Referat Nyeri Neuropati
Referat Nyeri Neuropati
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of
Pain (IASP), adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut,
nyeri terdiri atas dua komponen utama yaitu komponen sensorik (fisik) dan
emosional (psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan waktu dan lamanya
berlangsung (transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang
dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superfisial,
dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada umumnya memiliki
komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai penderitaan.
Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan
gangguan otonom yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai pengalaman nyeri.1,5
Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The
Study of Pain (IASP) adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer
atau disfungsi dari sistem saraf dan dapat disebabkan oleh kompresi atau
infiltrasi dari nervus atau suatu tergantung dimana lesi atau disfungsi terjadi.
Nyeri neuropati bisa didefinisikan sebagai nyeri abnormal baik yang
terjadi akibat lesi pada sistem saraf perifer maupun sentral. Prevalensi nyeri
neuropati adalah sekitar 1,5% dari seluruh populasi di Amerika Serikat. Banyak
penyakit-penyakit umum yang dapat menyebabkan nyeri neuropati, seperti
trigeminal neuralgia, diabetic neuropathy, spinal cord injury, kanker, stroke,
dan degenerative neurological disease.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Patomekanisme Nyeri Neuropatik
Mekanisme patofisiologi yang telah ada, sebagian besar didapat dari hasil
eksperimen terhadap hewan percobaan. Terdapat beberapa teori untuk hal
tersebut.7
Sensitisasi Perifer
Sensitisasi dan aktivitas ektopik pada primary afferent nociceptor.
Sensasi nyeri normalnya diawali oleh aktivitas pada saraf afferent
unmyelinated (C-) dan thinly myelinated (A-). Nosiseptor ini biasanya tidak
akan tereksitasi tanpa adanya stimulasi dari luar. Akan tetapi, ketika terjadi lesi
pada saraf perifer, neurons ini bisa menjadi sensitive yang abnormal dan
mengembangkan aktivitas neurologi spontan yang patologis.7
Aktivitas ektopik spontan yang terjadi pada sel saraf yang rusak juga
menunjukkan adanya peningkatan ekspresi m-RNA untuk voltage-gated
2
sodium channels. Kelompok sodium channel ini pada situs ektopik ini
bertanggung jawab atas rendahnya ambang batas dari aksi potensial dan
hiperaktivitas. Rendahnya ambang batas dari potensial aksi ini dapat
menyebabkan
sensitivitas
terhadap
rangsangan
sehingga
ketika
ada
pada
thalamus
dan
korteks
somatosensory.
Berdasarkan
Pada gambar A. jalur aferen primer dan koneksinya di tanduk dorsal sumsum
tulang belakang. Terlihat bahwa serabut C nosiseptif (merah) berakhir pada
neuron proyeksi spinotalamikus di lamina atas (neuron kuning). Nonnociceptive serabut A ber-myelin ke lamina lebih dalam. Neuron proyeksi
berikutnya adalah tipe WDR yang menerima masukan langsung dari terminal
sinaptik nociceptive dan juga masukan dari multisynaptic serabut A ber-
Bersama-sama,
temuan ini menyajikan LPA sebagai molekul sinyal yang menarik dalam
pengembangan nyeri neuropatik.9
B. PENATALAKSANAAN
Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri
neuropatik, termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya
karbamazepin, fenitoin, okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin,
penobarbital, fenitoin, topiramate, dan valproic bekerja dengan mengurangi
loncatan listrik pada neuron melalui blokade dari voltage dependent sodium
dan kalsium channel. Obat lainnya (mis, penobarbital, tiagabine, topiramate,
vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan inhibisi neurotransmitter
atau secara langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik.11
Anti Depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi
nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin,
maprotilin, desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA)
terutama mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE).
Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT)
dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan
trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga
secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik.
7
diindikasikan
untuk
penanganan
nyeri
neuropatik
yang
pada
dosis
120
mg/hari
menunjukkan
keamanan
dan
keefektifannya, tapi tidak ada bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60
mg/hari memiliki keuntungan yang signifikan, dan pada dosis yang lebih
tinggi kurang dapat ditoleransi dengan baik.11
Gabapentin
Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa,
molekulnya secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gammaamino butyric acid, namun gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan
dengan neurotransmitter yang lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin
dalam mengurangi nyeri pada PHN belum dipahami dengan baik, namun salah
satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor 2 subunit
dari voltage-activated
calsium
channels, pengikatan
ini
menyebabkan
dosis maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita
gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.11
Pregabalin
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan
juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti,
namun diyakini sama dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor 2
subunits dari voltage activated calsium channels, memblok ca2+ masuk pada
ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN
yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin adalah
100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin
clearance 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari
(150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu
berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin
sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita
PHN, dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg
2 kali sehari atau 50 hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada
pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali
sehari, atau 50 mg 3 kali sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga
300 mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi
penderita, jika nyerinya tidak berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin
dapat ditingkatkan hingga 600 mg/hari.11
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi
primer atau disfungsi dari sistem saraf. Ada beberapa masalah dalam bidang
kedokteran paliatif yang menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani
nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil yang memuaskan yang dapat
menyebabkan hilangnya nyeri sehingga diperlukan pemahaman yang
mendalam bagi dokter mengenai patomekanisme dan penanganan yang tepat
pada pasien dengan nyeri neuropatik.
B. Saran
Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri neuropatik diperlukan
anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik tipenya
maupun derajat dari nyeri tersebut untuk mendapatkan hasil penanganan yang
diharapkan.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Ro, Long-Sun;Chang, Kuo-Hsuan. Article: Neuropathic Pain: Mechanism
and Treatments. Taipei: Chang Gung Memorial Hospital. 2005
2. Kasper, Dennis et al. Harrisons Principles of internal Medicine 16 th
edition. McGraw-Hill.2005.
3. Portenoy, Russel. Types of Pain. U.S.A.: Merck Sharp & Dohme Corp.
2011.
4. Purba, Jan Sudir. Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri
Neuropatik. Jakarta: Dexa Media. 2006.
5. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic
Pain. The American Journal of Managed Care June 2006; 12: S256-S262.
6. Dupere D. Neuropathic Pain: An Option Overview. The Canadian Journal
of CME February 2006; 79: 90-92.
7. Baron, Ralf. Mechanism of Disease: neurpathic pain-a clinical perspective.
Nature Publishing Group. 2006
8. Baron, Ralf, et al. Neuropathic Pain: diagnosis, pathophysiological
mechanism, and treatment. Lancelot Neural. 2010; 9: 807-19.
9. Ueda H. Peripheral mechanisms of neuropathic pain involvement of
lysophosphatidic acid receptor-mediated demyelination. BioMedCentral.
2008, 1-13.
10. Manocha A, Tiruna S, Brander B. Neuropathic pain. Anaesthesia Tutorial
of the Week December 2013; 1-10.
11. Gidal B, Billington R. New and Emerging Treatment
Option for
12