Anda di halaman 1dari 79

MODUL

BAHAN AJAR

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN


ETIKA POLITIK

SESPIM POLRI
2015

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN ETIKA POLITIK

PENDAHULUAN
Pancasila sebagai hasil pemikiran filosofik sudah barang tentu mengandung
sejumlah kebenaran filosofik,

dengan demikian memiliki sejumlah nilai nilai kebenaran

yang dikembangkan lebih lanjut dalam pemikiran keilmuan sehingga menumbuh


kembangkan sejumlah konsep dan teori keilmuan. Dari kajian keilmuan Pancasila sebagai
filsafat berbangsa dan bernegara, memiliki kedudukan strategis sebagai sumber nilainilai
dasar bernegara dan berbangsa. Dengan demikian kedudukannya sebagai dasar negara
seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. Adalah berfungsi pula sebagai ideologi, yaitu

cara pandang untuk membangun dan menjalankan negara. Seperti lazimnya setiap negara
memiliki ideologi berupa nilai nilai dasar yang dijadikan semangat dalam membangun
dan penyelenggaraan kehidupan bernegara. Setiap negara memiliki ideologi sesuai dengan
cara pandang dari bangsanya. Berbagai ragam ideologi, dapat dibedakan dari sumbernya,
proses perumusannya serta model penggunaan dan implementasinya. Unsur tersebut
membentuk karakteristik ideologi tersebut, Pancasila selain sebagai dasar negara, juga
memiliki kedudukan sebagai ideologi negara. Dilihat dari sifat dan karakteristik ideologi,
maka Pancasila dapat dikategorikan sebagai ideologi terbuka yang memiliki kekuatan
untuk memberikan landasan semangat visi dalam membangun dan menyelenggarakan
negara untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian memiliki kekuatan aktualisasi dalam
berbagai perubahan.

Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana gambaran Pancasila

sebagai ideologi terbuka dan bagaimana kekuatan dan implikasinya terhadap hak dan
kewajiban warga negara dan secara khusus terhadap penyelenggaraan tugas pokok POLRI
Sementara itu Pancasila selain kedudukannya sebagai dasar negara, dalam
kaitannya dengan hukum adalah merupakan sumber hukum, demikian dalam perspektif
etika adalah merupakan etika politik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan landasan atau
Pedoman tingkah laku seperti pengambilan keputusan para penyelenggara Negara
dan pelaksana pemerintahan. Selain itu tetap memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur serta memegang teguh cita-cita moral bangsa Pancasila sebagai sumber nilai.
Menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang menolak segala bentuk penindasan,
penjajahan dari satu bangsa terhadap bangsa yang lain Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber
acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia Dengan
kata lain, Pancasila sebagai paradigma pembangunan yaitu sebagai kerangka pikir, sumber
nilai, orientasi dasar, sumber asas, arah, tujuan dari perkembangan perubahan dan proses
berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai landasan pembangunan politik yang
prakteknya menghindarkan praktek politik tidak bermoral dan tidak bermartabat sebagai
bangsa yang memiliki cita-cita moral dan budi pekerti yang luhur Pancasila sebagai
paradigma pembangunan, moral norma dan

hukum, seperti dalam setiap perumusan

peraturan perundang-undangan nasional yang harus selalu memperhatikan dan menampung


aspirasi rakyat. Pancasila sebagai landasan pembentukan hukum yang aspiratif.

Kajian lainnya yang penting berkenaan dengan Pancasila sebagai Etika Politik.
Nilai -Nilai dasar

yang

pembentukan etika politik.

terkandung

pada filsafat

Pancasila sebagai nilai dasar

Setelah mempelajari modul ini yang memuat pembelajaran

pemahaman tentang konsep -konsep dan teori- teori yang terkandung dalam Pancasila
sebagai ideologi terbuka,
mengidentifikasi

dan Pancasila sebagai Etika Politik diharapkan dapat

makna hakiki

pengembangannya dalam

sejumlah konsep dan teori- teori tersebut guna

peningkatan kinerja profesional POLRI sesuai dengan

TRIBRATA, CATUR KARYA dan TUGAS POKOK POLRI. Oleh karena itu secara
khusus setelah mempelajari modul ini, Anda dapat melakukan hal-hal sebagai berikut;

1. Mengidentifikasi sejumlah konsep dan teori yang berkaitan dengan


Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.
2. Memetakan sejumlah konsep- konsep dan teori-teori yang terkait
pada

Pancasila

sebagai

Etika

politik

landasan

sistem

politik

Indonesia, kaitannya dengan peningkatan kinerja profesional POLRI


sesuai dengan Kode Etik Polri yang bersumber Tribrata, Catur karya
dan Tugas pokok Polri
Materi Modul ini disusun menjadi 2 kegiatan Pembelajaran sebagai berikut;
untuk:
KONSEP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
1. PANCASILA

SEBAGAI

ETIKA

POLITIK

DALAM

PERSPEKTIF

PENEGAKAN KODE ETIK POLRI

A. Tujuan Pembelajaran

Secara umum, setelah mempelajari secara mendalam melalui


pemecahan masalah materi modul ini, diharapkan dapat memahami
makna Pancasila sebagai Ideologi terbuka dan Etika Politik

dan

Implikasinya terhadap penegakan Kode Etik Polri sesuai dengan


semangat dan nilai Tribrata dan Tugas Pokok Polri. Secara khusus dapat
memiliki pemahaman

tentang; makna ideologi, Pancasila sebagai

Ideologi Bangsa, Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila sebagai


Etika politik dan sumber Kode etik, Tribrata dan Tugas Pokok Polri

B. Petunjuk Pembelajaran
1. Pelajari secara seksama Tujuan Pembelajaran dan konsepkonsep pokok materi bahan ajar,
2. Pelajari

secara kritis setiap masalah dan atau mengajukan

pertanyaan
jawaban

yang berkaitan dengan masalah

sementara

atas

pertanyaan

dilengkapi

tersebut

yang

selanjutnya dijadikan bahan diskusi dalam pembelajarannya.


3. Bentuk kelompok diskusi

sesuai dengan kepentingan

dan

tujuan pembelajaran an
4. Lakukan diskusi dengan menggunakan pendekatan ilmiah
dalam pemecahan masalah yang dipilih berkait sebagai
bahan dalam pengembangan

Mind Mapping

pengetahuan dan penghayatan. Kode Etik,

peningkatan
Tribrata, dan

Tugas pokok untuk pengembangan profesional Polri.

C. KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

1. Makna Ideologi

Untuk dapat memahami tentang makna Pancasila terbuka, perlu


dipahami terlebih dahulu tentang
terbuka.
Terdapat

pengertian ideologi

Pertama Perlu dipelajari


sejumlah

kepustakaan,
mengatakan

pengertian

dikemukakan
bahwa

ideologi

pakar,

adalah

ideologi

tentang pengertian ideologi.

ideology,

para

dan

ditemukan
antara

lain

seperangkat

dalam

kajian

A.S.

Hornby

gagasan

yang

membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi


oleh seorang atau sekelompok orang. Sementara itu Soerjono Soekanto

menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan,


ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama. Frans
Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem
pemikiran yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan ideologi
terbuka. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan
bahwa Ideologi Pancasila adalah sebuah pemikiran berupa keyakinan
yang menyeluruh akan kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai
dasar berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Pancasila sebagai
ideologi bangsa ditransformasikan menjadi ideologi negara dalam posisi
sentralnya sebagai dasar negara Indonesia dengan UUD 1945 sebagai
landasan konstitusionalnya (Suwarma AM :2004).
Apakah makna

dari Pancasila sebagai ideologi ? Perlu

dipahami bahwa makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia


adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu
menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan
kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia adalah terwujud kehidupan yang ber-Ketuhanan,
yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan
yang ber-Keadilan. Selanjutnya perlu Dipahami bahwa

Pancasila

sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita normatif


penyelenggaraan

bernegara,

nilai-nilai

yang

terkandung

dalam

Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga


berfungsi

sebagai

sarana

pemersatu

masyarakat

yang

dapat

mempersatukan berbagai golongan masyarakat.

2. Konsep Ideologi Terbuka

Seperti telah dipahami bahwa ideologi terdiri dari ideologi yang


bersifat terbuka dan ideologi yang bersifat tertutup, bagaimana dengan
ideologi terbuka ? Ideologi terbuka, mengapa dinyatakan sebagai
ideologi terbuka?

Hal ini berkenaan Indonesia sebagai negara yang

dihadapkan kepada dinamika masyarakat yang tengah melaksanakan


pembangunan

nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang

secara cepat.

Demikian pula negara dalam keadaan bergerak

membangun dinamika politik untuk mencapai tujuannya. Ideologi


sebagai

sebuah pemikiran

harus memiliki kemampuan

untuk

memberikan landasan dan arah memecahkan masalah yang timbul


dalam perubahan tersebut.
Sementara itu ideologi terbuka
memunculkan pemikiran

memberikan koridor untuk

dari seluruh warga negara.

Dalam arti

membangun partisipasi berdasarkan pemahaman yang tinggi sehingga


melahirkan rasa memiliki ideologi
keyakinan akan kebenarannya.
memperoleh

dukungan

dari

dan kesadaran berideologi atas

Dengan demikian ideologi terbuka


seluruh

warga

negara

dalam

implementasinya, sehingga memiliki kekokohan membentuk jati diri


karakter kokoh untuk menjalani

kehidupan bernegara. agar dalam

peran sentralnya sebagai dasar dan ideologi

negara

dan berbangsa

sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya dalam


memecahkan masalah bernegara dan berbangsa.
Di lain pihak

dalam kenyataan di dunia ini bangkrutnya atau

gagalnya sebuah ideologi antara lain karena tertutup tidak memberikan


koridor bagi tumbuhnya pemikiran aktualitasnya, sehingga gagal tidak
dapat memberikan landasan motivasi dan inspirasi dalam menghadapi
perubahan masyarakatnya. Di samping itu Pengalaman sejarah politik
masa lampau bernegara dalam menjalani percaturan kehidupan dunia
Internasional,

keberhasilannya

sangat

ditentukan

oleh

kekuatan

ideologi. Sementara itu kekuatan ideologi sangat ditentukan oleh

dukungan dan kecerdasan warga sebagai subyek ideologi bangsanya,


yang

ditentukan

memiliki kekuatan

ternyata memberikan petunjuk bahwa ideologi


dikarenakan sifatnya sebagai ideologi terbuka.

Demikian pula cita-cita

bertekad untuk memperkokoh kesadaran akan

nilai-nilai ideologi dapat diperbaharui

terus

yang bersifat abadi dan

hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka


mencapai tujuan bernegara,
Bagaimana sifat keterbukaan tersebut? Perlu Dipahami bahwa
ideologi

yang kuat memiliki daya fleksibilitas

sehingga mampu

mengantisipasi, menghadapi dan melakukan perubahan

untuk masa

depan. Ideologi terbuka memiliki kekuatan untuk itu karena bersumber


pada kebenaran filosofis yang kokoh dan

bersumber pada kebenaran

yang transendental, Sehingga memiliki daya tahan. bila dibandingkan


dengan ideologi tertutup. tidak akan terpengaruh dengan berbagai
perubahan yang terjadi karena sifat nilainya yang transendental itu,
Namun keterbukaan ini bermakna kepada warga negara Indonesia untuk
terus secara terbuka pemikirannya ke arah memperkuat keyakinan
kebenaran, komitmen untuk berbuat dan bertindak atas dasar dan
pertimbangan nilai dan moral. Bagaimana implikasinya? Perlu disadari
bahwa keterbukaan adalah untuk memperkokoh niat komitmen, atau
tekad maka dengan demikian menyikapi ideologi bersifat terbuka,
hendaknya

tetap dalam kerangka mempertahankan keyakinan

dan

kebenarannya. Namun ada batas-batas keterbukaan dimaknai dalam


kerangka

stabilitas

yang dinamis

dan mengambil jarak dengan

ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi negara, misalnya


ideologi marxisme, leninisme, komunisme liberalisme sekularisme dan
ideologi lainnya. Perlu diperhatikan bahwa terdapat tiga dimensi sifat
ideologi,

yaitu dimensi

fleksibilitas.

realitas,

dimensi idealisme, dan dimensi

Perlu Dipahami bahwa Dimensi Realitas nilai

yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup


dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga

mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar


itu adalah milik mereka bersama. Ideologi terbuka mengandung sifat
dimensi realitas ini dalam dirinya. Sedangkan dimensi idealisme
maknanya ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dan menuntut daya dukung yang kuat dari seluruh warga negara.
Warga negara sebagai subyek pendukung
membentuk

identitas politiknya. Ideologi

ideologi, yang akan


bukan saja memenuhi

dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.


Bagaimana dengan dimensi fleksibilitas? ideologi itu memberikan
penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke
waktu sehingga bersifat dinamis, demokratis.

Ideologi terbuka memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara,


memperkuat relevansinya dari masa ke masa. Perlu dipahami bahwa
sebagai ideologi terbuka, adalah untuk memperkokoh sifat

ideologi

tersebut dan kemudian merefleksi bukan pada substansi ideologi akan


tetapi

pada

sikap

perbuatan

yang

memperkokoh

daya

dukung

masyarakat subyek pendukung Ideologi terbuka. Dengan demikian


warga negara memiliki sikap politik keterbukaan berpikir untuk menilai
dan memperkokoh keyakinan terhadap ideologi tersebut. Di sinilah
perlunya pembelajaran terus menerus untuk memperkokoh sistem nilai
menjadi karakter warga negara, implikasinya terhadap pendidikan
politik untuk mampu membelajarkan warga negara sebagai kompetensi
dasar bagi pembelajaran
Etika

politik.

untuk

sebagai warga negara yang baik yang ber-

memperkokoh

keyakinan

terhadap

nilai-nilai

Pancasila sebagai ideologi bangsanya.


Untuk memperkuat pemahaman perlu dipelajari perbedaannya
dengan sifat ideologi tertutup,

Ideologi tertutup, merupakan sebuah

sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: ideologi itu merupakan cita-cita

kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat,


diciptakan oleh seseorang atau kelompok dan ditafsirkan dan dimaknai
tunggal oleh penciptanya. Implementasinya penuh daya paksa dengan
atas

nama

ideologi

dibenarkan

pengorbanan-pengorbanan

yang

dibebankan kepada masyarakat. Sedangkan isinya tidak hanya nilainilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan
konkret dan operasional yang keras diajukan dengan mutlak. Sedangkan
sosialisasi

dilakukan

secara

indoktrinasi

dengan

menggunakan

kekuasaan negara.
Di lain pihak Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang
terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat
dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral

yang

tumbuh dan berkembang dari budaya masyarakat itu sendiri, tidak


diciptakan oleh seseorang atau kelompok sehingga

dasarnya bukan

keyakinan ideologis perorangan atau sekelompok orang, melainkan hasil


pemikiran filosofis kebenaran hasil

musyawarah dari konsensus

masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya

merupakan nilai dasar

memiliki sumber secara garis besar saja sehingga tidak langsung


operasional. Utoyo Usman dan Alfian (199 :2) dalam buku Pancasila
sebagai

ideologi

mengungkapkan

kaitannya

dengan

keunggulan

sebagai ideologi terbuka ...pengembangan pemikiran Pancasila dan


UUD 1945 yang relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat
dan tuntutan perubahan jaman, tetapi tetap berada
paradigma atau kandungan hakikatnya

dalam kerangka

yang sesungguhnya. Sejalan

dengan itu pengembangan pemikiran itu bukanlah dimaksudkan untuk


merubah atau merevisi apalagi menggantinya. Justru yang ingin dicapai
untuk

memperkuat,

penghayatan.

mempermantap

Pancasila

sebagai

dan

ideologi

mengembangkan

terbuka,

memberikan

kesempatan untuk dilakukan pemikiran dalam rangka memperkokoh


dalam implementasinya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu ideologi
terbuka

mengandung semacam dinamika pemikiran filsafat internal

10

yang memungkinkannya untuk memperbaharui diri dan maknanya dari


waktu ke waktu sehingga isinya

tetap relevan

sepanjang jaman. Perlu dipahami bahwa


runtuh

dan komunikatif

terdapat sejumlah ideologi

tak memiliki makna fungsional ketika dihadapkan kepada

dinamika perubahan yang sangat cepat dalam berbagai kehidupan,


terlebih dengan dukungan informasi teknologi. Dan ideologi yang
merupakan ciptaan seseorang dan bersifat tertutup, merupakan ideologi
yang sangat rentan tertinggal oleh perubahan tatanan lingkungannya,
mengakibat tidak lagi memiliki relevansi dan daya

dukung sebagai

etika politik yang memadai.

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Seperti telah dipahami bahwa ideologi terdiri dari ideologi yang
bersifat terbuka dan ideologi yang bersifat tertutup, bagaimana dengan
ideologi Pancasila? Ideologi Pancasila adalah merupakan ideologi
terbuka, mengapa dinyatakan sebagai ideologi terbuka?

Hal ini

berkenaan

kepada

Indonesia

sebagai

negara

yang

dihadapkan

dinamika masyarakat yang tengah melaksanakan pembangun an


nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
Pancasila sebagai sebuah pemikiran harus memiliki kemampuan untuk
memberikan landasan dan arah memecahkan masalah yang timbul
dalam perubahan tersebut.
Di lain pihak

dalam kenyataan di dunia ini bangkrutnya atau

gagalnya sebuah ideologi antara lain karena tertutup tidak memberikan


koridor bagi tumbuhnya pemikiran aktualitasnya, sehingga gagal tidak
dapat memberikan landasan motivasi dan inspirasi dalam menghadapi
perubahan masyarakatnya. Di samping itu Pengalaman sejarah politik
masa lampau bernegara memberikan petunjuk bahwa ideologi Pancasila
memiliki kekuatan

dikarenakan sifatnya sebagai ideologi terbuka.

Demikian pula cita-cita

bertekad untuk memperkokoh kesadaran akan

11

nilai-nilai

dasar

Pancasila

yang

bersifat

abadi

dan

hasrat

mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai


tujuan nasional.
Bagaimana sifat keterbukaan tersebut? Perlu Dipahami bahwa
substansi nilai Pancasila tidak akan terpengaruh dengan berbagai
perubahan yang terjadi karena sifat nilainya yang transendental, Namun
keterbukaan ini bermakna kepada warga negara Indonesia untuk terus
secara

terbuka

pemikirannya

ke

arah

memperkuat

keyakinan

kebenaran, komitmen untuk berbuat dan bertindak atas dasar dan


pertimbangan nilai dan moral Pancasila. Bagaimana implikasinya? Perlu
disadari

bahwa

keterbukaan

adalah

untuk

memperkokoh

niat

komitmen, atau tekad maka dengan demikian menyikapi

Pancasila

sebagai

kerangka

ideologi

bersifat

terbuka,

tetap

dalam

mempertahankan keyakinan dan tetap dalam, namun ada batas-batas


keterbukaan dalam kerangka

Stabilitas nasional yang dinamis

dan

mengambil jarak dengan ideologi lain yang bertentangan dengan


ideologi Pancasila, misalnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme
liberalisme sekularisme

dan ideologi

lainnya yang bertentangan

dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Demikian pula sifat keterbukaan


tersebut memperhatikan sifat ideologi itu sendiri. Ada tiga dimensi sifat
ideologi,

yaitu dimensi

fleksibilitas.

Perlu

realitas,

Dipahami

dimensi idealisme, dan dimensi

bahwa

Dimensi

Realitas

nilai

yang

terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam


masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka
betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu
adalah milik mereka bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi
realitas ini dalam dirinya. Sedangkan dimensi idealisme: maknanya
ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila
bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan
dengan dimensi realitas. Bagaimana dengan dimensi fleksibilitas?

12

ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat


relevansinya

dari

waktu

ke

waktu

sehingga

bersifat

dinamis,

demokratis.
Pancasila

memiliki

dimensi

fleksibilitas

karena

memelihara,

memperkuat relevansinya dari masa ke masa. Perlu dipahami bahwa


Pancasila sebagai ideologi terbuka, adalah untuk memperkokoh sifat
ideologi tersebut dan kemudian merefleksi bukan pada substansi
ideologi akan tetapi pada sikap perbuatan yang memperkokoh daya
dukung masyarakat subyek pendukung Ideologi terbuka. Dengan
demikian warga negara memiliki sikap politik keterbukaan berpikir
untuk menilai dan memperkokoh keyakinan terhadap ideologi tersebut.
Di

sinilah

perlunya

pembelajaran

terus

menerus

untuk

memperkokoh sistem nilai menjadi karakter warga negara, implikasinya


terhadap pendidikan politik untuk mampu membelajarkan warga negara
sebagai kompetensi dasar bagi pembelajaran

sebagai warga negara

yang baik yang ber Etika politik. untuk memperkokoh keyakinan


terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsanya.
Untuk memperkuat pemahaman perlu dipelajari kembali esensi
perbedaannya dengan sifat ideologi tertutup,

Ideologi tertutup,

merupakan sebuah sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: merupakan


cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui
masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan
yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan
cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan
operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.
Di lain pihak Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang
terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat
dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya
masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok
orang,

melainkan

hasil

musyawarah

dari

konsensus

masyarakat

13

tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga
tidak langsung operasional.
3. Pancasila Ideologi Terbuka dalam Perspektif Sistem Politik
Indonesia
Bagaimana penjelasan secara harfiah tentang sistem ? Sistem
berasal dari bahasa Latin dan Yunani, istilah "sistem" diartikan sebagai
menggabungkan, untuk mendirikan, untuk menempatkan bersama.
istilah sistem berasal dari bahasa Yunani; sistem, yang disebut sistem
mempunyai pengertian sebagai berikut. (1) Suatu hubungan yang
tersusun

atas

sekian

banyak

bagian

dan,

(2)

Hubungan

yang

berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen-komponen secara


teratur. Jadi, sistem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau
komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan
suatu keseluruhan. Sistem digunakan sebagai
pendekatan sistem

mempelajari sesuatu

yang terdiri dari subsistem sub sistim


kesatuan

dalam

membangun

pendekatan, yaitu

sebagai satu keseluruhan


yang terkait menjadi satu

mekanisme

mencapai

tujuan

dan

keberadaannya. Juga sering digunakan kepada sifat berpikir, berpkir


sistem yang runtut komprehensif dalam memecahkan suatu masalah,
hingga menyentuh bagian-bagian terkait secara mendetil sehingga
ditemukan kebenaran secara sistemik. Dalam studi sistem kenegaraan
semestinya

menggunakan pendekatan sistem dan berpikir sistem

untuk memperoleh pemahaman menyeluruh meliputi berbagai bagian


terkait dengan membangun dan menjalankan organisasi negara.
Perlu dipahami tentang

pengertian sistem politik?

Pengertiannya antara lain dikemukakan oleh David Easton (1984:395)


yang mengemukakan bahwa sistem sebagai sebuah teori, yaitu Teori
sistem adalah suatu model yang menjelaskan hubungan tertentu antara
sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit (yang bisa saja berupa
suatu masyarakat, serikat buruh, organisasi pemerintah).

14

Dengan demikian dalam kerangka studi ini sistem kenegaraan


adalah

studi

tentang

subsistemnya,

negara

secara

sistemik,

meliputi

seluruh

fugsi serta mekanisme dalam mencapai tujuannya.

Selanjutnya perlu dipahami bahwa David Easton juga mengemukakan


ciri-cirinya antara lain : (1) Sistem mempunyai batas yang di dalamnya
ada saling hubungan fungsional yang terutama dilandasi oleh beberapa
bentuk komunikasi. (2) Sistem terbagi ke dalam sub-sub sistem yang
satu sama lainnya saling melakukan pertukaran (seperti antara desa
dengan pemerintah daerah atau antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat) (3). Sistem bisa membuat kode, yaitu menerima
informasi, mempelajari dan menerjemahkan masu kan (input) ke dalam
beberapa jenis keluaran (output).

Sementara itu Carl. D. Friedrich

dalam buku man and his Government mengemukakan definisi sistem,


yaitu : Apabila beberapa bagian yang berlainan dan berbeda satu sama
lain membentuk suatu

kesatuan, melaksanakan hubungan fungsional

yang tetap satu sama lain serta mewujudkan bagian-bagian itu saling
tergantung

satu

sama

lain.

Sehingga

kerusakan

suatu

bagian

mengakibatkan kerusakan keseluruhan, maka hubungan yang demikian


disebut sistem. System is an organized scheme or method (Sistem
adalah kumpulan skema atau metode David Easton dalam karyanya A
System Analysis of Political Life (dalam Susser, 1992:189) mencoba
menggambarkan

kemungkinan

melihat

kehidupan

politik

dari

terminologi sistem. Sistem adalah konsep simulasi dari totalitas. Untuk


melihat kehidupan sosial, sistem dapat bermakna kenyataan sosial yang
terintegrasi dari kompleksitas berbagai unit yang ada serta bersifat
interdependensi
Pendekatan sistem dalam studi sistem kenegaraan didasarkan
atas paradigma bahwa perubahan unit-unit sosial akan menyebabkan
perubahan pada unit-unit lainnya dalam satu totalitas. Demikian
aplikasi studi sistem kenegaraan, yang meliputi input proses, output,
dimana menempatkan infrastruktur sebagai input yang berproses lewat

15

mekanisme sistem menjadi output berupa suprastruktur yang juga


untuk mencapai melakukan kerja hubungan tatacara menjalankan
pemerintahan dan hak kekuasaan negara. Seluruh komponen dalam
sistem politik
Sementara itu

tersebut

saling

terkait dan saling mempengaruhi.

hubungan kesesuaian antara negara dan landasan

sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat, Negara


sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, rakyat, dan
adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Di lain pihak Pancasila dilihat dari konsep politik dan bernegara,
memiliki kedudukan sebagai ideologi berbangsa dan bernegara. Dalam
rangka hidup berpolitik dan bernegara, setiap bangsa

di dunia ini

membangun ideologi, antara ideologi tumbuh sesuai dengan jaman dan


konteks kebangsaan dan cita-cita politiknya. Indonesia membangun
ideologi Pancasila yang hasil pemikiran filsafat
dasar negara.

dalam menentukan

Bagaimana Fungsi utama ideologi dalam masyarakat

menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau
cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat,
dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur
penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat. Tampak jelas
bahwa Pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar
pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa. Dengan demikian
memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.
Perhatikan

pendekatan sistem dalam mempelajari Sistem

kenegaraan berikut ini;


Gambar 1:2
Dasar Negara dan Sistem Politik

16

Keterbukaan Pancasila adalah untuk memperkokoh niat komitmen,


atau tekad maka dengan demikian menyikapi

Pancasila sebagai

ideologi bersifat terbuka, tetap dalam kerangka mempertahankan


keyakinan dan tetap dalam, batas-batas keterbukaan dalam kerangka
memperkokoh Stabilitas nasional yang dinamis dan mengambil jarak
dengan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila,
misalnya

ideologi marxisme, leninisme,

komunisme

liberalisme

sekularisme dan ideologi lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai


dasar

Pancasila.

Selanjutnya

perhatikan

tulisannya Pancasila sebagai Ideologi

(1996: 190)

bahwa berbicara Pancasila sebagai ideologi


tentunya

pendapat

dalam

mengemukakan

dalam kehidupan politik

yang dimaksudkan adalah bagaimana

Pancasila sebagai landasan

Alfian

peran dan fungsi

dan sekaligus tujuan dalam kehidupan

politik bangsa kita. Selanjutnya dijelaskan bahwa relevansi Pancasila


sebagai ideologi

dalam kehidupan politik

bangsa kita

antara lain

terletak pada kualitas yang terkandung di dalam dirinya Di samping itu


relevansinya terletak

pada posisi komperatifnya dengan

ideologi-

ideologi lain sehingga bangsa kita yang meyakininya memahami dan

17

menghayati

betul mengapa Pancasila

adalah ideologi yang terbaik

untuk dipakai sebagai landasan sumber nilai dan sekaligus

tujuan

dalam membangun dirinya.


Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi
terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945: terutama bagi
negara baru dan negara muda, lebih baik politik dasar yang tertulis itu
hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang
yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut.

Simpulan
1. Ideologi tertutup diciptakan oleh seseorang dan kelompok lebih
bersifat

operasional

untuk

mengubah

dan

mengarahkan

perubahan, didasarkan atau penafsiran tunggal tertutup dari


pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di lingkungannya.
Sosialisasinya dilakukan secara indoktrinasi dengan menggunakan
kekuasaan dan paksaan, penaatannya atas dasar kewajiban yang
dipaksakan dan membangun sistem otoriter.
2. Ideologi terbuka

merupakan hasil pemikiran filsafat

kepentingan bernegara dan berbangsa,

untuk

merupakan nilai-nilai

dasar yang diyakini kebenarannya dan disepakati bersama


dirumuskan dan dimufakati atas nama bangsa, Disepakati atas
keyakinan dan kebenaran bersumber dari nilai-nilai transendental,
sebab dirumuskan bersumber dari nilai-nilai kebenaran yang
tumbuh dan perkembangan dalam kehidupan berbangsa. Nilai
nilai dasar yang dapat memberikan landasan
memberikan

mengubah dan

mengarahkan

perubahan,

koridor

penafsiran

implementatif

kreatif dari seluruh warga masyarakat sebagai

18

subyek pendukungnya

komunikatif atas

pemikiran-pemikiran

baru yang berkembang di lingkungannya. Sosialisasinya atas


kesadaran

warga

negara

melalui

proses

pendidikan

dan

pembelajaran dalam membangun dan pemahaman dan kesadaran


atas dasar keyakinan dan kebenarannya dan ketepatannya,
sebagai sumber inspirasi dan identitas politik sebagai warga
negara yang baik. Diimplementasikan melalui pembentukan, nilai,
moral dan etika politik dalam membangun sistem politik.
3. Pancasila

sebagai ideologi terbuka, sebab Pancasila

pemikiran filsafat politik berbasis kepada

hasil

keberagaman untuk

kepentingan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.


Berisi

nilai-nilai

yang

bersumber

dari

nilai

transendental

Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersumber dari

kehidupan

keberagaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat


Indonesia

yang

bernegara.

teruji

dalam

Mengandung

pengalaman

nilai-nilai

dasar

berbangsa
yang

dan

memberikan

sumber bagi pengembangan nilai dan moral, norma hukum dalam


pembentukan sistem hukum dan politik.
dirumuskan bersama

Sebagai etika politik

merupakan hasil pemikiran filsafat untuk

kepentingan bernegara dan berbangsa.

Merupakan nilai-nilai

dasar yang diyakini kebenarannya dan disepakati bersama


dirumuskan dan dimufakati atas nama bangsa, sepakati atas
keyakinan dan kebenaran bersumber dari nilai-nilai transendental.
Dirumuskan bersumber dari nilai-nilai kebenaran yang tumbuh
dan berkembangan dalam kehidupan berbangsa. Nilai nilai dasar
yang dapat memberikan landasan mengubah dan mengarahkan
perubahan, memberikan koridor penafsiran implementatif
seluruh

warga

masyarakat

sebagai

subyek

dari

pendukungnya

komunikatif atas pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di


lingkungannya.

Sosialisasinya

atas

kesadaran

warga

negara

melalui proses pendidikan dan pembelajaran dalam membangun

19

dan pemahaman dan kesadaran atas dasar keyakinan dan


kebenarannya dan ketepatannya, sebagai sumber inspirasi dan
identitas

politik

sebagai

warga

negara

yang

baik.

Diimplementasikan melalui pembentukan, nilai, moral dan etika


politik dalam membangun sistem hukum dan politik Indonesia.
Sosialisasi dan implementasi atas dasar kesadaran dalam akan
kebenaran dan keyakinannya

sebagai sumber inspirasi arah

pembangunan Negara dan Bangsa. Membangun dukungan warga


negara

sebagai

kehidupan

subyek

berbangsa

dalam
dan

membangun

bernegara

dalam

kecerdasan
kehidupan

pemerintahan berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan Yang Maha


Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
perwakilan dan permusyawaratan.
4. Sikap warga negara dalam Keterbukaan Pancasila sebagai adalah
untuk memperkokoh niat komitmen, atau tekad maka dengan
demikian menyikapi Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka,
tetap dalam kerangka mempertahankan keyakinan. Sementara itu
batas-batas

keterbukaan

dalam

Stabilitas nasional yang dinamis

kerangka

memperkokoh

dan mengambil jarak dengan

ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.


Misalnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme liberalisme
sekularisme

dan ideologi

lainnya yang bertentangan dengan

nilai- nilai dasar Pancasila.

TUGAS PEMBELAJARAN
Diskusikan dalam kelompok tema dan masalah sebagai berikut;

20

1.

Kemukakan pengertian

makan dan peran Ideologi dalam

membangun kehidupan bernegara dan berbangsa, tunjukkan


bahwa

keberhasilan

bangsa

dalam

membangun

negaranya

sangat ditentukan oleh kekuatan ideologinya dan kecerdasan


warga negara dalam mendukung ideologi negaranya.
2. Kemukakan perbedaan

teoritik antara Ideologi tertutup dan

Ideologi terbuka serta keunggulan dan kelemahan dari dua jenis


ideologi tersebut
3. Kemukakan alasan mengapa ideologi terbuka dipandang lebih
baik dari pada ideologi tertutup

dalam kaitannya dengan

mengatasi berbagai masalah dan tantangan dalam membangun


negara dan bangsa dalam percaturan global dan hubungan antar
ideologi

berbagai

negara

dan

bangsa

dalam

tataran

internasional.
4. Identifikasi Pancasila sebagai ideologi terbuka dari aspek, sumber
kebenaran,

cara

berpikir

menemukan

kebenaran,

proses

perumusan, nilai-nilai dasar dan transendental, peran sebagai


ideologi dalam perspektif perubahan.
5. Kemukakan

keunguan

Pancasila

terbuka

dalam

perspektif

memperkokoh sistem pembangunan profesionalisme

POLRI

sebagai subyek pendukung ideologi dalam peningkatan mutu


pelaksanaan TUGAS POKOK POLRI.

21

22

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2

PANCASILA SEBAGAI

ETIKA POLITIK DALAM PERSPEKTIF

PENEGAKAN KODE ETIK POLRI

A. Pendahuluan

Bagaimana konsepsi sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila ?,


Dapat dijelaskan bahwa sistem kenegaraan yang dibangun berdasarkan
nilai moral yang terdapat dalam falsafah Pancasila. Dalam sistem
kenegaraan ini Pancasila sebagai landasan filosofik negara sedangkan
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam membangun sistem
kenegaraan berdasarkan Pancasila, teori, konsep bernegara dipilih yang

23

sesuai dengan nilai kebenaran Pancasila. Dengan demikian Sistem ini


dibangun atas landasan

konstitusional yang memuat normanorma

yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu

Negara

Indonesia adalah wujud pemikiran konsepsi bernegara berdasarkan


Pancasila. Untuk memahami sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila,
hendaknya diawali dengan mempelajari Pancasila dari sudut

filsafat

dan etika, sehingga dapat ditemukan nilai-nilai dan moral yang


terkandung dalam Pancasila sebagai filsafat berbangsa dan bernegara.
Oleh karena semakin jelas bahwa

dalam rangka pembelajaran,

diperlukan kemampuan untuk melakukan studi etika politik


mengidentifikasi
dari

jenis mutan moralitas

Pancasila.

Terutama

untuk

dan norma yang bersumber

untuk memahami sistem kenegaraan

berdasarkan Pancasila tersebut

baik secara filosofis, teoretik dan

konseptual. Oleh karena itu studi tentang sistem kenegaraan ini,


semestinya didasarkan atas kajian filsafat
norma

teori

dan

paham

konstitusi

etika Pancasila, serta nilai


(constitusionalisme)

seperti

dirumuskan secara normatif konstitusional dalam UUD 1945. Mengapa


demikian? Karena

nilai-nilai dan moral yang bersumber dalam

Pancasila dijadikan dasar moral membangun sistem kenegaraan.


Selanjutnya perlu dipahami tentang bagaimana bubungan
antara nilai,

moral dan norma,

ini diperlukan karena akan banyak

ditemukan dalam kajian ini, dan untuk memperoleh pemaknaan yang


benar. Perlu diketahui bahwa antar nilai moral dan norma ketiganya
saling berkaitan dan berhubungan sebab akibat. Kedudukan nilai
sebagai sumber moral dan norma, dalam arti tidak mungkin ada moral
tanpa landasan nilai. Sedangkan norma adalah aturan atau kaidah yang
dibangun berdasarkan moral

dan nilai.

Artinya tidak mungkin ada

norma yang dibangun tanpa landasan moral.


Pengertian moral memperjelas mana yang baik dan yang buruk,
yang

kemudian

diwujudkan

secara

rinci

dalam

kaidah

yang

24

memberikan petunjuk jelas apa yang harus diperbuat dan apa yang
harus tidak boleh diperbuat dan diperkuat dengan memuat jenis serta
bentuk sangsi manakala norma tersebut dilanggar.
Untuk

kepentingan pembelajaran masalah tersebut di atas,

bahasan ini berisi uraian berkaitan dengan mengidentifikasi muatan


moral (morality) dan norma

Dalam sistem Kenegaraan

Pancasila. Selanjutnya mempelajari

Berdasarkan

keseluruhan kajian filosofis untuk

dapat mengidentifikasi muatan moral (morality) dan norma dalam


sistem kenegaraan

berdasarkan Pancasila dan Mengidentifikasi

muatan moral (morality) dan norma

dalam sistem sosial

kultural

Pancasila .

B. Pengertian Etika Politik Pancasila

Bagaimana dengan Etika politik Pancasila? Etika politik Pancasila


adalah etika yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, yang diperlukan
untuk

menciptakan mekanisme sistem politik, yang merupakan

kekuatan politik dalam wujud semangat penyelenggara negara. Sebab


semangat ini muncul sebagai kekuatan etika berbangsa dan bernegara,
kedudukan Pancasila sebagai sumber etika tersebut.
Perlu dipahami bahwa etika politik bagian dari filsafat politik, yang
memberikan landasan etika terhadap sistem politik, agar sesuai dengan
nilai dan tujuan bernegara dan berbangsa. Etika, atau filsafat moral
menurut (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan
dan

kejahatan.

Etika

politik

dengan

demikian,

memiliki

tujuan

menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa
standar baik itu?

Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana

politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau

25

politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan


tertentu, itu etika politik yang buruk.
Perlu dipahami bahwa nasionalisme kita hanya akan berkembang
dengan subur di alam demokrasi ini, bila Pancasila dijadikan acuan
dalam etika politik. Etika politik bisa berjalan kalau ada penghormatan
terhadap kemanusiaan dan keadilan terjadi terlebih akan lebih kuat bila
bersumber dari nilai-nilai Ketuhanan. Ini merupakan prasyarat dasar
yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan politik
demokratis yang berbasis etika dan moralitas. Bandingkan dengan
penjelasan pengertian moral
http://www.

navran.com/

yang Frank J. Navran

yang dikutip dari

article-values-morals-ethics.

mengartikan

bahwa Morals are values which we attribute to a system of beliefs,


typically a religious system, but it could be a political system of some
other set of beliefs. These values get their authority from something
outside the individual- a higher being or higher authority (e.g. society).
In the business world we often find ourselves avoiding framing our
ethical choices in moral terms for fear that doing so might prove
offensive (lacking in respect or compassion) to some.
Perlu dipahami bahwa etika politik sangat diperlukan terutama
dalam melakukan berbagai tindakan politik.

Diperlukan penguatan

etika terhadap pelaku politik agar tidak mengalami


Akibatnya fungsi perlindungan terhadap

kehancuran.

rakyat tidak berjalan sesuai

komitmen. Keadaan publik yang lemah acap kali melemahkan kondisi,


budaya, pendidikan politik.

Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah

masa depan bangsa ini kebutuhan sistem politik, dapat disebabkan


melemahnya dimensi etika politik. Sementara perselisihan terjadi tidak
terselesaikan

mengakibatkan kekaburan dan kekacauan sistem nilai.

yang disebabkan etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.


Perlu dipahami bahwa melemahnya etika
dalam

politik

bisa terjadi

janji kampanye berbeda dengan pelaksanaannya dengan.

26

Artinya rakyat warga negara hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah
yang membuat publik kurang percaya pada aktor dan lembaga politik.
Keadaan kita sungguh-sungguh kehilangan daya untuk memperbarui
dirinya.

Etika

politik

yang

berpijak

pada

Pancasila

dapat

menyelamatkan hancur karena politik identik dengan uang. Uang


menjadi penentu segala-galanya dalam ruang publik.
Dalam politik yang memiliki kekokohan etika politik, maka tidak
akan ada kebabblasan, seperti dirasakan sebagai salah satu kelemahan
reformasi

adalah kebabblasan, yang berakibat serba boleh, karena

orientasi perubahan lebih kuat dan amat membeci sistem yang lama
tanpa menguji yang bahwa yang baru lebih baik. Dengan demikian
dikhawatirkan terjadi kemunduran etika politik para elite dalam setiap
prilaku politiknya membuat.

Perlu dipahami Pelemahan

para aktor dan elite politik adalah

etika politik

salah satunya ditandai dengan

menonjolnya sikap pragmatis mendalam perilaku politik yang hanya


mementingkan

kelompoknya

saja.

Kepentingan

bangsa,

menurut

mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya. Dan masing-masing


kelompok

berpikir

demikian.

Implikasinya

kekuatan sistem politik, dengan cara

perlu

dikembangkan

memperkuat nilai dasar

etika

politik berdasarkan pada nilai-nilai transedental Pancasila. Ketika


melemahnya etika politik maka akan muncul prilaku politik

yang

merendahkan martabat politik dan aktor politiknya. Munculnya kasus


politik seperti, money politic, serangan pajar,
politik, calo kekuasaan atau jabatan.

mahar politik, mafia

Atau upaya politik

yang

menghalalkan berbagai cara lainnya.


Perlu dipahami bahwa

jika ditarik logika yang ada di kepala

masing-masing kelompok, nyaris tidak ada yang namanya kepentingan


bersama untuk bangsa. Yang ada hanyalah kebersamaan fatamorgana.
Seolah-olah kepentingan bersama, padahal itu hanyalah kepentingankepentingan kelompok yang terkoleksi. Hampir tidak ada kesepakatan di

27

mata para politisi kita tentang akan dibawa ke mana bangsa ini, karena
semua merasa benar sendiri, dan tidak pernah mau menyadari di balik
pendapat yang ia nyatakan, mengandung kekurangan yang bisa ditutup
oleh pendapat kelompok lain. Prinsip menerima kebenaran pendapat
lain sudah mati, dan tertimbun oleh arogansi untuk menguasai
kelompok lain.

Memang

benar

alam

raya

ini

penuh

dengan

perbedaan. Demikian pula politik, penuh dengan perbedaan pendapat.


Tapi di Indonesia perbedaan pendapat justru menjadi penghalang untuk
mencapai visi bersama bangsa. Betapa sedih melihat ketika demokrasi
yang kita rasakan dibangun oleh para elite dengan cara manipulatif dan
penuh rekayasa untuk menjatuhkan lawan.
Bagaimana masalahnya?

Yang menjadi masalah antara lain ke

arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk
reformasi ini? Dalam praktek keseharian, politik seringkali bermakna
kekuasaan yang serba elitis, dari pada kekuasaan yang berwajah populis
dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara
bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski
bertentangan dengan pandangan umum. Karena itulah, di samping
aturan legal formal berupa konstitusi, politik berikut prakteknya perlu
pula dibatasi dengan etika politik. Etika politik digunakan membatasi,
meregulasi,

melarang

dan

memerintahkan

tindakan

mana

yang

diperlukan dan mana yang dijauhi.


Bagaimana sifat dari etika politik? Etika politik yang bersifat
umum dan dibangun melalui karakteristik masyarakat bersangkutan
amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur
dalam aturan secara legal formal. Jadi etika politik lebih bersifat
konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika
politik itulah maka acapkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan
mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam
kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang)

28

yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah
diabaikan. Akibatnya ada dua hal pudarnya nilai-nilai etis yang sudah
ada, dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan
moralitas publik. Untuk memaafkan fenomena tersebut lalu berkembang
menjadi budaya permisif. Semua serba boleh, bukan saja karena aturan
yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh,
karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan
uang) dengan mudah.
Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada
kompetisi yang mengabai kan moral. Buktinya, semua harga jabatan
politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga
yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan
budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik
(dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam
Giddens, run away) menuju ke arah jualbeli menggunakan uang
maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.

C. Etika Politik dan Budaya Politik Pancasila

Bagaimana pengertian budaya politik? Terdapat sejumlah definisi


tentang budaya politik, di antaranya yang mengartikan bahwa Budaya
politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan bernegara dan
berbangsa. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya
politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya.
Intinya budaya politik terletak pada keberhasilan membagi politik
sehingga menjadi partisipasi politik yang tinggi

adil dan harmoni

dalam berbagai sistem dan lembaga politik pada suatu negara

29

tertentu. Perhatikan definisi yang dikemukakan Almond dan Verba


mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas
warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan
sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.
Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus
menuju tujuan politik di antara masyarakat bangsa itu.
Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa
mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga
kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi
itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan
mereka di dalam sistem politik. Budaya politik tumbuh dan berkembang
apabila dalam proses politik terjadi partisipasi politik yang tumbuh atas
kesadaran politik, sehingga menghasilkan partisipasi warganegara yang
tinggi dengan semangat untuk mencapai tujuan bernegara, yang
didasarkan atas nilai-nilai transendental memiliki kekuatan lahir batin,
yaitu negara Indonesia. Perlu diingat bahwa salah satu peran

etika

politik adalah untuk membangun budaya politik berdasarkan nilai nilai


Pancasila melalui proses pembelajaran yang demokratis. Pengertian lain
dapat dijumpai dalam definisi terutama untuk yang dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis tentang bahwa
budaya politik dimaknai sebagai aspek politik dari nilai-nilai yang
terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya
dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik
tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai
dan norma lain.
sangat luas,

Dalam definisi

dikemukakan makna budaya politik

namun sangat kuat perhatiannya terhadap

kecerdasan

warga negara untuk melakukan pertimbangan nilai politik berdasarkan


hasil penalarannya.

Pengertian lain lebih menukik pada dimensi

substansinya dikemukakannya bahwa Budaya politik dapat dilihat dari


aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi
atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua

30

(aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik,


seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup. Definisi yang terakhir ini
bila dikaitkan dengan peran Pancasila sebagai dasar bernegara, maka
aspek

generik

politik

Indonesia

adalah

mewujudkan

kehidupan

bernegara berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek


kehidupan

bernegara

dengan

keberhasilannya

mewujudkan

tujuan

negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945.


Bagaimana arah pengembangan budaya politik Indonesia? Dapat
dijelaskan bahwa

tidak dapat dimungkiri, sebagai bangsa, Indonesia

begitu majemuk. Aneka kelompok, baik yang mengikat diri secara


kultural, ideologis maupun religiusitas, berkejaran dalam jagat keIndonesiaan. Sehubungan dengan itu, persoalan krusial yang belum
terpecahkan sejak fakta pendirian bangsa ini adalah mewujudkan
tatanan hidup bersama secara rasional.
Sebuah wujud
dicemari

fakta-fakta

koeksistensi di tengah kemajemukan tanpa


irasional,

seperti

kekerasan,

kebohongan, hegemoni, dan sebagainya. Budaya

manipulasi,

demokrasi sebagai

budaya politik dibangun dalam tatanan idealistik dan praksis, sering


terjadi kesenjangan, ruang inilah yang kemudian dijadikan bahan bagi
peningkatan

kualitas

dan

pertumbuhan

budaya

politik

tersebut.

Pelaksanaan demokrasi yang tidak lagi konsisten dengan idenya, maka


akan dikoreksi dan diperbaiki sehingga memiliki nilai demokratis yang
lebih

baik.

Demokrasi menjadi

pilihan yang

dikembangkan oleh

sejumlah negara maju, termasuk negara adikuasa, yang memiliki


kehendak untuk ditularkan kenegaraan lainnya.
Pancasila memiliki peran yang strategis untuk mengisi demokrasi
agar sesuai dengan nilai-nilai

politik yang telah melembaga dan

membudaya dalam kehidupan bernegara bangsa Indonesia.

Model

demokrasi yang ideal adalah demokrasi Pancasila di mana Pancasila

31

dijadikan sumber nilai dalam berbagai rancang bangun sistem politik,


juga dalam implementasi dan mekanisme sistem politik tersebut.
Terdapat sejumlah upaya bagaimana budaya politik ditumbuhkan,
namun demikian perlu dimaknai bahwa budaya politik semestinya
tumbuh dan berkembang sebagai buah terbaik dari pemikiran dan
praktek politik. Untuk itu sering kita saksikan. Perhatikan sebuah kritik
terhadap fenomena budaya politik

Pada Zaman Orde Baru; Sering

dilakukan kuliah-kuliah kering tanpa persatuan dan kesatuan, toleransi,


dan

kebersamaan.

Ide-ide

yang

gegap-gempita

di

ruang-ruang

penataran, namun miskin secara praksis. Hasilnya, etika politik dan


sosial pecah berantakan. Demokrasi diajukan ke meja hijau. Demokrasi
dituduh meriuh-rendahkan kehidupan politik yang dulu senyap-sejuk.
Disintegrasi Itulah retorika magis yang membuka pintu bagi aparatur
untuk turun tangan. Pertikaian sosial hanya bisa diredam dengan
tangan besi. Tidak ada jalan lain. Budaya politik tumbuh sejalan dengan
proses politik yang mengedepan sebagai
menghormati

kondisi pluralistik dan distribusi

demokratisasi, dengan
politik

ditutup demi

ketertiban dan keamanan sehingga terjadi pembungkaman ideologis


seperti dilakukan pada jaman

Orde Baru, pasca reformasi

kembali

mendapatkan ruang keterbukaan. Inilah gambaran bagaimana dinamika


kehidupan politik yang kemudian

best practice

akan membentuk

budaya politik sesuai dengan perkembangan dan kematangan politik.


Budaya politik akan tumbuh apabila partisipasi politik dimiliki oleh
warga negara, sehingga memunculkan seni politik dalam dinamika
politik. Dari sisi inilah diperlukan

reformasi yang dapat meluruskan

prosedur-prosedur politik yang melenceng dari garis demokrasi yang


ideal sehingga memiliki kekuatan daya transformasi menjadi Demokrasi
Pancasila yang memiliki karakter kebangsaan. Di sinilah koridor etika
politik memiliki peran strategis dalam memberikan warna bagi prilaku
dan kehidupan politik. Seperti tampak dalam membangun budaya
politik demokrasi dengan unsur unsur sentuhannya seperti; Pemilu

32

multipartai dilangsungkan secara jurdil lima tahun sekali. Presiden


dipilih langsung. Masa jabatannya dibatasi dua kali. Lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif berfungsi proporsional dan maksimal, dan
sebagainya. Namun demikian perlu di perhatikan bahwa budaya politik
berkait dengan adanya jaminan akan kebebasan berekspresi, berserikat,
dan

menjalankan

digunakannya

syariat

kebebasan

agama.

Sebaliknya

berekspresi

mampu

dijadikan

mencegah

jalan

untuk

mengobarkan sentimen anti-etnis atau agama tertentu.


Bagaimana demokrasi bisa seiring dengan etika politik. Satusatunya jalan adalah terwujudnya apa yang disebut budaya demokratis
(democratic culture). Demokrasi tanpa dibarengi budaya demokratis
semestinya tumbuh berkembang

dengan menguatnya komitmen

terhadap nilai-nilai yaitu etika politik yang terdapat dalam Pancasila.


Hal

ini

diperlukan

pencerdasan

warga

negara

yang

memiliki

kemampuan membangun komitmen dirinya terhadap nilai-nilai

dasar

Pancasila. Budaya demokrasi akan tumbuh manakala berpusat pada


pencerdasan partisipasi warga negara, merekalah yang berdaulat, tidak
dibalik di mana yang berdaulat itu penguasa pangreh semestinya direh.
Dengan menempatkan nilai-nilai Ketuhanan

sebagai sumber etika

politik dan demokrasi, maka akan cepat bangsa membangun budaya


politiknya secara produktif.
Kaitannya dengan budaya demokrasi sebagai bagian dari budaya
politik, Dimensi ini menuntut setiap warga negara dipandang sebagai
subyek politik yang setara dalam melibatkan diri secara politis.
Melibatkan diri dalam hal ini bukan saja sebagai

subyek politik akan

tetapi menjadi aktor politik atau politik yang terlibat dalam prosesproses politik, tetapi juga sebagai partisipan aktif. Untuk itu, peluang
warga negara untuk mempengaruhi proses-proses politik harus dijamin
setara. Di sinilah peran dan kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai
etika politik untuk dioptimalkan dan diperankan untuk membangun

33

budaya politik Pancasila. Implikasinya pengembangan program mesti


sarat dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Perlu dipahami bawa Budaya
politik yang mengandung dua komponen pokok. Pertama, kemandirian
dan kedua, nalar publik. Budaya adalah struktur. Kebiasaan yang
berulang dan menghasilkan pola yang dihayati bersama. Pola kultural
yang belum sepenuhnya lepas dari masyarakat kita adalah pola-pola
feodalisme. Struktur dan kultural feodalisme amat bersebrangan
dengan

kultur

kemandirian.

Kultur

politik

yang

menggantungkan

segalanya pada kekuasaan dan melemahkan inisiatif publik. Perhatikan


bahwa

manakala

kekuasaan

diagungkan,

maka

kekuatan

nonpemerintah diremehkan. Politik ditafsirkan sebagai ajang cari makan


dan status. Karier yang bagus berarti kaya materi

dan status sosial

yang kian meninggi.


Logikanya pun menjadi politik praktis: perebutan dan aksentuasi
kekuasaan. Padahal civil society berpijak pada logika politik yang
berbeda. Logika politik civil society bukan politik praktis, tetapi politik
emansipatoris. Artinya, politik guna membela hak dan membebaskan
warga negara dari ketergantungan politis lewat konsistensi dan
advokasi. Sasarannya adalah naiknya posisi tawar masyarakat dan
menciptakan budaya kemandirian yang proaktif.
Bagaimana Demokrasi yang beretika Pancasila? Perlu dipahami
bahwa pendekatan transendental dalam membangun penalaran politik
dari tatanan hidup bersama. Untuk itu, nalar publik mesti dijadikan
sarana kekuatan ideologi politik ketika berhadapan dengan eksistensi
dan kekuatan ideologi lain.
Membudayakan pencerdasan politik warga negara bukan perkara
ringan. Dalam masyarakat yang sebagian besar masih dikungkung nilainilai primordial, nalar politik yang dipakai masih bersifat privat. Nalar
yang cenderung tertutup, sektarian, dan tidak sulit bahkan tidak bisa
menerima perbedaan. Sasarannya bukan mencari kepentingan, tetapi

34

efektifitas dan kesuksesan. Kelompok atau individu lain dipandang


sekadar sebagai sarana, bukan sebagai subyek diskursif yang setara.
Kondisi inilah yang menuntut perlunya revitalisasi pendidikan Pancasila,
dan mengaktualisasikan Pancasila sebagai sumber Etika politik dan
pendidikan politik.
Bagaimana membangun sebuah kultur demokratis? Tidak ada
jalan lain kecuali menggelar strategi kebudayaan demokratis itu sendiri.
Kaitannya dengan

membangun sistem pendidikan politik

menjadikan prinsip kemerdekaan otonom

yang

dan kemampuan berpikir

politik kenegaraan dari warga negara sebagai pijakan konseptual.


Sistem yang berfokus pada upaya membangun kapasitas warga negara
sebagai individu-individu memiliki otonom dan kemampuan kritis dan
serta semangat partisipasi atas tanggung jawab terhadap bangsa dan
negaranya. Otonom bukan berarti egosentris. Karena itu, pembelajaran
nilai

politik

harus

menekankan

perjumpaan,

pengenalan,

dan

pemahaman yang lain (the others). Strategi pedagogis ini tentu


berkait serta dengan jangka panjang. Strategi yang amat menentukan
orientasi masa depan kualitas demokrasi.
Dalam teori politik, etika politik bukanlah sekadar gagasan
himbauan moral yang naif bila dikaitkan dengan kehidupan politik
praktis seperti sinyalemen adagium di atas. Minimum ada tiga prinsip
yang secara metodologis dapat dijadikan untuk mengukur muatan etika
politik dari sebuah politik atau pun kebijakan publik. Prasyarat pertama
adalah prinsip kehati-hatian (principle of prudence), sebuah prinsip yang
mempertanyakan

secara

kritis

tentang

latar

belakang

berikut

pemihakan dari sebuah tindakan ataupun kebijakan dari

para

pemegang kunci kekuasaan politik. Dalam prinsip ini, sebuah tindakan


yang memiliki motif untuk memihak kepentingan lebih luas dibanding
dengan kepentingan sempit partai golongan atau kepentingan diri
sendiri akan memiliki nilai etika yang jauh lebih tinggi dan terpuji.

35

Prinsip kedua adalah prinsip tatakelola (principle of governance)


yang

berhubungan

pengambilan

dengan

keputusan

menyangkut penilaian

masalah

ataupun

etika

penentuan

di

dalam

tindakan.

proses
Prinsip

ini

terhadap standar-standar yang digunakan di

dalam menentukan sebuah tindakan ataupun kebijakan. Kesadaran akan


pentingnya akuntabilitas, transparansi dan soladiritas, secara otomatis,
akan melahirkan perilaku dan keputusan yang jauh lebih etis.
Prinsip yang ketiga adalah prinsip pilihan rasional (principle of
rational choice) yang secara metodologis menimbang secara seksama
atas manfaat dan biaya (costs and benefits) dari sebuah tindakan
ataupun kebijakan dalam rangka kepentingan umum. Sebuah tindakan
atau keputusan yang memiliki manfaat yang sangat tinggi dan
signifikan bagi kepentingan umum jauh lebih etis dibanding tindakan
yang

hanya

melayani

kepentingan

pribadi

ataupun

kepentingan

manuver partai politik yang sesaat.


Dalam kehidupan politik sehari-hari, baik biaya (costs) maupun
manfaat (benefits) tidak selalu hadir dalam bentuk fisik-material.
Namun juga kedua aspek tersebut dapat diurai dalam bentuk nilai-nilai
simbolik seperti trust, stabilitas, solidaritas, ataupun loyalitas. Dari
uraian tersebut, kita perlu mengingatkan pentingnya muatan etika
politik sebagai acuan bersama bagi jagat perpolitikan kita.
Selanjutnya
moral politik ?

bagaimana kedudukan Pancasila dikaitkan dengan


bertitik tolak dari

pengertian

moral politik yang

memuat tentang kebenaran berkait dengan pengambilan keputusan


menentukan sikap dan perbuatan

dalam kerangka berbangsa dan

bernegara, selanjutnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa


Indonesia yang diperkuat posisinya sebagai dasar negara dan sumber
politik,

maka sangat jelas kedudukannya sebagai sumber norma.

sebagai dasar negara adalah merupakan suatu kesatuan utuh nilai-nilai


budi pekerti atau moral.

Oleh karena itu Pancasila dapat disebut

36

sebagai moral bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah bernegara


dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian Pancasila
juga merupakan moral berbangsa dan bernegara, yaitu moral yang
hendaknya dijadikan dasar untuk membangun kehidupan bernegara.
Selain

itu

Pancasila

merupakan

gagasan

fundamental

tentang

kehidupan manusia, di mana nilai-nilai tersebut melekat pada kodrat


setiap individu. Dari sebab itu kelima nilai Pancasila itu berlaku bagi
perseorangan maupun sebagai masyarakat. Dengan demikian Pancasila
merupakan sumber moral politik kebenaran yang akan dijadikan dasar
untuk melakukan kehidupan bernegara adalah merupakan sumber
moral bagi moral bernegara. Moral politik ialah keseluruhan norma dan
pengertian yang menentukan baik atau buruknya sikap dan perbuatan
politik warga negara. Yang dimaksudkan dengan norma adalah prinsip
atau kaidah yang memberikan perintah kepada warga negara untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu

perbuatan untuk

kepentingan bersama dalam kerangka ,mencapai tujuan bernegara.


Dengan memahami norma politik

(kaidah bernegara),

warga negara

memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya memahami apa


yang harus atau wajib dilakukannya dan apa yang harus dihindari.

4. Pancasila Sumber Etika Politik, Kode Etik

dan Tribrata dan Tugas

Pokok POLRI
Perlu dipahami bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa dan
dasar negara kita. Sebagai sebuah bangsa yang bernegara perlu
memiliki ideologi yang kokoh atas dasar keberagaman dan perbedaan
sebagai realitas sosiologis.

Karena pada dasarnya sebagai individu

memiliki ideologi sendiri-sendiri baik secara individu maupun kelompok.


Begitu juga negara membutuhkan dasar sebagai landasan untuk
membuat perangkat lunak sistem apakah itu berupa konstitusi, undangundang serta peraturan-peraturan lainnya yang menjadi turunannya.

37

Ideologi bangsa dan dasar negara yang terangkum dalam Pancasila


adalah nilai-nilai luhur yang telah dirumuskan dan disetujui oleh para
pendiri bangsa dan negara ini. Sebelum lahir dan ditetapkannya
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara memang pernah
ada wacana Piagam Jakarta untuk diusung menjadi dasar negara yang
substansinya berbeda dalam hal sila pertama, di mana silanya tersebut
merumuskan

tentang penerapan menjalankan syariat Islam bagi

penganutnya. Akan tetapi wacana ini tidak dapat diterima dan


diterapkan karena akan menimbulkan perpecahan bangsa, maka sila
tersebut tidak digunakan sebagai dasar negara.
Pancasila dengan sila-silanya yang mengandung nilai-nilai luhur
dan universal adalah dasar landasan yang ideal karena mampu
menampung segala macam aspirasi nilai yang ada dan beragam di
Indonesia. Penduduk Indonesia memang penduduk yang beragama
Islam terbesar dan bahkan juga di dunia, akan tetapi toleransi umat
Islam Indonesia cukup besar untuk tidak menjadikannya negara Islam,
karenanya Pancasila sebagai dasar negara yang ada sekarang ini sudah
dianggap cukup untuk mengakomodir semua kepentingan umat masingmasing agama yang ada di Indonesia.
Bagaimana sistimatika Pancasila? Dapat dijelaskan bahwa sebagai
dasar negara memiliki urutan-urutan yang sistematis dari tiap-tiap
silanya; dimulai dari spirit ketuhanan yang menjadi dasar utama dan
paling tinggi yang terletak pada sila pertama hingga sampai pada
tujuan bernegara yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
pada sila terakhir.

Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia

adalah negara yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.


Artinya Ketuhanan Yang Maha Esa Adalah dasar negara, sila kesatu yang
mendasari dasar lainnya. berketuhanan yang dianut masing-masing
umat beragama yang ada, itu artinya bangsa Indonesia bukan bangsa
dan negara yang menganut atheisme.

38

Bagaimana esensi dari Nilai-nilai ketuhanan ? dijelaskan bahwa


nilai-nilai Ketuhanan

adalah modal yang akan menjadikan manusia

Indonesia beradab seperti yang disebutkan dalam sila kedua. Kemudian


dengan kemanusiaan tersebut diharapkan akan ada persatuan bangsa
dalam satu negara seperti disebut dalam sila ketiga. Dengan modal
bingkai persatuan tersebut rakyat Indonesia bermusyawarah dengan
cara perwakilan melalui wakilnya yang memiliki hikmah kebijaksanaan
untuk memperjuangkan rakyat, seperti dalam sila keempat. Dan
sebagai tujuan terakhir yakni keadilan sosial bagi sebesar-besarnya
kepentingan seluruh rakyat Indonesia, dalam sila kelima. Di sini nampak
oleh kita betapa hebatnya urutan-urutan yang disusun oleh para pendiri
bangsa dan negara ini dalam menentukan dasar negara hingga tujuan
akhirnya.

Semua yang telah disebutkan di atas adalah hanya dalam bentuk


teorinya, namun yang lebih penting dari itu yakni pada prakteknya.
Nilai-nilai luhur yang menjadi ideologi bangsa dan dasar negara tersebut
banyak terabaikan dan justru kita seperti berada dalam ideologi lainnya
seperti misalnya ideologi kapitalisme dan liberalisme, padahal ideologi
tersebut tidak sesuai dengan jiwa bangsa kita dan dasar negara kita.
Oleh karena itu restorasi yang perlu dilakukan itu adalah bagaimana
agar seluruh sistem yang ada di negara kita dikembalikan dan
disesuaikan kepada fitrah Pancasila dan bukan mengadopsi dan
mengadaptasikan sistem yang ada di negara lain yang belum tentu
cocok dengan jiwa dasar atau karakter asli bangsa kita mulai dari sistem
yang paling tinggi sampai kepada turunan-turunannya. Karena nilai-nilai
Pancasila itu yang paling utama diterapkan adalah untuk dalam sistem
yang dibuat oleh para penyelenggara negara untuk diberlakukan di
negara kita bukan untuk konsumsi rakyat seperti yang pernah terjadi di
zaman orde baru dalam menggalakkan Pancasila kepada rakyat dengan

39

berbagai program yang dibuat ketika itu, sementara penyelenggara


negaranya ketika itu banyak yang tidak mengindahkan Pancasila,
sehingga trauma seperti itu hingga sekarang masih ada di sebagian
rakyat kita. Oleh karena itu bukan teori-teori dan pemahaman tentang
Pancasila itu yang perlu dikembangkan, karena kita pada umumnya
sudah tahu dan paham dengan dasar negara kita itu, yang perlu adalah
bagaimana agar Pancasila atau nilai-nilai yang ada di dalamnya itu di
adaptasi dalam sistem yang ada di negara kita sampai kepada sistem
yang terendah sekalipun.
Konsep etika politik yang perlu dipelajari lebih mendalam antara
lain pengertian humaniora dan hubungannya dengan humanistik dan
nilai -nilai Pancasila. Kemudian kedudukan Pancasila dalam kaitannya
dengan konsep humaniora dan humanistik.

Selanjutnya

tentang

makna Etika Pancasila dan hubungannya dengan etika politik dan


sistem

politik.

Humaniora

dan

Kemudian

pengertian,

kedudukan

Pancasila

Humaniora. Selanjutnya masalah

tujuan,
dari

konsep

pendidikan

konsep

pendidikan

makna Pancasila sebagai ideologi,

dan cara memperkokoh ideologi tersebut, dilanjutkan dengan mengapa


perlu Pendidikan Nilai dan bagaimana implikasinya terhadap Pendidikan
dan pembelajaran dan Bagaimana masalah melaksanakan etika politik
Pancasila dalam praktek kehidupan nyata berbangsa dan bernegara.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Etika politik sangat


diperlukan terutama dalam mengkaji bagaimana
politik

memperkuat

kualitas

tindakan

dan

tindakan politik, etika


pelaku

politik

dalam

membentuk kebijakan politik, agar mampu mem perkuat posisi bangsa


dan negara

tidak mengalami

kehancuran. Pancasila sebagai sumber

etika politik di Indonesia, peranannya

untuk memperkuat sistem dan

mekanisme politik sesuai dengan nilai- nilai dasar Pancasila.

40

Etika politik Pancasila adalah etika yang bersumber dari nilai-nilai


Pancasila, yang diperlukan untuk

menciptakan mekanisme sistem

politik, yang merupakan kekuatan politik dalam wujud semangat


penyelenggara negara. Sebab semangat ini muncul sebagai kekuatan
etika berbangsa dan bernegara, kedudukan.
Pendidikan humaniora adalah bagian dari sosialisasi etika politik
Pancasila merupakan pendidikan Pancasila yang berorientasi untuk
mendidik manusia menjadi manusia seutuhnya. Prinsip pendidikan
humaniora bertujuan membuat manusia lebih manusiawi atau untuk
keselamatan dan kesempurnaan manusia sebagai makhluk Tuhannya
Pendekatan

humaniora

berkaitan

dengan

eksistensi

dan

peran

Kebudayaan, yang merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan


dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara
belajar,

yang

semuanya

tersusun

dalam

kehidupan

masyarakat

Bahwasanya manusia diberkahi adanya akal dan budi daya yang


menyebabkan cara dan pola hidup yang berbeda di antara keduanya.
Dan dengan adanya akal dan qolbu

sebagai potensi alat berpikir,

manusia adalah sebagai pengemban nilai-nilai moral baik yang bersifat


material maupun spiritual.
Menurut

teori

humanistik

tujuan

belajar

adalah

untuk

memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta


didik telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata
lain, pesertadidik telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal.
Teori humanistik cenderung bersifat elektik, maksudnya teori ini dapat
memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.

Pancasila

sebagai filsafat politik berbasis keagamaan yang Sila pertama adalah


Ketuhanan yang Maha Esa.
Ditinjau dari disiplin ilmunya, pada prinsipnya ilmu politik
merupakan cabang ilmu filsafat dengan memadukan nilai epistemologis
agama dan kaidah moral (etika dan axiologi) dalam berbagai analisis,

41

sistem, perilaku, praktek dan aktivitas politik sejak zaman kuno sampai
zaman pertengahan. Itulah sebabnya substansi dan esensi politik
sebetulnya etika itu sendiri dalam perspektif yang lebih luas.
Praktek politik sejak zaman Renaissance sampai dewasa ini lebih
condong kepada pendekatan pragmatis dan realitas

tanpa banyak

mempertimbangkan nilai luhur agama dan norma etika politik. Nilai-nilai


luhur moral Pancasila sebagai dasar negara sekaligus filsafat politik
Indonesia akan memudar apabila tidak diamalkan dan diintegrasikan
dalam semua aktivitas politik dan pemerintahan negara.
Pendidikan nilai etika politik Perlu dibentuk dan dilaksanakan atas
dasar ada upaya konstan dalam regenerasi dan pengembangan SDM
untuk

seluruh

WNI

dengan

titik

beratnya

pada

aspek

afectif

membangun kesadaran dan etika politik (tanpa mengabaikan komponen


cognitive dan psycho motor), yakni transformasi karakter dan
pembentukan perangkat menurut paradigma Ketuhanan Yang maha
Esa,

sehingga

baik

generasi

muda

sebagai

kandidat-kandidat

pemegang tampuk kekuasaan negara maupun para pemerintah dan


kaum politisi yang sedang berkuasa sekarang dapat tampil sebagai
ikon-ikon teladan dan terpercaya sebagai panutan rakyat.

Etika Politik Pancasila dan Etika kelembagaan POLRI


Bagaimana Hubungannya etika politik, dengan Tribrata, kode etik
dan Catur Prasetya?

Dapat dijelaskan bahwa Polri adalah merupakan

bagian dari suprastruktur politik

yang merupakan bagian dari sistem

politik

Negara

Indonesia.

Kepolisian

Republik

Indonesia

dalam

kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan


negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

42

masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri


yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,
tertib

dan

tegaknya

hukum,

terselenggaranya

perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya


ketenteraman
manusia.

masyarakat

Dalam

kaitannya

dengan

menjunjung

dengan

tinggi

kehidupan

hak

azasi

bernegara

Polri

merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan


dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka

terpeliharanya

keamanan

dalam

negeri.

agar

dalam

melaksanakan fungsi dan perannya di seluruh wilayah negara Republik


Indonesia

atau

yang

dianggap

sebagai

wilayah

negara

republik

Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka


wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut
kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah wilayah
kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa
disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi
seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang
Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di
tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah (Polda) yang dipimpin
oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di
tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot (Polres) dipimpin
oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di
tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor ( Polsek) dengan pimpinan
seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di
tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang
Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi
daerahnya. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok

diperlukan

landasan nilai-nilai dasar yang kokok, nilai-nilai tersebut bersumber dari


etika politik.

Untuk itu Polri merumuskan

POLRI sebagai pelembagaan etika politik

TRIBRATA

dan KODE ETIK

pada organisasi Polri yang

43

kemudian

dirumuskan dalam Kode Etik

Polri

yang ditegakan

di

lingkungan Polri dengan dukungan Komisi Polisi nasional. Perhatikan


secara mendalam TRIBRATA sebagai berikut ;
Kami Polisi Indonesia :
1. Berbakti Kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh
Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Menjunjung
Tinggi
Kebenaran,
Keadilan
dan
Kemanusiaan dalam menegakkan Hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
3. Senantiasa Melindungi, Mengayomi dan Melayani
Masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan
Keamanan dan Ketertiban
Jika dianalisis nilai nilai yang terkandung dalam TRIBRATA, di atas
adalah merupakan
Pancasila.

Dengan

nilai- nilai etika politik


demikian

dapat

yang bersumber dari

disimpulkan

bahwa

TRIBRATA

merupakan perwujudan dan pelembagaan etika politik Pancasila.

Di

samping itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan substansi dan


fungsional pelembagaan antara
Pancasila. TRIBATA dirumuskan

TRIBRATA dengan ETIKA Politik

bersumber dari Etika Politik Pancasila

untuk kepentingan membangun Etika Polri seperti dilembagakan dalam


KODE ETIK POLRI. Lebih lanjut Etika Politik Pancasila dalam TRIBRATA,
dalam

bentuk

nilai

karakter

dan

kehormatan

Sebagai

Insan

Bhayangkara dalam CATUR PRASETYA yaitu sebagai berikut:


Sebagai Insan Bhayangkara, Kehormatan Saya adalah Berkorban demi
Masyarakat dan Negara Untuk :
1. Meniadakan Segala Bentuk Gangguan Keamanan
2. Menjaga Keselamatan Jiwa Raga, Harta Benda dan Hak Asasi Manusia

44

3. Menjamin Kepastian berdasarkan Hukum


4. Memelihara Perasaan Tentram dan Damai
Dengan demikian

Tribrata dan Catur Prasetya berisi nilai-nilai

instrumental yang bersumber pada nilai-nilai dasar


Pancasila

Etika Politik

dan kemudian dilembagakan pada KODE ETIK POLRI

dukungan lembaga internalnya dan


Kepolisian Nasional

dan

eksternalnya seperti Komisi

Selanjutnya Bagaimana Hubungannya dengan

Tugas pokok Polri? Tugas pokok

Polri diatur dalam Tugas Pokok Polri

menurut UU No 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia. Sebagai anggota Polri wajib memahami secara benar dan
mendalam, tidak sekedar diketahui tetapi secara mendalam dapat
diperoleh

makna

dan

nilai-nilai

hakiki

sehingga

semangat dalam melaksanakan tugas pokok kita

dapat

dijadikan

tersebut, dalam

pelaksanaan tugas sehari, dan memiliki kemampuan berpikir inovatif


untuk peningkatan kinerja profesional sebagai anggota Polri. Tugas
Pokok Polri dalam Bab III pasal 13 UU no 2 Tahun 2002, Tugas dan
Wewenang Polri :
1.

Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat


(HarKamTibMas)

2.

Menegakkan Hukum (Penegakan Hukum)

3.

Memberikan Perlindungan, Pengayoman , dan Pelayanan kepada


Masyarakat (Melindungi Mengayomi dan Melayani Masyarakat)

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Polri melakukan:


1.

melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli


terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

45

2.

menyelenggaraan segala kegiatan dalam menjamin keamanan


ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;

3.

membina masyarakat untuk meningkatkan parsipasi masyarakat,


kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

4.

turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

5.

memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

6.

melakukan

koordinasi,

pengawasan,

dan

pembinaan

teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan


bentuk bentuk pengamanan swakarsa;
7.

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak


pidana

sesuai

dengan

hukum

acara

pidana

dan

peraturan

perundang-undangan lainnya;
8.

menyelenggarakan indentifiksi kepolisian, kedokteran kepolisian,


laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingn
tugas kepolisian;

9.

melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan


lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia;

10.

melayani

kepentingan

warga

masyarakat

untuk

sementara

sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;


11.

memberikan

pelayanan

kepada

masyarakat

sesuai

dengan

kepentingan dalam lingkungan tugas kepolisian; serta

46

12.

melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, yang dalam pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut


dengan Peraturan Pemerintah.
Agar dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian sebagaimana tersebut
di atas dapat berjalan dengan baik, pelaksanaan tugasnya itu dapat
dipatuhi, ditaati, dan dihormati oleh masyarakat dipatuhi dalam rangka
penegakan hukum, maka oleh Undang-undang Polri diberi kewenangan
secara umum yang cukup besar antara lain;
1. menerima laporan dan/atau pengaduan;
2. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat menggangu ketertiban umum;
3. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyekit msyarakat;
4. mengawasi

aliran

yang

dapat

menimbulkan

perpecahan

atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;


5. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
6. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
7. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
9. mencari keterangan dan barang bukti;
10.

menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

11.

mengeluarkan

surat

izin

dan/atau

surat

keterangan

yang

diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

47

12.

memberikan

bantuan

pengamanan

dalam

sidang

dan

pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta


kegiatan masyarakat;
13.

menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara

waktu.
Selain

kewenangan

umum

yang

diberikan

oleh

Undang-Undang

sebagaimana terebut di atas, maka di berbagai Undang-Undang yang


telah mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara ini dalam
Undang-Undang itu juga telah memberikan Kewenangan kepada Polri
untuk

melaksanakan

tugas

sesuai

dengan

perundangan

yang

mengaturnya tersebut antara lain;


1. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya;
2. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
3. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
4. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
5. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap
badan usaha di bidang jasa pengamanan;
6. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan
peledak, dan senjata tajam;
7. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian
khusus dan petugas pengaman swakarsa dalam bidang teknis
kepolisian;
8. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik
dan memberantas kejahatan internasional;

48

9. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing


yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
10.

mewakili

pemerintah

Republik

Indonesia

dalam

organisasi

kepolisian internasional;
11.

melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup

tugas kepolisian.
Dalam bidang penegakan hukum publik khususnya yang berkaitan
dengan penanganan tindak pidana sebagaimana yang di atur dalam
KUHAP, Polri sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan
secara umum dalam rangka menciptakan keamanan dalam negeri,
maka dalam proses penanganan perkara pidana Pasal 16 UU Nomor 2
Tahun 2002 tentang Polri, telah menetapkan kewenangan sebagai
berikut;
1. melakukan

penangkapan,

penahanan,

penggeledahan,

dan

penyitaan;
2. melarang

setiap

orang

meninggalkan

atau

memasuki

tempat

kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;


3. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
4. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;

49

7. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya


dengan pemeriksaan perkara;
8. mengadakan penghentian penyidikan;
9. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
10.

mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi

yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan


mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yng disangka melakukan tindak pidana;
11.

memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik

pegawai neri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai


negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
12.

mengadakan tindakan lain menurut hukum yng bertanggung

jawab, yaitu tindakan penyelidik dan penyidik yang dilaksanakan


dengan syarat sebagai berikut;
1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
3) harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan
jabatannya;
4) pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa,
dan
5) menghormati hak azasi manusia.
5. TUGAS DISKUSI KELOMPOK

50

Tugas dan Latihan


Lakukan diskusi kelompok untuk membahas masalah berikut ini.
1. Kemukakan pengertian

dan peranan

etika politik dalam

perspektif pelembagaan nilai-nilai politik dalam memperkokoh


sistem nilai berbangsa dan bernegara
2. Kemukakan

pengertian

Pancasila

sebagai

Etika

Politik

Indonesia, dan peran dan fungsinya dalam membangun

dan

memperkokoh sistem politik Indonesia


3. Diskusikan mengapa Pancasila dinyatakan sebagai Etika
Politik Pancasila dan bagaimana hubungannya dengan KODE
ETIK POLRI, TRIBRATA, CATUR PRASETYA dan TUGAS POKOK
POLRI.

4. Lakukan diskusi untuk membangun Mind Mapping bagi peningkatan


mutu pelaksanan Tugas pokok Polri.
Identifikasi
masalah

kepolisian selama ini yang tengah terjadi di dan kemungkinan


di masa mendatang dan tentukan faktor penyebabnya dalam
Perspektif
Etika Politik
dalam menegakkan Kode Etik
berdasarkan Tribrata dan Catur Prasetya untuk meningkatan
mutu layanan POLRI dalam menjalankan Tugas Pokoknya.
Pelajari wacana terlampir
berjudul Reformasi
Kepolisian
Menuju Pelayanan Berkualitas. Gunakan format berikut ;
FORMAT MIND MAPPING
Masalah
Yang
dihadapi
Polri

Berkaitan
dengan
Pelembagaan
(KODE ETIK,
TRIBRATA, CATUR
KARYA) TUGAS POKOK
POLRI

Faktor-Faktor
Penyebab
Masalah

Pemecahan
Masalah dan
Tindakan
Profesional

51

52

Wacana

Reformasi Kepolisian Menuju Pelayanan yang Berkualitas


HENDARDI (Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Jakarta)
Hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia
(TII) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2008, sama-sama
meletakkan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai
institusi yang rentan tingkat korupsinya. Baik TII maupun KPK samasama menemukan fakta bahwa tingkat suap di institusi penegak hukum
ini marak terjadi. Hasil survey ini menegaskan bahwa 10 tahun
kepolisian sejak dipisahkan dari ABRI (sekarang TNI) dan pencanangan
reformasi kepolisian masih belum mampu mengubah kultur kinerjanya
secara maksimum. Lingkaran institusi kepolisian, termasuk para
pemerhati institusi Polri, sejatinya memaknai temuan-temuan ini
sebagai tantangan untuk melakukan perbaikan sistemik dan
berkelanjutan, sehingga cita-cita menjadikan institusi Polri sebagai
institusi yang mandiri, profesional, dan bekerja untuk sebesar-besarnya
bagi kepentingan masyarakat dapat terwujud.
Bukan Soal Persepsi
Gambaran hasil survei adalah cerminan yang terpantul dari persepsi
masyarakat yang selama ini menyaksikan atau bahkan berurusan
langsung dengan institusi Polri. Tapi apa yang terrekam bukan saja soal
persepsi tapi merupakan gambaran yang mengafirmasi dan
menegaskan capaian kurang baik kinerja institusi kepolisian, khususnya
dalam bidang penegakan hukum.
Di samping sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, institusi Polri
juga merupakan punggawa penegakan hukum di Indonesia. Dari
institusi kepolisian inilah penegakan hukum dimulai. Bahkan termasuk
kasus-kasus korupsi. Meskipun telah lahir KPK, kewenangan institusi ini
untuk melakukan penyidikan tetap melekat dan tidak diambil alih. Tapi
justru pada kasus-kasus korupsi inilah kinerja penyidikan yang dilakukan
Polri menunjukkan kinerja yang berbanding lurus dengan persepsi publik
tentang buruknya pelayanan institusi kepolisian. Alih-alih menjadi
penyelamat uang negara yang dikorup para pejabat, institusi Polri
malah lebih suka berkompromi dengan pelaku kejahatan kerah putih ini.
Tidak jarang, oknum-oknum kepolisian bahkan menjadi bagian dan atau

53

lebih suka disuap daripada memproses pelaku tersebut ke jalur hukum.


Praktik buruk semacam ini kerap masih terjadi di daerah-daerah.
Harus diakui, institusi Polri juga telah mencatatkan sejumlah prestasi
yang menggembirakan. Polri telah berhasil membangun komunikasi
politik kepolisian dengan publik cukup baik. Apresiasi publik terhadap
Polri pun tumbuh seiring keberhasilan Polri mengungkap sejumlah kasus
penting, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Polri juga mendapat
apresiasi positif baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional
oleh karena keuletan dan keberhasilan sementaranya dalam
mengungkap kasus pembunuhan Munir. Terungkapnya jaringan
terorisme juga merupakan prestasi tersendiri. Demikian juga Polri telah
teruji independensinya dalam mengawal setiap proses politik di tengah
hajatan massal Pilkada di seluruh propinsi dan kabupaten/ kota di
Indonesia. Tidak hanya independen di hadapan para kontestan, Polri
juga mampu menciptakan situasi kondusif di tengah gegap gempita
Pilkada.
Kemampuannya berdiri di atas kepentingan masyarakat dalam
mengawal Pilkada adalah modal kuat untuk menjaga dan
mengembangkan netralitas Polri pada Pemilu 2009. Posisi tegas Polri
sebagai pengayom dan pelindung masyarakat adalah cita-cita yang
niatkan dalam reformasi kepolisian, sehingga mampu menyediakan
layanan yang berkualitas.
Polri juga mampu mengembangkan dan memperkuat citra polisi sebagai
polisi sipil. Akseptasi publik pada Polri dan akomodasi Polri pada aspirasi
masyarakat sangat terlihat. Kemitraan Polri dengan masyarakat dalam
program Pemolisian Masyarakat (Polmas) maupun kerjasama kondusif
dalam mengungkap suatu peristiwa kejahatan.
Tetap Harus Diperkuat
Sejumlah prestasi dan segenap catatan buruk yang telah melekat pada
institusi Polri adalah pemicu bagi kepolisian untuk terus berinovasi,
berkarya, dan meningkatkan kualitas layanan. Tugas utama yang harus
dilakukan adalah merawat capaian yang telah berhasil sembari
mengembangkan prestasi itu tidak hanya meningkat secara kuantitatif
tapi secara kualitatif juga menjadi semakin berbobot.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik maksimum, institusi Polri
harus mampu menjawab sejumlah tantangan. Persepsi publik yang
negatif terhadap kinerja kepolisian harus dijawab dengan kinerja anti
suap, sigap bertindak, dan profesionalisme kerja penyidikan dalam
menangani sebuah kasus kejahatan. Polisi profesional adalah polisi yang
bekerja dengan keahlian dan tanggung jawabnya. Kerja penyidikan yang
selama ini hanya mengandalkan sejumlah diskresi yang dimiliki

54

kepolisian harus digenapi dengan keahlian penyidikan, penguasaan


holistik atas berbagai produk hukum, dan kepekaan terhadap prinsipprinsip hak asasi manusia.
Tantangan lain yang harus dijawab oleh institusi Polri antara lain
pertama, konsisten menegaskan institusi Polri sebagai institusi yang
memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai aparat keamanan dan penegak
hukum. Bukan institusi politik yang sering kali keruh dan bias
memandang persoalan dan selalu diukur dengan kepentingan diri dan
atau otoritas politik yang membahawahinya. Keteguhan memposisikan
diri adalah modal diri dan modal institusi yang kuat untuk bertindak
profesional, berintegritas, dan imparsial.
Kedua, institusi Polri harus mampu menjawab keraguan publik terhadap
Polri yang belum sepenuhnya berkomitmen pada penegakan hak asasi
manusia. Sebagai bagian dari elemen negara, Polri dituntut
komitmennya untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia,
khususnya hak-hak sipil dan politik. Kewajiban Polri adalah memastikan
tidak terjadinya berbagai tindakan kekerasan yang menimpa
masyarakat dan tidak munculnya kekerasan dalam penyidikan atau
dalam pemberian layanan kepolisian yang menimpa masyarakat.
Peristiwa dugaan pembiaran yang dilakukan oleh kepolisian,
sebagaimana terjadi di Sumatera Utara, telah menewaskan Ketua DPRD
Sumut (3/2/2009). Tindakan pembiaran semacam ini dalam hukum HAM
bisa dikualifikasi sebagai pelanggaran by omission.
Ketiga, meningkatkan kinerja pengawasan internal dan pemeranan
Komisi Kepolisian Nasional secara proporsional dalam rangka
memastikan peningkatan transparansi dan penghapusan praktik korupsi
di tubuh Polri. Polri harus mengembangkan transparansi perencanaan
dan melaporkannya secara periodik kepada publik, sehingga mampu
menepis segenap tuduhan yang dialamatkan kepada kepolisian. Polri
juga harus sudah memulai mengembangkan sistem pertanggungjawaban publik secara terbuka melalui pelibatan pemerhati kepolisian
dan elemen masyarakat untuk melakukan pengawasan atau
mengevaluasi kinerjanya secara independen.
Sejumlah pekerjaan rumah lain yang selama ini sudah sering dikeluhkan
seperti penindakan disiplin aparat yang melanggar hukum, peningkatan
kesejahteraan aparat, peningkatan sumber daya manusia, perubahan
kultur militer menuju kultur sipil; dan transparansi dalam tata kelola
pelayanan, juga menuntut respons sistemik dari institusi Polri.
Tantangan-tantangan di atas adalah merujuk pada kewajiban Polri
secara internal. Karena persoalan eksternal terkait dengan landasan
hukum, penegasan politik pemisahan Polri dan TNI, plus bleid reformasi
Polri, sebenarnya sudah cukup menjadi landasan pijak reformasi

55

kepolisian. Sekarang waktunya bekerja dan berbenah diri memberikan


layanan yang berkualitas.
http://www.indonesianlawyeronline.com/opini/95-opini/274-reformasikepol...

Kekeliruan ini harus diluruskan, jika kita benar-benar ingin


menyelamatkan kewibawaan organisasi Polri. HAM justru merupakan
prinsip universal yang mengusung terlaksananya tugas pokok Polri
yang senafas dengan keluhuran dan kemartabatan manusia. Respect
for human rights by law enforcement agencies actually enhances the
effectiveness of those agencies. Where human rights are
systematically
respected,
police
officers
have
developed
professionalism in their approaches to solving and preventing crime
and maintaining public order, demikian ditegaskan dalam Police and
Human Rights; Manual for Police Training halaman 8. Senada dengan
itu, Perkapolri No.12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian
Negara RI dan Perkapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara RI merupakan sebagian kecil bukti kesadaran dan
komitmen Polri terhadap HAM. Kode etik Polri dan HAM misalnya
merupakan bagian yang melekat dalam jati diri profesi Polri meliputi
etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan dan
etika kepribadian. Tinggal lagi, bagaimana dukungan normatif ini
mampu menyadarkan dan menggerakkan seluruh potensi sumber
daya manusia Polri dalam merespon perkembangan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat dalam bingkai penanganan yang berperspektif
HAM secara sungguh-sungguh.

Di dalam banyak kesempatan saya selalu mendorong agar pimpinan


Polri terus menginternalisasi pemahaman dan kesadaran HAM
melalui pendidikan-pendidikan HAM secara berkala karena dengan
itulah potret profesionalisme Polri benar-benar berjalan sesuai
dengan nurani kemanusiaan yang membawa terjaganya kehormatan
diri sebagai manusia berprofesi Polisi. Pendekatan HAM dalam
pelaksanaan tugas Polri adalah dorongan rasional mewujudkan polisi
demokratis di tengah kemandirian dan profesionalisme yang teruji.
Menurut saya, rekam jejak HAM personil Polri sudah saatnya menjadi
salah satu unsur penilaian penting dalam promosi jabatan dan
kepangkatan bagi kepemimpinan Polri di masa-masa mendatang.

56

Maka, niscaya pula ketika oknum Polri melakukan tindakan-tindakan


penyalahgunaan
kewenangan,
sangat
layak
dimintakan
pertanggungjawaban, baik secara profesi melalui akuntabilitas
internal maupun secara hukum sebagai konsekuensi akuntabilitas
eksternal karena sesungguhnya yang bersangkutan telah melanggar
prinsip-prinsip dasar pemolisian yang demokratis berbasis HAM.
Editor: SASTROY BANGUN

57

KODE ETIK PROFESI


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PEMBUKAAN
Keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani
masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan
keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh
perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di
tengah masyarakat.
Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai
etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya,
sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan
wewenang.
Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata
yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri
setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud
komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan
keNegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolsiian
Negara Republik Indonesia.
Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai
pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum
serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang
menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan
lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan
kehormatannya.
Etika keNegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa
bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik,
golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat
secara moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri.

58

Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara


Republik Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang
Komisi Kode Etik Profesi Kepolsian Negara Republik Indonesia guna
pemuliaan profesi kepolisian.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
berlaku juga pada semua organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian
di Indonesia.

BAB I
ETIKA PENGABDIAN
Pasal 1
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menunjukkan sikap
pengabdiannya berperilaku :
a. Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam hati
nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Menjalankan tugas keNegaraan dan kemasyarakatan dengan niat
murni karea kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal
ibadahnya;
c. Menghormati acara keagamaan dan bentuk-bentuk ibadah yang
diselenggarakan masyarakat dengan menjaga keamanan dan
kekhidmatan pelaksanaannya.
Pasal 2
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berbakti kepada
nusa dan bangsa sebagai wujud pengabdian tertinggi dengan :
a. Mendahulukan kehormatan bangsa Indonesia dalam kehidupannya;
b. Menjunjung tinggi lambang-lambang kehormatan bangsa Indonesia;
c. Menampilkan jati diri bangsa Indonesia yang terpuji dalam semua
keadaan dan
seluruh waktu;

59

d. Rela berkorban jiwa dan raga untuk bangsa Indonesia.


Pasal 3
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas memlihara keamanan dan ketertiban umum selalu
menunjukkan sikap perilaku dengan :
a. Meletakkan kepentingan Negara, bangsa,
kemanusiaan diatas kepentingan pribadinya;

masyarakat

dan

b. Tidak menuntut perlakuan yang lebih tinggi dibandingkan degan


perlakuan terhadap semua warga Negara dan masyarakat;
c. Menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta
menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna
atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 4
Anggota
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
dalam
melaksanakan tugas menegakan hukum wajib memelihara perilaku
terpercaya dengan :
a. Menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah;
b. Tidak memihak;
c. Tidak melakukan pertemuan di luar ruang pemeriksaan dengan
pihak-pihak yang terkait dengan perkara;
d. Tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi;
e. Tidak mempublikasikan tatacara, taktik dan teknik penyidikan;
f. Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang
dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan
ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara;
g. Menunjukkan penghargaan terhadap semua benda-benda yang
berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian
perkara;
h. Menunjukkan penghargaan dan kerja sama dengan sesama pejabat
Negara dalam sistem peradilan pidana;

60

i. Dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang


perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada
semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud,
sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya.
Pasal 5
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat senantiasa :
a. Memberikan pelayanan terbaik;
b. Menyelamatkan jiwa seseorang pada kesempatan pertama;
c. Mengutamakan kemuDahan dan tidak mempersulit;
d. Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukkan sikap
congkak/arogan
karena kekuasaan;
e. Tidak membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang;
f. Tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak mengenal
hari libur;
g. Tidak membebani biaya, kecuali diatur dalam peraturan perundangundangan;
h. Tidak boleh menolak
masyarakat dengan

permintaan

pertolongan

bantuan

dari

alasan bukan wilayah hukumnya atau karena kekurangan alat dan


orang;
i. Tidak mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan
anggota tubuhnya yang mengisyaratkan meminta imbalan atas
batuan Polisi yang telah diberikan kepada masyarakat.
Pasal 6
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menggunakan
kewenangannya senantiasa berdasarkan pada Norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai
kemanusiaan.

61

(2)

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa


memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah kedinasan perlu dirahasiakan.
Pasal 7

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa


menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak
kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan berupa :
a. Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;
b. Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;
c. Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;
d. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/pertolongan;
e. Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
f. Melakukan
perempuan;

perbuatan

yang

dirasakan

merendahkan

g.
Melakukan
tindakan
yang
dirasakan
menelantarkan anak-anak dibawah umum;

sebagai

martabat
perbuatan

h. Merendahkan harkat dan martabat manusia.


BAB II
ETIKA KELEMBAGAAN
Pasal 8
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjunjung
tinggi institusinya dengan menempatkan kepentingan organisasi diatas
kepentingan pribadi.
Pasal 9
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memegang
teguh garis komando, mematuhi jenjang kewenangan, dan
bertindak disiplin berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku.

62

(2)

Setiap atasan tidak dibenarkan memberikan perintah yang


bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib
bertanggung jawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan
kepada anggota bawahannya.

(3) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dibenarkan


menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk
itu anggota tersebut mendapatkan perlinungan hukum.
(4) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan perintah kedinasan tidak dibenarkan melampaui
batas
kewenangannya
dan
wajib
menyampaikan
pertanggungjawaban tugasnya kepada atasan langsunnya.
(5) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh terpengaruh
oleh istri, anak dan orang-orang lain yang masih terkait hubungan
keluarga atau pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan
kedinasan.
Pasal 10
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menampilkan
sikap kepemimpinan melalui keteladanan, keadilan, ketulusan dan
kewibawaan serta melaksanakan keputusan pimpinan yang
dibangun melalui tata cara yang berlaku guna tercapainya tujuan
organisasi.
(2) Dalam proses pengambilan keputusan boleh berbeda pendapat
sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan semua
anggota harus tundak pada keputusan tersebut.
(3) Keputusan pimpinan diambil setelah mendengar semua pendapat
dari unsur-unsur yang terkait, bawahan dan teman sejawat
sederajat, kecuali dalam situasi yang mendesak.
Pasal 11
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
menjaga kehormatan melalui penampilan seragam dan atau atribut,
tanda, pangkat jabatan dan tanda kewenangan Polri sebagai lambang
kewibawaan hukum, yang mencerminkan tanggung jawab serta
kewajibannya kepada institusi dan masyarakat.
Pasal 12

63

Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa


menampilkan rasa setiakawan dengan sesama anggota sebagai ikatan
batin yang tulus atas dasar kesadaran bersama akan tanggug jawabnya
sebagai salah satu ... keutuhan bangsa Indonesia, dengan menjunjung
tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut :
a.

Menyadari
sepenuhnya
sebagi
perbuatan
tercela
apabila
meninggalkan kawan yang terluka atau meninggal dunia dalam tugas
sedangkan keadaan memungkinkan untuk memberi pertolongan;

b. Merupakan ketelaanan bagi seorang atasan untuk membantu kesulitan


bawahannya;
c.

Merupakan kewajiban moral bagi seorang bawahan


menunjukkan rasa hormat dengan tulus kepada atasannya;

untuk

d. Menyadari sepenuhnya bahwa seorang atasan akan lebih terhormat


apabila menunjukkan sikap menghargai yang sepada kepada
bawahannya;
e. Merupakan sikap terhomat bagi anggota Polri baik yang masih dalam
dinas aktif maupun purnawirawan untuk menghadiri pemaaman
jenazah anggota Polri lainnya yang meninggal karena gugur dalam
tugas ataupun meninggal karena sebab apapun, dimana kehadiran
dalam
pemakaman
tersebut
dengan
menggunakan
atribut
kehormatan dan tataran penghormatan yang setinggi-tingginya;
f. Selalu terpanggil untuk memberikan bantuan kepada anggota Polri dan
purnawirawan Polri yang menghadapi suatu kesulitan dimana dia
berada saat itu, serta bantuan dan perhatian yang sama sedapat
mungkin juga diberikan kepada keluarga anggota Polri yang
mengalami
kesulitan
serupa
dengan
memperhatikan
batas
kemampuan yang dimilikinya;
g. Merupakan sikap terhormat apabila mampu menahan diri untuk tidak
menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi, kejelekan teman
atau keadaan didalam lingkungan Polri kepada orang lain yang bukan
anggota Polri.

BAB III
ETIKA KENEGARAAN
Pasal 13

64

Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia siap sedia


menjaga keutuhan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasaran Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
memelihara persatuan dan kesatuan kebhinekaan bangsa dan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pasal 14
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga
jarak yang sama dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada
kegiatan politik taktis, serta tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik
golongan tertentu.
Pasal 15
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
berpegang teguh pada konstitusi dalam menyikapi perkembangan
situasi yang membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Pasal 16
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga
keamanan Presiden Republik Indonesia dan menghormati serta
menjalankan segala kebijakannya sesuai dengan jiwa konstitusi maupun
hukum yang berlaku demi keselamatan Negara dan keutuhan bangsa.
BAB IV
PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pasal 17
Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia dikenakan sanksi moral, berupa :
a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
b. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta
maaf secara
terbatas ataupun secara terbuka;
c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;

65

d. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi


Kepolisian.
Pasal 18
Pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia dilakukan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Pasal 19
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan 18, diatur
lebih lanjut dengan Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
BAB V
PENUTUP
Pasal 20
Merupakan kehormatan yang tertinggi bagi setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghayati, menaati dan
mengamalkan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya maupun dalam kehidupan
sehari-hari demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan Negara.
Ditetapkan di

Pada tanggal

Jakarta
Juli

2003

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Drs. DA'I BACHTIAR, SH


JENDERAL POLISI

66

PENJELASAN
TENTANG
KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
I.

UMUM.

Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara


Republik Indonesia dalam mengemban tugas pokoknya sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 dilaksanakan melalui
pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta
pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut dan terpadu.
Selanjutnya setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 diwajibkan untuk
menghayati dan menjiwai etika profesi Kepolisian yang tercermin dalam
sikap dan perilakunya dalam kedinasan maupun kehidupannya seharihari.
Etika profesi Kepolisian memuat 3 (tiga) substansi etika yaitu Etika
Pengabdian, Kelembagaan dan KeNegaraan yang dirumuskan dan
disepakati oleh seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
sehingga menjadi kesepakatan bersama sebagai Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat komitmen moral
setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kristalisasi
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Tribrata dan dilandasi oleh nilainilai luhur Pancasila.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan
pedoman perilaku dan sekaligus pedoman moral bagi anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai upaya pemuliaan trhadap
profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai pembimbing pengabdian,
sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota agar terhindar
dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republi Indonesia untuk
petama kali ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat Keputusan Kapolri No.
Pol : Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang selanjutnya naskah
dimaksud terkenal dengan Naskah Ikrar Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia beserta pedoman pengalamannya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 1997
dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pada tanggal 7 Maret 2001
diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

67

dengan Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/05/III/2001 serta buku Petunjuk


Administrasi Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan Keputusan KaPolri No. Pol : Kep/04/III/2001 tanggal 7
Maret 2001.
Perkembangan selanjutnya berdasarkan Ketetapan MPR-RI
Nomor : VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ketetapan MPR-RI Nomor
VII/MPR/2000 tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam
pasal 31 sampai dengan pasal 35, maka diperlukan perumusan kembali
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lebih
konkrit agar pelaksanaan tugas Kepolisian lebih terarah dan sesuai
dengan harapan masyarakat yang mendambakan terciptanya supremasi
hukum dan terwujudnya rasa keadilan.
Selanjutnya perumusan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia memuat norma perilaku dan moral yang disepakati
bersama serta dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas dan
wewenang bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga
dapat menjadi pendorong semangat dan rambu-rambu nurani setiap
anggota untuk pemuliaan profesi Kepolisian guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan organisasi
pembina profesi Kepolisian yang berwenang membentuk Komisi Kode
Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia di semua tingkat organisasi,
selanjutnya berfungsi untuk menilai dan memeriksa pelanggaran yang
dilakukan oleh anggota terhadap ketentuan Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
II.

BAB DAN PASAL-PASALNYA.

1.
Setiap Kode Etik Profesi pada umumnya memuat materi pokok
yaitu nilai-nilai/ide yang bersifat mendasar (Statement of ideas) dan
prinsip-prinsip
pelaksanaan
tugas
sehari-hari
(Statement
of
guidelines/principles in the simply duties). Oleh karena itu pada naskah
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia memuat ; Bab I
berisi nilai-nilai dasar tentang jatidiri anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang menggambarkan nilai-nilai pengabdian
sebagaimana terumus dalam filosofi Tribrata, berisi norma moral dalam
etika kedinasan yang menggambarkan tingkat profesionalisme anggota,
Bab II berisi komitmen moral setiap individu anggota dan institusinya
yang berhubungan dengna institusi lainnya dalam kehidupan bernegara,
dan Bab IV berisi ketentuan penegakan Kode Etik Profesi Polri yang
mengatur ketentuan sanksi moral dan Tata Cara Sidang Komisi.

68

2.

Penjelasan pasal demi pasal :

BAB I. ETIKA PENGABDIAN


Pasal 1.
Sikap moral pengabdian pengemban profesi kepolisian pertamatama didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama
melalui perbuatan nyata berupa menjaga keselamatan sesama
manusia, menjunjung tinggi martabat manusia dengna segala
kompleksitasnya, menjauhkan dari rasa khawatir dan ketakutan dalam
kehidupan sehari-hari serta memelihara segenap aturan bagi
terselenggranya sendi kehidupan manusia.
Amal perbuatan tersebut keluar dari dalam hati nuraninya dan
bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui sumpahnya
dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Buah amal perbuatan tersebut akan dirasakan oleh semua
masyarakat yang berbeda-beda agama dalam norma kehidupannya.

Pasal 2.
Selaku anak bangsa setiap pengemban profesi kepolisian
terpanggil dari dalam hati nuraninya untuk tetap meluhurkan Indonesia
bersama segenap komponen bangsa Indonesia di tengah pergaulan
antar bangsa di dunia.
Bangsa Indonesia ibarat sebuah bahtera dengan mengarungi
samudera akan mengalami berbagai tantangan perjuangan dan
perubahan berbagai keadaan.
Namun setiap pengemban profesi kepolisian tetap menjaga dan
memelihara kelangsungan hidup dan kehormatan bangsa dengan
segala pengorbanannya tanpa batas.
Pasal 3.
Cukup jelas.

69

Pasal 4.
Cukup jelas.
Pasal 5.
Memberikan pelayanan terbaik, yang dimaksudkan disini adalah
memberikan pelayanan kepada pelayan masyarakat secara ikhlas
dengan prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, serta tidak bersikap
masa bodoh atau bersikap apatis/mendiamkan adanya harapan
masyarakat.
Tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam atau tidak
mengenal hari libur, yang dimaksudkan disini adalah seorang anggota
Polri yang sedang tidak bertugas tetap dianggap sebagai sosok Polisi
yang selalu siap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat, oleh karena itu kegiatan Polri yang harus diemban bagi
setiap anggota Polri merupakan identitas kegiatan selama 24 jam
secara terus menerus, sehingga merupakan perbuatan yang terhormat
apabila kepadanya mengenyampingkan hak waktu istirahat atau hari
libur untuk selalu mengutamakan panggilan tugas sebagaimana
harapan masyarakat dan perintah dari atasan.
Pasal 6.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Memegang teguh rahasia sesuatu, yang dimaksudkan disini
adalah memegang teguh rahasia jabatan terhadap pihak tertentu yang
tidak ada hubungannya dengan kepentingan dinas Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Pasal 7.
Pasal ini mengatur batasan-batasan minimal atas larangan
terhadap bentuk perilaku yang dapat dikategorikan sebagai penodaan
terhadap pemuliaan profesi Polri.

70

Martabat wanita merupakan sesuatu yang wajib dijunjung tinggi


sehingga setiap petugas Polri dalam penangan kasus yang berkaitan
dengan wanita perlu diberi suatu rambu-rambu agar tidak menimbulkan
persangkaan/penilaian yang merugikan kehormatan profesi, seperti
contoh antara lain dalam melakukan pemeriksaan terhadap wanita
sangat tidak etis apabila dilakukan hanya oleh seorang petugas apalagi
petugas pria.
BAB II. ETIKA KELEMBAGAAN.
Pasal 8.
Cukup jelas.
Pasal 9.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Menggambarkan
hubungan/tingkatan
kewenangan
dan
pertanggungjawaban antara seorang atasan dengan bawahannya
secara timbal balik, sehingga apabila terjadi suatu penyimpangan
perilaku maka
kedua
belah pihak
mempertanggungjawabkan
perbuatannya masing-masing atau secara bersama.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 10.

71

Tatacara yang berlaku, yang dimaksudkan adalah suatu proses


pengambilan keputusan yang ditempuh melalui musyawarah dengan
menampung saran pendapat anggota sebagai bahan pengambilan
keputusan.
Pasal 11.
Cukup jelas.
Pasal 12.
Cukup jelas.
BAB III. ETIKA KENEGARAAN.
Pasal 13.
Cukup jelas
Pasal 14.
Pasal ini menjelaskan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia menginginkan untuk tidak terpolitisasi dan terintervensi oleh
pihak manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Pasal 15.
Berpegang teguh pada konstitusi, yang dimaksud adalah semua
tindakan Kepolisian yang diambil dalam upaya mencegah dan
menanggulangi situasi yang membahayakan keselamatan bangsa dan
Negara tetap berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 16.
Cukup jelas.
BAB IV. PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pasal 17.

72

Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi dikenakan sanksi


moral yang disampaikan dalam bentuk putusan Sidang Komisi secara
tertulis kepada terperiksa, dimana sanksi moral tersebut bisa berupa
pernyataan putusan yang menyatakan tidak tebrukti atau pernyataan
putusan yang menyatakan terperiksa tebrukti melakukan pelanggaran
Kode Etik Profesi Polri.
Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bentuk-bentuk
sanksi moral yang penerapannya tidak secara kumulatif, namun sanksi
moral tersebut terumus dari kadar sanksi yang teringan sampai dengan
kadar sanksi terberat sesuai pelanggaran perilaku terperiksa yang dapat
dibuktikan dalam Sidang Komisi.
Pernyataan penyesalan secara terbatas, yang dimaksudkan
adalah pernyataan meminta maaf secara langsung baik lisan maupun
tertulis oleh terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan atas perilaku
terperiksa.
Pernyataan penyesalan secara terbuka, yang dimaksudkan adalah
penyataan meminta maaf secara tidak langsung oleh terperiksa kepada
pihak ketiga yang dirugikan melalui media massa.
Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi,
yang dimaksudkan adalah anggota Polri yang telah terbukti melanggar
ketentuan Kode Etik Profesi Polri sebanyak 2 (dua) kali atau lebih melalui
putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri, kepadanya diwajibkan untuk
mengikuti penataran/pelatihan ulang pembinaan profesi di Lembaga
Pendidikan Polri.
Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi
Kepolisian, yang dimaksudkan adalah pelanggar dianggap tidak pantas
mengemban profesi kepolisian sebagaimana diatur dalam rumusan
tugas dan wewenang kepolisian pada pasal 14, 15 dan 16 UndangUndang nomor 2 tahun 2002, sehingga Ketua Sidang Komisi dapat
menyarankan kepada Kasatker setempat agar pelanggar iberikan sanksi
administratif berupa Tour of duty, Tour of area, Pemberhentian dengan
hormat, atau Pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 18.
Pemeriksaan dalam Sidang Komisi adalah upaya pembuktian
terhadap dugaan telah terjadinya pelanggaran Kode Etik Profesi Polri
yang didasari oleh proses putusan sidang yang cermat sehingga tidak
menjadi sarana persaingan tidak sehat antar anggota. Sidang Komisi ini
juga merupakan representasi masyarakat profesi dalam rangka
pemuliaan profesi Kepolisian.

73

Pasal 19.
Pengaturan secara rinci tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik
diatur tersendiri dengan Keputusan Kapolri.
BAB V. PENUTUP.
Pasal 20.
Cukup jelas.
Ditetapkan di

Jakarta

Pada tanggal

Juli

2003

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Drs. DA'I BACHTIAR, SH
JENDERAL POLISI

74

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, J., 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Konstitusi


Press, Jakarta.
2005, Konstitusi dan Konsti tusionalisme Indonesia, Konstitusi
Prss, Jakarta.

(2006), Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta.


Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. Mahkamah
Konstitusi RI.
AS. Hikam (1996) Demokrasi dan Civilk Society, Jakarta, LP3ES
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
David E After (1997) Pengantar Analisa Politik, jakarta CV
Rajawali
Davies, Morton,R. Amd Vaudhan A, Lewis (1971) Models of
Political System,
Dicey, A.V., 1973, An Introduction to The Study of the Law of The
Constitution, Mac Millan Press, London.
Friedman, W., 1960, Legal Theory, Stevens & Sons Ltd., London.

Fraenkel, Jack R., 1977, How to Teach about Values: An


Analytical Approach,
Englewood, NJ: Prentice Hall.
Mahfud, M.D., 1999, Pancasila sebagai Paradigma Pembaharuan
Hukum, dalam Jurnal Filsafat Pancasila, Univesitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Micklethwait. John Andrian Wooldridge (2000) future Perfect,


Crown publisher, New York
Meriam Budihardjo (1972) Dasar Dasar Ilmu Politik, Jakarta
Dian Rakyat

75

Muchtar Lubis (1985) Transformasi Budaya Untuk Masa


depan.Jakarta, inti Idayu Press
Mucklethwait, John and Andrian Wooldridge (2000)
Future Perfect, New York Crown Publiser

Munin A Sirry, Agama Demokrasi dan Multikulturalisme,


Jakarta Kompas, Tanggal 1-5 -2003
Naisbitt, J. (1995). Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia
yang Mengubah Dunia, Alihbahasa oleh Danan
Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia
yang Mengubah Dunia, Alihbahasa oleh Danan
Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta,
1992
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia, Sinar Baru,
Bandung, 198
Ipong S. Azhar, Benarkah DPR Kita Mandul, Biograf Publishing,
Yogyakarta, 1997
Robert A. Dahl, Analisa Politik Modern, Dewaruci Press,
Jakarta, 1980
Suseno, Franz Magnis- Franz (1992) . Filsafat Sebagai Ilmu
Kritis. Yogyakarta: Kanisius.
(2000) Franz-Magniz, Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia,
(2012) Pendidikan Budi Pekerti, dalam pendidikan untuk
Masyarakat Indonesia Baru. Grasindo, Jakarta

Sasatrapratedja,
M.
S.J.
(2013)
Pendidikan
Sebagai
Humanisasi, Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, Jakarta
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

76

Suwarma Al Muchtar (2000) Pendidikan dan Masalah Sosial


Budaya. Bandung , Gelar Pustaka Mandiri
(2000) Revitalisasi Pendidikan Demokrasi dan
Epistemologi Hukum Tata Negara, Pidato Pengukuhan
Dosen sebagai Guru Besar tetap dalam Ilmu Hukum
Tata Negara pada Universitas Pendidikan Indonesia
(20002) Revitalisasi Etika Demokrasi dalam
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, FPIPS Universitas
Pendidikan Indonesia.
(2008) Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS,
Pascasarjana, Universitas Pendidik an Indonesia,
Bandung
(2004) Pengantar Studi Hukum Tata Negara, Gelar
Pustaka Mandiri, Bandung
(2010) Hukum Tata Negara, Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan, FPIPS-UPI,
Bandung
(2013) Filsafat Hukum, Kajian filsafat Ke arah
memperkuat Sistem Hukum Pancasila. Gelar Pustaka
Mandiri, Bandung
(2014) Etika Politik, Gelar Pustaka Mandiri, Bandung
Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta

Sumber Dokumen

KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


TRIBRATA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
CATUR KARYA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

77

TUGAS POKOK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

78

Anda mungkin juga menyukai