Anda di halaman 1dari 8

ANGIOEDEMA

A. DEFINISI
Angioedema merupakan daerah edema yang lebih besar dari urtikaria yang
melibatkan jaringan subkutan dan dermis dalam dan batas tidak jelas. Urtikaria
dan angioedema adalah proses edema yang sama tetapi melibatkan berbagai
tingkat dari plexus cutaneus vascular: bagian papiler dan bagian dalam.(1)
Berdasarkan perjalan penyakitnya angioedema dapat dibedakan atas akut
dan kronik, bergantung pada lama reaksinya. Bentuk lesi seperti urtikaria yang
diakibatkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Nyeri dirasakan
lebih menonjol daripada gatal atau merah, rasa seperti terbakar mungkin
dirasakan, timbul pada malam hari dan tampak pada pagi hari, lesi dapat berwarna
pucat atau normal.(1-6)
B. EPIDEMIOLOGI
Urtikaria dan angioedema adalah reaksi yang biasa terjadi. Usia, ras, jenis
kelamin, pekerjaan, lokasi geografis, dan iklim tahunan dapat berperan pada
urtikaria dan angioedema, sejauh ini faktor tersebut dapat berperan dalam memicu
reaksi ini. Reaksi yang terjadi self-limited, pembengkakan yang terjadi umumnya
lokal. Reaksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan lelaki.(2,7)
Perkiraan angka kejadian urtikaria sekitar 15-25% populasi. Urtikaria
menyerang 6% sampai 7% dari anak-anak prasekolah dan 17% anak-anak dengan
dermatitis atopik. Di antara semua kelompok umur, sebagian besar pasien (sekitar
50%) terjadi urtikaria dan angioedema, 40% yang hanya urtikaria, dan 10% yang
reaksi angioedema saja. Sekitar 15-23% populasi terserang reaksi ini seumur
hidupnya, khususnya yang disebabkan oleh keturunan.(1,8)
Pada sekelompok mahasiswa, 15-20% dilaporkan memiliki riwayat
urtikaria, dimana 1-3% pasien yang dirujuk ke rumah sakit kulit di United
Kingdom menderita urtikaria dan angioedema. Pada data National Ambulatory
Medical Care Survey tahun 1990 sampai 1997 di Amerika Serikat, 69% pasien
adalah wanita. Distribusi usia rata-rata pasien yakni bayi sampai 9 tahun dan 30
sampai 40 tahun.(2)

C. ETIOLOGI
Angioedema bukanlah sebuah penyakit, tetapi sebuah pola reaksi kulit.
Reaksi ini dapat disebabkan oleh mekanisme patogenesis yang sama seperti
urtikaria.

Secara

umum,

etiologi

urtikaria/angioedema

dapat

dibedakan

berdasarkan reaksi alergi dan non-alergi: (1,4,8,9)

Reaksi alergi
Tipe I IgE-mediated
Makanan: pohon kacang, kacang, krustasea, moluska, ikan, telur,
susu, kedelai, gandum
Zat organik : pengawet, lateks, racun hymenoptera (gigitan
serangga)
Pengobatan: penisilin, sefalosporin, aspirin, NSAID
Aeroalergen: debu, serbuk sari, jamur, bulu binatang
Tipe II cytoxic antibody-mediated: reaksi transfusi
Tipe III antigen-antibody mediated: serum sickness reaction
Tipe IV hipersensitivitas tipe lambat: obat, penanganan makanan, atau
paparan dengan hewan

Reaksi non-alergi
Rangsangan fisik: paparan sinar matahari, air, atau suhu ekstrim, tekanan
tertunda (misalnya, mengenakan ransel berat), getaran
Degranulasi langsung sel mast: opiat, vankomisin (Vancocin), aspirin,
media radiocontrast, dekstran, relaksan otot, garam empedu, NSAID
Penyakit autoimun: penyakit Hashimoto, lupus eritematosus sistemik,
vaskulitis, hepatitis
Infeksi: virus (misalnya, sitomegalovirus, Epstein-Barr, hepatitis), parasit,
jamur, atau bakteri
Angioedema herediter
Stres emosional
Alkohol

Idiopatik
D. PATOGENESIS
Patogenesis angioedema yang dihasilkan dari reaksi alergi merupakan
aktivasi langsung sel mast. Setelah mengikat dan bersilangan dari reseptor IgE
dengan afinitas tinggi oleh alergen terkait IgE, sel mast segera berdegranulasi,
melepaskan mediator radang, seperti histamin ke venodilasi dermis dan
menyebabkan ekstravasasi cairan intravaskular. Secara patogenik, hal ini mirip
dengan urtikaria, namun pada sindrom urtikaria, degranulasi sel mast terjadi lebih
superfisial di epidermis, dekat reseptor rasa sakit, yang menyebabkan pruritus
sebagai gejala utama dengan karakteristik wheal and flare. Ciri khas dari reaksi
alergi adalah difus degranulasi sel mast, sedangkan angioedema adalah hasil dari
pemicu alergi, urtikaria sering disertai dengan pembengkakan.(9)
Pada angioedema non-alergi, patogenesisnya jelas berbeda dan biasanya
tidak disertai dengan urtikaria atau pruritus. Dalam kasus ini, peningkatan
mediator bradikinin dan komplemen mengakibatkan extravestation cairan dari
pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan kulit yang terlokalisir. Tipe ini
khas pada angioedema herediter dan acquired angioedema, serta angioedema
terkait dengan inhibitor ACE. Tetapi mekanisme ini belum sepenuhnya
dimengerti.(9)
E. GEJALA KLINIS
Lesi sirkumskripta, menonjol, eritematosa, biasanya gatal, area edema
yang melibatkan bagian superfisial dari dermis dikenal sebagai urtikaria. Ketika
proses pembengkakan meluas ke bagian dalam dermis dan/atau subkutan dan
lapisan submukosa, dikenal sebagai angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat
terjadi di setiap lokasi bersama-sama atau secara individual. Angioedema
umumnya timbul di daerah jaringan ikat longgar seperti wajah, bibir, pipi, dan
periorbital telinga bagian luar dan daerah kemaluan bagian luar. Angioedema juga
dapat mengenai lidah, faring, atau laring serta bagian dari ekstremitas. Biasanya
keluhan nyeri lebih sering dirasakan daripada gatal, rasa seperti terbakar mungkin

juga dirasakan. Batas lesi tidak jelas dan berwarna pucat atau normal dan dapat
berlangsung beberapa hari.(1-5)

Gambar 1. Urtikaria pada wajah,leher, dan angioedema pada badan bagian atas sekitar mata(2)

Gejala traktus gastrointestinal dan pernapasan meliputi disfagia, dyspnea,


nyeri kolik abdomen, muntah dan diare. Gejala gastrointestinal lebih sering terjadi
pada angioedema tipe herediter. Angioedema bisa terjadi sebagai akibat dari
trauma. Pada angioedema tipe herediter atau acquired, jarang disertai urtikaria.(5)

Gambar 2. Angioedema herediter(2)

F. DIAGNOSIS
Untuk mengetahui penyebab dari angioedema, menanyakan riwayat rinci
pasien (penyakit sebelumnya, obat-obatan ,makanan, parasit, tenaga fisik, paparan
matahari) sangat penting. Evaluasi dari urtikaria dan angioedema sebaiknya
sistematik. Dari anamnesis harus membedakan antara jenis lesi urtikaria,
angioedema, atau urtikaria & angioedema, durasi lesi (<1 jam atau 1 jam),

pruritus, nyeri saat berjalan , flushing, rasa terbakar, dan wheezing (pada urtikaria
kolinergik). Pemeriksaan fisis dilakukan untuk mencari penyebab edema. (1,7-9)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika ada kecurigaan klinis. Untuk
penyebab IgE-mediated, penanda degranulasi sel mast (misalnya, serum tryptase)
akan meningkat selama episode akut. Resolusi episode setelah menghindari
pemicu yang dicurigai atau penghentian obat yang dicurigai dapat didiagnostik
dan ditangani. Pengujian untuk alergen-IgE spesifik mungkin berguna ketika ada
pemicu alergi yang dicurigai. Pada pasien dengan riwayat keluarga HAE atau
suspek defisiensi C1 INH, serum marker dari aktivitas komplemen dinilai.(7)
G. DIAGNOSIS BANDING
Eritema multiforme minor, urtikaria vaskulitis, mastocytomas, dan
urtikaria pigmentosa (mastositosis) memiliki presentasi yang mirip dengan
urtikaria. Eritema multiforme minor dan urtikaria vaskulitis dapat diduga ketika
durasi lesi urtikaria lebih dari 24 jam.(8)
Eritema multiforme minor adalah gangguan akut ditandai oleh lesi yang
biasanya kurang pruritus dari urtikaria. Etiologi biasanya adalah reaksi terhadap
obat atau infeksi dan umumnya berhubungan dengan infeksi herpes simpleks.
Pada urtikaria vaskulitis, mungkin ada teraba purpura dan memar yang menetap
setelah hive menghilang. Penyebab berkisar dari vaskulitis hipersensitif, seperti
Henoch-Schfnlein purpura, untuk penyakit jaringan ikat yang mendasarinya.(8)

Gambar 3. Eritema multiforme minor(1)

Lesi : Lesi berkembang dari makula menjadi papula (1-2 cm) kemudian
vesikel dan bulla di tengah papul. Predileksi: punggung tangan, telapak tangan,
dan telapak kaki; lengan, kaki, wajah; siku dan lutut; penis (50%) dan vulva.(1)
Pada urtikaria pigmentosa (mastositosis) didapatkan terlalu banyak sel
mast dalam kulit, sumsum tulang, saluran pencernaan, hati, limpa, atau kelenjar
getah bening. Hal ini umumnya sporadis, meskipun kasus familial langka telah
dilaporkan. Flare ditandai dengan pruritus, palpitasi, takikardia, dan sinkop.
Gejala gastrointestinal termasuk mual, muntah, diare, dan perut rasa sakit.
Pemulihan spontan biasa terjadi, meskipun pada pasien dengan

pelepasan

mediator sel mast yang luas, shock vasodilatory mungkin terjadi.(8)

Gambar 4. Pigmentosa urtikaria(1)

Lesi : makula menjadi papular pada lesi nodular (mastocytoma),


sering soliter ; mungkin ganda, tetapi hanya sedikit. Kuning - pink gelap, yang
menjadi eritematosa dan besar (urticate) ketika terjadi degranulasi sel mast.(1)
H. PENATALAKSANAAN
Angioedema alergi akut sangat responsif terhadap terapi dengan
antihistamin, kortikosteroid oral (Prednison 5 mg/hr) dan epinefrin, sedangkan
bentuk lain yang refrakter terhadap terapi konvensional ini dan membutuhkan
beberapa jam hingga beberapa hari untuk merespon reaksi. Perhatian khusus harus
diberikan pada pemeliharaan jalan napas jika lidah atau laring pasien mengalami
edema. Perawatan pendukung juga harus mencakup manajemen nyeri dan hidrasi

jika gejala perut lebih dominan. Diharuskan menghindari setiap pemicu yang
dicurigai.(1,8,9)
Manajemen HAE baik jangka pendek maupun pencegahan reaksi jangka
panjang sama seperti pengobatan angioedema akut. Sebelum 2010, satu-satunya
pilihan untuk penanganan HAE adalah pengobatan yang mencakup androgen,
termasuk danazol dan stanozolol atau antifibrinolitik. Aminocaprioic dan asam
traneksamat memiliki efek samping yang banyak. Androgen dapat menyebabkan
virilisasi, peningkatan berat badan, dan hipertensi, sedangkan, agen antifibrinolitik
dapat menyebabkan otot nekrosis, hipotensi mialgia, rhabdomyolysis dan
menorrhagia. Oxandrolone (Oxandrin) dilaporkan dapat menangani reaksi dengan
lebih sedikit efek samping pada anak. (1,8,9)
Jenis Antihistamin H1 blocker yang dapat diberikan misalnya, hidroksizin,
terfenadin, atau loratadin, cetirizin, fexofenadin 180 mg/hr atau loratadin 10-20
mg/hr biasanya mengontrol kasus urtikaria kronis, tetapi penghentian terapi
biasanya menyebabkan kekambuhan, jika gagal, H1 dan H2 bloker (simetidin)
dan/atau mast cellstabilizing agents (ketotifen). Doxepin, sebuah antidepresan
ditandai dengan aktivitas H1 antihistamin trisiklik, dapat juga diberikan pada
urtikaria kronis berhubungan dengan kecemasan dan depresi.(1)
I. PROGNOSIS
Setengah dari pasien dengan urtikaria dengan sendirinya akan bebas dari
lesi dalam satu tahun, tetapi 20% memiliki lesi selama > 20 tahun. Prognosis baik
dalam beberapa sindrom kecuali HAE, yang dapat berakibat fatal jika tidak
diobati.(1)

DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K. The Skin In Immune, Autoimmune, And Rheumatic Disorders. In:
Wolff K, editor. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
6th ed. New York: McGrawHill Companies; 2009. p. 358-365.
2. Kaplan A. Inflamatory Diseases Based On Abnormal Humoral Reactivity. In:
Wolff K, editor. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7th ed. USA:
McGrawHill Companies; 2008. p. 330-343.
3. Black K, Grattan C. Urticaria And Mastocytosis. In: Burns T, editor. Rook's
Textbook of Dermatology. 8th ed. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p. 22.1.
4. James W. Erythema And Urticaria. In: James W, editor. Andrew's Disease of
The Skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.
p. 150-2.
5. Habif T. Urticaria And Angioedema. In: Habif T, editor. Clinical Dermatology.
4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2004. p. 148.
6. Grattan C, Black K. Urticarias, Eruthemas And Purpuras. In: Bolognia J, editor.
Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: Mosby Elseiver; 2008. p. 2.
7. Temio V, Peebles R. The Spectrum and Treatment of Angioedema, American
Journal of Medicine: 2008, 121, 282-3.
8. Baxi S, Dinakar C. Urticaria and Angioedema, Immunlogy and Allergy Clinics
of North America: 2005, 25, 353 - 363.
9. Ciaccio C. Angioedema: An Overview and Update. UMKC School of Medicine:
2011, 108:5, 354-357.

Anda mungkin juga menyukai