Anda di halaman 1dari 20

Demam Tifoid

Pembahasan

Epidemiologi
Patogenesis
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Laboratorium
Penatalaksanaan

Epidemiologi
Di RS th 1981-1986 terjadi
peningkatan sebesar 35.8%
Frekuensi kejadian th 1990 (9.2) dan
th 1994 (15.4 per 10000 penduduk)
Insidens berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dan penyediaan air bersih
Kasus di daerah rural 157/100000,
untuk daerah urban 760-810/100000
Untuk CFR th 1996 mencapai 1.08%

Patofisiologi (1)
Makanan
kontaminasi
salmonella
(lambung)

Plek peyeri
Ileum distal

Lumen usus
Respon
imunitas
humoral
mukosa (IgA)
kurang baik
Fagositosis oleh
makrofag
Kembang biak
dalam
makrofag

Salmonella
berkembang
baik
Menembus sel Epitel
terutam sel-M
Berkembang biak di
Lamina propia

KGB
mesenterika
Dukt. Torasikus
Sirkulasi darah
bakteriemi 1
Asimptomatik

Seluruh organ
RE
Terutama hati,
limpa distal

Meninggalkan
sel fagosit

G
A
M
B
A
R
P
A
T
O
F
I
S
I
O
L
O
G
I

Sirkulasi
darah
(bakteriemi
II)
Tanda-

Patofisiologi (2)
Berkembang biak di
ekstraseluler organ atau
sinusoid

gejala
sistemik
Hiperaktif

Hati
Makrofag
sudah
teraktivasi

Melepas sitokin
reaksi inflamasi
sistemik
Gejalagejala
Reaksi hiperplasia Plek
peyeri
Eros pemb. darah
Proses berjalan
terus

Sel Fagosit
Kandung
empedu
Berkembang
biak

Menembus usus lagi


Lumen usus
Reaksi seperti semula

Reaksi
Hipersensitivita
s tipe lambat
Hiperplasi
nekrosis

Feses
Akumulasi
mononukle
ar di
radang
usus

Perdarahan saluran
cerna
Menembus lap. Mukosa &
otot

Perforasi

Manifestasi Klinis
Masa tunas 10-14 hari
Minggu 1 -> demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis
PF -> suhu tubuh (meningkat
perlahan-lahan terutama sore ke
malam)

Manifestasi Klinis
Minggu 2 -> demam, bradikardia relatif
(peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per
menit), lidah yang berselaput (kotor di
tengah, tepi dan ujung merah serta
tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseolae jarang pada orang
Indo.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin
Leukopenia, dapat pula leukosit normal
atau leukositosis (walaupun tanpa infeksi
sekunder)
Anemia ringan dan trombositopenia
Aneosinofilia maupun limfopenia
Laju endap darah
SGOT dan SGPT sering kali meningkat
(normal kalo sembuh) tidak perlu ditangani

Pemeriksaan Laboratorium
Uji Widal
Uji untuk deteksi Ab terhadap kuman S. Typhi.
Reaksi aglutinasi antara Ag kuman S. Typhi
dengan Ab yang disebut aglutinin
Ag yang digunakan adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di lab.
Test ini untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita yaitu:
Aglutinin O (dari tubuh kuman), H (flagela
kuman), Vi (simpai kuman)
Hanya aglutinin O dan H untuk diagnosis
(semakin tinggi titer, semakin tinggi
kemungkinan infeksi)

Pemeriksaan laboratorium
Pembentukan aglutinin mulai pada
akhir minggu pertama demam,
meningkat sampai minggu keempat
Fase akut mula-mula aglutinin O -> H
Pada orang yang telah sembuh agl O
masih ada 4-6 bulan. Untuk agl H
menetap antara 9-12 bln
Tidak untuk menentukan kesembuhan
(Sens. 53.1%, spes. 65%)

Pemeriksaan laboratorium
Faktor yang mempengaruhi uji ini
Pengobatan dengan Antibiotik
Pemberian kortikosteroid
Daerah endemik/nonendemik
Vaksinasi
Peningkatan titer karena pernah demam
tifoid masa lalu
Aglutinasi silang

Pemeriksaan Laboratorium
Uji TUBEX
Mendeteksi Ab anti-S.Typhi O9 pada serum
pasien
Hasil positif menunjukkan infeksi
Salmonellae serogroup D, walau tidak
spesifik menunjuk pada S.Typhi (sens 100%,
spes 90%)

Uji Typhidot
Mendeteksi Ab IgM dan IgG pada membran
luar S. Typhi (sensitivitas 98%, spes 76.6%)

Pemeriksaan Laboratorium
Uji IgM Dipstick
Mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap
S.Typhi pada serum (Sens. 65-77%, spes.
95-100%)

Kultur Darah
Hasil + penderita, hasil belum tentu tidak
menderita, mungkin karena terapi
antibiotik, volume darah sedikit untuk
pngmbgn kuman, pernah vaksin, pengmbln
drh saat aglutinin

Penatalaksanaan
Istirahat dan perawatan
Diet dan terapi penunjang
Pemberian antimikroba
Kloramfenikol (penurunan demam setelah 5 hari)
Tiamfenikol
Kotrimoksasol
Ampisilin dan amoksisilin
Sefalosporin gen 3
Golongan Fluorokuinolon (Siprofloksasin)
Azitromisin

Penatalaksanaan
Kombinasi obat antimikroba (keadaan
perforasi / infeksi 2 macam mikroba)
Kortikosteroid

Wanita hamil
Kloramfenikol (X) -> baby grey syndrome
(trimester3)
Tiamfenikol (X) -> teratogenik (trimester1)
Fluorokuinolon, kotrimoksasol (X)
Yang dianjurkan: Ampisilin, Amoksisilin,
Seftriakson

Penatalaksanaan
Komplikasi Intestinal
Perdarahan intestinal ( transfusi, bedah)
Perforasi usus (Kloramfenikol + Ampisilin,
Metronidazol utk kontaminasi usus, transfusi)

Komplikasi Ekstra-Intestinal
Komplikasi hematologi, hepatitis tifosa
Pankreatitis tifosa ( seftriakson)
Miokarditis
Tifoid toksik (sindrom hubungan dengan
neuro)

Penatalaksanaan
Karier : kuman ditemukan 2 3 bulan
setelah sembuh
Terapi dengan antimikroba
Tanpa kasus kolelitiasis
Ampisilinj + probenesid
Amoksisilin + probenesid

Pencegahan
Identifikasi dan penghapusan kasus
dan karier tifoid
Infeksi langsung (x)
Proteksi hanya yang risiko

Vaksin
Kunjungan daerah endemik, terkena si
pembawa, orang kesehatan
Jenisnya:
Oral: - Ty21a (vivotif berna) belom di indo
Parenteral: -ViCPS (Typhim Pi)

Kontra dengan reaksi alergi, imunitas


menurun, hamil
Meningkatkan kekebalan manusia

Anda mungkin juga menyukai