Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tingginya tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan visum. Hal

ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun permintaan visum
biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum maupun swasta, tidak menutup
kemungkinan permintaan visum diajukan kepada kita sebagai dokter umum pada saat kita
melakukan tugas PTT di suatu daerah. Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib dapat
melakukan visum dan membuat laporannya melalui Visum et Repertum.
Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada setiap
kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang
dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 1859-1927,
bahwa ada yang dinamakan saksi diam yang terdiri antara lain atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda atau tubuh
manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang mengalami
kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau senjata yang dipakai
ataupun berasal dari si penjahat sendiri. (10)
Bila saksi diam tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu
forensik (forensic sciences) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan dapat terungkap
dan bahkan korban yang sudah membusuk atau hangus serta pelakunya akan dapat dikenali.
Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk kepentingan pengadilan perlu diketahui
apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian meninggal karena pembunuhan atau memang
lahir mati, dengan mudah dapat kita ketahui dengan melakukan pemeriksaan hidrostatik,
dimana bila jaringan paru yang dicelupkan ke dalam air tawar tersebut mengapung maka
bayi tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup.
Oleh sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium
sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam membantu kita sebagai si
pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian kejahatan, karena dengan
1

mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang laboratorium sederhana apa saja yang dapat
dilakukan dalam kasus-kasus tertentu, apa yang kita lakukan menjadi tepat guna. Sehingga
dapat membantu terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan suatu kasus kejadian
kejahatan seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa melalui visum, barang/ benda
yang tidak bernyawa dan tidak bergerak dapat dibuat berbicara oleh para dokter yang
melakukan visum melalui Visum et Repertum.
Darah adalah bahan yang paling penting untuk bukti pada peristiwa kriminal dewasa
ini. Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena merupakan
cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu.
Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk membantu identifikasi
pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP
(tempat kejadian perkara) pada obyek-obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata, dan
sebagainya), manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku
kejahatan ( Kedokteran Forensik FKUI, 1997).
Darah sangat penting untuk tersangka maupun korban dari suatu kejahatan.
Pewarnaan darah akan dapat menceritakan mengenai posisi dan tindak suatu peristiwa
kejahatan/pembunuhan. Siapa yang membunuh dan siapa yang memulai. Pelaku tindak
kriminal berusaha menutupi dengan jalan menghilangkan tanda bukti yaitu dengan
membersihkan darah dan menghilangkan jejak (Kedokteran Forensik FKUI,1997).
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir
semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna
untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil (Robert P. Spalding, 2000).
Bercak darah yang terdapat pada objek-objek di sekitar korban sering kali disamarkan
oleh pelaku. Objek yang paling sering adalah baju korban,seringkali pelaku kejahatan
menghilangkan barang bukti berupa darah tersebut dengan berbagai cara antara lain :
membuang baju korban, mencuci baju korban dengan tujuan untuk menghilangkan bercak
darah yang ada, sehingga pada saat dilihat tidak akan diketahui adanya darah. Oleh karena
fakta tersebut kelompok kami ingin mengkaji bagaimana pengaruh air rendaman sabun pada
tetes darah kering yang dilakukan tes Benzidine.
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah didapatkan rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana prosedur untuk melakukan Tes Benzidine?
2. Bagaimana pengaruh perendaman bercak darah kering yang dilakukan Tes
Benzidine dalam rendaman air sabun batang?
2

1.3.

Tujuan
Penyusunan refarat ini bertujuan agar tenaga medis khususnya para dokter umum R,
dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan laboratorium sederhana yang ada pada
ilmu forensic yaitu dapat melakukan tes penyaring (Tes Benzidine) dan dapat
menginterpretasikan hasilnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

Darah adalah cairan serologis yang terdiri dari beberapa jenis sel disuspensikan dalam
larutan berair asin yang disebut plasma.(Jika seseorang menganggap bahwa organisme hidup
seperti manusia telah berevolusi dari spesies awalnya hidup dan bernapas dalam air laut,
maka orang mungkin menduga bahwa larutan garam dari plasma darah adalah cara tubuh
internalisasi air laut dan hidup di tanah kering).
Warna darah berasal dari sel-sel darah merah (RBC) atau eritrosit (partikel berbentuk
disk ditampilkan di atas). Sel darah merah membuat sekitar 40% dari darah (berdasarkan
volume). Hal ini mudah terlihat dalam tes sentrifugal sederhana. Setiap sel darah merah diisi
dengan hemoglobin, protein yang membawa oksigen ke jaringan dan membawa karbon
dioksida dari jaringan.
Hemoglobin mengangkut oksigen dengan menggunakan heme, sebuah cincin seperti
besar molekul yang memiliki pusatnya atom tunggal dari besi (Fe), yang adalah apa yang
sebenarnya mengikat oksigen untuk membentuk besi (hydr) kompleks oksida. Properti kimia
heme yang memberikan kemampuan ini dalam ikatan kovalen banyak ganda yang
membentuk cincin. Ini ikatan ganda dapat digeser ke dalam banyak berbeda "resonansi"
konfigurasi.Hal ini memungkinkan untuk oksigen lebih banyak untuk dilakukan
dibandingkan jika hanya larut dalam darah.
Ada berbagai sel ditemukan dalam darah. Sel darah putih ('berbulu' partikel berbentuk
bola yang ditampilkan di atas) misalnya, adalah instrumental dalam sistem kekebalan tubuh
dengan memproduksi antibodi untuk membela terhadap perangkat lunak berbahaya
pembawa penyakit bakteri, virus, atau jamur.Trombosit adalah fragmen sel darah putih (juga
ditampilkan di atas) yang membantu pembekuan darah menjumlahkan dan membentuk serat
dalam pembukaan luka yang memerangkap sel-sel darah merah untuk membentuk keropeng.
Darah sedikit bersifat (alkali) terdiri dari 55% cairan (plasma, serum) dan 45%
padatan (sel, fibrin). Darah mengandung air, sel, enzim protein dan substansi organic yang
bersirkulasi keseluruh system vaskuler (pembuluh drah), membawa bahan mutrisi dan
menyalurkan oksigen serta bahan sisa untuk dibuang. Cairan darah terdiri dari plasma yang
sebagian besar adalah air dan serum yang berwarna kekuningan yang merupakan cairan
mengandung zat beku darah. Bahan padatan terdiri dari sel darah merah dan sel darah putih.
Dimana seorang ilmuwan (imunolog) tertarik untuk mempelajari sel darah putih, sedangkan
seorang ahli forensic tertarik pada sel darah merah. Pada serum, seorang analisis dapat
membedakan antara darah yang segar dan darah yang sudah beberapa menit kontak dengan
udara luar. Dalam serum juga ditemukan antibody, yang penting untuk pemeriksan forensic.
4

Pada sel darah merah, analis dapat memeriksa suatu substansi yang terdapat pada permukaan
sel yaitu antigen yang sangat penting untuk pemeriksaan forensic.
Pada hokum forensic, darah selalu dijadikan sebagai barang bukti, tetapi kekuatan
barang bukti adalah tipe golongan darah individu. Sampai sekarang serologic forensic dapat
dijadikan barang bukti yang kuat untuk memperkirakan hubungan antara orang tertentu
dengan orang lain. Bahkan pada kembar identik mungkin mempunyai DNA profil yang sama,
tetapi profil antibodinya berbeda.
2.1 Pemeriksan darah untuk kasus kriminal
Darah segar mempunyai nilai yang lebih penting daripada darah kering, karena uji
darah segar dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Darah akan mongering setelak kontak
dengan udara luar dalam waktu 3-5 menit. Begitu darah mongering maka darah akan berubah
warna dari merah menjadai coklat kehitaman. Darah pada kasus kriminal dapat berbentuk
genangan darah, tetesan, usapan atau bentuk kerak. Dari genangan darah akan diperoleh nilai
yang lebih baik untuk mendapatkan darah segar. Tetesan darah akan dapat diperkirakan
jatuhnya darah dari ketinggian seberapa dan sudut seberapa. Ilmu forensic mengenai analisis
percikan darah dapat menduga bahwa jatuhnya darah tegak lurus ke lantai dan dalam jarak 02 feet akan membentuk percikan bulat dengan pinggir bergerigi. Usapan darah pada lantai
atau dinding akan dapat menunjukkan arah usapan, biasanya pada awal usapan adalah bentuk
yang besar dan kemudian mengecil pada akhir usapan. Kerak darah yang kering harus diuji
dengan tes kristalin untuk menentukan darah tersebut benar darah atau bukan.
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi
pemilik darah tersebut. Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih
dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu
perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia

Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan diatas, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium


sebagai berikut :
a. Persiapan
5

Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam dalam
larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis bila menempel
pada pakaian.
b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah bercak
tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif saja yang
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 > H2O + On
Reagen -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi benzidine dan
reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan jenuh Kristal Benzidin
dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin digunakan reagen yang dibuat dari
Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga
terbentuk fenolftalein yang tidak berwarna.
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua reaksi tersebut
memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah.
1. Reaksi Benzidine (Test Adler)
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes
Benzidine atau Test Adlerlebih sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal
pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik
yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup
bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk
melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.

2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test)


Prosedur test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak menggunakan
Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906), zat ini
menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test identifikasi
darah.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung
diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda pada
kertas saring.
c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi PadaDarah
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka dapat
dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan darah berdasarkan
terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak
darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa yang
diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal hemoglobin yang
dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan mikroskopik. Tes tersebut antara
lain tes Teichmann dan tes Takayama.
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk
membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian diamati di
bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-belah ketupat
dan berwarna coklat.
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1
butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca
penutup dan dipanaskan.

Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.(1)
Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas
atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan
pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa,
Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk. (2)
Cara kerja:
Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas
objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan
sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah mikroskop.
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna merah
jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak yang
sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel pada
baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel yang
mempunyai hasil negative pada test Teichmann. (1)
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan
bercak tersebut berasal dari darah, yaitu :
c. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga
sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek
dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian pada satu
sisi diteteskan aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer, kemudian
dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna
coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan
8

bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah
yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah yang sudah
lama sekali, terbakar dan sebagainya.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan
darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human
globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah
tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan
antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.
a. Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara
dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari
bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak
bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum.
Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara
antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan
kedua cairan.
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua
larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak
akan muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar.
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi
dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang
di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
9

Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah
dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100
mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair.
Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat
dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih.
Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang
dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bercak darahtersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca
penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti
Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat
adanya drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.

10

2.2 Golongan darah


Tipe golongan darah yang disebut system A-B-O, telah ditemukan pada tahun 1901.
Beberapa tahun kemudian dimulai pada tahun 1937, reaksi antigen-antibodi dalam darah
ditemukan, dimana yang sering ditemukan adalah factor ABH, Mn, Rh dan Gm (diantara
lebih dari 100 antigen yang ada).Kebanyakan orang hanya mengenal factor Rh (Rhesus
factor), yang secara teknis disebut D-antigen. Ada lebih dari 256 antigen dan 23 sistem
penggolongan darah yang didasarkan pada antigen tersebut. Antigen adalah struktur kimia
yang melekat pada permukaan sel darah merah. Sedangkan antibody adalah protein yang
mengambang pada cairan darah (terutama serum yang berhubungan dengan factor
kloting/pembeku darah). Karena suatu individu kadang mengamai alergi atau infeksi oleh
agen penyakit (TB, smallpox dan hepatitis), sehingga substansi tersebut aktif melawannya.
Prinsip dasar dari serologi adalah setiap ada antigen akan terbentuk terbentuk antibody yang
spesifik. Sehingga dengan demikian semua golongan darah didefinisikan sebagai antigen
pada sel darah merahnya dan ada antibody terhadap antigen tersebut didalam serumnya.
Tabel 1. Golongan darah, antigen dan antibodinya
Golongan

Antigen pada sel darah merah

Antibody dalam serum

darah
A

Anti-B

Anti-A

AB

AB

Bukan anti-A/anti-B

Anti-A/anti-B

Pada tabel diatas terlihat bahwa darah golongan A akan teraglutinasi oleh serum anti
A, golongan B teraglutinasi serum anti B, golongan AB oleh anti-A/anti-B. Persentase jumlah
populasi penduduk dunia sangat berpengaruh terhadap ras dan variasi geographis. Secara
normal jumlah persentase tersebut sebagai berikut (Tabel2):
Tabel 2. Persentase jumlah penduduk yang mempunyai golongan darah A, B, AB dan O.
O
43-45%

A
40-42%

B
10-12%

AB
3-5%

O+ 39%

A+ 35%

B+ 8%

AB+ 4%

O- 6%

A- 5%

B- 2%

AB- 1%

Diantara ras/suku bangsa golongan A adalah paling banyak ditemukan pada ras
kaukasia, golongan B paling banyak pada ras Asia dan Afrika. Tetapi yang paling sering

11

dijadikan pegangan adalah distribusi dari komponen Rhesus (Rh), yang diekspresikan dalam
bentuk (+) dan (-) yang ada pada setiap golongan darah dalam bentuk angka.
Tabel 3. Jumlah komponen Rh dalam setiap golongan darah
Golongan
O+

Jumlah
1 diantara 3 orang

O-

1 diantar 15 orang

A+

1 diantara 3 orang

A-

1 diantara 16 orang

B+

1 diantara 12 orang

B-

1 diantara 67 orang

AB+

1 diantara 29 orang

AB-

1 diantara 167 orang

Sub kelompok juga terjadi diantara system ABO, Bebeberapa ekstrak dapat disintesis
dari tanaman atau biji-bijian untuk mendapatkan antiserum yang dapat mengkoagulasi
golongan darah O dan seterusnya. Hampir kebanyakan golongan darah paling tidak
mempinyai dua sub kelompok, misalnya O1, O2; A1, A2 dansebagainya. Antigen yang paling
banyak digunakan untuk penggolongan ini adalah lectins
Penggolongan darah tersebut mungkin berdasarkan atas type protein dan enzim.
Serologi forensic hampir semuanya dilakukan pada nilai tiping dari komponen tersebut.
Protein darah dan enzim mempunyai karakteristik polymorphisme atau iso enzim, yang
artinya mereka selalu hadior dalam beberapa bentuk dan varian, sehingga setiap kelompok
mempunyai sub-type. Kebanyakan orang paling mengenal paling tidak satu bentuk
polymorphisme dalam darah: yaitu Hb, yang menyebabkan sickle-cell anemia. Beberapa
bentuk polymorfisme yang sering dijumpai adalah sebagai berikut:
PGM2-1

Phosphoglucomutase

EAP

Erytrocyt acid phosphatase

EsD

Esterase D

AK

Adenyl kinase

ADA

Adenosin deaminase

GPT

Glutamic pyruvat transaminase

G-PGD

6- phosphoglucoronat dehydrogenase

G-6-PD

Glucosa -6- phosphat dehydrogenase

Tf

Transferin
12

Setiap protein atauy enzim variant begitu juga sub-type darah telah diketahui
distribusinya dalam suatu populasi. Dengan demikian kemungkinan batasan type darah untuk
setiap individu dapat diperkirakan. Misalnya:
Seseorang diduga melakukan tindak kriminal dan pada pemeriksaan darahnya
mempunyai tipe golongan darah A (42%), sub type A2 (25%), Protein AK (15%) dan
enzim PGM2-1(6%). Kemungkinan untuk menemukan dua orang dalam satu populasi
dengan tipe darah yang tepat adalah sekitar 0,000945 (0,42x0,25x0,15x0,06).
Semakin dekat anda mendapatkan angka dibawah 6 desimal, akan lebih sulit menentukan
siapa yang bertindak kriminal tersebut.
2.3 Deterjen
Deterjen adalah sebuah (atau gabungan beberapa) senyawa, yang memudahkan proses
pembersihan (cleaning). Istilah deterjen kini dipakai untuk membedakan antara sabun dengan
surfaktan jenis lainnya. Kelebihan deterjen adalah mampu lebih efektif membersihkan
kotoran meski dalam air yang mengandung mineral dan lebih mudah dibuat. Derajat
keasaman/pH detergen sangat basa, yakni 9,5-12.
Kandungan Detergen

Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Surfaktan yang biasa digunakan dalam
deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat,
senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain.
o Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air
akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif (anionik), memiliki daya
bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan
untuk pencuci kain dan pencuci piring).
o Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan (non-ionik), busa
yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan
mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis
kotoran.
o Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif
(kationik) ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada
pelembut (softener).

13

o Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau
negatif bergantung pH air yang digunakan (amfoterik). Kedua surfaktan ini
cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering
digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.

Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang
meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah
dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat
berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik
serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang
sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat (sodium
tripolyphosphate/STP), natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
Penambahan sodium tripolifosfat menaikkan pH menjadi basa (di atas 10). Standar
STP di Indonesia adalah 2,18 gr.

Kandungan lain dalam detergen adalah anti redeposisi. Redeposisi dimaksudkan


untuk mengikat kotoran yang sudah lepas dari pakaian agar tidak kembali menempel.
Kotoran itu diikat oleh bahan yang dinamai sodium carboxy methyl cellulose
(SCMC). Cara kerja SCMC adalah menyerap kotoran dengan membuat pembatas ion
yang mencegah redeposisi. Kotoran terbungkus ion negatif atau kation demikian pula
lapisan pakaian bermuatan negatif. Akibat dua kutub yang sama, maka terjadi saling
tolak, sehingga kotoran akan larut dalam air saat pembilasan atau pengeringan.

Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang berasal dari
debu atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan noda darah, perlu
ditambahkan enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak. Namun, jika
nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang menyatukan noda dengan kain.

Bahan pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan air atau
melunakkan air, mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang dicuci
dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN

14

Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya- RSSA Malang dari tanggal 31 Oktober 3 November 2011.
3.1 Alat dan Bahan:
1. Sampel darah vena 5 cc tanpa antikoagulan
2. Kain putih ukuran 10 cm x 10 cm
3. Reagen Benzidine
4. Reagen Hidrogen Peroksida 3% (H2O2)
5. Deterjen (Rinso) 5 g
6. Air 250 cc
7. Beaker glass 50 cc dan 500 cc
8. Bengkok
9. Batang pengaduk 14 cm
10. Pipet Pasteur
11. Timbangan automatic
12. Corong kaca 7,5 cm

H2O2 3%

Benzidine

Bengkok dan Pengaduk

15

Gelas Kimia Berisi Rendaman Air Sabun Batang

Bercak Darah pada Kain

3.2 Hasil Penelitian


Hari 1 jam 08.30 WIB
Perlakuan:
-

Menyiapkan 4 lembar kain putih ukuran 10 cm x 10 cm

Meneteskan 2 tetes darah pada 5 bagian pada masing-masing kain putih

Membiarkan darah kering selama 24 jam dalam suhu kamar (27oC)

Hasil :
Hari 2 Jam 08.30 WIB
Perlakuan:
16

Menyiapkan reagen kontrol, yaitu deterjen 5 g dilarutkan dalam 250 cc air

Meneteskan Benzidine 1-2 tetes pada masing-masing bercak darah yang telah
dikeringkan

Meneteskan H2O2 3% 1-2 tetes pada bercak darah yang telah ditetesi Benzidine

Ratakan dengan batang pengaduk

Melihat perubahan warna

Merendam kain ke dalam masing-masing reagen kontrol, yaitu deterjen

Ditunggu selama 12 jam dan ulangi prosedur tiap 12 jam.

Hasil :
-

Hasil tes benzidine pada bercak darah: positif dengan warna biru kehijauan. Hal ini
menunjukkan bahwa bercak darah tersebut adalah benar darah.

Hari 2 Jam 20.30 WIB


Perlakuan:
Hasil:
-

Hasil tes benzidine pada 12 jam pertama :


o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan
tes benzidine kembali, hasilnya masih positif.
o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya,
bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain
biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes
benzidine.

17

Hari 2 Jam 10.00WIB setelah dilakukan perendaman dengan air sabun batang selama 24 jam.
Hasil :
-

Hasil tes benzidine pada 24 jam pertama :


o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan
tes benzidine kembali, hasilnya negatif.
o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya,
bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain
biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes
benzidine.

18

Hari 2 Jam 22.00 WIB setelah dilakukan perendaman dengan air sabun batang selama 36
jam.
Hasil :
-

Hasil tes benzidine setelah 36 jam perendaman :


o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan
tes benzidine kembali, hasilnya negatif.
o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya,
bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain
biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes
benzidine.

Hari 3 Jam 10.00 WIB setelah dilakukan perendaman dengan air sabun batang selama 48
jam.
Hasil :
-

Hasil tes benzidine setelah 48 jam perendaman :


o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan
tes benzidine kembali, hasilnya negatif.
o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya,
bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain
biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes
benzidine.
19

3.3 Kesimpulan
-

Setelah 12 jam perendaman dengan air sabun batang, bercak darah yang tidak
dilakukan tes benzidine sebelumnya, akan hilang sama sekali, dibuktikan dengan hasil
tes benzidine yang negatif. Sedangkan pada bercak darah yang dilakukan tes

benzidine, setelah dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya masih positif.


Setelah 24 jam perendaman dengan air sabun batang, bercak darah yang dilakukan tes
benzidine kembali, hasilnya menjadi negatif.

DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, Arif, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

20

Idris, Abdul Munim. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta :
Binarupa Aksara.
Rustyadi, Dudut. 2009. Laboratorium Kedokteran Forensik Sederhana. Catatan Kuliah Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI.
Darmono. Serologi Forensik.
www.geocities.ws/kuliah_farm/farmasi_forensik/Serologi_forensic.doc. Diakses Tanggal 2
November 2011
Anonymous. 2011.Kandungan Sabun, Shampo, Detergen. (Online).
http://pretzga.multiply.com/journal/item/3/Kandungan_SabunSampo_Detergen_. Diakses
tanggal 2 November 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai