Anda di halaman 1dari 13

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

Ari Miska, S.ked


Pembimbing Dr Inda Astri Aryani Sp.KK
Bagian /Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Mohammad Hoesin Palembang
2015

Pendahuluan
Karsinoma sel skuamosa (KSS) atau epitelioma sel skuamosa atau karsinoma
epidermoid merupakan bentuk keganasan sel epitel skuamosa dengan struktur sel
berkelompok yang mampu menginfiltrasi jaringan melalui pembuluh darah dan limfe
sehingga mampu menyebar ke seluruh tubuh.1 Sel epitel skuamosa merupakan sel terbanyak
di epidermis kulit, sehingga KSS sebagian besar terjadi di kulit (90-95%).2 Kebanyakan KSS
berasal dari keratinosit suprabasal epidermis.3 Sel epitel skuamosa juga terdapat di traktus
gastrointestinal, respiratorius, dan bagian lain tubuh sehingga KSS juga dapat terjadi di lidah,
bibir, esofagus, serviks, vulva, vagina, bronkus atau kandung kemih.1
Di Indonesia, menurut laporan Riset kesehatan dasar (Riskesdes) tahun 2007
prevalensi KSS meningkat sekitar 2,65% setiap tahun. Menurut National Cancer Institute di
Amerika Serikat satu juta kasus KSS setiap tahun dan 60.000 kasus kanker kulit di Australia
dan Caribbean menimbulkan 9000 kematian akibat karsinoma sel skuamosa.1,4
Usia di atas 40 tahun, pajanan sinar matahari, pengaruh zat karsinogenik (tar, arsen,
hidrokarbon polisiklik aromatik, parafin), merokok, trauma, luka bakar pada kulit, ulkus
Marjolin adalah berbagai faktor predisposisi kejadian KSS.1,6
Angka kejadian dan kematian KSS cukup tinggi sehingga dokter umum perlu
mengenali tanda dan gejala awal KSS supaya penyakit dapat ditatalaksana lebih cepat.
Referat ini akan membahas tentang epidemiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis KSS.
Epidemiologi
Karsinoma sel skuamosa merupakan karsinoma non melanoma kedua terbanyak
setelah karsinoma sel basal.4 Insidensi pasti KSS sampai saat ini belum terdokumentasi oleh
National Cancer Institute, tetapi diperkirakan terjadi satu kasus tiap 1000 penduduk di
Amerika Serikat.1 Insidensinya meningkat di daerah dengan tingkat pajanan radiasi ultraviolet
(UV) sinar matahari tinggi, bahkan mencapai 200300 kasus tiap 100.000 penduduk di
Australia.1,5
1

Insidensi KSS meningkat dengan bertambahnya usia (paling sering usia 40-50 tahun). 1
KSS lebih banyak dua kali lipat pada laki-laki dibanding perempuan, kecuali KSS daerah
tungkai bawah. Karsinoma ini sering terjadi pada pasien dengan kulit putih, mata biru, fair
complexion dan rambut merah.7,8,9
Etiopatogenesis
Terdapat sejumlah faktor predisposisi KSS seperti dibawah ini8.
1. Lesi Prekursor
Kebanyakan KSS berkembang dari lesi prekursor seperti keratosis aktinik (Gambar
1a) dan penyakit Bowen (Gambar 1b)10

1a
Gambar 1a. Papul keratotik dan telangiektasis
pada keratosis aktinik di wajah.10

1b
Gambar
1b. Plak penyakit Bowen di tungkai.10
b

2. Radiasi UV
Radiasi UV dianggap sebagai faktor risiko yang menonjol pada KSS. Penting
diketahui, terdapat hubungan antara insidensi KSS dan pajanan radiasi UV.
3. Radiasi Sinar Pengion
Pajanan sinar pengion yang berlebihan akan menyebabkan KSS
4. Karsinogen Lingkungan
Pajanan arsen dan hidrokarbon aromatik merupakan faktor predisposisi KSS, misalkan
pada pekerja kebun yang menggunakan insektisida dan herbisida yang tidak memakai
pelindung, pasien dengan kebiasaan merokok dan penggunaan alkohol sangat
berhubungan dengan KSS rongga mulut.
5. Imunosupresi
Imunosupresi kronik dapat meningkatkan risiko KSS terutama pada area terpajan sinar
matahari. Risiko KSS meningkat 18 kali lipat pada pasien transplantasi ginjal,
limfoma, leukemia dan pemakaian kortikosteroid lebih dari 3 tahun,
6. Skar dan penyakit yang mendasari.
Pada luka bakar dan luka kronik sering menyebabkan KSS walaupun jarang.
2

7. Faktor termal
Pajanan panas jangka lama dapat memicu kejadian KSS. Insiden KSS meningkat pada
orang yang mempunyai kebiasaan duduk di depan tungku pemanas, misalkan pada
pengrajin besi.
8. Infeksi Virus
Infeksi human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan perubahan perilaku genetik
sel berupa gangguan program apoptosis sel sehingga meningkatkan risiko KSS.
9. Genodermatosis
Beberapa penyakit keturunan merupakan predisposisi perkembangan KSS, seperti
albinisme, xeroderma pigmentosum.
Bowen disease

Radiasi sinar UV

Radiasi
ionisasi

imunosupresi

Karsinogen
Lingkungan

Lesi prekursor

Karsinoma Sel Skuamosa

Skar
Luka bakar

Faktor Termal

genodermatosis

Luka kronik > 2 minggu


Mengubah perilaku
genetik sel

Infeksi Virus
HPV / human
Papilomavirus

Bagan 1. Faktor predisposisi KSS. kreasi pribadi

Manifestasi Klinis
Karsinoma sel

skuamosa

yang belum

menginvasi

Program apoptosis
terganggu

tautan

membran

basal

dermoepidermis (karsinoma in situ) tampak sebagai plak merah, berskuama, dan berbatas
tegas. Lesi tahap lanjut yang invasif biasanya berupa nodul dan memperlihatkan produksi
keratin dalam jumlah bervariasi. Secara klinis lesi tahap lanjut tampak sebagai hiperkeratosis
dan mungkin mengalami ulserasi.
Tumor ini tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dan dapat bermetastasis. Selain
itu, tumor ini juga dapat tumbuh cepat, merusak jaringan sekitar dan bermetastasis jauh,
umumnya melalui pembuluh limfe.
Mula-mula tumor ini berupa nodul keras permukaan licin seperti kulit normal.
Permukaan licin kemudian berkembang menjadi verukosa atau papiloma. Pada keadaan ini
biasanya skuamasi tampak menonjol.
Pada perkembangan lebih lanjut tumor ini biasanya menjadi keras, bertambah besar ke
samping maupun ke jaringan yang lebih dalam. Invasi ke arah jaringan lunak maupun otot
3

serta tulang akan memberikan perabaan yang sulit digerakkan dari jaringan sekitar. Ulserasi
dapat terjadi mulai di tengah lesi berukuran 1-2 cm. Ulserasi tersebut diikuti pembentukan
krusta dengan pinggir yang keras dan mudah berdarah. Bentuk papiloma eksofitik cukup
jarang ditemukan. Urutan kecepatan invasif dan metastasis tumor sebagai berikut:

Tumor yang tumbuh di atas kulit normal (de novo): 30%


Tumor didahului oleh prakanker (radiodermatitis, sikarik, ulkus, sinus fistula): 25%
Penyakit Bowen, eritoplasia Queyrat: 20%
Keratosis solaris: 2%1
Tumor di bibir, anus, vulva, penis lebih cepat menginvasi dan bermetastasis dibandingkan

dengan daerah lain. Metastasis umumnya melalui pembuluh limfe.


Morfologi KSS paling sering adalah papul atau plak eritem keratotiktetapi KSS dapat
juga berpigmen. Bentuk lain meliputi ulkus, nodul dengan permukaan halus, atau tanduk
(horn). Tumor juga dapat timbul dengan permukaan verukosa atau abses, khususnya pada
lokasi periinguinal. Batas mungkin tidak tegas. Semakin besar, biasanya nodul semakin padat
dan elevasi. Khususnya pada daerah kepala dan leher, bila ada pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) dengan batas tegas dan tidak nyeri kemungkinan merupakan pertanda
metastasis tumor.9
KSS dapat pula terjadi pada berbagai daerah tubuh lain seperti rongga mulut, bibir
bawah, dan genitalia.8
1) KSS rongga mulut
KSS rongga mulut biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat perokok, pengunyah
tembakau dan pengguna alkohol dalam jangka waktu lama. Namun saat ini KSS juga
ditemukan pada dewasa muda tanpa faktor risiko tersebut. KSS predominan pada laki-laki,
sisi yang sering terlibat adalah langit-langit dan lidah

Gambar 2. Karsinoma verukosa timbul sebagai plak tebal di mukosa bukalis,


papillomatosis8

dulu disebut oral florid

2) Karsinoma sel skuamosa bibir bawah


4

KSS bibir bawah pada awalnya timbul sebagai papul kasar cheilitis aktinik atau
leukoplakia disertai skuama, disertai progresi lambat menjadi nodul tumor. KSS yang
berkembang akibat kebiasaan pajanan sinar matahari dan cheilitis aktinik. terdapat nodul
besar tetapi substil dibagian bibir bawah. Terdapat daerah hiperkeratosis dan ulserasi.
Metastasis ke kelenjar getah bening dapat terjadi.

Gambar 3. Nodul, lesi hiperkeratotik dan ulserasi pada KSS di bibir bawah.8
3) KSS Genitalia
KSS vulva biasanya terjadi di labia mayor anterior, diawali warty nodule kecil hingga plak
eritematosa erosif. Lesi biasanya asimptomatik, tetapi mungkin gatal dan mudah berdarah.
Lesi prekursor paling sering adalah liken sklerosus. KSS serviks berhubungan dengan
infeksi HPV tipe 16. Selain KSS vulva, dapat juga terjadi KSS skrotum, penis dan perianal
(Gambar 4a ).8 Lesi prekursor KSS penis adalah eritroplasia Queyrat (Gambar 4b)9.

4a
Gambar 4. KSS in situ perianal.

4b
Gambar
4b. Eritroplasia Queyrat pada laki-laki yang tidak
b
disirkumsisi 9

Karsinoma Sel Skuamosa Metastasis


Angka KSS metastasis kisaran 0,5-31% dan jumlah pasien yang bertahan hidup
dengan KSS metastasis berkisar 25%.
Karsinoma sel skuamosa metastasis ditandai banyak gejala. Tumor ini mungkin
ditandai teraba kelenjar getah bening di sekitar

KSS yang telah diterapi sebelumnya.

Sebaliknya, tumor ini dapat muncul sebagai papul keratotik besar atau nodul menyerupai lesi
primer. Karsinoma sel skuamosa metastasis pada kulit dapat menjadi tanda pertama
keganasan internal, awalnya muncul sebagai kumpulan papul merah atau merah muda dengan
keratotik pada bagian sentral.1

Gambar 4. Karsinoma sel skuamosa metastasis.8

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Dermoskopik
Seperti halnya karsinoma sel basal dan melanoma, kriteria ABCD (Asymmetry, Border
sharpness, Colors an Dermoscopic structure) digunakan untuk menilai keganasan suatu lesi
menggunakan dermoskop. Algoritme pemeriksaan menggunakan dermoskop dan penilaian
lesi menggunakan dermoskop dapat dilihat pada Bagan 2, Tabel 1-3 dan Gambar 6. 11
2. Pemeriksaan Histopatologik3
KSS terdiri atas sarang atau nests sel epidermis skuamosa yang meluas ke dermis.
Variasi KSS maligna terdiri atas sel atipikal dalam jumlah besar.9
Karsinoma sel skuamosa well-differentiated terdiri atas sel poligonal dengan
jembatan interselular, inti bulat, dan sitoplasma eosinofilik. Horn pearls sering ditemukan
berupa lapisan konsentris keratin dan keratinisasi inkomplit pada bagian tengah. Karsinoma
sel skuamosa poor-differentiated dicirikan dengan inti atipikal dan gambaran mitosis. Sel
tumor berbentuk sel spindel atau fusiformis.9
Karsinoma sel skuamosa invasif memperlihatkan diferensiasi yang bervariasi,
berkisar dari tumor yang terbentuk oleh sel skuamosa poligonal yang tersusun dalam lobulus
teratur dan memperlihatkan banyak zona besar keratinisasi hingga neoplasma yang terbentuk
6

oleh sel buat yang sangat

anaplastik dengan fokus-fokus nekrosis serta keratinisasi sel

tunggal yang abortif (diskeratosis). Gambaran yang dapat ditemukan pada karsinoma sel
skuamosa adalah individual cell dyskeratosis (terdapat keratin intrasel) dan mutiara tanduk
(pearl horn)
KSS invasif pada kulit biasanya ditemukan pada saat masih kecil, dan direseksi; kurang
dari 5 % bermetastasis ke kelenjar regional saat didiagnosis.3

Evaluasi Dermoskopi
Tahap pertama

Melanoma & non melanoma

Tahap kedua
Perbedaan antara
nevus & melanoma:
1.
Analisis pola
2.
ABCD rule
3.
Metode
Menzies
4.
Checklist 7
poin

Jika tidak ada kriteria positif di atas,


lesi melanositik atau melanoma
sebaiknya dimasukkan dalam
diagnosis banding, khususnya jika
tampak pembuluh darah

Bagan 2. Algoritma pemeriksaan menggunakan dermoskop 1

Tabel 1. Kriteria ABCD menggunakan dermoskop.11


Dermoskopi
A = Asimetri

B = Border sharpness
C= Color (warna)
D= Dermoskop

Definisi
Apabila ditarik garis khayal, maka lesi tidak akan simetris, lesi yang
simetris pada kedua sumbu diberikan nol poin, satu sumbu asimetri 1
poin dan jika lebih dari sumbu asimetri 2 poin. Dengan demikian, poin
berkisar dari 0 sampai 2
Dilakukan pembagian lesi menjadi delapan seperti potongan kue untuk
melihat batas terjelas dari lesi dengan kulit di sekitarnya. Batas yang
paling tegas memiliki nilai tertinggi, berkisar 0-8
Coklat, coklat tua, hitam, merah, putih, biru-abu-abu. Poin berkisar 1-6
Gambaran spesifik pada dermoskop yaitu reticulation network,

pseudonetwork (pada wajah), globules, streaks dan homogenous blue


pigmentation. Poin berkisar 1-5
Asymmetry dinilai
menggunakan dua
garis khayal
(vertikal dan
horizontal)

Border sharpness
dinilai dengan
membagi menjadi 8
bagian

Colors dinilai
warnanya berbeda dg
kulit sekitar

Dermoscopic
structuresm menilai
bentuk lesi

Gambar 6. Kriteria untuk menilai skor dermoskopi total menggunakan kriteria ABCD. 11

Tabel 2. Kalkulasi skor dermoskopi total11


Kategori
Asimmetry
Border sharpness
Colors
Dermoskopic structure
Skor dermoskopik total

Point
0-2
0-8
1-6
1-5

Weight factor
X 1,3
X0,1
X 0,5
X0,5

Kisaran skor
0-2,6
0-0,08
0,5-3.0
0,5-2,5
1,0-8,9

Tabel 3. Sistem skoring neoplasma11


Kategori
Benigna
Suspek ganas

Kisaran skor
< 4,75
4,75- 5,25

Maligna

>5,25

Gambar 5. KSS invasif. A lesi nodular dan ulseratif di kulit yang terpajan matahari secara kronis (B)
Karsinoma menginvasi dermis dalam bentuk tonjolan-tonjolan epitel skuamosa atipikal yang ireguler. (C)
Secara sitologis, sel tumor memiliki sitoplasma squamoid yang banyak, serta mengandung nukleus yang besar
gelap dengan kontur berlekuk dan nucleolus yang mencolok

Derajat KSS secara histopatologik dinilai dengan Broders grading (Tabel 4).11
Tabel 4. Sistem Broders grading untuk karsinoma sel skuamosa.11
Derajat
1
2
3
4

Persentasi Sel Undiferensiasi (%)


< 25
25-50
50-75
>75

Gambaran Lain
Keratinisasi
Atipikal, hilangnya jembatan intraseluler

Diagnosis5,6,7
Diagnosa KSS dapat diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik (eufloresensi),
pemeriksaan dermoskopi, dan pemeriksaan histopatologi.
a. Anamnesis ditanyakan adalah apakah sering terpajan sinar matahari dalam waktu lama
secara terus menerus? Apakah ada riwayat kulit terbakar atau sun burning yang berulang
akibat pajanan sinar matahari? Apakah menderita penyakit yang mengakibatkan supresi
pada imunitas seperti HIV? Apakah pernah terpapar bahan arsenik dan polisiklin
hidrokarbon? Apakah pernah terpapar batubara dan produk industri yang mengandung
batubara? Apakah pasien merokok?
b. Pemeriksaan fisik didapatkan nodul keras dengan batas tidak tegas, permukaannya mulamula licin seperti kulit normal yang akhirnya berkembang menjadi papiloma. 1 Ulserasi
dapat terjadi, umumnya mulai timbul pada waktu berukuran 1-2cm, diikuti pembentukan
krusta dengan pinggir yang keras serta mudah berdarah.
9

c. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan menggunakan dermoskop dan histopatologik.


Diagnosis Banding
Lesi Verukosa atau Berskuama
Keratosis Seboroik
Keratotik Aktinik
Nevus Melanositik
Granuloma Piogenik
Poroma Ekrin
Kromomikosis
Lesi Verukosa Maligna
Fibroxanthoma Atipikal
KSB
Penyakit Bowen
Melanoma Verukosa
Karsinoma Sel Merkel
KSS metastatik
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KSS tergantung banyak faktor ukuran, lokasi, dan sistem Broders
Grading.

Metode pengobatan primer adalah Bedah mikrografik Mohs, eksisi bedah

konvensional, radioterapi, terapi topikal kuretase dan elektrodesikasi. Jika terdapat metastasis
dilakukan eksisi luas.
Prognosis
Prognosis KSS buruk karena sering rekurensi dan dapat menyebabkan metastasis.
Rowe dkk., mengidentifikasi 8 faktor berasosiasi dengan rekurensi dan metastasis KSS
(Kotak 1).7
Kotak 1. Karsinoma sel skuamosa risiko tinggi.7

Diameter ukuran lebih dari 2 cm (Stadium II, III, atau IV menurut klasifikasi TNM di Tabel 4)
Kedalaman KSS lebih dari 4 mm atau penetrasi ke retikuler dermis
Keterlibatan tumor pada tulang, otot, dan syaraf
Derajat Broders 3 atau 4
Tumor muncul di atas jaringan parut
Lokasi anatomi di telinga dan bibir
Tidak ditemukan infiltrat inflamasi
Pasien imunosupresi

Sistem klasifikasi yang dipakai untuk KSS adalah Klasifikasi TNM dari American
joint Committe for Cancer and End Result Reporting (Tabel 5).
Tabel 5. Sistem klasifikasi KSS menggunakan American joint Committe for Cancer and End
Result Reporting.
10

Klasifikasi TNM
T
Tis
T1
T2
T3
N
N1

Deskripsi
Tumor primer
Karsinoma in situ
Besar tumor < 2 cm
Besar tumor lebih dari 2-4 cm
Besar tumor lebih dari 4 cm
Metastase kelenjar getah bening
Secara klinis pada palpasi kelenjar limfe tidak teraba dan subjek tidak ada
metestase.
Secara klinis pada palpasi teraba kelenjar limfe servikal homolateral dan
tidak melekat, saspek terjadi metastase
Secara klinis pada palpasi kelenjar limfe servikal kontra-lateral atau
bilateral dapat teraba dan tidak melekat, subjek terjadi metastase
Metastasis jauh
Tidak ada metastase
Tanda-tanda klinis dan radio-grafis dijumpai adanya metastase melewati
kelenjar limfe servikal
T1 N0 M0
T2 N0 M0
T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
T1 N2 M0
T1 N3 M0
T2 N2 M0
T2 N3 M0
T3 N2 M0
T3 N3 M0 Atau setiap T atau N dengan M1

N2
N3
M
M0
M1
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3

Stadium 4

Kesimpulan
Karsinoma sel skuamosa adalah bentuk keganasan sel epitel skuamosa yang mampu
menginfiltrasi jaringan melalui pembuluh darah dan limfe sehingga mampu menyebar ke
seluruh tubuh. Tumor ini paling sering menyerang usia 40-50 tahun dan lebih banyak pada
laki-lakiMenurut etiologinya KSS dapat terjadi karena beberapa faktor,Lesi prekursor (KA,
penyakit Bowen) UV Sinar pengion,Karsinogen lingkungan, Imunosupresi, Skar, Paparan
panas

dalam

durasi

lama,

Skar

kronik

atau

dermatosis,

inflamasi

Infeksi

HPV,Genodermatosis. Diagnosa KSS dapat diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik


(efloresensi), pemeriksaan dermoskopi, dan pemeriksaan histopatologi. Tumor dapat
ditatalaksana denganbedah mikrografik Mohs, eksisi bedah konvensional, radiasi, kuretase
dan elektrodesikasi. Jika terdapat metastasis dilakukan eksisi luas.
11

DAFTAR PUSTAKA
1. Rata IGAK. Tumor Kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2011. p. 229-41.
2. Wilson P. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC; 2005.
3. Murphy DF. Kulit. Dalam: Hartanti H, Darmaniah N, Wulandari N, eds. Buku Ajar
Patologi Robbins. 7th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 894-5
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of Skin: Clinical Dermatology
11th Ed. London: Elseiver, 2011.
5. Pfister D, and Harpen AC. Skin Squamos cell Carcinoma : the time is right for greater
involvement of the medical oncologist. J of Clin Oncol 2007;1951-3.
12

6. Moloney FJ, Halliday GM. Nonmelanoma Skin Cancer. In: Gaspari AA, Tyring SK.
Clinical and Basic Immunodermatology. London: Springer-Verlag;2008. p. 223-38.
7. Grousman D, Leffell DJ. Squamous cell carcinoma. In: Goldsmith LA. Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel; DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. 8th ed. New York: Mc Graw Hill; 2012. p. 1283-94.
8. Sterling JB, Melton JL, Hanke CW. Squamous cell carcinoma. In: Roenigk RK. Ratz
JL, Roenogk, Jr HH. Roenigks Dermatologic Surgery. 3 rd ed. London: Informa
healthcare USA Inc; 2007. p. 353-66.
9. Duncan KO, Geisse JK, Leffell DJ. Epithelial precancerous lesions. In: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012. p. 1261-83.
10. Malvehy J, Puig S, Braun RP, Marghoob AA, Kopf AW. Handbook of Dermascopy.
New York: Taylor & Francis Group; 2006.

13

Anda mungkin juga menyukai