Anda di halaman 1dari 11

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen,

Perubahan dan Budaya Organisasi


Resi Yudhaningsih
Politeknik Negeri Semarang
Abstract: The organization is a tool to achieve the goals that should be able
to give clarity to one's status within the organization, both in terms of bonding,
the position and role. One effort to improve the effectiveness of work is the
attention to commitment, and changing organizational culture.Organizational
commitment is a psychological bond for employees to the organization,
willingness to work hard and the desire to maintain membership. Enhancing
the ability of the organization requires organizational change with changes in
system variables, strategic objectives and control systems, interpersonal
relationships. In this environment there is an organization that is a culture of
organizational culture, norms and practices that apply daily. Organizational
commitment, organizational change, and organizational culture are the three
things that are needed on the effectiveness of the work.
Keywords: work effectiveness, commitment, change, organizational culture

PENDAHULUAN
Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak
ditentukan oleh tingkat kompetensi, profesionalisme juga komitmen terhadap bidang yang
ditekuninya. Suatu komitmen organisasional menunjukkan suatu daya dari sesorang
dalam mengidentifikasikan keterlibatan dalam suatu organisasi. Oleh karena itu komitmen
organisasional akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi pekerja
terhadap organisasi. Terjadinya perubahan-perubahan dalam organisasi juga mempunyai
dampak pada terjadinya perubahan dalam tugas dan kewajiban pegawai. Para pegawai
diharapkan menjadi lebih kreatif mencari cara baru untuk memperbaiki efektivitas dan
efisiensi kerja di organisasi. Ketika organisasi mengurangi jumlah pegawai, organisasi itu
akan lebih tergantung pada pegawai yang tetap tinggal untuk melakukan hal-hal melebihi
apa yang ditugaskan kepada mereka.
Demikian halnya dengan sikap pada budaya organisasi yang juga dipandang
sebagai faktor yang memberi pengaruh terhadap peningkatan efektivitas organisasi.
Budaya organisasi memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang
ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan
di masa yang akan datang. Budaya organisasi dapat dibentuk oleh mereka yang terlibat
dengan organisasi dengan mengacu pada etika organisasi, peraturan kerja, dan struktur
organisasi. Bersama-sama dengan struktur organisasi, budaya organisasi membentuk
dan mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku pegawainya. Berkaitan dengan nilai
profesional yang dianut, maka pegawai seharusnya adaptif terhadap perubahanperubahan nilai budaya organisasi. Sikap terhadap budaya organisasi menjadi lebih
bermakna dalam mempercepat atau memperlambat kemampuan adaptif ini. Apabila
pegawai memiliki nilai individual yang bertentangan dengan budaya organisasi, hal ini
menunjukkan tingkat afeksi yang rendah, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini harus
ada fakta yang jelas bagaimana sikap pegawai terhadap budaya organisasi yang berlaku.

EFEKTIVITAS KERJA
a. Pengertian Efektivitas Kerja

40

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen, Perubahan dan Budaya Organisasi


(Resi Yudhaningsih)

Robbins (1990: 49) dalam Chairumam (2002: 10) mendefinisikan efektivitas


organisasi sebagai suatu tingkat untuk dapat merealisasikan tujuannya. Sedangkan
menurut Handoko, (1997) dalam Zuliyanti (2005: 26) Efektivitas kerja terdiri dari kata
efektivitas dan kerja. Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan atau
peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan
b. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Faktor yang mempengaruhi tercapainya efektivitas kerja, menurut Zuliyanti, (2005:
26), yaitu:
1. Karakteristik Organisasi. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi
organisasi. Struktur merupakan cara untuk suatu organisasi menyusun orang-orangnya
untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi jumlah spesialisasi pekerjaan,
desentralisasi pengendalian untuk penyelesaian pekerjaan. Teknologi merupakan
suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi.
2. Karakteristik Lingkungan. Lingkungan mencakup dua aspek yang berhubungan yaitu
lingkungan intern dan ekstern. Lingkungan intern dikenal dengan iklim organisasi yang
meliputi atribut lingkungan kerja seperti kepuasan dan prestasi. Lingkungan ekstern
menyangkut kekuatan yang timbul diluar batas organisasi yang mempengaruhi
tindakan dalam organisasi seperti adanya peraturan pemerintah.
3. Karakteristik Pekerja. Pekerja mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan
kemampuan yang berbeda-beda sehingga akan menyebabkan perbedaan perilaku
antara orang satu dengan orang lain. Prestasi merupakan modal utama di dalam
organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, sebab meskipun
teknologi yang dipergunakan canggih jika tanpa prestasi tidak ada gunanya.
4. Kebijakan dan Praktek Manajemen. Manajer memegang peranan sentral dalam
keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar
kegiatan. Sehingga manajer berkewajiban menjamin struktur organisasi konsisten dan
menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Selain itu manajer juga
bertanggungjawab untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga
dapat memuaskan kebutuhan pekerja dan tujuan pribadinya dalam mengejar sasaran
organisasi.
c. Indikator Efektivitas Kerja
Indikator untuk mengukur efektivitas kerja menurut Richard dan M. Steers
(1980:192) dalam Zuliyanti, (2005: 29) meliputi:
1. Kemampuan Menyesuaikan Diri. Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal,
sehingga dengan keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai
pemenuhan kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai
pendapat Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi
adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam
organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja di
dalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika kemampuan
menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Prestasi Kerja. Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu mengacu (Hasibuan 2001: 94)
dalam Zuliyanti, (2005: 29). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi
kerja adalah hasil yang dicapai pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan
mutu dan sasaran serta batas waktu yang telah ditentukan. Karakteristik organisasi
terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Struktur merupakan cara untuk suatu
organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sabuah organisasi yang
meliputi jumlah spesialisasi pekerjaan, desentralisasi pengendalian untuk penyelesaian
pekerjaan. Sedangkan teknologi merupakan suatu organisasi untuk mengubah
masukan mentah menjadi keluaran jadi.
Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 1, April 2011

41

3. Kepuasan Kerja. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya (Hasibuan, 2001: 202). Pendapat lain kepuasan kerja adalah
tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam
organisasi (Steers, 1980: 45) dalam Zuliyanti, (2005: 30). Menurut Handoko (1998:
193) dalam Zuliyanti, (2005: 30) kepuasan kerja suatu keadaan emosional yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan dimata karyawan memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaan
mereka.
KOMITMEN ORGANISASI
a. Pengertian Komitmen Organisasi
Menurut Mahis dan Jackson (2000) dalam Sopiah (2008: 155) memberikan definisi,
Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept
organizational goals and desire to remain with the organization. (Komitmen
organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan
organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi).
Menurut Mowday (1982) dalam Sopiah (2008: 155) Komitmen kerja sebagai istilah
lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku
penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan
sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan
keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional
adalah keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam
organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Lincoln (1994) dalam Sopiah, (2008: 155), komitmen organisasional
mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada
organisasi. Blau dan Boal (1995) dalam Sopiah, (2008: 155) komitmen organisasional
didefinisikan sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari
karyawan terhadap organisasi.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya:
1. Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari
organisasi,
2. Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna
kepentingan organisasi,
3. Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.
b. Bentuk Komitmen Organisasi
Kanter (1986) dalam Sopiah (2008: 158), mengemukakan adanya tiga bentuk
komitmen organisasional, yaitu:
1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang
berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi
dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi;
2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap
organisasi akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini
terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi
merupakan norma-norma yang bermanfaat;
3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma
anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya. Norma yang dimiliki
organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Menurut Meyer, Allen, dan Smith (1998) dalam Sopiah, (2008: 157) ada tiga
komponen komitmen organisasional, yaitu:

42

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen, Perubahan dan Budaya Organisasi


(Resi Yudhaningsih)

1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi
karena adanya ikatan emosional;
2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena tidak
menemukan pekerjaan lain;
3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan
menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap
organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
c. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Januarti, (2006: 15) mengemukakan komitmen organisasi terbangun bila tiap
individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan
atau profesi meliputi identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan
organisasi, involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa
pekerjaannya adalah menyenangkan, dan loyality yaitu perasaan bahwa organisasi
adalah tempat bekerja dan tempat tinggal.
Menurut David (1997) dalam Sopiah, (2008: 163) mengemukakan empat faktor
yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja,
kepribadian.
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat
kesulitan dalam pekerjaan.
3. Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi
(sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja.
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat
komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja
dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja tentu memiliki tingkat komitmen yang
berlainan dalam organisasi.
d. Indikator Komitmen Organisasi
Menurut Mowday (1998) dalam Sopiah (2008: 165) indikator komitmen organisasi
yaitu:
1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi.
2. Keinginan untuk bekerja keras.
3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi.

PERUBAHAN ORGANISASI
a. Pengertian Perubahan Organisasi
Dikaitkan dengan konsep globalisasi, maka Hammer dan Champy (1994) dalam
Mustofa (2001) menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu
customer, competition, dan change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak,
dan perubahan menjadi konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun
walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi, karena hakikatnya
memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan
dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Menurur Robbins, (1996) dalam Juniarti (2005: 16) bahwa perubahan adalah
membuat sesuatu menjadi lain. Adapun perubahan terencana merupakan kegiatan
perubahan yang disengaja dan berorientasi tujuan. Tujuan dari perubahan terencana: (1)
perubahan itu mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan dalam lingkungan (2) perubahan itu mengupayakan perubahan
perilaku karyawan.
Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 1, April 2011

43

Menurut Sopiah (2008: 78) perkembangan organisasi adalah suatu proses


perubahan variabel-variabel sistem yang spesifik yang diidentifikasi melalui melalui
diagnosis organisasi dan tingkat perencanaan. Perubahan-perubahan mungkin saja
berkaitan dengan tugas-tugas, tujuan strategis organisasi dan sistem pengendalian, sikap
atau hubungan antar pribadi. Perubahan tambahan adalah suatu strategi yang
evolusioner sehingga agen perubahan dapat menyesuaikan dengan keberadaan
organisasi dan mengambil langkah- langkah menuju ke arah tujuan dilakukannya upayaupaya perubahan.
b. Fokus Perubahan
Bennis (1969) dalam Juniarti (2005: 16), pengembangan organisasi hampir selalu
berfokus pada nilai (values), sikap, kepemimpinan, iklim organisasi dan variabel manusia.
Golembiewski (1993), Srinivas (1994) dalam Juniarti (2005: 16), mengemukakan bahwa
pengembangan organisasi mengkonsentrasikan pada perasaan (feelings) dan emosi
(emotions), ide dan konsep, menempatkan pentingnya pertimbangan pada keterlibatan
individual dan partisipasi.
c. Permasalahan dalam Perubahan Organisasi
Suatu organisasi dalam melakukan perubahan menghadapi berbagai masalah
terutama adalah penolakan atas perubahan (resistance to change). Penolakan atas
perubahan tidak selalu muncul dalam bentuk standar (eksplisit) dan segera misalnya
mengajukan protes, mengancam mogok, demontrasi dan sejenisnya tetapi juga ada
penolakan secara eksplisit dan lambat laun seperti loyalitas pada organisasi menurun,
motivasi berkurang, kesalahan kerja meningkat, kedisipilnan berkurang dan lain-lain.
Menurut Sopiah, (2008: 72) alasan utama pegawai berusaha menghambat
terjadinya perubahan, yaitu:
1. Direct Cost, berkaitan dengan biaya yang harus ditanggung akibat adanya perubahan
karena perubahan membutuhkan biaya besar dan pegawai kawatir akan berkurangnya
pendapatan mereka.
2. Saving Face, menunjukkan bahwa perubahan adalah keputusan yang salah.
Perubahan dianggap sebagai suatu strategi politik untuk mengatakan bahwa orang
yang mendorong terjadinya perubahan sebagai orang yang tidak memiliki kompetensi.
3. Fear of The Unknow, orang yang menghambat suatu perubahan karena mereka
khawatir tidak bisa menyesuaikan diri dengan organisasi baru.
4. Breaking Routing, orang yang cenderung mempertahankan rutinitas karena mereka
telah nyaman dengan situasi yang ada.
5. Incongruent Organizational Systems, sistem organisasi tidak mendorong terjadinya
perubahan yang berkaitan dengan penggajian/upah seleksi, pelatihan dan sistem
kontrol.
6. Incongruent Team Dynamics, tim perubahan dimaksudkan untuk menciptakan normanorma baru yang mungkin kurang dapat diterima oleh para anggota organisasi.
d. Mengatasi Masalah dalam Perubahan Organisasi
Menurut Coch dan French Jr, (1948) dalam Mustofa (2001) mengusulkan ada enam
taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, yaitu:
1. Pendidikan dan komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar
belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak.
Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk Ceramah, diskusi, presentasi, dan
bentuk-bentuk lainnya.

44

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen, Perubahan dan Budaya Organisasi


(Resi Yudhaningsih)

2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya
bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang
mengambil keputusan.
3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan
konsultasi atau beri pelatihan-pelatihan. Meskipun memakan waktu namun mengurangi
tingkat penolakan.
4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan
pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang
mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan
alternative yang bisa memenuhi keinginan mereka.
5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya.
Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal
yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara
memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam
mengambil keputusan.
6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman
bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.
Pendekatan yang digunakan dalam manajemen perubahan agar kekuatan
pendukung perubahan semakin banyak dan kekuatan penolak perubahan semakin sedikit
menurut Lewin, (1951) dalam Mustofa (2001) adalah:
1. Unfreezing: Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang
dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang
berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.
2. Movement: Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah
penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk
mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.
3. Refreezing: Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan
baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru. Maka
jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin
bertambah.
e. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Organisasi
Model Lewins (1951) dalam Sopiah (2008: 69) faktor-faktor yang mempenga-ruhi
perubahan organisasi, yaitu:
1. Teknologi computer. Teknologi komputer merupakan sumber utama terjadinya
perubahan yang dramatis suatu organisasi. Adanya sistem jaringan komputer
mengurangi hambatan waktu dan jarak, internet memudahkan pemrosesan informasi.
Para pegawai menggunakan jasa internet untuk mengakses informasi-informasi yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka.
2. Kompetisi Lokal dan Global. Meningkatnya persaingan di tingkat lokal maupun global.
Kondisi ini mewajibkan setiap organisasi untuk memperbaiki diri agar tidak tertinggal
dari para kompetitor.
3. Demografi. Organisasi harus beradaptasi dengan perubahan dalam tenaga kerja
(SDM). Pekerja terdidik selalu mencari pekerjaan yang menarik, cenderung lebih
individu, inovatif, lebih kritis dan tidak bisa dimanipulasi.

BUDAYA ORGANISASI
a. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Hofstede (1980) dalam Chairuman (2002: 2) menurunkan konsep budaya
dari program mental yang dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 1, April 2011

45

1. Tingkat universal, yaitu program mental dimiliki seluruh manusia dan melekat pada diri
manusia.
2. Tingkat kolektif, yaitu program mental dimiliki oleh beberapa, tidak seluruh manusia.
Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok atau kategori dan dapat
dipelajari.
3. Tingkat individual, yaitu program mental unik dimiliki oleh hanya seorang atau dua
orang yang tidak akan memiliki program mental yang sama. Pada tingkatan ini
program mental sebagian kecil melekat pada diri manusia, dan lainnya dapat dipelajari
dari masyarakat, organisasi atau kelompok lain.
Menurut Robin (1994) dalam Sopiah, (2008: 128) member pengertian budaya
organisasi antara lain:
1.
2.
3.
4.

Nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi;


Falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan;
Cara pekerjaan dilakukan di tempat itu;
Asumsi dan kepercayaan yang terdapat pada anggota organisasi.

Budaya organisasi menurut Kempton (1995) dalam Sopiah (2008: 128) terbentuk,
dikembangkan, diperkuat, atau bahkan diubah, memerlukan praktik yang dapat
membantu menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai budaya organisasi. Praktik
tersebut dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui proses transformasi
budaya organisasi. Menurut Luthans (1995) dalam Sopiah (2008: 128) terdapat beberapa
langkah sosialisasi yang dapat membantu mempertahankan budaya organisasi adalah
melalui seleksi calon karyawan, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penilaian
kinerja dan pemberian penghargaan. Hal ini akan memperkuat budaya organisasi dan
memastikan pegawai akan bekerja sesuai dengan budaya organisasi menurut Peters
(1997) dalam Sopiah (2008: 128) Sosialisasi yang efektif menghasilkan kepuasan kerja,
komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta
kemungkinan keluar dari pekerjaan.
b. Indikator Budaya Organisasi
Luthas (1998) dalam Sopiah (2008: 129) mengemukakan karakteristik atau dimensi
budaya organisasi meliputi:
1. Aturan-aturan perilaku, yaitu bahasa, terminologi dan ritual yang biasa dipergunakan
oleh anggota organisasi,
2. Norma, merupakan standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan
sesuatu yang dikenal luas sebagai norma agama, norma sosial, norma susila, norma
adat dan lain-lain.
3. Nilai-nilai dominan, adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk
dikerjakan oleh para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat
absensi, tingginya produktivitas dan efisiensi.
4. Filosofi, adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai oleh
pegawai dan pelanggan.
5. Peraturan-peraturan, adalah aturan tegas dari organisasi pegawai baru harus
mempelajari peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima dalam organisasi.
6. Iklim organisasi, adalah keseluruhan perasaan meliputi hal- hal fisik, bagaimana para
anggota organisasi mengendalikan diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau
pihak luar organisasi.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang kuat harus ditumbuhkan. Suyono (2004: 55) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi budaya organisasi yaitu:

46

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen, Perubahan dan Budaya Organisasi


(Resi Yudhaningsih)

1. Kepemimpinan, organisasi harus memiliki pemimpin yang bisa diteladani dan didengar
oleh bawahan
2. Komunikasi, proses komunikasi harus harus dilaksanakan secara konsisten dan rutin
sehingga perbedaan budaya (kebiasaan-kebiasaan) yang dibawa individu yang
berbeda latar belakang akan mengalami integrasi persamaan dengan tujuan
organisasi.
3. Motivasi, motivasi merupakan pemberian daya penggerak dan menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan
terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan.

PENINGKATAN EFEKTIVITAS KERJA MELALUI KOMITMEN, PERUBAHAN


DAN BUDAYA ORGANISASI
Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap profesinya maupun organisasi
tempat bekerja seringkali menjadi isu yang sangat penting. Beberapa organisasi berani
memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu persyaratan untuk memegang jabatan
atau posisi yang ditawarkan, hal ini menunjukkan pentingnya komitmen didalam dunia
kerja. Komitmen kerja diperusahaan tidak terlepas dari bentuk hubungan antara karyawan
dengan pekerjaan atau profesi ditempat karyawan tersebut bekerja.
Kemampuan perusahaan dalam mengelola karyawannya dengan baik akan
menimbulkan komitmen yang kuat dari karyawannya terhadap perusahaan tersebut.
Kondisi seperti ini dapat meningkatkan efektivitas kerja karyawan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan. Komitmen organisasi memiliki hubungan yang penting dengan
efektivitas kerja, komitmen yang meningkat menyebabkan efektivitas kerja meningkat
pula.
Efektivitas kerja yang baik akan sangat sulit diperoleh apabila karyawan tidak
memiliki komitmen terhadap perusahaan, komitmen merupakan alasan karyawan untuk
tetap tinggal dan bekerja diperusahaan. Bentuk komitmen karyawan bisa diwujudkan
antara lain dalam beberapa hal sebagai berikut:
1. Komitmen dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi.
2. Komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja standar
organisasi.
3. Komitmen dalam mengembangkan mutu sumberdaya manusia bersangkutan dan mutu
produk.
4. Komitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif dan efisien.
5. Komitmen untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis dan rasional.
Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan
kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk
melakukan sesuatu. Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam
bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajad komitmen karyawan
semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya dan semakin efetif suatu perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajad komitmen adalah faktor intrinsik dan
ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspekaspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja,
kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor-ekstrinsik yang dapat mendorong
terjadinya derajad komitmen tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen
khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi. Selain
itu juga dipengaruhi faktor-faktor manajemen rekrutmen dan seleksi karyawan, pelatihan
dan pengembangan, manajemen kompensasi, manajemen kinerja, manajemen karir, dan
fungsi kontrol atasan dan sesama rekan kerja. Faktor ekstrinsik di luar organisasi antara
lain aspek-aspek budaya, kondisi perekonomian makro, kesempatan kerja, dan
persaingan kompensasi.Pengembangan sumberdaya manusia karyawan yang
menyangkut kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial harus menjadi prioritas
disamping ketrampilan teknis. Dukungan fungsi-fungsi manajemen sumberdaya manusia
Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 1, April 2011

47

lainnya tidak boleh diabaikan. Kalau tidak diprogramkan secara terencana, maka
pengingkaran pada komitmen sama saja memperlihatkan adanya kekeroposan suatu
organisasi. Penurunan kredibilitas atau kepercayaan terhadap karyawan pada gilirannya
akan mengakibatkan hancurnya kredibilitas perusahaan itu sendiri. Dan ini akan
memperkecil derajad loyalitas pelanggan dan mitra bisnis kepada perusahaan tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi dapat
mempengaruhi efektivitas kerja karyawan karena dengan memilki komitmen yang tinggi
maka seorang karyawan akan melaksanakan tugas atau pekerjaannya dengan tertib dan
lancar sehingga hasil kerjanya (kinerjanya) akan meningkat serta akan berdampak pula
pada tujuan perusahaan yang dapat dicapai secara optimal.
Disamping faktor komitmen, budaya organisasi juga sangat berpengaruh terhadap
tingkat efektivitas kerja perusahaan. Semua organisasi mempunyai satu budaya dimana
budaya tersebut mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggotaanggota organisasi (Robbins, 1996). Budaya organisasi berkaitan erat dengan persepsi
terhadap nilai-nilai dan lingkungannya, lalu persepsi itu melahirkan makna dan
pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan dan
manajemen dalam bekerja. Setiap karyawan dan manajemen seharusnya memiliki sudut
pandang atau pemahaman yang sama tentang makna budaya organisasi sehingga
efektivitas kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi dapat tercapai. Budaya dalam
organisasi diaktualisasikan sangat beragam. Bisa dalam bentuk dedikasi/loyalitas,
tanggung jawab, kerjasama, kedisiplinan, kejujuran, ketekunan, semangat, mutu kerja,
keadilan, dan integritas kepribadian.
Budaya perusahaan merupakan suatu ciri khas dari suatu perusahaan yang
mencakup sekumpulan nilai-nilai kepercayaan yang membantu karyawan untuk
mengetahui tindakan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang
berhubungan dengan struktur formal dan informal dalam lingkungan perusahaan. Selain
itu budaya perusahaan juga merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi
pemikiran, persepsi, dan tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan, yang
menentukan dan mengharapkan bagaimana cara mereka bekerja sehari-hari dan
membuat mereka lebih senang dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya budaya
perusahaan akan memudahkan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
perusahaan dan membantu karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam perusahaan dan menjunjung tinggi
nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karyawan untuk berperilaku yang dapat dijalankan
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kultur atau kebiasaan memiliki implikasi
terhadap kecepatan dan ketepatan dalam penyelesaian pekerjaan. Budaya organisasi
yang sehat berpengaruh terhadap peningkatan efektivitas kerja.
Dalam organisasi dewasa ini, terdapat banyak isu mengenai perubahan-perubahan
dan bagaimana seorang pribadi atau sekolompok orang dalam suatu organisasi
mengatasi desakan perubahan yang tidak dapat dielakkan sehingga dapat
mempertahankan organisasi mereka agar tetap berlangsung. Apabila manajer dalam
suatu organisasi perusahaan ingin meningkatkan efektivitas kerjanya, mereka tidak lagi
dapat membiarkan perubahan itu terjadi sebagaimana adanya. Mereka harus dapat
menyusun strategI untuk merencanakan, mengarahkan, dan mengendalikan perubahan.
Perubahan yang diintroduksi secara tidak tepat, juga dapat menyebabkan timbulnya sikap
menentang dan tindakan sabotase.
Perusahaan-perusahaan dalam lingkungan yang stabil dan statik, akan merasakan
bahwa suatu ketika perubahan perlu dilaksanakan. Teknologi teknologi baru terus
menerus dikembangkan, dan persaingan harus dihadapi dalam bentuk penawaran
pemasaran dan kebijaksanaan kebijaksanaan baru.
Bila manajemen merencanakan suatu perubahan, maka harus memutuskan unsurunsur apa dalam organisasi yang akan diubah. Harold J. Leavitt bahwa organisasi dapat
diubah melalui pendekatan struktural, pendekatan teknologis dan pendekatan orang.
Pendekatan struktural dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
adalah perubahan struktural yang diciptakan melalui aplikasi prinsip-prinsip perancangan

48

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen, Perubahan dan Budaya Organisasi


(Resi Yudhaningsih)

organisasi klasik. Para teoritis klasik berusaha untuk memperbaiki prestasi organisasi
melalui perumusan secara jelas dan hati-hati tanggungjawab jabatan para anggota
organisasi. Pendekatan perubahan struktural lainya adalah pengubahan organisasi
melalui desentralisasi yang mana pendekatan ini didasarkan pada gagasan bahwa
penciptaan satuan-satuan organisasi yang lebih kecil dan dapat berdiri sendiri akan
meningkatkan motivasi para anggota organisasi dan membantu mereka untuk
memusatkan perhatian mereka pada prioritas yang lebih tinggi. Pendekatan struktural
ketiga bermaksud untuk melakukan perbaikan prestasi organisasi melalui modifikasi aliran
kerja dalam organisasi. Pendekatan ini didasarkan atas pemikiran bahwa aliran kerja
yang tepat dan pengelompokkan kaeahlian menyebabkan perbaikan produktivitas secara
langsung dan cenderung memperbaiki semangat kerja dan kepuasan kerja.
Pendekatan perubahan teknologi mulai dengan hasil karya Frederick Taylor dan
para pengikutnya menganalisa dan memperbaiki interaksi-interaksi antara para karyawan
dan mesin-mesin untuk meningkatkan efisiensi. Pendekatan-pendekatan orang dilain
pihak, bermaksud untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui
pemusatan pada keterampilan, sikap dan persepsi serta pengharapan mereka, sehingga
mereka akan melaksanakan tugas dengan lebih efektif. Keterampilan dan sikap baru ini
dapat mendorong para karyawan untuk memprakarsai perubahan dalam struktur dan
teknologi organisasi yang mengarah pada perbaikan prestasi organisasi.
Gabungan berbagai pendekatan perubahan organisasi yang diaplikan dengan baik
dapat meningkatkan efektivitas kerja perusahaan dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan.

PENUTUP
Komitmen organisasi terhadap efektivitas kerja memiliki implikasi bahwa suatu
kekuatan relatif setiap pegawai memiliki kecepatan dan ketepatan dalam penyelesaian
tugas-tugas. Perubahan organisasi berperan terhadap efektivitas kerja berarti bahwa
setiap peningkatan perubahan organisasi satu satuan akan berpengaruh terhadap
peningkatan efektivitas kerja.
Tidak semua pegawai dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan organisasi
maka setiap perubahan organisasi selalu menghadapi berbagai masalah, terutama
adalah penolakan atas perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan
tidak selalu muncul dalam bentuk standar (eksplisit) dan segera misalnya mengajukan
protes, mengancam mogok, demontrasi dan sejenisnya tetapi juga ada penolakan secara
eksplisit dan lambat laun seperti loyalitas pada organisasi menurun, motivasi berkurang,
kesaahan kerja meningkat, kedisipilnan berkurang dan lain-lain. Kultur atau kebiasaan
memiliki implikasi terhadap kecepatan dan ketepatan dalam penyelesaian pekerjaan.
Budaya organisasi yang sehat berpengaruh terhadap peningkatan efektivitas kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Armia Chairumam, 2002, Pengaruh Budaya Terhadap Efektivitas Organisasi: Dimensi Budaya
Hofstede
Eflina Purba dan Seniati Linche, 2004, Pengaruh Kepribadian dan komitmen organisasi terhadap
Organizational Citizenzhip Behavior.
Gary Dessler, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia.Penerbit: PT Indeks.
Handoko, Hani, 2003, Manajemen edisi 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Kinicki, Angelo dan Robert Kreitner, 2000,Organizational Behavior edisi Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
Mustofa Hasan, 2001, Manajemen Perubahan: Modul Pembelajaran.
Juniarti Indira, Ashari Bunyaanudin, 2006, Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja
Islam Dengan Sikap terhadap Perubahan Organisasi.

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 1, April 2011

49

Sopiah, 2008, Perilaku Organisasional, Penerbit Andi, Yogyakarta.


Soedjono, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja
Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya.
Winardi, J, 2004, Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: PrenadaMedia
Zuliyanti Sri, 2005, Pengaruh Pengembangan dan Pengawasan terhadap Efektivitas Kerja Bagian
Produksi PT Tri Cahya Purnama.

50

Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen, Perubahan dan Budaya Organisasi


(Resi Yudhaningsih)

Anda mungkin juga menyukai