang selektif, teofilin, triptan dan warfarin. Pasien yang
mengonsumsi obat-obat ini harus berhenti menggunakan St John's wortdan pergi
kedokter (kecuali untuk kontrasepsi oral) karena mungkin diperlukan penyesuaian dosis
22

obat resep tersebut.St John's wort tidak boleh digunakan selama kehamilan dan
menyusui.

BAB III
PEMBAHASAN
23

Obat herbal mempunyai beberapa indikasi pada penyakit gastrointestinal, flu dan
batuk, penyakit liver, gangguan tidur, terapi suportif, mencegah penyakit generatif, penyakit
reproduksi pada wanita, penyakit prostat, penyakit ginjal dan saluran urinaria, gangguan
sirkulasi darah dan penyakit penurunan aktivitas mental. Indikasi sebagai terapi tambahan
hanya digunakan pada penyakit menular, penyakit berat dan pengobatan emergency.
Indikasi dari obat herbal, banyak yang bisa dimanfaatkan. Namun tetap harus
memperhatikan ADRs mungkin akan terjadi. ADR dapat menyebabkan kesakitan bahkan
kematian. Suatu pengaruh atau dampak negatif disebut sebagai efek samping ketika hal itu
timbul sebagai efek sekunder dari efek terapi utamanya. Jika efek itu muncul sebagai hasil
dari dosis atau prosedur yang tidak tepat maka disebut sebagai kesalahan medis. Informasi
keamanan dari obat tradisional masih kurang jika dibandingkan dengan obat-obatan
konvensional ( Praskah, 2010 ).
Adverse drug obat herbal bisa dihindari jika cara pemakaian benar dan sudah diuji
praklinik dan uji klinik, seperti tahap yang dilakukan pada obat konvensional. Untuk
menghindari ADR pada obat herbal Badan POM mendorong uji khasiat dan keamanan
sebelum obat herbal dapat izin edar.
Berikut ini daftar tanaman tumbuhan yang dilarang digunakan sebagai Obat Bahan Alam
menurut BPOM

24

25

BAB IV
KESIMPULAN

1. Penggunaan Obat herbal sebagai terapi alternatif dari pengobatan modern mulai telah banyak
digunakan.

2. Indikasi dari obat herbal, banyak yang bisa dimanfaatkan. Namun tetap harus
memperhatikan ADRs mungkin akan terjadi
3. Adverse drug obat herbal bisa dihindari jika cara pemakaian benar dan sudah diuji
praklinik dan uji klinik, seperti tahap yang dilakukan pada obat konvensional

26

REFERENSI :

Charles S.G., Vivienne N. et al., 2006, Reporting Adverse Drug Reactions A Guide
for Health Care Proffesionals, BMA Board of science ISBN: 1 905545 07 X

Praskah Y.G. et al, 2010, Herbal Medicinean Overview of Adverse Reactions and
Interaction with Food and Drugs, International Journal of Phytopharmacology ISSN

0975-9328; 1(2); 53-56.


Monograph Angelica sinensis. Alternative Medicine Review 2004: 9(4):429-433
WHO Monographs on Selected Medicinal Plants - Volume 2. (2004; 358 pages
www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/natural/936.html
Mariyono HH, Suryana K. Adverse drug reaction. Jurnal Penyakit Dalam, vol 9

nomor 2, Mei 2008.


Dewoto HR. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Maj

Kedokt Indon, vol 57 nomor 7, Juli 2007.


Farmakologi dan terapi ed V. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI, 2007.
BPOM RI. Info POM vol 12 nomor 3, Mei-Juni 2011.
Anonim. 1998. Monograph: Ginkgo. Alternative Medicine Review. Vol. 3 (1). P. 54-

57.
Fleming T, et al. 1998. PDR for Herbal Medicines. Montvale, NJ: Medical

Economics, Inc. P. 871-873.


Murray, M.T. 1995. Ginkgo biloba. In: Healing Power of Herbs. 2nd ed. Rocklin, CA:

Prima Publishing. P. 143-161.


Pleasant Grove. 1996. Ginkgo Biloba, The Extraordinary Herb thar Boosts

Circulation and Enhances Bain Function. New York: Woodland Publishing.


Rouse, J. 1998. Ginkgo biloba: Mind, Mood, and Memory. Journal of Applied
Nutritional Science, Vol. 6, No.7.

27

28

Anda mungkin juga menyukai