IDENTIFIKASI DARAH
Ilmu Kedokteran Forensik
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Disusun Oleh :
Reza Andhitya Putra Aji 09711188
Dokter Pembimbing:
Dr. dr. Hari Wujoso, MM. Sp. F
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik, seperti
pembunuhan, penganiayaan, perkosaan, dan lain-lain, mungkin ditemukan darah,
cairan mani, air liur, urin, rambut dan jaringan tubuh lain di tempat kejadian
perkara (TKP). Bahan-bahan tersebut mungkin berasal dari korban atau pelaku
kejahatan atau dari keduanya, dan dapat digunakan untuk membantu
mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut secara ilmiah. Bahan-bahan sepeti
ini umumnya dijumpai dalam jumlah yang sangat sedikit, tetapi semakin cermat
dan terampil seorang ahli, semakin banyaklah yang dapat diungkapkan. 1
Di antara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting
karena merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk
golongan manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya
adalah
untuk
membantu
identifikasi
pemilik
darah
tersebut,
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Darah adalah cairan serologis yang terdiri dari beberapa jenis sel
disuspensikan dalam larutan berair asin yang disebut plasma. Warna darah
berasal dari sel-sel darah merah (RBC) atau eritrosit (partikel berbentuk disk
ditampilkan di atas). Sel darah merah memuat sekitar 40% dari darah
(berdasarkan volume). Hal ini mudah terlihat dalam tes sentrifugal sederhana.
Setiap sel darah merah diisi dengan protein hemoglobin yang membawa oksigen
ke jaringan dan membawa karbon dioksida dari jaringan.5
Hemoglobin mengangkut oksigen dengan menggunakan heme, sebuah
cincin dengan 4 molekul yang memiliki pusat atom tunggal dari besi (Fe), dan
inilah yang sebenarnya mengikat oksigen untuk membentuk besi (hydr)
kompleks oksida, yang berperan dalam ikatan kovalen ganda yang membentuk
cincin. Ikatan ganda ini dapat digeser ke dalam banyak konfigurasi berbeda. Hal
ini memungkinkan lebih banyaknya oksigen yang diikat dibanding bila hanya
sekedar larut dalam darah.5
Ada berbagai sel ditemukan dalam darah. Sel darah putih berperan dalam
sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi untuk melawan antigen
berbahaya pembawa
adalah fragmen sel darah putih yang bertugas membantu pembekuan darah dan
menumpuk serta membentuk serat dalam luka yang terbuka dan memerangkap
sel-sel darah merah untuk membentuk padatan.5
Darah sedikit bersifat (alkali) terdiri dari 55% cairan (plasma, serum) dan
45% padatan (sel, fibrin). Darah mengandung air, sel, enzim protein dan substansi
organic yang bersirkulasi keseluruh sistem vaskuler (pembuluh drah), membawa
bahan mutrisi dan menyalurkan oksigen serta bahan sisa untuk dibuang. Cairan
darah terdiri dari plasma yang sebagian besar adalah air dan serum yang berwarna
kekuningan yang merupakan cairan mengandung zat beku darah. Bahan padatan
terdiri dari sel darah merah dan sel darah putih. Di mana seorang ilmuwan
(imunolog) tertarik untuk mempelajari sel darah putih, sedangkan seorang ahli
forensik tertarik pada sel darah merah. Pada serum, seorang analisis dapat
membedakan antara darah yang segar dan darah yang sudah beberapa menit
kontak dengan udara luar. Dalam serum juga ditemukan antibodi, yang penting
untuk pemeriksan forensik. Pada sel darah merah, analis dapat memeriksa suatu
substansi yang terdapat pada permukaan sel yaitu antigen yang sangat penting
untuk pemeriksaan forensik.2,5
Pada hukum forensik, darah selalu dijadikan sebagai barang bukti, tetapi
kekuatan barang bukti adalah tipe golongan darah individu. Sampai sekarang
serologik forensik dapat dijadikan barang bukti yang kuat untuk memperkirakan
hubungan antara orang tertentu dengan orang lain. Bahkan pada kembar identik
mungkin mempunyai DNA profil yang sama, tetapi profil antibodinya berbeda.5,6
2.2. Manfaat Pemeriksan Darah untuk Kasus Kriminal
Darah segar mempunyai nilai yang lebih penting daripada darah kering,
karena uji darah segar dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Darah akan
mengering setelah kontak dengan udara luar dalam waktu 3-5 menit. Begitu darah
mengering maka darah akan berubah warna dari merah menjadai coklat
kehitaman. Darah pada kasus kriminal dapat berbentuk genangan darah, tetesan,
usapan atau bentuk kerak. Dari genangan darah akan diperoleh nilai yang lebih
baik untuk mendapatkan darah segar. Tetesan darah akan dapat diperkirakan
jatuhnya darah dari ketinggian seberapa dan sudut seberapa. Ilmu forensik
mengenai analisis percikan darah dapat menduga bahwa jatuhnya darah tegak
lurus ke lantai dan dalam jarak 0-2 kaki akan membentuk percikan bulat dengan
pinggir bergerigi. Usapan darah pada lantai atau dinding akan dapat menunjukkan
arah usapan, biasanya pada awal usapan adalah bentuk yang besar dan kemudian
mengecil pada akhir usapan. Kerak darah yang kering harus diuji dengan tes
kristalin untuk menentukan darah tersebut benar darah atau bukan.8
Pemeriksaan darah di tempat kejadian perkara kasus kriminal dapat
memberikan informasi yang berguna bagi proses penyidikan. Pemeriksaan yang
sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap penyidik adalah: 7
a. Dari bentuk dan sifat bercak dapat diketahui:
Arah pergerakan dari sumber perdarahan baik dari korban maupun dari
pelaku kejahatan
Sumber perdarahan, darah yang berasal dari pembuluh balik (pada luka
yang dangkal), akan berwarna merah gelap sedangkan yang berasal
dari pembuluh nadi (pada luka yang dalam) akan berwarna merah
terang.
b. Dari distribusi bercak darah pada pakaian dapat diperkirakan posisi korban
sewaktu terjadinya perdarahan. Pada orang yang bunuh diri dengan
memotong leher pada posisi tegak atau pada kasus pembunuhan di mana
korbannya sedang berdiri, maka bercak/aliran darah akan tampak berjalan
dari atas ke bawah.
c. Dari distribusi darah yang terdapat di lantai dapat diduga apakah kasusnya
kasus bunuh diri (tergenang, setempat), ataukah pembunuhan (bercak dan
c. Spatter (Percikan)
Bercak darah percikan terbagi menjadi 2, Forward spatter (percikan
kedepan) dan Back spatter (percikan kebelakang). Benturan yang terjadi
pada suatu genangan darah akan mengakibatkan pecahnya kumpulan darah
menjadi butiran butiran yang lebih kecil dan terpercik kearah menjauhi
pusat gaya.
11
12
b.
c.
13
14
Ada
banyak
tes
penyaring
yang
dapat
dilakukan
untuk
membedakan apakah bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena
hanya yang hasilnya positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 > H2O + On
Reagen -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan
reaksi benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine
adalah larutan jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada
reaksi fenoftalin digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100
ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga terbentuk
fenolftalein yang tidak berwarna.
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil
negative pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut
bukan darah.6
1. Reaksi Benzidine (Test Adler)
Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan oleh Adlers
(1904). Tes
Benzidine
atau Test
Adlerlebih
sering
digunakan
15
16
bahwa yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristalkristal hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau
dengan mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes
Takayama.
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan
chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk
kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya kristal muncul
dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan
1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan
kaca penutup dan dipanaskan.
Hasil: Positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas
atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.6
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
17
18
rusak, misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan
sebagainya.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan
golongan darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein
manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga
antisera terhadap golongan darah tertentu.6
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak
darah) dengan antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi
presipitasi atau reaksi aglutinasi.6
a. Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana
antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum
dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak
bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi
antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.
Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke
lapisan lain pada perbatasan kedua cairan.
Hasil: Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada
bagian antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari
manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun.6
b. Reaksi presipitasi dalam agar.
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi
dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke
lubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat
19
darah
A
Anti-B
Anti-A
AB
AB
Bukan anti-A/anti-B
Anti-A/anti-B
anti-A/anti-B.
Persentase
jumlah
populasi
penduduk
dunia
sangat
A
40-42%
B
10-12%
AB
3-5%
O+ 39%
A+ 35%
B+ 8%
AB+ 4%
O- 6%
A- 5%
B- 2%
AB- 1%
Diantara ras/suku bangsa golongan A adalah paling banyak ditemukan
pada ras kaukasia, golongan B paling banyak pada ras Asia dan Afrika. Tetapi
yang paling sering dijadikan pegangan adalah distribusi dari komponen
Rhesus (Rh), yang diekspresikan dalam bentuk (+) dan (-) yang ada pada
setiap golongan darah dalam bentuk angka.
Tabel 3. Jumlah komponen Rh dalam setiap golongan darah
Golongan
O+
Jumlah
1 diantara 3 orang
O-
1 diantar 15 orang
A+
1 diantara 3 orang
A-
1 diantara 16 orang
B+
1 diantara 12 orang
B-
1 diantara 67 orang
AB+
1 diantara 29 orang
AB-
22
Phosphoglucomutase
EAP
EsD
Esterase D
AK
Adenyl kinase
ADA
Adenosin deaminase
GPT
G-PGD
6- phosphoglucoronat dehydrogenase
G-6-PD
Tf
Transferin
Setiap protein atau enzim variant begitu juga sub-tipe darah telah
23
BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan darah guna kepentingan peradilan, pada umumnya ditujukan untuk
mencari kejelasan perihal masalah yang berkaitan dengan kasus-kasus : exclusion
of paternity, penculikan,kasus bayi tertukar dan lain-lain.
Selain itu pemeriksaan darah berguna untuk membuktikan apakah suatu
tindak pidana itu telah terjadi, misalnya pada kasus tabrak lari, perkosaan dan
pembunuhan; dimana yang terakhir yaitu kasus pembunuhan, dikaitkan dengan
bercak darah yang ada pada senjata, pada tubuh korban dan pada pakaian
tersangka pelaku kejahatan serta pola bercak darahnya.
Pemeriksaan darah terdiri dari analisis pola bercak darah dan pemeriksaan
laboratorium. Analisis pola bercak darah diperlukan dalam membantu penafsiran
rentetan kejadian di TKP. Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan
pada
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto, Arif, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. PV Guharaj,M R Chandran. Semen and other Biological Materials.Dalam:
Forensic Medicine. Blood, India: Himayatnagar, Hyderabad, 2003
3. Wolson, TL. Bloodstain Pattern Analysis. Dalam : Siegel, Jay, penyunting.
Encyclopedia of Forensic Sciences. USA : Elsevier, 2000. h. 1338-49.
4. James, Stuart H., Edel, Charles F. Bloodstain Pattern Interpretation.
Dalam : Eckert, William G, penyunting. Introduction to Forensic
Sciences. New York : Elsevier, 2000. h.176-209.
5. Darmono. Serologi Forensik.
www.geocities.ws/kuliah_farm/farmasi_forensik/Serologi_forensik.doc.
6. Idris, Abdul Munim. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi
Pertama. Jakarta : Binarupa Aksara.
7. Tjiptomartono AL. Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara. Dalam :
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan edisi
revisi. Jakarta : Sagung Seto. 2008.
8. Interpreting Bloodstain Patterns. Diunduh dari http://www.crimesceneforensics.com/Blood_Stains.html
9. Rustyadi, Dudut. 2009. Laboratorium Kedokteran Forensik Sederhana.
Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI.
10. James, Stuart H. Journal of Bloodstain Pattern Analysis.Tucson.Arizona.
2012.
25