Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
REFERAT
DIABETIC FOOT
Oleh:
EKO DIAN SYAFITHRA
0910015040
Pembimbing
dr. Anita Rahmadani, Sp.PD
REFERAT
DIABETIC FOOT
HALAMAN JUDUL
Oleh:
EKO DIAN SYAFITHRA
0910015040
Pembimbing
dr. Anita Rahmadani, Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
DIABETIC FOOT
Referat Pendek
Disusun oleh:
EKO DIAN SYAFITHRA
0910015040
Dipresentasikan pada 31 Oktober 2014
Pembimbing
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang
akan meningkat jumlahnya di masa datang. Saat ini, diabetes sudah merupakan
salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World
Health Organization (WHO) telah membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000,
jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah tersebut akan
membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2010).
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)
yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya (Purnamasari, 2010). Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh
pankreas yang berfungsi untuk menyalurkan glukosa dalam darah masuk ke dalam
sel. Oleh sebab itu, jika insulin tidak ada atau kurang jumlahnya maka akan
menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Tingginya glukosa darah
inilah yang berdampak buruk pada berbagai macam organ tubuh seperti neuropati
diabetik, ulkus kaki, retinopati diabetik, dan nefropati diabetik, dan gangguan
pembuluh darah (Gavin, Petterson, & Warren-Boulton, 2003).
Salah satu komplikasi diabetes melitus yang paling banyak terjadi dan
cukup banyak mengganggu kondisi biologis, psikologis, dan sosial pada pasien
adalah kaki diabetik. Gangguan biologis dari kaki diabetik adalah rasa nyeri dan
tidak nyaman yang terjadi pada kaki. Gangguan psikologis dari terjadinya kaki
diabetik adalah rasa sedih dan kecewa terhadap rasa sakit pada kaki diabetik
sehingga menimbulkan gangguan lainnya yaitu gangguan sosial. Manifestasi dari
gangguan sosial adalah malu untuk bersosialisasi dan bertemu dengan orang lain
karena kondisi kaki yang sudah terinfeksi. Jika sudah terjadinya kaki diabetik,
maka pasien akan berisiko tinggi untuk dilakukan amputasi pada kaki diabetik
tersebut (Dorresteijn, Kriegsman, Assendelft, & Valk, 2010).
1.2.
Tujuan
Penyusunan referat tentang Diabetic Foot ini bertujuan untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Komplikasi
Mikroangiopati
Neuropati
Nefropati
Retinopati
Makroangiopati
Sistem Tubuh
Neurologi
Genitourinari
(ginjal)
Sensori
Kardiovaskular
Vaskular Perifer
Tanda Patologis
Baal & Nyeri Parah
Gagal Ginjal
Penglihatan kabur
Infark Miokard
Luka Sukar Sembuh
& Gangren
(rasa tertusuk-tusuk, kesemutan), rasa terbakar, kaki terasa baal (patirasa) dan
neuropati otonom yang mengakibatkan berbagai disfungsi hampir seluruh organ
tubuh seperti kardiovaskuler, gastrointestinal, urinarius, kelenjar adrenal, dan
disfungsi seksual (Smeltzer & Bare, 2008).
Hilangnya sensasi (penurunan sensibilitas) merupakan salah satu faktor
utama risiko terjadinya ulkus, tetapi terdapat beberapa faktor risiko lain yang juga
turut berperan yaitu keadaan hiperglikemia yang tidak terkontrol, usia pasien yang
lebih dari 40 tahun, riwayat ulkus kaki atau amputasi, penurunan denyut nadi
perifer, riwayat merokok, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti
bunion dan kalus) (Smeltzer & Bare, 2008).
2.2.
Diabetic Foot
2.2.1. Definisi
Kaki diabetik adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada jaringan yang
berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah pada kaki yang
disebabkan karena hiperglikemia (Adhiarta, 2011). Sedangkan menurut Waspadji
(2010), kaki diabetik adalah kelainan tungkai bawah akibat diabetes melitus yang
tidak terkontrol. Kesimpulannya, kaki diabetik adalah kerusakan jaringan pada
kaki diakibatkan karena gula darah yang tidak terkontrol.
2.2.2. Epidemiologi
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes,
dan jutaan diantaranya berisiko untuk menderita kaki diabetes. Dari keseluruhan
penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari yang menderita
ulkus di kaki memerlukan amputasi (Frykberg, 2002; ASA, 2000).
Separuh lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi
ulkus diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan
amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka
bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan risiko amputasi
meningkat sampai 12% (Frykberg, 2002).
Usia
Jenis Kelamin
Hasil review yang dilakukan oleh Merza dan Tesfaye (2003) yang
didasarkan pada studi penelitian cross-sectional pada 251 pasien diabetes melitus,
dilaporkan sebanyak 70% dari pasien yang terkena kaki diabetik adalah laki-laki.
Penelitian Hokkam (2009) menunjukkan jenis kelamin laki-laki mempunyai
faktor risiko tinggi terhadap kaki diabetik (p = 0.009).
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Boyko, et. al. (1999) dan Hastuti (2007)
melaporkan bahwa pasien yang lama menderita diabetes melitusnya 10 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya kaki diabetik dengan RR sebesar 3 dan OR
21.3. Pasien yang terjadi kaki diabetik dengan lama penyakit 10 tahun,
ditentukan oleh kadar glukosa darah yang tinggi. Jika kadar glukosa darah tinggi,
maka akan timbul komplikasi yang berhubungan dengan saraf dan aliran darah ke
kaki. Komplikasi pada saraf dan aliran darah ke kaki inilah yang menyebabkan
terjadinya neuropati dan penyakit arteri perifer.
4.
Ras
Menurut review dari Merza & Tesfaye (2003), pasien yang berasal dari ras
Asia mempunyai kecenderungan yang kecil terhadap kaki diabetik dibandingkan
pasien diabetes yang berasal dari ras Kaukasia. Ini mungkin bisa jadi karena
hipermobilitas dan perbedaaan budaya dalam perawatan mandiri. Di Amerika
Serikat, suku Pima Indian empat kali lebih tinggi laporan amputasi dibandingkan
populasi pasien diabetes melitus di Amerika Serikat. Selain dari ras Kaukasia
(69%), ras Hispanik (21%) dan ras kulit hitam juga mempunyai kecenderungan
risiko tinggi kaki diabetik.
5.
Neuropati diabetik
Faktor biomekanikal
10
Kapalan diketahui dapat meningkatkan tekanan pada plantar kaki yang cenderung
menyebabkan ulserasi. Deformitas kaki seperti kaki charcot dan kaki claw juga
merupakan faktor risiko terhadap kaki diabetik (Merza & Tesfaye, 2003).
8.
Obesitas
11
menyebabkan insufisiensi dari aliran pembuluh darah ke arah kaki yaitu arteri
dorsalis pedis, poplitea dan tibialis menjadi menurun (WHO, 2000).
12. Retinopati dan nefropati
Retinopati berhubungan dengan faktor risiko yang signifikan pada
amputasi kaki yang mana merupakan tanda mikrovaskuler yang parah. Di lain sisi,
retinopati tidak secara siginifikan berhubungan dnegan perkembangan kaki
diabetik (Merza & Tesfaye, 2003). Dalam analisa yang dilakukan Merza dan
Tesfaye (2003), nefropati diabetik meningkatkan risiko kaki diabetik nonvaskuler.
13. Penggunaan insulin dan penglihatan yang buruk
Menurut Boyko et. al. (1999), penggunaan insulin dan penglihatan yang
buruk meningkatkan faktor risiko dari kaki diabetik dengan RR masing-masing
sebesar 1.6 dan 1.9 (CI 95% 1.1-2.2 dan 1.4-2.6). Kedua hal ini dapat
mencerminkan keparahan dari diabetes, dan juga dengan penglihatan yang buruk
pasien tidak dapat melihat lesi awal pada kaki yang dapat menyebabkan kaki
diabetik (Merza & Tesfaye, 2003; Boyko et. al., 1999).
14. Perawatan kaki tidak teratur
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2007), dilaporkan ada
hubungan perawatan kaki diabetes dengan kejadian kaki diabetes dengan nilai p =
0.002 sampai dengan 0.03, kecuali pada aspek kontrol kaki secara berkala tidak
menunjukkan taraf signifikansi (p 0,05). Perawatan kaki yang diukur meliputi
pemeriksaan visual kaki rutin, membasuh dan membersihkan kaki, memotong
kuku, pemilihan alas kaki, dan senam kaki diabetes. Hastuti (2007) dalam hasil
penelitiannya melaporkan perawatan kaki yang tidak teratur dapat meningkatkan
risiko kaki diabetik.
15. Pemilihan alas kaki yang tidak tepat
Hasil penelitian dari Hastuti (2007), pemilihan alas kaki yang tidak tepat
meningkatkan risiko kaki diabetik. Ini didukung dengan hasil penelitian
Chandalia, et. al. (2008) bahwa pengetahuan tentang perawatan kaki dan
pemilihan alas kaki yang buruk merupakan faktor risiko yang penting pada
masalah kaki pasien diabetes melitus.
12
2.2.3. Patogenesis
Terjadinya kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemi yang
menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki. Kerentanan
terhadap infeksi meluas ke jaringan sekitar. Faktor aliran darah yang kurang
membuat ulkus sulit sembuh. Jika sudah terjadi ulkus, infeksi akan mudah sekali
terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam sampai ke tulang. Di bawah ini
adalah etiologi dari kaki diabetik (Boulton, et al., 2008; Smeltzer & Bare, 2008;
Turns, 2011).
1.
Neuropati Diabetik
kronik
yaitu
neuropati,
menimbulkan
13
Kelainan Vaskular
14
lemak, kolesterol dan kalsium. PAP pada penderita diabetes berbeda dari yang
bukan diabetes melitus. PAP pada pasien diabetes melitus terjadi lebih dini dan
cepat mengalami perburukan. Pembuluh darah yang sering terkena adalah arteri
Tibialis dan Arteri Peroneus serta percabangannya. Risiko untuk terjadinya
kelainan vaskuler pada penderita diabetes adalah usia, lama menderita diabetes,
genetik, merokok, hipertensi, dislipidemia, hiperglikemia, obesitas (Adhiarta,
2011; Turns, 2011).
Pasien diabetes melitus yang mengalami penyempitan pembuluh darah
biasanya ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala. Sebagian lain dengan gejala
iskemik, yaitu (Adhiarta, 2011):
a. Intermitten Caudication adalah nyeri dan kram pada betis yang
timbul saat berjalan dan hilang dengan berhenti berjalan, tanpa
harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-Brankhial Index < 0,75.
b. Kaki dingin
c. Nyeri terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan
panas, aktivitas, dan elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri
atau kaki menggantung
d. Nyeri iskemia nokturnal : terjadi malam hari karena perfusi ke
tungkai bawah berkurang sehingga terjadi neuritis iskemik
e. Pulsasi arteri tidak teraba
f. Pengisian vena yang terlambat setelah elevasi tungkai dan capillary
refilling time (CRT) yang memanjang
g. Atropi jaringan subkutan
h. Kulit terlihat licin dan berkilat
i. Rambut di kaki dan ibu jari menghilang
j. Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan o leh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul
15
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis
merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri
di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu
lama
dapat
mengakibatkan kematian
jaringan
yang
akan
berkembang
menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes melitus
berupa penyempitan
dan
penyumbatan
pembuluh
darah
perifer,
sering
terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal
dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes (Waspadji,
2010).
Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya
akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri)
pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran
albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan
timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada
penderita diabetes melitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh
eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi
jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah
merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya
trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita diabetes melitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida
plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan
hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan
merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan atau inflamasi pada dinding
pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah,
konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya
rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan
terhadap aterosklerosis (Waspadji, 2010).
16
Gambar 2.1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetes (Waspadji, 2010).
3.
Infeksi
17
mendapat antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga
bakteri batang gram negatif (Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas
aeruginosa) (Turns, 2011; Adhiarta, 2011).
2.2.4. Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh
Edmonds dari Kings College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi
Wagner, klasifikasi Texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang
dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot (Klasifikasi
PEDIS) (Waspadji, 2010).
1.
Penilaian
Impaired Perfusion
Keterangan
1 = None
2 = PAD + but not critical
3 = Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue loss/Depth
Infection
18
Impaired Sensation
2.
Klasifikasi Wagner
Grade
2
3
Keterangan
Karakteristik Kaki
Tidak ada ulserasi, tetapi berisiko tinggi walaupun
tidak ada ulserasi, untuk menjadi kaki diabetik.
Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat
Kulit intak/utuh
perhatian khusus. Pengamatan berkala, perawatan
kaki yang baik dan penyuluhan penting untuk
mencegah ulserasi.
Ulkus superfisial, tanpa infeksi disebut juga ulkus
neuropatik, oleh karena itu lebih sering ditemukan
Tukak Superfisial pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan
berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar.
Sering terlihat adanya kallus.
Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau
Tukak Dalam
kelainan tulang. Adanya ulkus dalam, sering disertai
infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.
Tukak Dalam
Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas
dengan Infeksi
yang dalam.
Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit
Tukak dengan
gangren pada 1-2 Penyebab utama adalah iskemi, oleh karena itu
disebut juga ulkus iskemi yang terbatas pada daerah
jari
tertentu.
Tukak dengan
Gangren seluruh kaki Biasanya oleh karena sumbatan
gangren luas
arteri besar, tetapi juga ada kelainan neuropati dan
infeksi.
seluruh kaki
3.
Klasifikasi Texas ini menilai dari segi lesi bukan hanya dalamnya lesi saja,
tetapi juga menilai ada tidaknya faktor infeksi dan iskemia (Waspadji, 2010).
19
Grade
Stage
0
Lesi pre atau
post ulkus yang
mengalami
epitelisasi
sempurna
B
C
D
4.
1
2
3
Lesi superfisial
tidak sampai
Luka sampai
Luka sampai
pada tendon,
pada tendon atau pada tulang atau
kapsul atau
kapsul
sendi
tulang
Stage A + adanya infeksi
Stage A + adanya iskemia
Stage A + adanya infeksi dan iskemia
Stage
Klinis Kaki
Stage 1
Normal Foot
Stage 2
Stage 3
Ulcerated Foot
Stage 4
Infected Foot
Stage 5
Necrotic Foot
Stage 6
Unsalvable Foot
5.
Keterangan
Peran pencegahan primer sangat penting, dan
semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan
kesehatan primer, baik oleh podiatrist /
chiropodist maupun oleh dokter umum
Memerlukan perawatan di tingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai umumnya
sudah memerlukan pelayanan spesialistik.
Merupakan kasus rawat inap, dan jelas
memerlukan suatu kerja sama tim tenaga
kesehatan antara dokter bedah, utamanya
dokter ahli bedah vaskular atau ahli bedah
plastik dan rekonstruksi.
Klasifikasi Liverpool
Tabel 2.5. Klasifikasi Liverpool (Waspadji, 2010)
Klasifikasi
Klasifikasi Primer
Klasifikasi Sekunder
Keterangan
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Tukak sederhana tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi
20
Gambar 2.2. Area lesi risiko dari kaki diabetes (Wounds International, 2013)
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti. Diagnosis kaki
diabetik ditegakkan oleh riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang (Sari, 2012).
1.
21
dan mata; alergi; pola hidup, medikasi terakhir; kebiasaan merokok dan minum
alkohol. Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki,
pernah terekspos dengan zat kimia, adanya kallus dan deformitas, gejala neuropati
dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan
ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus,
temperatur dan bau (Sari, 2012).
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia,
disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita
penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik), penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri
iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram,
kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita
diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal
(Jones, 2007).
2.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi meliputi kulit dan otot. Inspeksi pada kulit yaitu status
kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya
infeksi dan ulserasi; ada kalus atau bula; bentuk kuku; adanya
rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari
tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau
charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan;
kekuatan kaki (Sari, 2012).
b. Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen
ditambah dengan tunningfork 128-Hz, pinprick sensation, reflek
kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan sensasi (Sari, 2012).
22
23
Indeks Tekanan
> 1,2
>1
> 0,9
> 0,6
24
3.
Pemeriksaan penunjang
2.2.7. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan
luka. Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat
keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari perawatan ulkus
diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi (Kruse &
Edelman, 2006; Stillman, 2008).
1.
Pencegahan
Penatalaksanaan
Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan
luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis,
callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi
25
26
untuk
mengurangi
tekanan
tetapi
sulit
untuk
dilakukan
(Hariani
&
Perdanakusuma, 2010).
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling
efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan
beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk
berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang
dapat mengganggu penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat
mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%.
Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips
dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya
(Hariani & Perdanakusuma, 2010).
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam
Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka
setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini (Hariani &
Perdanakusuma, 2010).
Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan
infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes,
maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis
infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak,
hangat dan keluarnya nanah dari luka (Doupis & Veves, 2008).
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious
Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu (Doupis &
Veves, 2008):
a. Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
b. Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
c. Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (Doupis
& Veves, 2008):
a. Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai
tulang atau sendi.
27
b. Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau
sendi, serta adanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes
masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi
antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas
antibiotika tersebut (Doupis & Veves, 2008).
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya
disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat
dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin,
amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau clindamycin (Doupis & Veves, 2008).
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan
bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada
infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang
mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan
antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam
B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilintazobactam), dan cephalosporin
spektrum luas (Doupis & Veves, 2008).
Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting
untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai
lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan
pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel
target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat
meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan (Doupis & Veves, 2008).
Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta
didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridement
(enzim), dan mempercepat penyembuhan luka (Belser, 1998).
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan
luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana
akan meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat
28
2.2.8. Prognosis
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada
kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh
karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma
ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan
pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan (Stillman, 2008).
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan
risiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler
dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati,
meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66%
dan angka amputasi meningkat menjadi 12% (Stillman, 2008).
29
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kaki diabetik atau ulkus diabetik adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan
pada jaringan yang berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah
pada kaki yang disebabkan karena hiperglikemia. Ulkus diabetes merupakan salah
safu komplikasi penyakit diabetes yang menjadi salah satu masalah yang sering
timbul pada penderita diabetes. Ulkus diabetes menjadi masalah dibidang sosial
dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Terjadinya kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemi yang
menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki. Kerentanan
terhadap infeksi meluas ke jaringan sekitar. Faktor aliran darah yang kurang
membuat ulkus sulit sembuh. Jika sudah terjadi ulkus, infeksi akan mudah sekali
terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam sampai ke tulang.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan penelusuran riwayat dengan
baik, pemeriksaan fisik untuk neuropati perifer dan insufisiensi vaskuler serta
beberapa modalitas pemeriksaan tambahan lainnya. Pemeriksaan dan klasifikasi
ulkus menjadi bagian yang penting dalam penanganan ulkus diabetes, yaitu dalam
penentuan rencana terapi yang tepat serta pengamatannya. Selama ini ada
beberapa sistem klasifikasi yang telah dikenalkan. Klasifikasi ulkus didasarkan
pada ukuran dan kedalam ulkus, adanya hubungan dengan tulang, jumlah jaringan
granulasi dan fibrosis, keadaan sekitar luka dan adanya infeksi.
Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3 komponen utama
yaitu debridement, offloading dan penanganan infeksi. Penggunaan balutan yang
efektif dan tepat membantu penanganan ulkus diabetes yang optimal. Keadaan
sekitar luka harus dijaga kebersihan dan kelembabannya.
30
3.2.
Saran
Perlunya pemahaman dan pendalaman lebih lanjut mengenai Kaki
31
DAFTAR PUSTAKA
02,
from
The
Cochrane
Collaboration
2010
Issue
5:
http://www.thecochranelibrary.com
32
from
Am
Fam
Physician:
http://www.aafp.org/afp/2003/1015/p1569.html
Hariani, L., & Perdanakusuma, D. (2010). Perawatan Ulkus Diabetes. Surabaya:
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo.
Hastuti, R. (2007). Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetes pada Penderita Diabetes
Melitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Surakarta:
Thesis Universitas.
Hokkam, E. (2009). Assesment of Risk Factors in Diabetic Foot Ulceration and
Their Impact on the Outcome of the Disease. Primary Care Diabetes 3,
219-224.
Ignativicius, & Workman. (2006). Medical Surgical Nursing Critical Thinking for
Collaborative Care. Philadelphia: Elsevier Health Science.
Jones, R. (2007). Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer.
JAAPA.
Kruse, I., & Edelman, S. (2006). Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer.
Clinical Diabetes Vol24 Number 2, 91-93.
Merza, Z., & Tesfaye, S. (2003). Review The Risk Factors for Diabetic Foot
Ulceration. The Foot 13, 125-129.
Purnamasari, D. (2010). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In A. W.
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata K, & S. Setiati, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta: Interna Publishing.
Sari, C. (2012). Pengaruh Program Edukasi Perawat Kaki Berbasis Keluarga
terhadap Perilaku Perawatan Kaki pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Bandung: Thesis
Universitas Padjajaran.
33
Singh, N., Armstrong, D., & Lipsky, B. (2005). Preventing Foot Ulcers in Patient
with Diabetes. American Medical Association JAMA Vol. 293 No. 2.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stillman, R. (2008, Juni). Diabetic Ulcers. Retrieved Oktober 02, 2014, from EMedicine: http ://www.emedicine.com
Suyono, S. (2010). Diabetes Melitus di Indonesia. In A. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.
Alwi, M. Simadibrata K, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK
UI. Jakarta: Interna Publishing.
Tjokroprawiro A, H. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: FK
UNAIR dan RSP Dr. Soetomo.
Turns, M. (2011). The Diabetic foot : an overview of assessment and
complication. British Journal of Nursing 20(15).
Waspadji, S. (2010). Kaki Diabetes. In A. Sudoyo, B. Setyohadi, I. Alwi, M.
Sumadibrata, & S. Setiadi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Jakarta: Interna Publishing.
WHO. (2000). Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Wounds International. (2013). International Best Practice Guidelines: Wound
Management in Diabetic Foot Ulcers. London: Wounds International.
34