A. Pendahuluan
Ibnu Sina nama lengkapnya adalah Abu Ali Husein Ibn Abdillah Ibn Sina,
atau disebut juga dengan nama Syaikh al-Rais Abu Ali al-Husein bin Abdullah
Ibnu Sina, dan Negara-negara barat namanya lebih dikenal dengan sebutan
Avicena. Ia dilahirkan di Persia pada bulan Syafar 370 H/980 M. Namun orang
Turki, Persia dan Arab mengklaim Ibnu Sina sebagai bangsanya. Hal ini
dikarenakan ibunya berkebangsaan Turki, sedangkan ayahnya peranakan Arab.
Tentang keahlian Ibnu Sina ada pendapat yang mengatakan sejak kecil ia
telah banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang ada dizamannya seperti fisika,
matematika, kedokteran dan hukum. Sewaktu berusia 17 tahun, ia sudah dikenal
sebagai dokter, dan atas panggilan istana ia pernah mengobati pangeran Nuh Ibn
Mansyur sehingga pangeran tersebut pulih kembali kesehatannya. Setelah orang
tuanya meninggal, ia pindah ke Jurjani, suatu kota didekat laut Kaspia, dan
disanalah ia mulai menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran
yang
Tanbihat, suatu kitab ilmu hikmah yang mengandung kata-kata mutiara dari
berbagai ahli fakir yang ditulis dalam bahasa yang padat dan indah.
Ibnu sina adalah filosof muslim yang telah membangun system filsafat
yang lengkap dan terperinci, suatu system yang telah mendominasi tradisi filsafat
muslim selama beberapa abad, meskipun ada serangan-serangan dari al-Ghazali.
Pengaruh ini terwujud, bukan hanya karena ia memiliki system, tetapi karena
system yang ia miliki itu menampakkan keasliannya, yang menunjukan jenis jiwa
yang jenius dalam menemukan metode-metode dan alasan-alasan yang diperlukan
untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual
hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam system keagamaan Islam.
Keaslian yang membuat dirinya unik tidak saja terjadi dalam Islam, tetapi juga
terjadi di Abad Pertengahan, karena disana terjadi pula perumusan kembali teologi
Katolik Roma yang dilakukan oleh Albert Yang Agung, dan terutama oleh Thomas
Aquinas yang secara mendasar terpengaruh oleh Ibnu Sina.
Karakteristik paling dasar dari pemikiran Ibnu Sina adalah pencapaian
defenisi dengan metode pemisahan dan pembedaan konsep-konsep secara tegas
dan keras. Hal ini memberikan kehalusan yang luar biasa terhadap pemikiranpemikirannya.Tatanan itu sering memberikan kompleksitas skolastik yang kuat
dan susunan yang sulit dalam penalaran filsafatnya, sehingga mengusik
temperamen modern, tetapi dapat dipastikan, bahwa tatacara ini jugalah yang
diperoleh dalam hampir seluruh doktrin asli para filosof kita. Tata cara ini
memungkinkannya untuk merumuskan kembali prinsif-prinsifnya yang sangat
umum dan mendasar bahwa pada setiap konsep yang jelas dan berbeda, harus
terdapat distinction in re, yaitu suatu prinsif yang pada akhirnya Descartes juga
menggunakannya sebagai dasar bagi tesisnya tentang dualisme akal tubuh.
Keberhasilan dan pentingnya prinsif analisis ini didalam system Ibnu Sina, sangat
menarik perhatian, ia mengemukakan secara berulang ulang pada setiap
kesempatan, dalam pembuktian-pembuktiannya tentang dualisme tubuh dan akal.
B. Ahli Filsafat
Popularitasnya tentang falsafah melampuai batas-batas tanah airnya dan
dunia Islam seluruhnya, dan menjangkau jauh kepada beberapa abad sesuadah
meninggalnya. Baik di timur maupun di barat namanya tetap menjadi buah b ibir
bermilliun manusia, terutama daikalangan para sarjana dan terpelajar. Buku-buku
karangannya diterjemahkan didalam berbagai bahasa di dunia, dan dipelajari di
Universitas-Universitas sebagai mata pelajaran pokok.
Dari semua filosof-filosof Islam yang terkenal di dunia barat dalam zaman
pertengahan yang paling menonjol ketinggian inteleknya ada dua, yaitu Ibnu Sina
dan Ibnu Rusyd. Dari buah karangan Ibnu Sina itu, orang barat mengenal
Aristoteles. Demikian pula dari karangan Ibnu Rusyd yang telah menterjemahkan
fikiran Aristoteles. Seluruh ensiklopedi dari Aristoteles telah diterjemahkan dari
bahasa Arab dengan komentar-komentar filosof Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu
rusyd, Al-Gazali dan lain-lain.
Dengan mengemukakan betapa besar pengaruh falsafah Ibnu Sina, baik di
Timur maupun di Barat, baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen
(terutama Khatolik), dan kemudian berbagai pendapat tentang corak khusus bagi
falsafahnya yaitu Avicinnisme. Ibnu Sina mengajarkan tentang Tuhan, adalah
absolut, Zat yang awal, Maha Sempurna Ilmu (Intelligence), yang telah
menjadikan intelligence yang kedua ( yaitu yang pertama dari tingkat yang
kedua), dan dari sini terjadinya intelligen-intelligen yang lain, dari timbulnya
active intellect yanga ada pada dunia manusia tingkat terakhir. Dari tiap
bahagiannya secara bergiliran berjalan jiwa dan badan dari seseorang dalam alam
falak, yang semenjak demikian menjalankan geraknya.
Didalam alam di bawah bulan, berkembanglah dengan active intellect
segala tumbuh-tumbuhan, hewan dan jiwa rasional manusia, dan dari yang
terakhir ini bisa munculnya intellect dan immoral. Dari segala keterangan diatas,
ternyata bahwa Ibnu Sina bukanlah hanya mentaati pendapat Aristoteles saja,
tetapi pula dia mengambil pendapat dari Neo Platonist yang berasal dari Plotinus.
Michael Mamura dalam Encyclopedia of Philosophy mengemukakan
tentang falsafah Yunani yang diambil Ibnu sina. Ibnu Sina telah menempa suatu
sistem falsafah yang lengkap, yang didalam bahagian besar dia berhutang kepada
Aristoteles. Tetapi sistemnya itu tidak bisa secara tepat dianamakan aliran
Aristotle. Baik dalam epistemologi (asas pengetahuan) ataupun dalam metafisika,
dia menerima diktrin Neo Platonic, yang dirumuskannya menurut caranya sendiri.
Pengaruh-pengaruh Yunani anatara lain : Plato dalam falsafah politik, Galen
dalam psikologi, Stoics dalam ilmu logika. Tapi yang paling dekat lagi adalah
pengaruh teologi dan falsafah Islam. Betapa besarnya pengaruh agama Islam
terhadap aliran yang didirikannya. Tentang hal inilah dunia kristen merasa curiga
terhadap Ibnu Sina karena ia selalu mengakhiri tiap-tiap tafsirnya dengan
pendapatnya sendiri.
C. Doktrin Tentang Wujud
Doktrin Ibnu Sina tentang Wujud, sebagaimana filosof Muslim terdahulu,
misalnya al-Farabi, bersifast emanasionistis. Dari Tuhanlah, Kemaujudan Yang
Mesti, mengalir intelegensia pertama, karena hanya dari yang tunggal, yang
mutlak sesuatu dapat mewujud. Tetapi sifat intelegensi pertama itu tidak
selamanya mutlak satu, karena ia bukan ada dengan sendirinya, ia hanya mungkin,
dan kemungkinannya itu diwujudkan oleh Tuhan. Berkat kedua sifat itu, yang
sejak saat itu melingkupi seluruh ciptaan di dunia, intelegensia pertama
memunculkan dua kemaujudan yaitu : (1) intelegensi kedua melalui kebaikan ego
tertinggi dari adanya aktualitas, dan (2) lingkungan pertama dan tertinggi
berdasarkan segi terendah dari adanya, kemungkinan alamiahnya.
Perarakan intelegensi immaterial dari Wujud Tertinggi dengan cara
pemancaran dimaksudkan untuk menambah sesuai dengan pendapat yang diilhami
oleh Teori Pemancaran Neo-Platonik pendapat yang lemah dan tak dapat
dipertahankan tentang Tuhan dari Aristoteles yang mengatakan bahwa tidak ada
terusan dari Tuhan Yang Esa, kepada dunia, yang banyak. Menurut filosofi
Muslim, meskipun Tuhan tinggal di dalam diri-Nya sendiri dan jauh tinggi diatas
dunia yang diciptakan, tetapi terdapat hubungan perantara antara kekekalan dan
keniscayaan yang mutlak dari Tuhan.
Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal, secara mutlak;
sedang segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Karena
ketunggalannya, maka apakah Tuhan itu ? dan kenyataan ia ada, bukanlah dua
unsur dalam satu wujud tetapi satu unsur atomic dalam wujud yang tunggal.
Tentang apakah Tuhan itu, hakikat Dia, adalah identik dengan eksistensi-Nya. Hal
ini bukan merupakan kejadian bagi wujud lainnya, karena tidak ada kejadian lain
yang eksistensinya identik dengan esensinya, dengan kata lain, misalnya seorang
Eskimo yang tidak pernah melihat gajah, ia tergolong salah seorang yang
berdasarkan kenyataan itu sendiri mengetahui bahwa gajah itu ada. Demikian
halnya adanya Tuhan adalah suatu keniscayaan, sedang adanya sesuatu yang lain
hanya mungkin dan diturunkan dari adanya Tuhan, dan dugaan bahwa Tuhan itu
tidak ada mengnadung kontradiksi, karena dengan demikian yang lain pun juga
tidak akan ada. Argumentasi kosmologis yang didasarkan pada doktrin Aristoteles
tentang sebab pertama, akan sia-sia dalam
membuktikan
adanya Tuhan.
tidak akan mencapai eksistensi sesuatu secara nyata. Ini adalah batu ujian yang
dihadapi oleh seluruh kerangka Aristoteles yang membahas tentang wujud yang
terancam oleh kehancuran.
Ibnu Sina berkeyakinan bahwa hanya dari bentuk dan materi saja anda
tidak akan pernah mendapatkan eksistensi yang nyata, tetapi hanya kualitaskualitas esensial kebetulan. Ia telah menganalisis dalam kesempatan yang
panjang, hubungan antara bentuk dan materi dalam as-Syifa, dimana ia
menyimpulkan bahwa bentuk dan materi itu bergantung kepada Tuhan, dan lebih
jauh lagi eksistensi yang tersusun juga tidak bias hanya disebabkan oleh bentuk
dan materi saja, tetapi harus terdapat sesuatu yang lain. Akhirnya ia menjelaskan
kepada kita bahwa segala sesuatu kecuali Yang Esa, yang esensi-Nya Tunggal
dan maujud memperoleh eksistensinya dari sesuatu yang lain didalam dirinya
sendiri, ia layak untuk mendapatkan ketidakadaan yang mutlak. Oleh karena itu
dapatlah dibayangkan bahwa eksistensi sesungguhnya bukanlah bentuk benda,
tetapi ia lebih merupakan hubungan dengan Tuhan. Bila anda memandang benda
dalam kaitannya dengan adanya perantara Tuhan yang mengadakan, maka benda
itu ada, dan benda itu ada karena keniscayaan. Tapi bila keluar dari hubungannya
dengan Tuhan, maka adanya sesuatu itu hilanglah pengertian dan maknanya.
Inilah aspek hubungan yang ditunjukan oleh Ibnu Sina dengan istilah kejadian
dan mengatakan bahwa eksistensi itu adalah suatu kejadian.
Istlah kejadian menurut Ibnu Sina memiliki pengertian filosofis lain yang
tidak ortodok. Ia menyangkut hubungan suatu kemaujudan nyata dengan esensi
atau bentuik tertentunya, yang juga Ibnu Sina menyebutnya kejadian.
Penggunanaan istilah kejadian adalah sangat menyeluruh dalam filsafat Ibnu
Sina, karena itu tanpa mengetahui artinya secara benar, orang akan salah tafsir
terhadap doktrin-doktrin dasarnya. Sekarang, bila dua konsep dapat dibedakan
secara jelas, maka keduanya itu harus menunjukkan dua ontologis yang berbeda.
Bila kedua konsep semacam itu bersama-sama mewujud dalam sesuatu, Ibn Sina
menggambarkan hubungan timbale balik keduanya itu sebagai kejadian, yaitu
mereka menjadi bersama, meskipun masing-masing mewujud secara terpisah,
sebagai contoh, antara esensi dan kemaujudan, antara universalitas dan esensi.
Menurut Ibnu Sina, esensi maujud dalam pikiran Tuhan (dan dalam
pikiran-pikiran intelegensi-intelegensi aktif) sebelum hal-hal yang ada itu maujud
didalam dunia lahiriah, dan mereka juga ada dalam pikiran kita setelah mereka itu
maujud. Tetapi dua tingkat keberadaan esensi ini sangat berbeda. Dan dalam
perbedaan itu tidak hanya karena adanya pengertian bahwa yang satu bersifat
kreatif, sedang lainnya bersifat imitative. Tetapi sesungguhnya, esensi itu tidak
universal dan tidak pula khas, tetapi hanyalah esensi. Kemudian ia menyatakan
kekhasan dan universalitas adalah kejadian yang terjadi pada esensi.
Universalitas terdapat padanya hanya didalam pikiran-pikiran kita, dan Ibnu Sina
mengambil pandangan fungsional secara keras tentang yang universal ; pikiran
kita mengabstraksi yang universal dan konsep-konsep yang umum, dimana hal itu
dapat merangkum keragaman yang tak terbatas dari dunia ini secara ilmiah, yaitu
dengan menghubungkan bangunan mental yang identik dengan sejumlah obyek.
Didunia lahiriah, esensi tidak maujud, kecuali dalam pengertian metephorik,
artinya dalam pengertian bahwa obyek-obyek itu membiarkan dirinya untuk
dianggap identik.
D. Hubungan Jiwa-Raga
Ibnu Sina menekankan eratnya hubungan antara jiwa dan raga sehingga
dapat mempengaruhi akal. Sudah barang tentu semua perbuatan-perbuatan dan
keadaan-keadaan psikofisik lainnya memiliki kedua aspek tersebut, yaitu mental
dan fisik. Filsafat Ibn Sina di ilhami oleh pemikiran neo-Platonis dan dipengaruhi
oleh kegemaran spritual metafisiknya sendiri, dimensi baru ini tidak lagi sematamata sebuah dimensi. Segi materi dari alam terliputi oleh segi mental dan
spritualnya, walau sebagai seorang medis, ia gemar mempertahankan pentingnya
keadaan fisik, terutama yang berkenan dengan karakter emosi dan kata hati.
Sungguh seperti yang kita lihat, seni medisnya membantu dirinya untuk menjajaki
sejauh mana pengaruh mental atas keadaan-keadaan tubuh.
Pada taraf yang paling lazim pengaruh fikiran atas tubuh tampak tak
dipaksakan:kapanpun pikiran ingin menggerakkan tubuh, maka tubuh akan
menaatinya. Misalnya pengaruh emosi dan kemauan. Ibnu Sina mengatakan,
sugesti.
menunjukkan
Ia
mempergunakan
pertimbangan-pertimbangan
ini
untuk
kenabian. Ibnu Sina menjelaskan gejala-gejala seperti sihir, sugesti dan hipnosis
adalah bentuk pengaruh pikiran terhadap tubuh yang dianggap gaib. Sifat-sifat
gaib dinisbahkan kepada obyek-obyek seperti hewan, logam dan sebagainya, yang
dengan melalui ahli sihir atau ahli hipnotis dapat mempengaruhi secara gaib.
Namun satu-satunya prinsif yang dikemukan Ibnu Sina adalah merujukkan
kemanjuran kepada keadaan khusus dari pikiran itu sendiri. Ini berlandaskan
kepada anggapan dasar bahwa memang sudah kodratya pikiran mempengaruhi
materi dan materi menaati pikiran. Ini dikarenakan jiwa berasal dari prinsif-prinsif
tertentu yang lebih tinggi yang membungkus materi dengan yang terkadung
didalamnya, sehingga bentuk-bentuk ini benar-benar merupakan materi. Jika
prinsif-prinsif ini dapat memberi kualitas-kualitas, tanpa perlu ada kontak fisik,
tindakan atau pengaruh. Bentuk yang ada pada jiwa adalah sebab dari apa yang
terjadi pada materi.
E. Teori Pengetahuan
Sesuai dengan tradisi Yunani yang universal, Ibnu Sina memberikan
seluruh pengetahuan sebagai sejenis abstraksi untuk memahami bentuk sesuatu
10
11
memerlukan
konsep
temporal,
tetapi
tujuannya
jelas
menyiratkan
12
madrasah yang dikelola secara tradisional, Ibn Sina dipelajari sebagai filosof
Islam terbesar. Ini karena tidak ada filosof penggantinya yang orisinalitas serta
ketajaman yang setara dengannya yang menghasilkan sistem yang mengikuti
jejaknya. Ibn Rusyd misalnya tidak merumuskan pemikirannya secara sistematis,
ia memilih untuk menulis ulasan-ulasan tentang karya-karya Aristoteles. Karena
ulasan-ulasannya yang ilmiah dan ketajamannya yang begitu hebat, sehingga
berpengaruh luar biasa terhadap barat pada abad pertengahan. Berbeda dengan
Ibnu Sina yang telah berfilsafat dengan fikirannya secara sistematis dan banyak
diterima oleh segenap ahli pikir pada masa itu.
Karya-karya Ibnu sina diterjemahkan kedalam bahasa Latin di Spanyol
pada abad ke 6 H/12 M. Pengaruh pemikirannya di Barat telah mendalam dan
terbentang luas. Pengaruh Ibn Sina di Barat mulai merembes secara nyata sejak
pemerintahan Albert Yang agung, Santo dan guru termashur St. Thomas Aquinas.
Metafisika dan teologi Aquinas sendiri tak dapat dimengerti tanpa pemahaman
dari teori Ibnu Sina. Namun pengaruh Ibnu Sina tidak terbatas pada Aquinas saja
tetapi juga pada masa Dominikan atau bahkan pada para teolog Barat resmi.
Penerjemah
karya
De Anima,
Gundisalvus
sebagian
besar
merupakan
pengambilan doktrin-doktrin Ibnu Sina. Demikian juga dengan para filosof dan
ilmuwan abad pertengahn memberikan kesaksian tentang pengaruh Ibnu Sina
yang abadi itu.
Betapa besarnya pengaruh Falsafah Ibnu Sina, baik di Timur maupun di
Barat, baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen (terutama Kristen
Katolik), dan kemudian berbagai pendapat
tentang
yang
sangat umum disebut dengan Avicinnsm yaitu aliran Ibnu Sina. Namun tidak
ada salahnya memakai Falsafah Timur akan tetapi sangat luas pengertiannya
13
meliputi falsafah India, Cina dan sebagainya yang sangat berjauhan dan tidak ada
hubungan sama sekali dengan Ibnu Sina.
H. Ilmu Kedokteran
Pada usia 16 tahun, mulailah ia mengelana ke dunia ilmu pengetahuan,
yang pertama kali ia dalami adalah ilmu kedokteran. Hampir semua buku-buku
kedokteran yang ada pada waktu itu ia baca tanpa mengalami kesulitan berarti
dalam mencernanya. Kemudian bidang metafisika ia perdalam juga sehingga ia
ahli dalam ilmu fisika.Tentang ketekunanan belajarnya yang luar biasa dapat
diketahui dari kisahnya
14
Sejumlah besar karangan Ibnu Sina juga telah diterjemahkan dalam bahasa
Latin
15
Majdud di Rayy, Amir Syamsul Maali dri Thabaristan, Sultan Syamsul Daula
dari Hamadhan, serta Sultan Alaud Daula dari Isfahan.
Ibnu Sina dianggap sebagai dokter yang serba ahli dalam segala macama
pengobatan, baik dengan memakai secara barat sekarang (sebagai dokter) ataupun
secara timur dahulu (sebagai tabib), baik dengan pengobatan lahir (pakai resep)
maupun dengan pengobatan batin (dengan mantera-mantera). Sebab itu dia
diagungkan disegala penjuru dunia oleh segala golongan, di Eropa diakui sebagai
dokter yang pintar dan di timur diakui sebagai tabib yang mahir. Rangkap dua
pengobatan yang dilakukan Ibnu Sina yaitu cara dokter dan cara tabib
mengingatkan kita dengan cara pengobatan Cina saat ini, semua rumah sakit
mempunyai dua juru obat dengan memakai cara masing-masing yaitu dokter
dengan resepnya dan sinsei dengan cara tusuk jarumnya. Dunia mengenal akan
pengobatan ala Cina yang bernama Acupunctur yaitu penusukan jarum pada
pembuluh-pembuluh darah, yang berjumlah 360 buah diseluruh badan manusia.
I. Buku Karangan Ibnu Sina
Walaupun Ibnu Sina terkenal orang yang sangat sibuk dengan tugas
pekerjaannya sehari-hari, yang hampir memborong seluruh waktunya, perlawatan
yang sering dilakukannya, belum lagi peperangan yang sering terjadi, tetapi dia
terkenal seorang yang sangat produktif. Buku-buku karangannya melipiti hampir
seluruh cabang ilmu pengetahuan, dengan memakai bahasa yang mudah
dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat pembaca. Ibnu Sina adalah seorang
pujangga dan pengarang yang paling mengagumkan. Setiap waktu yang terluang,
senantiasa digunakannya untuk membaca dan mengarang. Kalau tidak ada waktu
yang senggang pada siang hari , maka seluruh malam dipergunakannya untuk
mengarang sehingga dia tak sempat tidur. Siang hari ia pergunakan untuk
menjalankan tugas pemerintahan, malam hari digunakannya untuk mengajar dan
mengarang.
Sebagai seorang Negarawan, Dokter, Guru Besar selalu ia sediakan waktu
untuk membaca dan mengarang. Jika ia berada dalam perjalanan, maka segala
kertas dan buku dibawanya, dan kalau berhenti disuatu tempat maka dia mulai
16
berfikir dan terus mengarang. Digambarkan oleh muridnya Jaujani, sewaktu Ibnu
Sina menulis buku As-Syifa, setiap hari Ibnu Sina menulis dengan tangannya
sendiri tidak kurang dari 50 halaman kertas.
Jumlah karangan Ibnu Sina yang telah mulai mengarang buku ketika
berusia 21 tahun sampai dengan akhir hayatnya berjumlah 276 buah. Ini adalah
laporan Fater dari Dominican di Cairo yang telah menyelidiki sedalam-dalamnya
dan menghimpun hasil penyelidikannya itu kedalam sebuah buku yang diberi
judul Essai de Bibliographie Avicenna yang memuat nama-nama dari segala
buku dan risalah yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina.
Buku-buku karangan Ibnu Sina itu antara lain :
1. Al-Majmu
Buku tersebut memuat himpunan berbagai ilmu pengetahuan umum, mulai dari
ilmu falsafah sampai kepada ilmu psikology dan metafisika.
2. Al-Birru Wal Istmu
Memuat tentang ilmu ethika (akhlak untuk mengetahui perbuatan-perbuatan
kebajikan dan perbuatan dosa). Buku tersebut terdiri dari 2 jilid.
3. Al-Hashil Wal Mashul
Memuat ilmu-ilmu Islam, seperti Ilmu Hukum Fiqh, Ilmu Tafsir Al-quran dan
Ilmu Tasauf. Buku ini terdiri dari 20 jilid.
4. Al-Qanun Fit Thib
Buku ini lebih dikenal dengan nama Canon terdiri dari 5 jilid, memuat
sebanyak 1 juta perkataan. Buku ini dianggap sebagai kitab sucinya ilmu
Kedokteran, menguasai dunia pengobatan Eropa selama 5 abad.
5. Al-Urjuzah Fit Thib
Buku ini memuat syair-syair tentang kedokteran. Pertama kali disebarkan
menurut teks aslinya berbahasa Arab dengan terjemahannya dalam bahasa
Latin dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.
6. Al-Adwiyah al Qalbiyah
Buku ini memuat petunjuk pengobatan penyakit jantung.
7. Al-Qaulandj
17
Buku ini memuat tentang penyakit dalam pada bahagian perut. Penyakit ini
pernah diobatinya dengan berhasil baik terhadap seorang pembesar Islam,
akan tetapi penyakit ini pulalah yang menyerangnya hingga ia meninggal
dunia.
8. Majmuah Ibnu Sina
Buku ini berisi berbagai cara pengobatan secara tabib, nujum, pekasih,
pembungkem mulut para hakim, dan sebagainya. Naskah buku ini sekarang
tersimpan di perpustakaan Alamiyah di Cairo dekat Universitas al Azhar.
9. As-Syifa
Buku ini berisi tentang penemuan dan penyembuhan. Terdiri dari 18 jilid.
Naskah aslinya tersimpan di Oxford University London. Memuat logika,
fisika, matematika, kedokteran yang berhubungan dengan penemuan teori dan
penyembuhan penyakit.
10. Hikmah al Masyriqiyyin
Buku ini adalah buku filsafat yang menggambarkan filsafat timur yang
berbeda dengan filsafat barat. Menurut Ibnu Sina Falsafah barat sangat
mengandalkan Rasionalistic sedangkan Falsafah Timur mengandalkan selain
ratio juga suara wahyu dari Tuhan.
11. Dansh Namihi Alaii
Artinya adalah Buku falsafah untuk Allah. Buku tersebut ditulisnya untuk
Amir Alauddin dari Isfahan, yang ditulis Ibnu Sina dalam bahasa Persi yang
Indah.
12. Kitabul Inshaf
Buku tentang keinsafan.
13. Kitabul Hudud
Buku tentang kesimpulan-kesimpulan. Dengan buku ini Ibnu Sina
menegaskan istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang dipakainya di
dalam ilmu falsafah.
14. Al-Isyaratu Wattambihaat
18
19
J. Kesimpulan
Ibnu Sina adalah seorang ahli multi kompleks di dalam berbagai Ilmu
Pengetahuan. Karena serba lengkap keahliannya itu, orang menamakannya
ensiklopedi hidup yang melengkapi segala ilmu. Sebut saja keahliannya;
sebagai dokter, negarawan, filosof, pengarang, politikus, dan banyak lagi yang
lain.
Keahliannya dalam ilmu kedokteran dikagumi di seluruh dunia, baik
mengenai prakteknya apalagi dilapangan teori yang tetap hidup berabad-abad
lamanya. Dia diakui sebagai dokter kaliber Internasional, yang ajarannya dianut
lebih dari 5 abad lamanya oleh ahli kedoteran barat khususnya, melebihi lamanya
dari para Dokter kaliber Internasional yang mendahuluinya, seperti Galenius dan
Hipocrates dari Yunani.
Pantas kita tauladani meskipun Ibnu Sina orang yang sangat sibuk dengan
pekerjaannya sehari-hari baik sebagai dokter, Guru Besar, politikus, negarawan, ia
selalau menyediakan waktu untuk membaca dan mengarang. Jika ia berada dalam
perjalanan, maka segala kertas dan buku dibawanya, dan kalau berhenti disuatu
tempat maka dia mulai berfikir dan terus mengarang. Digambarkan oleh muridnya
Jaujani, sewaktu Ibnu Sina menulis buku As-Syifa, setiap hari Ibnu Sina
menulis dengan tangannya sendiri tidak kurang dari 50 halaman kertas.
Ibnu Sina adalah orang yang paling produktif dalam mengarang buku. Ia
telah mulai mengarang buku ketika berusia 21 tahun sampai dengan akhir
hayatnya. Jumlah karangannya para ahli berbeda pendapat, namun yang paling
20
dipercaya berjumlah 276 buah. Ini adalah laporan Fater dari Dominican di Cairo
yang
telah
menyelidiki
sedalam-dalamnya
dan
menghimpun
hasil
21
DAFTAR PUSTAKA
22
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari,
K AR N E D I
NIM : 049538
23
DAFTAR ISI
Kata Pengantar------------------------------------------------------------------------
Daftar Isi--------------------------------------------------------------------------------
ii
A. Pendahuluan------------------------------------------------------------------------
B. Ahli Filsafat--------------------------------------------------------------------------
E. Teori Pengetahuan-----------------------------------------------------------------
11
13
H. Ilmu Kedokteran------------------------------------------------------------------
14
I. Buku Karangannya---------------------------------------------------------------- 16
J. Kesimpulan-------------------------------------------------------------------------- 20
Daftar Pustaka-------------------------------------------------------------------------- 22
24
IBNU
S I N A
Makalah Pribadi
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Akademik Perkuliahan : FILSAFAT ILMU
Oleh :
K AR N E D I
NIM : 049538
2004
25