Anda di halaman 1dari 7

B.

Landasan Teori
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikelpartikel zat padat didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi
sebagai

pembentukan

partikel

padat

dalam

uap,

seperti

dalam

pembentukan salju sebagai pembekuan (Solidification) didalam lelehan


cair. Pada prinsipnya kristalisasi terbentuk melalui dua tahap yaitu,
nukleasi atau pembentukan inti Kristal dan pertumbuhan Kristal. Factor
pendorong untuk laju nukleasi dan laju pertumbuhan Kristal ialah
supersaturasi.

Baik

nukleasi

maupun

pertumbuhan

tidak

dapat

berlangsung didalam larutan jenuh atau tak jenuh. Inti Kristal dapat
terbentuk dari berbagai jenis partikel, molekul, atom atau ion. Karena
adanya gerakan dari partikel-partikel tersebut, beberapa partikel mungkin
membentuk suatu gerombol atau klaster, klaster yang cukup banyak
membentuk embrio pada kondisi leat jenuh yang tinggi embrio tersebut
membentuk inti Kristal (Pinalia, 2011).
Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan
yang efisien. Pada umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk
pemisahan dan pemurnian. Adapun sasaran dari proses kristalisasi adalah
menghasilkan produk kristal yang mempunyai kualitas seperti yang
diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga
parameter

berikut

yaitu

distribusi

ukuran

kristal

(Crystal

Size

Distribution, CSD), kemurnian kristal (Crystal purity) dan bentuk Kristal.


Pada proses kristalisasi kristal dapat diperoleh dari lelehan (Melt
crystallization) atau larutan (Crystallization from solution). Dari kedua
proses ini yang paling banyak dijumpai di industri adalah kristalisasi dari
larutan (Setyopratomo, 2003).
Pada kristalisasi bahan pengikat pengotor yang ditambahkan
bervariasi konsentrasinya. Penambahan dilakukan secara bertetes-tetes
hingga

tidak

terbentuk

endapan. Pemurnian

ini

diharapkan dapat

mengurangi kadar air yang terkandung dalam garam hasil pemurnian


sehingga

garam

tidak

mudah

mencair.

Pada

tahap

kristalisasi

menggunakan bahan pengikat pengotor yaitu larutan Na 2C2O4, Na2CO3 dan


NaHCO3. Bahan-bahan ini ditambahkan untuk mengikat pengotor yang

ada pada garam dapur sesuai hasil analisis zat-zat pengotor garam dapur
yang telah dilakukan sebelumnya. Pengotor ion Fe3+ akan membentuk
senyawa Fe(OH)3 sedangkan pengotor dari Mg2+ dan Ca2+ akan
membentuk senyawa MgCO3 dan CaCO3. Semua senyawa yang terbentuk
tersebut

akan

mengendap

sehingga

dapat

dipisahkan

dengan

penyaringan biasa (Triastuti, 2010).


Jenis pelarut berperan penting pada proses kristalisasi karena
pelarutan merupakan faktor penting pada proses kristalisasi. Kelarutan
suatu komponen dalam pelarut ditentukan oleh polaritas masing-masing.
Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan
melarutkan senyawa non polar. Diduga ada sedikit perbedaan polaritas
dari komponen-komponen yang ada dalam fraksi tidak tersabunkan
DALMS, termasuk perbedaan polaritas tokoferol dan tokotrienol serta
masing-masing isomernya. Oleh karena itu, penentuan jenis pelarut yang
tepat penting dilakukan pada pembuatan konsentrat vitamin E. Pada
proses

kristalisasi,

pelarut

mempengaruhi

kecepatan

nukleasi

dan

morfologi Kristal (Ahmadi, 2010).


Pada tahap sublimasi masalah tingginya konsumsi energy pada
pengeringan beku tersebut dipecahkan dengan penerapan pemanasan
terbalik,

yaitu

meningkatkan
dilakukan

merambatkan
laju

pada

berkonduksi

perpindahan

penelitian

melalui

panas

panas.

adalah

lapisan

melalui

beku

lapisan

Pemanasan

dengan
bahan

harapan
yang

beku

untuk

terbalik

yang

panas

akan

mempunyai

nilai

konduktifitas panas lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bahan


kering brongga, sehingga waktu yang dibutuhkan akan lebih cepat
(Siregar, dkk., 2006).
Berdasarkan pelarut yang digunakan metode rekristalisasi terbagi
menjadi dua yaitu rekristalisasi dengan pelarut tunggal dan rekristalisasi
dengan

multi

pelarut.

Sedangkan

berdasarkan

tekniknya,

metode

rekristalisasi dibagi menjadi tiga yaitu rekristalisasi dengan penyaringan


panas,

rekristalisasi

dengan

nukleasi

spontan

dan

rekristalisasi

menggunakan seeding dari filtrat. Meski sedikit masih dimungkinkan


senyawa pengotor terikut dalam Kristal. Pelakasanaan proses pemurnian

ini yang berulang-ulang akan mengakibatkan hilangnya sejumlah Kristal


karena terbatasnya kelarutan senyawa yang akan dimurnikan. Pada
dasarnya

peristiwa

rekristalisasi

berhubungan

dengan

reaksi

pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase


padat keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat
terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan (Pinalia, 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Kgs., 2010, Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan Konsentrat Vitamin
E Dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit : Kajian Jenis Pelarut, Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 11 No. 1.

Pinalia, A., 2011, Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat Untuk Meningkatkan
Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP), Majalah Sains dan Teknologi
Dirgantara, Vol. 6 No. 2.
Pinalia, A., 2011, Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem Pendinginan
Terkontrol Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat, Majalah Teknologi
Dirgantara, Vol. 9 No. 2.
Setyopratomo, P., dkk., 2003, Studi Eksperimental Permurnian Garam NaCl Dengan
Cara Rekristalisasi, Unitas, Vol. 11 No. 2.
Siregar, K., dkk., 2006, Pengeringan Beku Dengan Metode Pembekuan Vakum Dan
Lempeng Sentuh Dengan Pemanasan Terbalik Pada Proses Sublimasi
Untuk Daging Buah Durian, Buletin Agricultural Engineering BEARING, Vol.
2 No. 1.
Triastuti, A., dkk., 2010. Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air
Tua Dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4 NaHCO3 Dan Na2C2O4
Na2CO3. Vol. 8 No. 1.
Diposkan oleh Asman Sadino di Friday, May 02, 2014

1.1 Latar Belakang


Sebagai Mahasiswa pendidikan kimia, sering kali kita melihat di laboratorum, bahkan
dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat beberapa zat tidak murni. cara memurnikan
zat tersebut bisa digunakan berbagai cara, jika zat tersebut merupkan zat cair dapat dilakukan
dengan metode destlasi, adapun jika zat tersebut merupakan padatan, maka tekhnik
pemisahan yang dilakukan adalah dengan metode kristalisasi, namun jika zat padat tersebut
mudah menguap, maka pemurniannya dilakukan dengan metode sublimasi. Sebagai contoh
dari pemisahan kristalisasi pada kehidupan sehari-hari misalnya pada proses pengkristalan
garam dari air laut.
Teknik kristalisasi merupakan proses melarutnya zat padat tidak murni dalam pelarut
panas, yang dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk membiarka zat tersebut
mengkristal. kristalisasi ini didassarkan pada dua prinsip, yaitu:
1. Adanya perbedaan kelarutan zat-za padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni
maupun daam pelarut campuran.
2. suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dalam pelarut dingin.
Sesuai dengan prinsip tersebut hal yang dapat menentukan keberhasilan pada
kristalisasi adalah memilih perat yang tepat. Dimana pelarut tersebut sukar melarutkan
senyawa pada suhu kamar, teapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.
Dalam laboratorium, banyak sekali zat padat yang dapat larut dengan baik pada
keadaan panas namun sukar melarut pada keadaan dingin. misalnya asam benzoat,
C6H5COOH. Adapula zat yang dapat mudah menguap seperti naftalein. Untuk itu, pada
pemurnian Asam benzoat ini kami melakukannya dengan metode kristalisasi, sedangkan pada
pemurnian naftalein, kami melakukaan pemurniannya dengan sublimasi
1.2 Tujuan Percobaan
1. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan metode rekristalisasi.
2. Memurnikan naftalen dengan metode sublimasi.

BAB II
DASAR TEORI
A. Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses melarutkan zat padat tidak murni dalam pelarut panas, yang
dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal.
Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair yang sangat penting dalam industri,

karena dapat menghasilkan kemurnian produk hingga 100% (Zulfikar, 2011). Prinsip
pemisahaan atau pemurnian dengan teknik ini didasarkan pada:
1. Adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni
atau dalam pelarut campuran.
2. Suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin
Sesuai dengan prinsip dan teknik kristalisasi tersebut, hal yang menentukan keberhasilannya
adalah memilih pelarut yang tepat. Pelarut yang tepat adalah pelarut yang sukar melarutkan
senyawa pada suhu kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.
Secara umum, rekristalisasi dilakukan sesuai dengan tahapan berikut ini:

Apabila larutan yang akan dikristalkan ternyata berwarna, padahal zat padatnya tak
berwarna, maka ke dalam larutan panas sebelum disaring ditambahkan norit (arang halus)
atau arang aktif. Tidak semua zat warna dapat diserap arang dengan baik. Zat warna yang
tidak terserap ini akan tetap tinggal dalam induk lindi tetapi akan hilang pada waktu
pencucian dan penyaringan. Penggunaan norit ini tidak boleh diulang apabila larutannya
masih berwarna. Penggunaan norit jangan berlebihan sebab bisa menyerap senyawanya (staf
pengajar kimia organic, 2012:11)
Larutan harus dalam keadaan jenuh karena jika larutan telah mencapai derajat saturasi
tertentu, maka di dalam larutan akan terbentuk zat padat kristaline. Oleh sebab itu derajat
supersaturasi larutan merupakan faktor terpenting dalam mengontrol operasi kristalisasi.
Adapun cara mencapai supersaturasi adalah:
a.

Pendinginan
Yaitu mendinginkan larutan yang akan dikristalka sampai keadaan supersaturasi dimana
konsentrasi larutan lebih besar dari konsentrasi larutan jenuh pada suhu tersebut.

b. Penguapan Solvent
Larutan disiapkan dalam evaporator untuk dipekatkan, lalu dikristalkan dengan pendingn.
Cara ini digunakan untuk zat yang mempunyai kurva kelarutan agak dalam.

c.

Evaporasi Adiabatis
Larutan dalam keadaan panas bila dimasukan ke dalam ruang vacuum, maka terjadi
penguapan dengan sendirinya, sebab tekanan totalnya menjadi lebih rendah dari tekanan uap
solvent pada suhu itu. Penguapan dan turunya suhu disertai kristalisasi.

d. Penambahan zat lain yang dapat menurunkan kelarutan zat yang akan dikristalisasi, misalnya
larutan NaOH ditambah gliserol, maka kelarutan NaOH menjadi turun dan larutan NaOH
mudah diendapkan
Kekuatan melarutkan suatu pelarut, pada umumnya bertambah dengan bertambahnya
titik didih. Umpamanya etanol dapat melarutkan dua kali lebih banyak dari pada metanol.
Kadang-kadang diperlukan pasangan/campuran pelarut. Dua pelarut yang dapat bercampur
satu sama lain, dengan kemampuan melarutkan yang berbeda, adalah pasangan pelarut yang
sangat berguna. Di bawah ini diberikan beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan:
metanol-air, etanol-air, asam asetat-air, aseton-air, eteraseton, eter-metanol, eterpetroleum eter, benzen-ligroin, metilkhlorida - metanol
B. Sublimasi
Sublimasi diartikan sebagai peristiwa yang melibatkan proses perubahan wujud zat
dari keadaan padat langsung ke keadaan gas atau proses sebaliknya. Padatan yang diperoleh
melalui proses sublimasi disebut sublimat. Jadi zat yang dimurnikan dengan cara sublimasi
adalah zat yang volatile (mudah menguap), sebagai contohnya adalah naftalen.
Naftalena (C10H8) merupakan senyawa murni pertama yang diperoleh dari fiksasi
didih lebih tinggi dari batu bara. Naftalen mudah di isolasi karena senyawa ini menyublim
dari gas sebagai padatan Kristal tak bewarna yang indah, dengan titik leleh 800C. naftalen
merupakan molekul planar dengan dua cincin benzene yang berfusi (bergabung).

Anda mungkin juga menyukai