Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN

TRAUMA KAPITIS

Pembimbing:
dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S

Disusun oleh:
Yofara Maulidiah Muslihah
1111103000047

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI


RSUP FATMAWATI
FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Trauma Kapitis. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di stase Neurologi
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1. dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S selaku pembimbing presentasi kasus ini.

2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah ini sangat kami harapkan.
Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama
dalam bidang neurologi.

Jakarta, 16 Maret 2015

Penyusun

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I................................................................................................................ 4
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.

1. Identitas Pasien....................................................................................4
2. Anamnesis.............................................................................................4
3. Pemeriksaan Fisik................................................................................6
4. Pemeriksaan Penunjang......................................................................13
5. Resume.................................................................................................15
6. Diagnosis...............................................................................................15
7. Tata Laksana........................................................................................15
8. Prognosis...............................................................................................15

BAB II..............................................................................................................16
2. 1. Definisi Trauma Kapitis......................................................................16
2. 2. Prevalensi Trauma Kapitis.................................................................16
2. 3. Patofisiologi Trauma Kapitis..............................................................17
2. 4. Klasifikasi Trauma Kapitis ................................................................20
2. 5. Diagnosis Trauma Kapitis...................................................................25
2. 6. Tata Laksana Trauma Kapitis............................................................26
2. 7. Prognosis Trauma Kapitis..................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 3

BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas
Nama

: Tn. R

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 36 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: Tamat SMA

Agama

: Protestan

Status Pernikahan

: Sudah Menikah

Alamat

: Jl. Raya Ceger No. 48 RT 006/ 003


Ceger Cipayung, Jakarta Selatan

1.2 Anamnesis
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Saraf RSUP Fatmawati Jakarta pada
hari Minggu, 15 Maret 2015, pukul 22.30 WIB. Pasien, pengantar, dan
keluarga telah dianamnesis di IGD pada Senin, 16 Maret 2015. Anamnesis
tambahan dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu
pasien pada hari Selasa, 17 Maret 2015.
A. Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran pasca-kecelakaan lalu lintas sejak
30 menit sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran mendadak setelah oleng dan
terjatuh dari motor yang dikendarainya oleh karena disalip mobil di jalan
raya 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Kepala pasien membentur
jalanan. Pasien mengaku mengendarai motor dengan kecepatan yang cukup
tinggi dengan menggunakan helm. Pasien datang ke RSUP Fatmawati
diantar oleh polisi dan ditemukan ibunya dalam kondisi termenung dan
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 4

terduduk di atas kursi roda di IGD RSUP Fatmawati 1 jam pasca-kejadian.


Awalnya pasien tidak terlalu mengingat proses kejadiannya, namun pasien
mengaku ingatannya perlahan-lahan mulai kembali ketika ditanya-tanyai
oleh ibunya di rumah sakit. Pasien mengeluhkan pusing saat kembali sadar.
Menurut pasien, penurunan kesadaran sesaat setelah kejadian dialami
sebentar, yakni kurang dari 10 menit. Mual, muntah, pandangan ganda, luas
pandang menyempit, kelemahan sesisi, dan bicara pelo disangkal. Riwayat
keluar darah atau cairan dari telinga, hidung, dan mulut disangkal.
Setelah dirawat satu malam di Bangsal Departemen Neurologi RSUP
Fatmawati, kondisi pasien sudah semakin membaik tanpa adanya keluhan,
dan ibu merasa tidak ada perbedaan saat berbicara dengan anaknya antara
sebelum dan sesudah kecelakaan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal. Riwayat darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis, kejang-kejang, dan stroke disangkal.
Riwayat alergi obat disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, kejang-kejang, dan
stroke disangkal.
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal. Riwayat mengonsumsi obat-obatan
tertentu, terutama narkoba disangkal.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 5

1.3 Pemeriksaan Fisik


A.

B.

Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Tekanan Darah

: Kiri: 125/75 mmHg


Kanan: 120/70 mmHg

C.

Nadi

: 86x/ menit

Pernapasan

: 20x/ menit

Suhu

: 36,2 0C

Keadaan Lokal
Trauma Stigmata

: Vulnus laseratum frontalis dekstra,


mandibula sinistra, mentalis dekstra, dan
mannus dekstra.

Pulsasi Aa. Carotis

: Teraba pulsasi kanan dan kiri sama,


regular, isi cukup

Pembuluh Darah Perifer

: Capillary refill time < 3 detik

Kelenjar Getah Bening

: Tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Kulit

: Sianosis (-), ikterik (-)

Kepala

: Rambut hitam, tidak


mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan
(-), nyeri tekan (-)

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-,


lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, diameter
3 mm/3 mm , refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga

: Normotia +/+, hematoma retroaurikuler


(Battles sign) -/-, perdarahan -/Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 6

Hidung

: Deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut

: Bibir edema (-), lidah kotor (-), perdarahan


(-)

Tenggorok

: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher

: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah,


tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS V, 2 jari lateral


MCL sinistra

Perkusi

: Batas jantung kanan pada ICS V linea


parasternal dekstra, batas jantung kiri pada
ICS V, 2 jari lateral MCL sinistra, pinggang
jantung di ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi

: BJ SI dan SII reguler, murmur (-), gallop


(-)

Pemeriksaan Paru
Inspeksi

: Pergerakkan naik-turun dada simetris,


kanan = kiri, tidak terdapat massa

Palpasi

: Tidak ada benjolan, ekspansi dada normal,


vokal fremitus kanan kiri sama

Perkusi

: Perkusi sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-,


wheezing -/-.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 7

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Perut datar, lembut, massa -, striae -, bekas


operasi -

Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba


membesar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas
Superior

: Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-,


clubbing fingers -/-

Inferior

: Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-,


clubbing fingers -/-

D. Status Neurologis

GCS : E4 M6 V5, Kesadaran: Compos mentis


Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk

:-

Laseque

: >700 / >700

Kernig

: > 1350 / > 1350

Brudzinsky I

:-/-

Brudzinsky II

:-/-

Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius)

: normosmia

N.II (optikus)
Acies visus

: 6/ 60 ODS

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 8

Lihat warna

: normal ODS

Funduskopi

: tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)


Kedudukkan bola mata

: ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata

: normal ke segala arah

Nasal
Temporal
Nasal atas
Temporal atas
Nasal bawah
Temporal bawah

: +/+
: +/+
: +/+
: +/+
: +/+
: +/+

Exopthalmus

:-/-

Nystagmus

:-/-

Pupil
Bentuk

: bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung

: +/+

Reflek cahaya tidak langsung : +/+


Reflek akomodasi

: +/+

N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik

: normal / normal

Cabang Sensorik
Ophtalmikus : normoestesi
Maksilaris

: normoestesi

Mandibularis : normoestesi

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 9

N.VII (Fasialis)
Motorik orbitofrontalis

: normal / normal

Motorik orbikularis

: normal/ normal

Motorik buccinator

: normal / normal

Motorik frontalis

: normal / normal

Pengecapan lidah

: tidak dinilai

N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular: Vertigo

: tidak dilakukn

Nistagmus
Koklearis : Tes Rinne
Weber
Scwabach

:-/:+
: tidak terdapat lateralisasi
: sama dengan penguji

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)


Motorik

: arcus faring dan uvula simetris

Sensorik

: + normal

N. XI (Accesorius)
M. Sternocleidomastoideus

: dalam batas normal

M. Trapezius

: dalam batas normal

N.XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah

: dalam batas normal

Atrofi

:-

Fasikulasi

:-

Tremor

:-

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 10

Sistem Motorik
Kesan

: Dalam batas normal

Gerakkan Involunter
Tremor

:-/-

Chorea

:-/-

Atetose

:-/-

Miokloni

:-/-

Tics

:-/-

Trofi

: eutrofi + / +

Tonus

: normotonus + / +

Refleks Fisiologis
+2

+2

+2

+2

Biceps

:+/+

Triceps

:+/+

Lutut

:+/+

Tumit

:+/+

Refleks Patologis
Hoffman Tromer

:-/-

Babinsky

:-/-

Chaddok

:-/-

Gordon

:-/Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 11

Schaefer

:-/-

Klonus lutut

:-/-

Klonus tumit

:-/-

Sistem Sensorik

: Propioseptif: dalam batas normal


Eksteroseptif: dalam batas normal

Fungsi Serebelar
Ataxia

:-

Tes Romberg

:-

Disdiadokokinesia

:-

Jari-jari

:-

Jari-hidung

:-

Tumit-lutut

:-

Rebound phenomenon

:-

Hipotoni

:-/-

Fungsi Luhur
Astereognosia

:-

Apraxia

:-

Afasia

:-

Fungsi Otonom
Miksi

: baik, inkontinensia tidak ada

Defekasi

: 2 hari sekali

Sekresi keringat

: normal
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 12

Fungsi Luhur
Hasil MMSE

: 30

Tanda regresi

Sucking Reflex
Grasping Reflex
Palmomental Reflex
Glabellar Reflex
Snout Reflex
Foot Grasping Reflex
Corneomandibular Reflex

:::::::-

1.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil Expertise CT Scan Kepala Potongan Axial, Mulai Setinggi Garis
Orbitomeatal, Tebal Irisan 5-10 mm, Tanpa Pemberian Kontras
(16 Maret 2014)
Sulci dan gyri baik. Fissura Sylvii tak menyempit.
Tidak tampak lesi hipodens dan hiperdens intracerebri, ekstracerebri.
Ventrikel IV, III, lateralis dan cysterna baik.
Tak tampak deviasi struktur media.
Pons dan cerebellum tak tampak kelainan.
Sinus paranasal baik. Pneumatisasi mastoid air cell tidak berselubung.
Tak tampak fraktur tulang kepala.
Kesan:
Tak tampak perdarahan intracerebri, epidural, subdural, subarachnoid.
Tak tampak edema cerebri.
Tak tampak fraktur tulang kepala.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (16 Maret 2015)
Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Hasil

Hematologi
Hemoglobin

11.7 15.5 g/dl

14.8 g/dl

Hematokrit

33 - 45%

44%

Leukosit

5.0 - 10.0 ribu/ul

9.4 ribu

Trombosit

150-440 ribu/ul

202 ribu/ul

Eritrosit

3.80 5.20 juta/ul

5.04 juta/ul

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 13

Ver/Her/Kher/Rdw
VER

80.0 - 100.0 fl

86.8 fl

HER

26.0 - 34.0 pg

29.4 pg

KHER

32.0 - 36.0 g/dl

33.9 g/dl

RDW

11.5 - 14.5%

13.7 %

SGOT

0 34 U/l

20 U/l

SGPT

0 40 U/l

23 U/l

Ureum

20 40 mg / dl

24 mg/dl

Creatinin

0.6 1.5 mg/dl

1.0 mg/dl

Natrium

135 147 mmol/l

139 mmol/l

Kalium

3.10 5.10 mmol/l

3.47 mmol/l

Klorida

95 108 mmol/l

110 mmol/l

80 100 mg/dl

135 mg/dl

Fungsi Hati

Fungsi Ginjal

Elektrolit Darah

Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 14

1. 5. Resume
Tn. R, laki-laki, usia 36 tahun, datang dengan penururan kesadaran
pasca-kecelakaan lalu lintas sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit.
Pasien terjatuh dari motor yang dikendarai dengan kecepatan cukup
tinggi, dengan menggunakan helm, dan kepala pasien membentur jalanan.
Pasien mengeluh pusing saat kembali sadar. Pasien sempat mengalami
hilang ingatan kurang dari 10 menit, namun perlahan ingatan kembali.
Pasca-satu malam dirawat, kondisi pasien membaik tanpa adanya
keluhan.
Pada pemeriksaan status general didapatkan kesadaran compos
mentis dengan GCS E4M6V5 = 15, tekanan darah 125/75 mmHg, nadi
86 x/ menit, nafas 20 x/ menit, dan suhu 36,2 36,2 0C. Pemeriksaan fisik
didapatkan status lokalis vulnus laseratum frontalis dekstra, mandibula
sinistra, mentalis dekstra, dan mannus dekstra. Status Neurologis dalam
batas normal. Hasil CT scan tak tampak perdarahan intracerebri, epidural,
subdural, subarachnoid, edema cerebri, maupun fraktur tulang kepala.
1.6. Diagnosis Kerja
Cedera Kepala Ringan
Vulnus Laseratum Frontalis Dekstra, Mandibula Sinistra, Mentalis Dekstra,
dan Mannus Dekstra
1. 7. Tata Laksana
Medikamentosa
NaCl 0,9% 500 cc/ 12 jam
Betahistin 3 x 1 tabs
Non-flamin 3 x 1 cap
Brainact 2 x 1 tab
K-Diclofenac 2 x 50 mg
Non-Medikamentosa
Elevasi Kepala 30
1. 8. Prognosis
Ad vitam
: bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Definisi Trauma Kapitis
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap
kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial
baik temporer maupun permanen.
2. 2. Prevalensi Trauma Kapitis
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak.
Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai
jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus
tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan
bermotor, pukulan kepala, maupun jatuh. Diluar medan perang, lebih dari 50
% trauma kapitis terjadi karena kecelakaan kecelakaan lalu lintas, selebihnya
karena jatuh dan pukulan. Di Indonesia, kebijakan memakai helm bagi
pengguna sepeda motor telah ditetapkan. Tujuan ditetapkan peraturan
tersebut adalah menurunkan angka kejadian trauma kapitis.
Di Indonesia, sebagian besar pasien dengan trauma kapitis
(75-80%) adalah trauma kapitis ringan, sementara sisanya merupakan
trauma dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama. Sebagai
gambaran di Indonesia, trauma kapitis di Indonesia dapat tergambarkan oleh
data dari RSCM tahun 2005:
Jenis
Kelamin

TK
Ringan

TK
Sedang

TK
Berat

Operasi

Pria

292

229

22

Wanita

142

86

Jumlah

434

315

28

Meninggal
18
3

5
23

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 16

2. 3. Patofisiologi Trauma Kapitis


Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut
lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan,
tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh
darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak, dapat terjadi
fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun
perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau
menimbulkan

aneurisma

pada

arteria

meningea

media

dan

cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan


aneurisma arteri karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut,
dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga
tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro
spinal lewat hidung atau telinga).
Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena
adanya aselerasi, deselerasi, dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena
perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan
cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh
otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan
bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat
duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena
otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat atau
berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang
mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena
kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu
bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi
bersama-sama atau berturutan.
Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup),
maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup
terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di
dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup
ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 17

timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan


rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama
terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam
tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak.
Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus
temporalis, frontalis dan oksipitalis.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam
tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen
magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan
jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak akan
terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre
coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai
adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan
trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis;
karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke
dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak
secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang
otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf,
kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau
kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur
lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di
daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3
bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan
ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal.
Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak
banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari
saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena
letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera
timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 18

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis


dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan
pada saraf V biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali
gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada
pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah
beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih
kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis
fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga. Banyak
didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan
pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu
penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,
mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai
dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma
pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi
karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri.
Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 19

2. 4. Klasifikasi Trauma Kapitis


1. Patologi
A) Komosio serebri
B) Kontusio serebri
C) Laserasio serebri
2. Lokasi lesi
A) Lesi diffuse
B) Lesi kerusakan vaskuler otak
C) Lesi fokal
1. Kontusio dan laserasi serebri
2. Hematoma intracranial
i. Hematoma ekstradural ( hematoma epidural)
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-durameter
akibat pecahnya a.meningea media atau sinus venosus. Gejala
klinis: lucid interval, kesadaran semakin menurun, late
hemiparese kontralateral lesi, pupil anisokhol ipsilateral,
babinsky (+) kontralateral lesi, fraktur di daerah temporal.
ii. Hematoma subdural
Perdarahan yang terjadi di antara durameter + arachnoid, akbat
robeknya bridging vein . Gejala klinis terdapat sakit kepala,
kesadaran menurun +/- , gambaran CT scan terdapat gambaran
hiperdens dan tampak seperti bulan sabit.
iii. Hematoma intraparenkimal
i. Hematoma subarachnoid
ii. Hematoma intraserebral
iii. Hematoma intraserebellar
Derajat Kesadaran Berdasarkan Glasgow Coma Scale
Kategori

SKG

Gambaran Klinik
Pingsan

Defisit
Neurologis

CT Scan
Otak

Minimal

15

(-)

(-)

Normal

Ringan

13 15

< 10 menit

(-)

Normal

Sedang

9 12

> 10 menit
6 jam

(+)

Abnormal

Berat

38

> 6 jam

(+)

Abnormal

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 20

Tipe trauma kepala:


1. Trauma Kepala Terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.
Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus
interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak
battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe
(liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala
hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis
tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat
dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid )
Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis
dan perdarahan.
2. Trauma Kepala Tertutup
A) Komusio Serebri (Gegar Otak)

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang


dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan
mata dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang
ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak
menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan
kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang
nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,
tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang
tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 21

rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami


penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita
merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa,
depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala
ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang
lebih dari beberapa minggu.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma
pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa
sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para
ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau
faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu
beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain
sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa
timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya
cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah
parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika
terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan
pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu
mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak
semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen.
Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari
pertama.
B) Kontusio Serebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan
temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral
yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak.
Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B.
(blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan
ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 22

pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler
dan interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial
meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun
akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada
pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang.
Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat
hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto
regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena
sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak
membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;
pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,
menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan
kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai
beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja,
belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius
daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa
ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang
diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
C) Perdarahan Intrakranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan
tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau
stroke. Perdarahan

karena cedera biasanya terbentuk di

dalam

pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara


pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma
epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT
scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan
menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun
(hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar
secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 23

dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas


juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami
herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran
sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa
juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma Epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak
diantara meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media.
Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah
di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa
juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang
menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah
dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,
kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan
biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak
untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma Subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di
sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera
kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala
yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara
perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan
pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama
beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan
dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 24

pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang


tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil
pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang
besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan
melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini
adalah:
1) Sakit kepala yang menetap
2) Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3) Linglung
4) Perubahan ingatan
5) Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
2. 5. Diagnosis Trauma Kapitis
Kriteria cedera kepala, diagnostik pascaperawatan:
1. Minimal = simple head injury
i. GCS = 15 (normal)
ii. Kesadaran baik
iii. Tidak ada amnesia
iv. Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
v. Defisit neurologis (-)
vi. CT-Scan normal

2. Cedera kepala ringan


i.

GCS = 13 15

ii. Penurunan kesadaran 10 menit


iii. Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam
iv. Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
v. Defisit neurologis (-)
vi. CT-Scan normal
3. Cedera kepala sedang
i.

GCS = 9 12

ii.

Penurunan kesadaran >10 menit tetapi 6 jam


Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 25

iii. Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis


4. Cedera kepala berat
i.

GCS = 13 15

ii.

Penurunan kesadaran > 6 jam

iii. Terdapat defisit neurologi


iv.

Amnesia pasca cedera > 24 hari

v.

CT-Scan abnormal

2. 6. Tata Laksana Trauma Kapitis


Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya
memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera
kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin
sehingga

dapat

membantu

penyembuhan

sel-sel

otak

yang

sakit.

Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya,


berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat.
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan
antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang
kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala
khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk
mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.
Indikasi rawat antara lain:
Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala sedang hingga berat
Intoksikasi alkohol atau obat
Fraktura tengkorak
Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
Cedera penyerta yang jelas
Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
CT scan abnormal

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 26

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan


untuk memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang
dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena,
hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan
antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan
tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi
klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara
umum digunakan panduan sebagai berikut:

Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah


supratentorial atau lebih dari 20 cc di daerah infratentorial
Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
Tanda fokal neurologis semakin berat
Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg
Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT
scan
Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
Terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis

2. 7. Prognosis Trauma Kapitis


Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa
mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada
lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat
dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa
menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin
tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama
lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh
beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika
hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer
kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung


menyebabkan

kelainan

yang

menetap.

Beberapa

fungsi

(misalnya

penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area


khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa
diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala
berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat
Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 27

sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah


kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih
kembali.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 28

DAFTAR PUSTAKA
1. Lenzlinger PM, Saatman K, Raghupati R. Overview of basic mechanism
underlying neuropathological consequences of head trauma. In: Miller LP,
Hayer RL, editors. Head trauma basic, preclinical and clinical directions.
New York: Wiley-Liss; 2001. p. 3-23.
2. Mardjono mahar, Sidharta priguna. Neurologi Klinis Dasar.Cetakan ke 9.
Dian Rakyat.2003.Bab.VIII Mekanisme trauma susunan saraf. Hal 248-63.
3. Buku Pedoman SPM dan SPO NEUROLOGI. PERDOSSI. Bab. IX.
Neurotrauma. Hal.147-58.
4. Proceeding Updates In Neuroemergencies II. Hotel Aston Atrium. 28
Februari. FKUI. Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Hal
51-72.
5. Penatalaksanaan fase akut cedera kepala, Cermin Dunia Kedokteran No.
77, 1992
6. http://www.mayoclinic.com/health.htm
7. www.emedicine.com/pmr/topic182.htm

Yofara M. Muslihah (1111103000047) | 29

Anda mungkin juga menyukai