Mobilisasi Dan Imobilisasi
Mobilisasi Dan Imobilisasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Pada
dasarnya, setiap orang memiliki kebutuhan yang sama. Akan tetapi karena
terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda.
Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan
prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan
berfikir keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkan.
Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan fisik manusia merupakan
kebutuhan yang paling mendasar yang harus terpenuhi agar kelangsungan
hidup bisa bertahan. Ada beberapa kebutuhan fisik manusia yang akan
dibahas yaitu Mobilisasi yang merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur serta pengaturan posisi sebagai
salah satu cara mengurangi resiko menghindari terjadinya
dekubitus/pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh
dan mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan body
aligmen (Struktur tubuh).
Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti megekspresikan emosi
dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar,
aktivitas kehidupan sehari-hari dan kegiatan rekreasi. Dalam
mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka system saraf, otot,
dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada satu rentang
dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya. Beberapa klien
mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang
mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi imobilisasi
1
mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Perry dan Potter,
1994).
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis
mengemukakan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana bentuk/kebutuhan mobilisasi dan imobilisasi dalam
Keterampilan Keperawatan Dasar?
2. Bagaimana pengaturan dan penjelasan dalam Range of Motion
(ROM) dan Posisi pada pasien?
C. Tujuan
Tujuan dibentuknya makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi apa dan bagaimana mobilisasi dan imobilisasi
sesuai dengan Keterampilan Keperawatan Dasar.
2. Untuk memenuhi pengaturan dan fungsi Posisi dan Range of Motion
(ROM) pada pasien dalam Keterampilan Keperawatan Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
sementara.
Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap.
2. Imobilisasi
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang
tidak dapat bergerak secara bebeas karena kondisi yang menganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera
otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
a. Jenis Imobilitas
Imobilitas Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan.
Imobilitas Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
kemampuan
menggerakan
persendian
secara
normal,
lengkap, dan untuk meningkatkan massa otot serta tonus otot, ROM juga
memiliki
klasifikasi
ROM,
jenis
ROM,
indikasi
serta
kontraindikasi
ii.
kali sehari
ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak
melelahkan pasien.
Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan
umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya
tirah baring.
Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM
adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan
pergelangan kaki.
ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya
pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses
penyakit.
Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah
mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.
iii.
11
kekuatan otot
Memelihara mobilitas persendian
Merangsang sirkulasi darah
Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
iv.
v.
vi.
Kontra Indikasi
Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
Kelainan sendi atau tulang
Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang
vii.
45
Ekstensi: Mengembalikan kepala ke posisi tegak,
rentang 45
Hiperektasi: Menekuk kepala ke belakang sejauh
mungkin, rentang 40-45
12
b. Bahu
Tipe Sendi: Ball and Socket
Fleksi: Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke
13
rentang 180
Adduksi: Menurunkan lengan ke samping dan menyilang
rentang 90
Sirkumduksi: Menggerakan lengan dengan lingkaran
penuh, rentang 360
14
d. Lengan Bawah
Tipe Sendi: Pivotal (Putar)
15
e. Pergelangan Tangan
Tipe Sendi: Kondiloid
Fleksi: Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian
rentang 80-90
Hiperekstensi: Membawa permukaan tangan dorsal ke
jari, rentang 30
Adduksi: Menekuk pergelangan tangan miring ke arah
lima jari, rentang 30-50
16
f. Jari-jari Tangan
Tipe Sendi: Condyloid hinge
Fleksi: Membuat genggaman, rentang 90
Ekstensi: Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90
Hiperekstensi: Menggerakan jari-jari tangan ke belakang
g. Ibu Jari
Tipe Sendi: Pelana
Fleksi: Mengerakan ibu jari menyilang permukaan
rentang 90
Abduksi: Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30
Adduksi: Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang
30
Oposisi: Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama
h. Pinggul
Tipe Sendi: Ball and Socket
Fleksi: Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang
90-120
Ekstensi: Menggerakan kembali ke samping tungkai
lain, rentang 90
Rotasi luar
: Memutar kaki dan tungkai menjauhi
i. Lutut
Tipe Sendi: Hinge
Fleksi: Mengerakan tumit ke arah belakang paha,
rentang 120-130
Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120130
18
j. Mata Kaki
Tipe Sendi: Hinge
k. Kaki
Tipe Sendi: Gliding
Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam,
rentang 10
Eversi: Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang
10
Gambar 1. 8. Kaki
l. Jari-jari Kaki
Tipe Sendi: Condyloid
Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30
60
Ekstensi: Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60
Abduksi: Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain,
rentang 15
Adduksi: Merapatkan kembali bersama-sama, rentang
15
viii.
20
b. Pengaturan Posisi
Pengaturan posisi yang dapat dilakukan pada pasien ketika
mendapatkan perawatan, dengan tujuan untuk kenyamanan pasien,
pemudahan perawatan dan pemberian obat, menghindari terjadinya
pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh tertentu.
Pengaturan posisi antara lain, adalah:
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi duduk atau setengah duduk (semifowler),
di mana bagian kepala tempat tidr lebih tinggi dinaikkan. Posisi ini
dulakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi
21
tempat tidur.
Tekanan lutut bagian posterior, menurunkan sirkulasi ke kaki.
Rotasi luar pada pinggul
Lengan menggantung di sisi klien tanpa disokong.
Kaki yang tidak tersokong.
Titik penekanan di sacrum maupun di tumit yang tidak
Cara
terlindungi.
Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Dudukkan pasien.
Berikan sandaran/bantl pada tempat tidur paisn atau atur
tempat tidur, untuk posisi semifowler ( 30 450 ) dan untuk
fowler ( 900).
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
Tujuan:
Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
Meningkatkan rasa nyaman.
Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi
Indikasi:
b. Posisi Sims
Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan untuk mempermudah tindakan pemeriksaan
rectum atau pemberian huknah atau obat-obatan lain melalui anus
(suposutoria). Masalah umum pada posisi Sims adalah sebagai
berikut:
Fleksi lateral pada leher
Rotasi dalam, adduksi, atau kurang sokongan di bahu dan
pinggul.
22
diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakan punggung dan
23
pasien.
Tujuan:
Supaya darah lebih banyak mengalir kedaerah kepala
Memudahkan operasi di daerah perut
Indikasi:
Pada pasien syok
Tekanan darah rendah
Pasien dengan pemeriksaan tertentu misal broncoscopy
servikal.
Kepala datar pada matras.
Bahu tidak disokong dan berotasi dalam.
Siku melebar.
Ibu jari tidak berlawanan dengan jari-jari lain.
Pinggul berotasi luar.
Tidak tersokongnya pinggul.
Titik penekanan di bagian oksiput kepala, vertebra lumbal,
24
posisi lithotomi.
Pasang selimut.
Tujuan:
Memudahkan pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vagina taucher,
25
Tujuan:
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.
Indikasi:
Pasien hemorrhoid
Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.
g. Posisi Orthopenic
Posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang
yang sejajar dada, seperti pada meja.
Tujuan:
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang ekstrim dan
tidak bisa tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi sedang.
Indikasi:
Pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur terlentang.
h. Posisi Supinasi
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar
dasar tubuh sama dengan kesejajaran berdiri yang baik.
Tujuan:
Meningkatkan kenyamanan pasien
Memfasilitasi penyembuhan terutama pada pasien
pembedahan atau dalam proses anestesi tertentu.
Indikasi:
Paien dengan tindakan post anestesi atau pembedahan
tertentu.
Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma.
26
i. Posisi Pronasi
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah
menghadap ke bantal. Masalah yang terjadi pada posisi Pronasi
(telungkup) adalah berikut ini:
Hiperekstensi leher.
Hiperekstensi spinal lumbal.
Plantarfleksi pergelangan kaki.
Titik penekanan di dagu, siku, pinggul, lutu, dan jari-jari kaki
tidak terlindungi.
Tujuan:
pinggang.
Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
Indikasi:
Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan.
Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau
punggung.
j. Posisi Lateral
Posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian
besar berat tubuh berada pada pinggul dan bahu. Masalah umum
yang
Tujuan:
Indikasi:
Pasien yang ingin beristirahat.
Pasien yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegic maupun
para plegi.
Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi
lama.
Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi.
Penderita yang mengalami penurunan kesadaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilisasi dan Imobilisasi berpengaruh pada keadaan pasien, karena
adanya kemampuan pasien yang dapat bergerak secara bebas ataupun tidak
bebas karena adanya faktor-faktor tertentu, dalam Imobilisasi akan adanya
perubahan pada system-sistem tertentu pada pasien.
28
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz A, 2009, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Edisi 4, Vol 2, Jakarta: EGC.
www.referensionline.info/.../jurnal-tentang-pengaruh-latihan-range-ofmotion.
http://www.scribd.com/doc/59935123/ROM-Range-Of-Motion.
http://www.scribd.com/doc/57173759/Mobilisasi-Dan-Posisi.
29
30