Anda di halaman 1dari 25

IBNU SINA

A. Pendahuluan
Ibnu Sina nama lengkapnya adalah Abu Ali Husein Ibn Abdillah Ibn Sina,
atau disebut juga dengan nama Syaikh al-Rais Abu Ali al-Husein bin Abdullah
Ibnu Sina, dan Negara-negara barat namanya lebih dikenal dengan sebutan
Avicena. Ia dilahirkan di Persia pada bulan Syafar 370 H/980 M. Namun orang
Turki, Persia dan Arab mengklaim Ibnu Sina sebagai bangsanya. Hal ini
dikarenakan ibunya berkebangsaan Turki, sedangkan ayahnya peranakan Arab.
Tentang keahlian Ibnu Sina ada pendapat yang mengatakan sejak kecil ia
telah banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang ada dizamannya seperti fisika,
matematika, kedokteran dan hukum. Sewaktu berusia 17 tahun, ia sudah dikenal
sebagai dokter, dan atas panggilan istana ia pernah mengobati pangeran Nuh Ibn
Mansyur sehingga pangeran tersebut pulih kembali kesehatannya. Setelah orang
tuanya meninggal, ia pindah ke Jurjani, suatu kota didekat laut Kaspia, dan
disanalah ia mulai menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran

yang

kemudian dikenal dengan nama al-Qanun fi-al-Thib. Selanjutnya ia pindah ke


Ray, suatu kota disebelah Teheran dan bekerja untuk Ratu Sayyadah dan anaknya,
Maj al-Daulah. Kemudian Sultan Syam al-Daulah yang berkuasa atas Hamdan
(bagian barat Iran) mengangkat Ibn Sina menjadi menterinya.
Diantara Filosof Islam, Ibnu Sinalah yang paling banyak menulis buku
ilmiah, mulai dari soal yang pokok sampai kepada soal-soal yang bersifat cabang.
Diantara bukunya yang terkenal ialah al-Syifa yang berisi filsafat dan terdiri atas
empat bagian yaitu; logika, fisika, matematika dan metafisika. Kitab ini terdiri
dari delapan belas jilid tebal. Selanjutnya ia menulis kitab al-Qanun fi al-Thib.
Buku ini sangat tebal dan terdiri dari lima bagian yang terdiri dari ilmu
kedokteran, cara-cara pengobatan yang dilakukan para dokter dahulu hingga
zamannya, mengenai ilmu astronomi, jenis-jenis penyakit, cara menjaga
kesehatan, penyakit menular yang terjadi lewat air dan debu, penyakit lever,
jantung, saraf dan serangan jantung. Karya beliau berikutnya adalah al-Najah
yang berisi ringkasan kitab al-Syifa, dan kemudian kitab al-Isyarat wa al-

Tanbihat, suatu kitab ilmu hikmah yang mengandung kata-kata mutiara dari
berbagai ahli fakir yang ditulis dalam bahasa yang padat dan indah.
Ibnu sina adalah filosof muslim yang telah membangun system filsafat
yang lengkap dan terperinci, suatu system yang telah mendominasi tradisi filsafat
muslim selama beberapa abad, meskipun ada serangan-serangan dari al-Ghazali.
Pengaruh ini terwujud, bukan hanya karena ia memiliki system, tetapi karena
system yang ia miliki itu menampakkan keasliannya, yang menunjukan jenis jiwa
yang jenius dalam menemukan metode-metode dan alasan-alasan yang diperlukan
untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual
hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam system keagamaan Islam.
Keaslian yang membuat dirinya unik tidak saja terjadi dalam Islam, tetapi juga
terjadi di Abad Pertengahan, karena disana terjadi pula perumusan kembali teologi
Katolik Roma yang dilakukan oleh Albert Yang Agung, dan terutama oleh Thomas
Aquinas yang secara mendasar terpengaruh oleh Ibnu Sina.
Karakteristik paling dasar dari pemikiran Ibnu Sina adalah pencapaian
defenisi dengan metode pemisahan dan pembedaan konsep-konsep secara tegas
dan keras. Hal ini memberikan kehalusan yang luar biasa terhadap pemikiranpemikirannya.Tatanan itu sering memberikan kompleksitas skolastik yang kuat
dan susunan yang sulit dalam penalaran filsafatnya, sehingga mengusik
temperamen modern, tetapi dapat dipastikan, bahwa tatacara ini jugalah yang
diperoleh dalam hampir seluruh doktrin asli para filosof kita. Tata cara ini
memungkinkannya untuk merumuskan kembali prinsif-prinsifnya yang sangat
umum dan mendasar bahwa pada setiap konsep yang jelas dan berbeda, harus
terdapat distinction in re, yaitu suatu prinsif yang pada akhirnya Descartes juga
menggunakannya sebagai dasar bagi tesisnya tentang dualisme akal tubuh.
Keberhasilan dan pentingnya prinsif analisis ini didalam system Ibnu Sina, sangat
menarik perhatian, ia mengemukakan secara berulang ulang pada setiap
kesempatan, dalam pembuktian-pembuktiannya tentang dualisme tubuh dan akal.
B. Ahli Filsafat
Popularitasnya tentang falsafah melampuai batas-batas tanah airnya dan
dunia Islam seluruhnya, dan menjangkau jauh kepada beberapa abad sesuadah

meninggalnya. Baik di timur maupun di barat namanya tetap menjadi buah b ibir
bermilliun manusia, terutama daikalangan para sarjana dan terpelajar. Buku-buku
karangannya diterjemahkan didalam berbagai bahasa di dunia, dan dipelajari di
Universitas-Universitas sebagai mata pelajaran pokok.
Dari semua filosof-filosof Islam yang terkenal di dunia barat dalam zaman
pertengahan yang paling menonjol ketinggian inteleknya ada dua, yaitu Ibnu Sina
dan Ibnu Rusyd. Dari buah karangan Ibnu Sina itu, orang barat mengenal
Aristoteles. Demikian pula dari karangan Ibnu Rusyd yang telah menterjemahkan
fikiran Aristoteles. Seluruh ensiklopedi dari Aristoteles telah diterjemahkan dari
bahasa Arab dengan komentar-komentar filosof Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu
rusyd, Al-Gazali dan lain-lain.
Dengan mengemukakan betapa besar pengaruh falsafah Ibnu Sina, baik di
Timur maupun di Barat, baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen
(terutama Khatolik), dan kemudian berbagai pendapat tentang corak khusus bagi
falsafahnya yaitu Avicinnisme. Ibnu Sina mengajarkan tentang Tuhan, adalah
absolut, Zat yang awal, Maha Sempurna Ilmu (Intelligence), yang telah
menjadikan intelligence yang kedua ( yaitu yang pertama dari tingkat yang
kedua), dan dari sini terjadinya intelligen-intelligen yang lain, dari timbulnya
active intellect yanga ada pada dunia manusia tingkat terakhir. Dari tiap
bahagiannya secara bergiliran berjalan jiwa dan badan dari seseorang dalam alam
falak, yang semenjak demikian menjalankan geraknya.
Didalam alam di bawah bulan, berkembanglah dengan active intellect
segala tumbuh-tumbuhan, hewan dan jiwa rasional manusia, dan dari yang
terakhir ini bisa munculnya intellect dan immoral. Dari segala keterangan diatas,
ternyata bahwa Ibnu Sina bukanlah hanya mentaati pendapat Aristoteles saja,
tetapi pula dia mengambil pendapat dari Neo Platonist yang berasal dari Plotinus.
Michael Mamura dalam Encyclopedia of Philosophy mengemukakan
tentang falsafah Yunani yang diambil Ibnu sina. Ibnu Sina telah menempa suatu
sistem falsafah yang lengkap, yang didalam bahagian besar dia berhutang kepada
Aristoteles. Tetapi sistemnya itu tidak bisa secara tepat dianamakan aliran
Aristotle. Baik dalam epistemologi (asas pengetahuan) ataupun dalam metafisika,

dia menerima diktrin Neo Platonic, yang dirumuskannya menurut caranya sendiri.
Pengaruh-pengaruh Yunani anatara lain : Plato dalam falsafah politik, Galen
dalam psikologi, Stoics dalam ilmu logika. Tapi yang paling dekat lagi adalah
pengaruh teologi dan falsafah Islam. Betapa besarnya pengaruh agama Islam
terhadap aliran yang didirikannya. Tentang hal inilah dunia kristen merasa curiga
terhadap Ibnu Sina karena ia selalu mengakhiri tiap-tiap tafsirnya dengan
pendapatnya sendiri.
C. Doktrin Tentang Wujud
Doktrin Ibnu Sina tentang Wujud, sebagaimana filosof Muslim terdahulu,
misalnya al-Farabi, bersifast emanasionistis. Dari Tuhanlah, Kemaujudan Yang
Mesti, mengalir intelegensia pertama, karena hanya dari yang tunggal, yang
mutlak sesuatu dapat mewujud. Tetapi sifat intelegensi pertama itu tidak
selamanya mutlak satu, karena ia bukan ada dengan sendirinya, ia hanya mungkin,
dan kemungkinannya itu diwujudkan oleh Tuhan. Berkat kedua sifat itu, yang
sejak saat itu melingkupi seluruh ciptaan di dunia, intelegensia pertama
memunculkan dua kemaujudan yaitu : (1) intelegensi kedua melalui kebaikan ego
tertinggi dari adanya aktualitas, dan (2) lingkungan pertama dan tertinggi
berdasarkan segi terendah dari adanya, kemungkinan alamiahnya.
Perarakan intelegensi immaterial dari Wujud Tertinggi dengan cara
pemancaran dimaksudkan untuk menambah sesuai dengan pendapat yang diilhami
oleh Teori Pemancaran Neo-Platonik pendapat yang lemah dan tak dapat
dipertahankan tentang Tuhan dari Aristoteles yang mengatakan bahwa tidak ada
terusan dari Tuhan Yang Esa, kepada dunia, yang banyak. Menurut filosofi
Muslim, meskipun Tuhan tinggal di dalam diri-Nya sendiri dan jauh tinggi diatas
dunia yang diciptakan, tetapi terdapat hubungan perantara antara kekekalan dan
keniscayaan yang mutlak dari Tuhan.
Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal, secara mutlak;
sedang segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Karena
ketunggalannya, maka apakah Tuhan itu ? dan kenyataan ia ada, bukanlah dua
unsur dalam satu wujud tetapi satu unsur atomic dalam wujud yang tunggal.

Tentang apakah Tuhan itu, hakikat Dia, adalah identik dengan eksistensi-Nya. Hal
ini bukan merupakan kejadian bagi wujud lainnya, karena tidak ada kejadian lain
yang eksistensinya identik dengan esensinya, dengan kata lain, misalnya seorang
Eskimo yang tidak pernah melihat gajah, ia tergolong salah seorang yang
berdasarkan kenyataan itu sendiri mengetahui bahwa gajah itu ada. Demikian
halnya adanya Tuhan adalah suatu keniscayaan, sedang adanya sesuatu yang lain
hanya mungkin dan diturunkan dari adanya Tuhan, dan dugaan bahwa Tuhan itu
tidak ada mengnadung kontradiksi, karena dengan demikian yang lain pun juga
tidak akan ada. Argumentasi kosmologis yang didasarkan pada doktrin Aristoteles
tentang sebab pertama, akan sia-sia dalam

membuktikan

adanya Tuhan.

Meskipun demikian Ibn Sina tidak memilih untuk membangun argumen


ontologis. Sesungguhnya menurut Ibnu Sina, Tuhan menciptakan sesuatu karena
adanya keperluan yang rasional. Dunia secara keseluruhan, ada bukan karena
kebetulan, tetapi diberikan oleh Tuhan, ia diperlukan, dan keperluan ini
diturunkan dari Tuhan. Inilah prinsif Ibnu Sina tentang eksistensi secara singkat.
Dari sudut pandang metafisik, teori itu berupaya melengkapi analisis
Aristoteles tentang suatu maujud menjadi dua elemen yang diperlukan, yaitu
bentuk dan materi. Menurut Aristoteles bentuk sesuatu adalah jumlah total dasar
dan kualitas-kualitas yang dapat diuniversalkan yang membentuk defenisinya;
materi setiap sesuatu memiliki kemampuan untuk menerima kualitas-kualitas
tersebut dan dengan bentuk itu maka terjadilah eksistensi individu. Tetapi terdapat
dua kesulitan besar dalam konsep ini dari sudut pandang eksistensi sesuatu yang
sebenarnya. Pertama, bentuk adalah universal, karena itu, tidak ada. Demikian
pula materi, sebagai wujud potensialitas murni, menjadi tidak ada, karena hal itu
mewujud hanya melalui bentuk. Kemudian, bagaimana sesuatu itu menjadi ada
dengan tidak adanya bentuk dan materi?. Kesulitan kedua timbul dari kenyataan
bahwa, meskipun Aristoteles secara umum berpendapat bahwa defenisi atau
esensi dari sesuatu adalah bentuknya, tetapi ia pada bagian penting lainnya, bahwa
materi juga termasuk dalam esensi sesuatu tersebut, dengan demikian, maka dapat
dikatakan bahwa kita hanya memiliki defenisi sebagian dari padanya. Kemudian
bila kita menganggap bentuk dan materi sebagai penyusun defenisi, maka kita

tidak akan mencapai eksistensi sesuatu secara nyata. Ini adalah batu ujian yang
dihadapi oleh seluruh kerangka Aristoteles yang membahas tentang wujud yang
terancam oleh kehancuran.
Ibnu Sina berkeyakinan bahwa hanya dari bentuk dan materi saja anda
tidak akan pernah mendapatkan eksistensi yang nyata, tetapi hanya kualitaskualitas esensial kebetulan. Ia telah menganalisis dalam kesempatan yang
panjang, hubungan antara bentuk dan materi dalam as-Syifa, dimana ia
menyimpulkan bahwa bentuk dan materi itu bergantung kepada Tuhan, dan lebih
jauh lagi eksistensi yang tersusun juga tidak bias hanya disebabkan oleh bentuk
dan materi saja, tetapi harus terdapat sesuatu yang lain. Akhirnya ia menjelaskan
kepada kita bahwa segala sesuatu kecuali Yang Esa, yang esensi-Nya Tunggal
dan maujud memperoleh eksistensinya dari sesuatu yang lain didalam dirinya
sendiri, ia layak untuk mendapatkan ketidakadaan yang mutlak. Oleh karena itu
dapatlah dibayangkan bahwa eksistensi sesungguhnya bukanlah bentuk benda,
tetapi ia lebih merupakan hubungan dengan Tuhan. Bila anda memandang benda
dalam kaitannya dengan adanya perantara Tuhan yang mengadakan, maka benda
itu ada, dan benda itu ada karena keniscayaan. Tapi bila keluar dari hubungannya
dengan Tuhan, maka adanya sesuatu itu hilanglah pengertian dan maknanya.
Inilah aspek hubungan yang ditunjukan oleh Ibnu Sina dengan istilah kejadian
dan mengatakan bahwa eksistensi itu adalah suatu kejadian.
Istlah kejadian menurut Ibnu Sina memiliki pengertian filosofis lain yang
tidak ortodok. Ia menyangkut hubungan suatu kemaujudan nyata dengan esensi
atau bentuik tertentunya, yang juga Ibnu Sina menyebutnya kejadian.
Penggunanaan istilah kejadian adalah sangat menyeluruh dalam filsafat Ibnu
Sina, karena itu tanpa mengetahui artinya secara benar, orang akan salah tafsir
terhadap doktrin-doktrin dasarnya. Sekarang, bila dua konsep dapat dibedakan
secara jelas, maka keduanya itu harus menunjukkan dua ontologis yang berbeda.
Bila kedua konsep semacam itu bersama-sama mewujud dalam sesuatu, Ibn Sina
menggambarkan hubungan timbale balik keduanya itu sebagai kejadian, yaitu
mereka menjadi bersama, meskipun masing-masing mewujud secara terpisah,
sebagai contoh, antara esensi dan kemaujudan, antara universalitas dan esensi.

Menurut Ibnu Sina, esensi maujud dalam pikiran Tuhan (dan dalam
pikiran-pikiran intelegensi-intelegensi aktif) sebelum hal-hal yang ada itu maujud
didalam dunia lahiriah, dan mereka juga ada dalam pikiran kita setelah mereka itu
maujud. Tetapi dua tingkat keberadaan esensi ini sangat berbeda. Dan dalam
perbedaan itu tidak hanya karena adanya pengertian bahwa yang satu bersifat
kreatif, sedang lainnya bersifat imitative. Tetapi sesungguhnya, esensi itu tidak
universal dan tidak pula khas, tetapi hanyalah esensi. Kemudian ia menyatakan
kekhasan dan universalitas adalah kejadian yang terjadi pada esensi.
Universalitas terdapat padanya hanya didalam pikiran-pikiran kita, dan Ibnu Sina
mengambil pandangan fungsional secara keras tentang yang universal ; pikiran
kita mengabstraksi yang universal dan konsep-konsep yang umum, dimana hal itu
dapat merangkum keragaman yang tak terbatas dari dunia ini secara ilmiah, yaitu
dengan menghubungkan bangunan mental yang identik dengan sejumlah obyek.
Didunia lahiriah, esensi tidak maujud, kecuali dalam pengertian metephorik,
artinya dalam pengertian bahwa obyek-obyek itu membiarkan dirinya untuk
dianggap identik.
D. Hubungan Jiwa-Raga
Ibnu Sina menekankan eratnya hubungan antara jiwa dan raga sehingga
dapat mempengaruhi akal. Sudah barang tentu semua perbuatan-perbuatan dan
keadaan-keadaan psikofisik lainnya memiliki kedua aspek tersebut, yaitu mental
dan fisik. Filsafat Ibn Sina di ilhami oleh pemikiran neo-Platonis dan dipengaruhi
oleh kegemaran spritual metafisiknya sendiri, dimensi baru ini tidak lagi sematamata sebuah dimensi. Segi materi dari alam terliputi oleh segi mental dan
spritualnya, walau sebagai seorang medis, ia gemar mempertahankan pentingnya
keadaan fisik, terutama yang berkenan dengan karakter emosi dan kata hati.
Sungguh seperti yang kita lihat, seni medisnya membantu dirinya untuk menjajaki
sejauh mana pengaruh mental atas keadaan-keadaan tubuh.
Pada taraf yang paling lazim pengaruh fikiran atas tubuh tampak tak
dipaksakan:kapanpun pikiran ingin menggerakkan tubuh, maka tubuh akan
menaatinya. Misalnya pengaruh emosi dan kemauan. Ibnu Sina mengatakan,

berdasarkan pengalaman medisnya, bahwa sebenarnya secara fisik orang-orang


yang sakit, hanya dengan kekuatan kemauannyalah, dapat menjadi sembuh, dan
begitu pula orang-orang yang sehat dapat menjadi benar-benar sakit bila
terpengaruh oleh pikirannya bahwa ia sakit. Demikian pula jika sepotong kayu
diletakkan melintang diatas jalan setapak, orang dapat berjalan diatasnya dengan
baik, tetapi jika kayu tersebut diletakan sebagai jembatan dan dibawahnya
terdapat jurang yang dalam, orang hampir tak dapat melintas diatasnya tanpa
benar-benar jatuh. Ini karena ia menggambarkan benar-benar kepada dirinya
tentang kemungkinan jatuh sedemikian rupa sehingga kekuatan alamiah tubuhnya
seperti yang digambarkannya itu.
Sebenarnya kalau jiwa cukup kuat, jiwa dapat menyembuhkan badan tanpa
sarana apapun. Dan disini Ibnu Sina menunjukkan bukti dari fenomena hipnosis
dan

sugesti.

menunjukkan

Ia

mempergunakan

pertimbangan-pertimbangan

ini

untuk

kemungkinan keajaiban-keajaiban yang merupakan masalah

kenabian. Ibnu Sina menjelaskan gejala-gejala seperti sihir, sugesti dan hipnosis
adalah bentuk pengaruh pikiran terhadap tubuh yang dianggap gaib. Sifat-sifat
gaib dinisbahkan kepada obyek-obyek seperti hewan, logam dan sebagainya, yang
dengan melalui ahli sihir atau ahli hipnotis dapat mempengaruhi secara gaib.
Namun satu-satunya prinsif yang dikemukan Ibnu Sina adalah merujukkan
kemanjuran kepada keadaan khusus dari pikiran itu sendiri. Ini berlandaskan
kepada anggapan dasar bahwa memang sudah kodratya pikiran mempengaruhi
materi dan materi menaati pikiran. Ini dikarenakan jiwa berasal dari prinsif-prinsif
tertentu yang lebih tinggi yang membungkus materi dengan yang terkadung
didalamnya, sehingga bentuk-bentuk ini benar-benar merupakan materi. Jika
prinsif-prinsif ini dapat memberi kualitas-kualitas, tanpa perlu ada kontak fisik,
tindakan atau pengaruh. Bentuk yang ada pada jiwa adalah sebab dari apa yang
terjadi pada materi.
E. Teori Pengetahuan
Sesuai dengan tradisi Yunani yang universal, Ibnu Sina memberikan
seluruh pengetahuan sebagai sejenis abstraksi untuk memahami bentuk sesuatu

yang diketahui. Penekanan utamanya yang sangat mungkin diuraikan olehnya


sendiri, adalah pada tingkat-tingkat daya abstraksi ini dalam pemahaman yang
berbeda-beda. Dengan demikian persepsi Indrawi memerlukan sekali kehadiran
materi untuk bisa memahami; imajinasi adalah bebas dari kehadiran materi yang
nyata, tetapi tak dapat memahami tanpa pelekatan-pelekatan dan kejadiankejadian materi yang memberikan ke khususannya kepada imajinasi, sedangkan
dalam akal sendiri bentuk murni dimengerti secara univesal.
Kunci utama doktrin Ibnu Sina tentang persepsi ialah pembedanya antara
persepsi internal dan eksternal. Persepsi internal adalah kerja panca indra ekternal.
Ibnu Sina membagi persepsi internal secara formal menjadi lima unsur,
kendatipun ia menunjukkan keraguan yang amat sangat terhadap obyek ini. Unsur
pertama adalah sensus communis yang merupakan tempat semua indra. Unsur
kedua adalah indra imajinatif yang merupkan indra yang melestarikan imaji-imaji
perseptual. Unsur ketiga adalah indra nalar yang merupakan tempat akal praktis.
Unsur keempat adalah wahm merupakan penyerap gerakgerik non bendawi seperi
kegunaan dan ketidakgunaan, cinta dan benci kepada obyek-obyek materi. Unsur
kelima adalah niat yang merupakan penyimpan ingatan dalam gagasan.
Doktrin wahm merupakan unsur yang paling asli dalam ajaran psikologi
Ibn Sina dan sangat dekat dengan apa yang oleh para psikolog modrn
digambarkan sebagai Respon Saraf subyek terhadap respon tertentu. Imajinasi
dan persepsi hanya menyatakan kepada kita tentang kualitas-kualitas perseptual
dari sesuatu, ukurannya, warnannya, bentuknya dan sebagainya. Respon saraf ini
bekerja pada taraf yang berbeda-beda. Pada taraf pertama, respon ini bersifat
instingtif murni seperti seorang ibu yang secara naluriah merasa cinta dan sayang
kepada bayinya. Hal ini terjadi tanpa pengalaman sebelumnya dan menjadi
semacam ilham alamiah mendarah daging dalam jasad organismenya. Respon
kedua bekerja pada taraf empiris semu seperti seseorang yang secara irasional
mengasosiasikan warna kuning madu dengan warna dan rasa pahit empedu, tidak
mau minum madu, hal ini menunjukkan gejala-gejala rasa seperti empedu. Jadi
penilaian perseptualnya terkadang bisa keliru.

Doktrin tentang akal, Ibnu Sina membedakan antara akal potensial


didalam diri manusia dan akal aktif diluar diri manusia. Karena pengaruh serta
petunjuknya akal potensial berkembang dan menjadi matang. Pada dasarnya yang
menjadi masalah adalah asal kesadaran manusia dan hal ini dijelaskan
berdasarkan anggapan tentang akal transenden supra manusiawi yang bila akal
manusia siap menerimanya maka akan dianugerahkan pengetahuan kepada akal
manusia. Menurut Ibnu Sina bahwa akal potensial pada manusia adalah unsur
yang tak dapat dibagi-bagi, tidak bersifat materi, dan tak dapat dirusak, sekalipun
akal ini dibangkitkan pada waktu tertentu dan sebagai sesuatu yang bersifat
pribadi bagi setiap individu. Hal ini mengandung konsekwensi keagamaan, karena
menurut al-Farabi hanya orang-orang yang berakal majulah yang dapat bertahan
hidup sedangkan yang lainnya sirna dalam kematian untuk selama-lamanya,
sedangkan menurut Ibnu Sina malah mempertahankan kekekalan jiwa manusia.
Asal muasal pengetahuan itu bersifast misterius dan melibatkan intuisi
pada tiap tahapannya, tidaklah sedemikian benar untuk mengatakan saya
mengetahuinya sebagai pengakuan. Segala penguasaan atas pengetahuan
menurut Ibnu Sina memiliki kualitas menyerupai doa. Diperlukan upaya dari
manusianya, responnya merupakan tindakan Tuhan atau akal aktif. Sesungguhnya
kita sering tak sadar akan apa yang ingin kita ketahui, apalagi mengetahuinya.
Sebuah teori pengetahuan yang tak dapat memperhatikan kebenaran yang
mendasar ini, bukan saja salah melainkan juga menghina Tuhan. Pengetahuan
yang diperoleh manusia adalah sedikit demi sedikit dan sambung-menyambung,
tidak sekali gus seluruhnya. Pengetahuan pada umunya siap menerima. Memang
benar ada orang yang siap menerima dalam arti biasa, yaitu dalam arti bahwa
mereka tidak menemukan sesuatu apapun, terlebih sesuatu yang baru dan asli,
mereka hanya mempelajari garis-garis besarnya, sedangkan yang lain ada
menemukan hal-hal yang baru. Hal ini karena dikalangan pemikir pada umumnya
gagasan-gagasan datang dan pergi secara bergantian, dan oleh karenanya
penguasaan mereka tentang realitas tidaklah menyeluruh. Itulah sebabnya Ibnu
Sina menolak doktrin umum Yunani dan terutama yang baru tentang identitas
mutlak dari subyek dan obyek dalam kerja akal, karena menurut pendapatnya,

10

dalam hal kesadaran yang normal, yang didalamnya terdapat kesilihbergantian


gagasan, jika pikiran identik dengan sebuah obyek lainnya. Pikiran manusia yang
berfikir secara aktif kata Ibnu Sina, ibarat sebuah cermin yang kepadanya ada
serangkaian gagasan yang direfleksikan dari akal aktif. Ini tidak berarti bahwa
kenaran yang pernah dicapai, karena sudah keluar pikiran harus dipelajari
kembali secara keseluruhannya apabila hal itu diingat. Dengan pencapaian kata
terdahulu kita dapat menghubungkan akal aktif dan untuk mengingat, kita hanya
tinggal menggunakan keahlian atau kemampuan itu. Dengan mengambil analog
cermin tersebut Ibnu Sina mengatakan bahwa sebelum menguasai pengetahauan
cermin tersebut berkata; apabila kita berfikir kembali, cermin itu akan menjadi
mengkilat, dan senantiasa mengahadap ke arah mata hari yaitu akal sehingga
senantiasa merefleksikan cahaya.
F. Tuhan dan Dunia
Teori Ibn Sina tentang Tuhan menyebutkan bahwa Tuhan itu unik dalam
arti bahwa Dia adalah Kemaujudan yang Mesti. Segala sesuatu selain Dia
bergantung kepada diri-Nya. Kemaujudan yang mesti itu jumlahnya harus satu.
Nyatanya walaupun didalam Kemaujudan ini tak boleh terdapat kelipatan sifatsifat-Nya, tetapi Tuhan memiliki esensi lain, tak ada atribut-atribut lain kecuali
bahwa Dia itu ada, dan mesti ada. Disebutkan oleh Ibnu Sina bahwa esensi Tuhan
itu identik dengan keberadaannya yang mesti itu. Karena Tuhan tidak beresensi,
maka dia mutlak sederhana dan tak dapat didefenisikan. Jika Dia tak beresensi dan
tak beratribut, bagaimana caranya agar Dia dapat dikaitkan dengan dunia?. Ibnu
Sina mencoba menjawab bahwa semua atribut itu tidak relasional jadi identik
dengan adanya Tuhan. Oleh karena itu Tuhan mutlak sederhana. Tuhan itu Maha
Mengetahui dibuktikan dengan kenyataan bahwa Dia murni dari materi dan akal
yang murni, Dia adlah akal murni dimana subyek dan obyeknya identik.
Dunia ini ada secara abadi bersama Tuhan, karena meteri maupun bentuk
mengalir abadi dari Dia. Tetapi walaupun konsep ini menjijikan bagi Islam
ortodoks, tujuan Ibnu Sina memperkenalkannya adalah dalam rangka berupaya
untuk berlaku adil baik terhadap tuntutan-tuntutan agama maupun terhadap

11

penalaran dan untuk menghindari materialisme ateistis. Menurut kaum materialis,


dunia ini telah ada dan abadi tanpa Tuhan. Menurut Ibn Sina pun abadi adanya,
tetapi karena dunia ini tak berdiri sendiri maka secara keseluruhan membutuhkan
Tuhan dan bergantung kepadaNya secara abadi. Disini kita melihat adanya tujuan
ganda dari ajaran esensi dan keberadaan ini. Tidak seperti halnya ateisme, ajaran
ini menghendaki Tuhan agar berada diatas segala maujud; dalam rangka
menghindari panteisme, selanjutnya ajaran ini menghendaki agar adanya Tuhan
itu dibedakan secara mendasar dari adanya dunia.
Pokok permasalahan utama dari keabadian dunia, yang telah ditekankan
oleh kaum penentang ajaran tersebut sepanjang sejarah pemikiran, adalah bahwa
ajaran ini melibatkan serangkaian masa lalu yang benar-benar tak pasti. Sebagai
jawabannya, dikatakan sejak zaman Kant bahwa sama sekali tidaklah mustahil
membayangkan masa lalu yang tak pasti, sama tidak mustahilnya dengan
membayangkan masa yang akan datang, yaitu tak ada kemustahilan didalam
memulai darisuatu masa tertentu dan melintasi masa lalu kemudian pada suatu
titik yang tak pasti kembali keawal masa lalu lagi. Kekeliruan berfikir pada
jawaban in I adalah dalam mengasimilasikan masa lalu dengan masa yang akan
datang, karena masa lalu adalah sesuatu yang pasti, dalam arti bahwa itu telah
terjadi dan oleh karenanya sudah dapat dipastikan. Tetapi kekeliruan yang sama,
tersirat didalam tujuannya itu sendiri, dan tampaknya penerapan istilah tak tentu
ini kurng pada tempatnya digunakan untuk masa yang silam. Istilah tak tentu ini
digunakan untuk suatu rangkaian tanpa akhir atau tanpa awal dan sekaligus tanpa
akhir. Menurut proposisi tersebut rangkaian ini tak berawal pada masa lalu, dan
tak berakhir pada masa yang kan datang, sedangkan tujuannya adalah berupaya
menempatkan suatu akhir pada rangkaian itu pada suatu tempat tertentu dan
kemudian mempertahankan pendapat ketaktentuan pada masa lalu. Juga, apabila
awl merupakan suatu konsep temporal, ketanpaakhiran adalah penyangkalan dan
tak

memerlukan

konsep

temporal,

tetapi

tujuannya

jelas

menyiratkan

ketaktentuan masa lalu sebagai konsep temporal.

12

G. Pengaruhnya di Timur dan Barat


Sesunggunya filsafat Ibnu Sina telah mendominasi tradisi filsafat Muslim
sampai zaman modern ketika ia disejajarkan dengan beberapa orang pemikir barat
oleh mereka yang terdidik

di universitas-universitas modern. Di madrasah-

madrasah yang dikelola secara tradisional, Ibn Sina dipelajari sebagai filosof
Islam terbesar. Ini karena tidak ada filosof penggantinya yang orisinalitas serta
ketajaman yang setara dengannya yang menghasilkan sistem yang mengikuti
jejaknya. Ibn Rusyd misalnya tidak merumuskan pemikirannya secara sistematis,
ia memilih untuk menulis ulasan-ulasan tentang karya-karya Aristoteles. Karena
ulasan-ulasannya yang ilmiah dan ketajamannya yang begitu hebat, sehingga
berpengaruh luar biasa terhadap barat pada abad pertengahan. Berbeda dengan
Ibnu Sina yang telah berfilsafat dengan fikirannya secara sistematis dan banyak
diterima oleh segenap ahli pikir pada masa itu.
Karya-karya Ibnu sina diterjemahkan kedalam bahasa Latin di Spanyol
pada abad ke 6 H/12 M. Pengaruh pemikirannya di Barat telah mendalam dan
terbentang luas. Pengaruh Ibn Sina di Barat mulai merembes secara nyata sejak
pemerintahan Albert Yang agung, Santo dan guru termashur St. Thomas Aquinas.
Metafisika dan teologi Aquinas sendiri tak dapat dimengerti tanpa pemahaman
dari teori Ibnu Sina. Namun pengaruh Ibnu Sina tidak terbatas pada Aquinas saja
tetapi juga pada masa Dominikan atau bahkan pada para teolog Barat resmi.
Penerjemah

karya

De Anima,

Gundisalvus

sebagian

besar

merupakan

pengambilan doktrin-doktrin Ibnu Sina. Demikian juga dengan para filosof dan
ilmuwan abad pertengahn memberikan kesaksian tentang pengaruh Ibnu Sina
yang abadi itu.
Betapa besarnya pengaruh Falsafah Ibnu Sina, baik di Timur maupun di
Barat, baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen (terutama Kristen
Katolik), dan kemudian berbagai pendapat

tentang

corak khusus bagi

falsafahnya itu, apakah falsafah Islam ataukah falsafah Timur. Namun

yang

sangat umum disebut dengan Avicinnsm yaitu aliran Ibnu Sina. Namun tidak
ada salahnya memakai Falsafah Timur akan tetapi sangat luas pengertiannya

13

meliputi falsafah India, Cina dan sebagainya yang sangat berjauhan dan tidak ada
hubungan sama sekali dengan Ibnu Sina.
H. Ilmu Kedokteran
Pada usia 16 tahun, mulailah ia mengelana ke dunia ilmu pengetahuan,
yang pertama kali ia dalami adalah ilmu kedokteran. Hampir semua buku-buku
kedokteran yang ada pada waktu itu ia baca tanpa mengalami kesulitan berarti
dalam mencernanya. Kemudian bidang metafisika ia perdalam juga sehingga ia
ahli dalam ilmu fisika.Tentang ketekunanan belajarnya yang luar biasa dapat
diketahui dari kisahnya

ketikla belajar metafisika. Buku Metaphysics of

Aristotle dibacanya berulang-ulang hingga 40 kali, karena sulitnya mengerti dari


isi buku tersebut.
Buku kedoteran karangan Ibnu Sina merupakan buku standar yang dipakai
pada zaman Dinasti Han di Cina. Teori anatomi dan fisiologi yang terkandung
didalamnya telah mendasari sebagian besar analogi manusia terhadap negara, dan
mikrokosmos (dunia kecil) terhadap alam semesta sebagai makrokosmos (dunia
besar). Misalnya digambarkan bahwa surga kahyangan adalah bulat bundar dan
bumi adalah persegi. Terdapat empat musim dan 12 bulan dalam setahun, dengan
begitu manusia mempunyai 4 tungkai dan lengan (anggota badan) mempunyai 12
tulang sendi. Hati adlah pangerannya tubuh manusia, sementara paru-parunya
adalah menterinya. Lever merupakan jenderalnya sang badan, sedangkan kandung
empedu sebagai markas pusatnya, limpa dan perut sebagai lumbung, sedangkan
usus sebagai sistem komunikasi dan pembuangan.
Canon of Medicine memuat pernyataan yang tegas bahwa darah mengalir
secara terus menerus dalam suatu lingkaran dan tak pernah berhenti. Ini dianggap
belum dapat sebgai suatu penemuan tentang sirkulasi darah, karena bangsa Cina
tidak membedakan antara urat-urat darah halus (veins) dengan pembuluh nadi
(arteries). Analogi tersebut diatas hanyalah sebuah analogi yang digambarkan
antara gerakan-gerakan tubuh tampa peragaan secara empirik pada keadaan yang
sebenarnya.

14

Sejumlah besar karangan Ibnu Sina juga telah diterjemahkan dalam bahasa
Latin

dan Hebrew pada abad pertengahan, yang merupakan bahasa-bahasa

pengantar ilmu pengetahuan dimasa itu. Qanun fi ath-Thibb misalnya yang


telah dianggap sebagai buku sucinya ilmu kedokteran telah diterjemahkan
kedalam berbagai macam bahasa dan telah menjadi buku yang menguasai dunia
pengobatan Eropa selama kurang lebih 500 tahun. Berarti jauh lebih lama dan
lebih penting jika dibandingkan dengan buku-buku Galen, seorang ahli
kedokteran Yunani yang sudah terkenal lebih dahulu. Buku tersebut juga
digunakan sebagai buku teks kedokteran di berbagai universitas di Perancis.
Pengobatan penyakit syaraf (neurasthenia) dimana Ibnu Sina merupakan
perintisnya. Buku tersebut juga mengajarkan metode-metode pembedahan, yang
didalamnya ia menandaskan perlunya sterilisasi dengan jalan pembersihan luka
(disinfection). Didalamnya diperjelas dengan gambar-gambar dan sketsa-sketsa
yang sekali gus menunjukkan pengetahuan anatomi Ibnu Sina yang luas. Buku
lain yang membuat namanya melejit adalah Asy-Syifa yang terdiri dari 18 jilid.
Naskah aslinya masih tersimpan di Oxford University, London. Buku tersebut
ditulisnya dalam jangka puluhan tahun yang berisi tentang : logika, fisika,
matematika, metafisika, psikologi, pertanian, kehewanan, kedokteran, retorika dan
syair.
Sebagai seorang dokter kawakan, ia pernah dijuluki sebagai Medicorum
Principal atau Raja Diraja Dokter. Julukan lain yang pernah diberikan padanya
adalah Raja Obat. Dalam dunia Islam ia dikenal dengan sebutan Zenith, yaitu
pusat tertinggi dalam ilmu kedokteran. Ia mulai terjun ke lapangan sebagai dokter
praktek ketika baru menginjak usia remaja, 18 tahun. Kendatipun masih muda,
namun saat itu ia berhasil mengobati penyakit yang diderita oleh Sultan Nuh II
bin Mansyur di Bakhara pada tahun 387 H/997 M. Padahal penyakit Sultan pada
waktu itu tergolong parah dan dokter-dokter lain bahkan hampir putus asa. Tapi
berkat pertolongan Ibnu Sina, Sultan menjadi sehat kembali. Kemudian Ibnu Sina
diangkat menjadi dokter pribadi Sultan. Pembesar-pembesar negara yang pernah
mengundangnya untuk memberi pengobatan adalah ; Ratu Sayyidah dan Sultan

15

Majdud di Rayy, Amir Syamsul Maali dri Thabaristan, Sultan Syamsul Daula
dari Hamadhan, serta Sultan Alaud Daula dari Isfahan.
Ibnu Sina dianggap sebagai dokter yang serba ahli dalam segala macama
pengobatan, baik dengan memakai secara barat sekarang (sebagai dokter) ataupun
secara timur dahulu (sebagai tabib), baik dengan pengobatan lahir (pakai resep)
maupun dengan pengobatan batin (dengan mantera-mantera). Sebab itu dia
diagungkan disegala penjuru dunia oleh segala golongan, di Eropa diakui sebagai
dokter yang pintar dan di timur diakui sebagai tabib yang mahir. Rangkap dua
pengobatan yang dilakukan Ibnu Sina yaitu cara dokter dan cara tabib
mengingatkan kita dengan cara pengobatan Cina saat ini, semua rumah sakit
mempunyai dua juru obat dengan memakai cara masing-masing yaitu dokter
dengan resepnya dan sinsei dengan cara tusuk jarumnya. Dunia mengenal akan
pengobatan ala Cina yang bernama Acupunctur yaitu penusukan jarum pada
pembuluh-pembuluh darah, yang berjumlah 360 buah diseluruh badan manusia.
I. Buku Karangan Ibnu Sina
Walaupun Ibnu Sina terkenal orang yang sangat sibuk dengan tugas
pekerjaannya sehari-hari, yang hampir memborong seluruh waktunya, perlawatan
yang sering dilakukannya, belum lagi peperangan yang sering terjadi, tetapi dia
terkenal seorang yang sangat produktif. Buku-buku karangannya melipiti hampir
seluruh cabang ilmu pengetahuan, dengan memakai bahasa yang mudah
dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat pembaca. Ibnu Sina adalah seorang
pujangga dan pengarang yang paling mengagumkan. Setiap waktu yang terluang,
senantiasa digunakannya untuk membaca dan mengarang. Kalau tidak ada waktu
yang senggang pada siang hari , maka seluruh malam dipergunakannya untuk
mengarang sehingga dia tak sempat tidur. Siang hari ia pergunakan untuk
menjalankan tugas pemerintahan, malam hari digunakannya untuk mengajar dan
mengarang.
Sebagai seorang Negarawan, Dokter, Guru Besar selalu ia sediakan waktu
untuk membaca dan mengarang. Jika ia berada dalam perjalanan, maka segala
kertas dan buku dibawanya, dan kalau berhenti disuatu tempat maka dia mulai

16

berfikir dan terus mengarang. Digambarkan oleh muridnya Jaujani, sewaktu Ibnu
Sina menulis buku As-Syifa, setiap hari Ibnu Sina menulis dengan tangannya
sendiri tidak kurang dari 50 halaman kertas.
Jumlah karangan Ibnu Sina yang telah mulai mengarang buku ketika
berusia 21 tahun sampai dengan akhir hayatnya berjumlah 276 buah. Ini adalah
laporan Fater dari Dominican di Cairo yang telah menyelidiki sedalam-dalamnya
dan menghimpun hasil penyelidikannya itu kedalam sebuah buku yang diberi
judul Essai de Bibliographie Avicenna yang memuat nama-nama dari segala
buku dan risalah yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina.
Buku-buku karangan Ibnu Sina itu antara lain :
1. Al-Majmu
Buku tersebut memuat himpunan berbagai ilmu pengetahuan umum, mulai dari
ilmu falsafah sampai kepada ilmu psikology dan metafisika.
2. Al-Birru Wal Istmu
Memuat tentang ilmu ethika (akhlak untuk mengetahui perbuatan-perbuatan
kebajikan dan perbuatan dosa). Buku tersebut terdiri dari 2 jilid.
3. Al-Hashil Wal Mashul
Memuat ilmu-ilmu Islam, seperti Ilmu Hukum Fiqh, Ilmu Tafsir Al-quran dan
Ilmu Tasauf. Buku ini terdiri dari 20 jilid.
4. Al-Qanun Fit Thib
Buku ini lebih dikenal dengan nama Canon terdiri dari 5 jilid, memuat
sebanyak 1 juta perkataan. Buku ini dianggap sebagai kitab sucinya ilmu
Kedokteran, menguasai dunia pengobatan Eropa selama 5 abad.
5. Al-Urjuzah Fit Thib
Buku ini memuat syair-syair tentang kedokteran. Pertama kali disebarkan
menurut teks aslinya berbahasa Arab dengan terjemahannya dalam bahasa
Latin dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.
6. Al-Adwiyah al Qalbiyah
Buku ini memuat petunjuk pengobatan penyakit jantung.
7. Al-Qaulandj

17

Buku ini memuat tentang penyakit dalam pada bahagian perut. Penyakit ini
pernah diobatinya dengan berhasil baik terhadap seorang pembesar Islam,
akan tetapi penyakit ini pulalah yang menyerangnya hingga ia meninggal
dunia.
8. Majmuah Ibnu Sina
Buku ini berisi berbagai cara pengobatan secara tabib, nujum, pekasih,
pembungkem mulut para hakim, dan sebagainya. Naskah buku ini sekarang
tersimpan di perpustakaan Alamiyah di Cairo dekat Universitas al Azhar.
9. As-Syifa
Buku ini berisi tentang penemuan dan penyembuhan. Terdiri dari 18 jilid.
Naskah aslinya tersimpan di Oxford University London. Memuat logika,
fisika, matematika, kedokteran yang berhubungan dengan penemuan teori dan
penyembuhan penyakit.
10. Hikmah al Masyriqiyyin
Buku ini adalah buku filsafat yang menggambarkan filsafat timur yang
berbeda dengan filsafat barat. Menurut Ibnu Sina Falsafah barat sangat
mengandalkan Rasionalistic sedangkan Falsafah Timur mengandalkan selain
ratio juga suara wahyu dari Tuhan.
11. Dansh Namihi Alaii
Artinya adalah Buku falsafah untuk Allah. Buku tersebut ditulisnya untuk
Amir Alauddin dari Isfahan, yang ditulis Ibnu Sina dalam bahasa Persi yang
Indah.
12. Kitabul Inshaf
Buku tentang keinsafan.
13. Kitabul Hudud
Buku tentang kesimpulan-kesimpulan. Dengan buku ini Ibnu Sina
menegaskan istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang dipakainya di
dalam ilmu falsafah.
14. Al-Isyaratu Wattambihaat

18

Buku tentang dalil-dalil dan peringatan-peringatan. Sesuai namanya buku ini


banyak berbicara masalah-masalah dalil-dalil dan peringatan-peringatan
mengenai prinsif Ketuhanan dan Keagamaan.
15. Kitabun Najaah
Buku tentang kebahagiaan jiwa.
16. Al-Isaghuji
Ilmu Logika Isagoji.
17. Fi-Aqsamil Ulumil Aqliyyah
Tentang pembagian segala ilmu akal.
18. Lisanul Arabi
Bahasa Arab.
19. Macharijul Huruf
Cara-cara mengucapkan kata-kata.
20. Arrisalatu fi Assababi Hudusil Huruf
Risalah tentang terjadinya huruf.
21. Al-qasidatul Ainiyyah
Qasidah/syair tentang jiwa.
22. Ar-Risalatut Thairi
Cerita seekor burung
23. Qishatu Salaman wa Absal
Cerita raja Salaman dan saudaranya Absal
24. Ar-Rishalatu Hayyibin Yaqzhan
Cerita si hidup anak si bangun. Buku ini menceritakan seorang pengenbara
yang sudah tua umurnya tetapi tetap kuat dan gagah, mempunyai tenaga
besar dan tahan terhadap hujan dan panas, tidak terganggu oleh pergantian
musim.
25. Risalatus Siyyasati
Buku tentang ilmu politik.
26. Fi Isybatin Nubuwwat
Tentang menetapkan adanya kenabian
27. Ar Razaq

19

Tentang Pembagian Rizki


28. Tadbirul Junudi Walmamaliki
Buku Soal Pertahanan dan Angkatan Bersenjata
29. Tadbirul Manazilu
Buku penyusunan kekeluargaan dalam politik Ketuhanan
30. Jamiul Bada
Tafsir Al-Quran

J. Kesimpulan
Ibnu Sina adalah seorang ahli multi kompleks di dalam berbagai Ilmu
Pengetahuan. Karena serba lengkap keahliannya itu, orang menamakannya
ensiklopedi hidup yang melengkapi segala ilmu. Sebut saja keahliannya;
sebagai dokter, negarawan, filosof, pengarang, politikus, dan banyak lagi yang
lain.
Keahliannya dalam ilmu kedokteran dikagumi di seluruh dunia, baik
mengenai prakteknya apalagi dilapangan teori yang tetap hidup berabad-abad
lamanya. Dia diakui sebagai dokter kaliber Internasional, yang ajarannya dianut
lebih dari 5 abad lamanya oleh ahli kedoteran barat khususnya, melebihi lamanya
dari para Dokter kaliber Internasional yang mendahuluinya, seperti Galenius dan
Hipocrates dari Yunani.
Pantas kita tauladani meskipun Ibnu Sina orang yang sangat sibuk dengan
pekerjaannya sehari-hari baik sebagai dokter, Guru Besar, politikus, negarawan, ia
selalau menyediakan waktu untuk membaca dan mengarang. Jika ia berada dalam
perjalanan, maka segala kertas dan buku dibawanya, dan kalau berhenti disuatu
tempat maka dia mulai berfikir dan terus mengarang. Digambarkan oleh muridnya
Jaujani, sewaktu Ibnu Sina menulis buku As-Syifa, setiap hari Ibnu Sina
menulis dengan tangannya sendiri tidak kurang dari 50 halaman kertas.
Ibnu Sina adalah orang yang paling produktif dalam mengarang buku. Ia
telah mulai mengarang buku ketika berusia 21 tahun sampai dengan akhir
hayatnya. Jumlah karangannya para ahli berbeda pendapat, namun yang paling

20

dipercaya berjumlah 276 buah. Ini adalah laporan Fater dari Dominican di Cairo
yang

telah

menyelidiki

sedalam-dalamnya

dan

menghimpun

hasil

penyelidikannya itu kedalam sebuah buku yang diberi judul Essai de


Bibliographie Avicenna yang memuat nama-nama dari segala buku dan risalah
yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina.
Semoga dengan pemaparan kehidupan Ibnu Sina akan menggugah hati
kita akan berliannya seorang pilosof Islam yang telah menggetarkan dunia.
Semoga akan lahir pula Ibnu Sina-Ibnu Sina muda di negera Republik Indonesia
yang kita cintai ini. Insya Allah.

21

DAFTAR PUSTAKA

Abidin-Ahmad, Z. (1974). Ibnu Siena (Avicenna) Sarjana dan Filosoof Besar


Dunia. Jakarta. Bulan Bintang.
Madkour, Ibrahim. (1993). Filsafat Islam : Metode dan Penerapan. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Natsir-Arsyad, M. (1990). Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung :
Penerbit Mizan.
Nata, Abuddin. (1993). Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasauf. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Syarif, M.M. (Eds). (1996). Para Filosof Muslim. Bandung : Penerbit Mizan.

22

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, berkat Taufiq dan Hidayah Allah SWT, penulis


dapat menyelesaikan penulisan makalah/bibliografi ini yang merupakan tugas
akademik mata kuliah Filsafat Ilmu yang di asuh oleh Ibu Prof. Dr. Rochiati
Wiriaatmadja, MA. Demikian juga selawat beriring salam semoga senantiasa
dicurahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw, dimana dengan
perentara beliaulah kita dapat merasakan manisnya iman.
Makalah/bibliografi ini berjudul IBNU SINA.

Penulis menyadari,

bahwa makalah/bibliografi ini masih banyak kekurangan, walaupun penulis sudah


berusaha secara maksimal untuk menghasilkan yang terbaik. Oleh karena itu saran
dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
dari penulisan makalah ini.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada Ibu Prof. Dr. Rochiati Wiriaatmadja, MA. yang telah
memberikan bimbingan dalam perkuliahan ini. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS Program S2 Universitas Pendidikan
Indonesia atas kerjasamanya yang terjalin dengan baik.
Akhirnya, semoga Allah SWT menjadikan semua amal kita sebagai suatu
ibadah dalam rangka pengabdian selaku hamba yang senantiasa merindukan
Hidayah serta Ridho-Nya, Amin.
Bandung, Desember 2004
Penulis,

K AR N E D I
NIM : 049538

23

DAFTAR ISI
Kata Pengantar------------------------------------------------------------------------

Daftar Isi--------------------------------------------------------------------------------

ii

A. Pendahuluan------------------------------------------------------------------------

B. Ahli Filsafat--------------------------------------------------------------------------

C. Doktrin Tentang wujud-----------------------------------------------------------

D. Hubungan Jiwa dan Raga--------------------------------------------------------

E. Teori Pengetahuan-----------------------------------------------------------------

F. Tuhan dan Dunia------------------------------------------------------------------

11

G. Pengaruhnya di Timur dan Barat----------------------------------------------

13

H. Ilmu Kedokteran------------------------------------------------------------------

14

I. Buku Karangannya---------------------------------------------------------------- 16
J. Kesimpulan-------------------------------------------------------------------------- 20
Daftar Pustaka-------------------------------------------------------------------------- 22

24

IBNU

S I N A

Makalah Pribadi
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Akademik Perkuliahan : FILSAFAT ILMU

Dosen : Prof. Dr. Rochiati Wiriaatmadja, MA.

Oleh :

K AR N E D I
NIM : 049538

PROGRAM STUDI PIPS

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG

2004

25

Anda mungkin juga menyukai