Ekologi Benih: Karya Ilmiah
Ekologi Benih: Karya Ilmiah
EKOLOGI BENIH
Oleh:
BUDI UTOMO
NIP: 132 305 100
Staf Pengajar Departemen Kehutanan
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006
USU Repository 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat-Nya penulis masih
diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tulisan yang sederhana ini.
Kerusakan hutan erat kaitannya dengan keberadaan benih. Benih merupakan
unsur penting yang berpotensi menggantikan tanaman dewasa yang mati.
Pengetahuan ekologi benih sangat penting untuk mempelajari macam-macam
benih, sifat-sifat, faktor-faktor yang mempengaruhi, proses-proses fisiologi yang
terjadi selama perkecambahan, dll, akan sangat membantu dalam memahami dan
mempelajarinya sehingga dapat ditentukan strategi penanganan yang terbaik.
Pada kesempatan ini penulis berhasrat ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu penyediaan
literatur yang diperlukan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tulisan-tulisan
berikutnya.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amien.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
i
iii
iv
I. PENDAHULUAN
3
4
5
6
7
8
8
9
11
13
13
13
13
17
18
18
19
20
20
23
23
31
32
32
33
34
VI. PUSTAKA
36
ii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
12
18
21
21
iii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
14
16
28
Iv
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006
USU Repository 2006
I. PENDAHULUAN
Biji menurut dapat diartikan sebagai suatu ovule atau bakal tanaman yang
masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang terbentuk dari
bersatunya sel-sel generatif yaitu gamet jantan dan gamet betina di dalam kandung
embrio, serta cadangan makanan yang mengelilingi embrio. Sedangkan benih
adalah merupakan biji tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan
penanaman atau budidaya.
Embrio yang terdapat dalam biji terbentuk dari enam fase yaitu:
a. Pembentukan benang sari dan putik di dalam kuncup bunga
b. Mekarnya bunga yang merupakan tanda bahwa organ ini telah siap
c. Persarian yakni perpindahan serbuk sari dari benang sari ke kepala putik,
perkecambahan serbuk sari dan pembentukan tabung sari
d. Pembuahan sel telur dan inti kutub oleh inti sperma ari tabung sari
e. Pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi dan proses pembagian diri menjadi
embrio dan kulit pelindung
f. Pemasakan biji bersamaan dengan pengumpulan cadangan makanan.
Biji terdiri dari tiga bagian dasar yaitu:
a. Embrio, yaitu tanaman baru yang terbentuk dari bersatunya gamet jantan dan
betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang sempurna akan terdiri dari:
epikotil (bakal pucuk), hipokotil (bakal akar), dan kotiledon (bakal daun).
b. Jaringan penyimpan cadangan makanan. Cadangan makanan yang tersimpan
dalam biji umumnya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan mineral
dengan komposisi yang berbeda tergantung jenis biji, misalnya biji bunga
matahari akan kaya akan lemak, biji legume kaya akan protein, biji padi kaya
akan karbohidrat, dll.
c. Pelindung biji, dapat terdiri dari kulit biji, sisa nucleus dan endosperm dan
kadang-kadang bagian dari buah. Namun umumnya kulit biji terbentuk dari
integument ovule yang mengalami modifikasi selama proses pembentukan
biji.
Secara umum terbentuknya vegetasi dapat melalui 2 cara yaitu melalui biji
atau pembiakan secara vegetatif. Beberapa spesies dapat berkembang melalui
tunas-tunas yang tumbuh dari bulbus, dan tunas dari rhizome dan umbi seperti
kebanyakan dari family Liliaceae, Amaryllidaceae dan Oxalidaceae. Berbeda
dengan seed bank, bud bank biasanya telah ada secara genotip.
Seed bank atau seed reservoir adalah agregasi dari biji yang belum tumbuh
dan memiliki kemampuan potensial untuk menggantikan tanaman-tanaman
dewasa baik itu tanaman semusim atau tanaman tahunan yang dapat mati oleh
penyakit, atau gangguan lainnya. Walaupun biji-biji species tumbuhan hutan
memiliki ciri yang cepat tumbuh (rekalsitran), namun biji-biji yang mengalami
dormansi di dalam tanah tetap memiliki peran penting dalam regenerasi beberapa
species, khususnya bagi spesies pioneer (Allessio, et.al., 1989).
Gambar 1. Seed bank di padang rumput Wales. Grafik menunjukkan jumlah biji
yang viable dari berbagai spesies pada berbagai kedalaman tanah.
Input seed bank biasanya ditentukan oleh seed rain. Dalam komunitasnya
biji yang berasal dari daerah di sekitarnya akan mendominasi, namun dapat pula
berasal dari wilayah luar. Dari buah yang jatuh, akibat kebakaran, angin, air dan
oleh perantaraan hewan. Tiga agen terakhir ini sangat penting dalam penyebaran
biji ke luar wilayah. Seed rain bervariasi dan merupakan fungsi dari jarak dari
tumbuhan, angina dan faktor lain yang mempengaruhi penyebaran biji. Seed rain
berkontribusi terhadap seed bank yaitu populasi biji yang hidup tapi belum
tumbuh yang tersimpan dalam tanah (Kimmins, 1987).
semusim
rawan
terhadap
kebakaran.
Beberapa
jenis
umumnya
tertentu pada komunitas tanaman: jenis pionir memiliki siklus hidup pendek dan
bereproduksi sejak umur muda, sedangkan jenis pada hutan klimaks memiliki
siklus hidup yang panjang dan umur reproduksi agak lambat.
Jenis hutan klimaks mulai bereproduksi lebih lambat. Contoh Swietenia
macrophylla mulai berbunga dan berbuah secara teratur pada umur 10-15 tahun,
beberapa Dipterocarpaceae pada umur 20-30 atau bahkan 45 tahun.
Kondisi fisik lingkungan sangat kuat mempengaruhi umur reproduksi.
Apabila pohon tumbuh pada kondisi sesuai untuk pertumbuhan vegetatif, maka
tahap pertumbuhan awal (juvenile) akan berlangsung lebih cepat dibandingkan
bila tumbuh pada tanah yang kurang sesuai. Perubahan intensitas cahaya yang
tiba-tiba di dalam hutan hujan tropis, misalnya karena pohon tumbang, dapat
memacu pembungaan pohon-pohon muda yang biasanya belum saatnya berbunga.
Pohon yang dikembangkan dikembangbiakkan seara vegetatif, misalnya dari
stek, grafting atau cangkok seringkali melakukan reproduksi pada umur yang
lebih muda daripada yang berasal dari semai, karena dihasilkan dari materi yang
secara fisiologis telah dewasa. Sebagai contoh, pada kebun benih Auracaria
cunninghamii, umur produksi kerucut jantan lebih pendek, dari 22-27 tahun
menjadi 5 tahun, dan kerucut betina dari 12 tahun menjadi 2-3 tahun dengan
menggunakan
materi
grafting
dari
masing-masing
pohon
induk
yang
menghasilkan kerucut jantan dan betina yang secara fisiologis telah dewasa.
2.2. Pengaruh faktor luar terhadap produksi benih.
Setiap bunga memiliki potensi untuk berkembang menjadi buah dan benih,
tetapi hasil pengamatan menunjukkan bahwa meskipun pembungaan merupakan
syarat untuk pembuahan, namun pembungaan yang banyak terkadang
menghasilkan produksi benih yang rendah. Pada kenyataannya hanya sebagian
dari bunga yang berkembang menjadi buah dan benih yang baik walaupun pada
musim benih yang baik. Hal ini terutama tampak jelas pada jenis-jenis
Angiosperma dengan bunga yang kecil dan buah yang besar. Beberapa faktor
yang sering dijumpai dapat meliputi kegagalan penyerbukan dan pembuahan,
serta kerusakan produksi awal.
tertutup pada saat harus diserbuki, dan penyerbukan akhirnya menjadi gagal.
d.
Buah yang akan diperam jangan diekstraksi, namun dipertahankan lembab selama
penanganan di lapangan.
3.1.1. Mempertahankan viabilitas
Kebanyakan kerusakan pada benih karena perlakuan awal di lapangan
sangat erat kaitannya dengan kandungan kadar air. Sehingga penanganan kadar air
benih yang benar dapat membatasi terjadinya kerusakan.
Kandungan kadar air 10-20% pada waktu pengumpulan adalah normal pada
kebanyakan benih jenis ortodoks. Benih ortodoks yang belum masak pan benih
rekalsitran yang masak, kandungan kadar airnya sangat tinggi, dapat mencapai 3040%. Kadar air, baik pada serat daging buah, pada buah kering yang belum masak
buah yang dikumpulkan ketika cuaca lembab, atau benih yang secara alami
berkadar air tinggi pada saat masak (rekalsitran) sangat beresiko untuk mengalami
kerusakan. Kadar air tinggi merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan jamur
dan bakteri. Buah dan benih yang lembab melakukan respirasi, menimbulkan
panas dan membutuhkan oksigen. Jika oksigen berkurang karena aerasi tidak
mencukupi
timbul
fermentasi.
Persamaan
biokimia
dua
proses
yang
C6H12O6 + 6 O2
Fermentasi:
C6H12O6
Rekalsitran
Tipe buah
Penjagaan viabilitas
Dehiscent kering
Pengeringan (matahari)
Indehiscent kering
Pengeringan (matahari)
Pengeringan (matahari)
Buah berdaging
Buah berdaging
Penyimpanan lembab
Penghilangan daging,
penyimpanan lembab
Pengurangan berat
(ekstraksi)
Pengeringan-goyangsaring atau penyisihan
manual bagian buah
Pemukulan, pengirikan
saring atau buang bagian
buah secara manual
Pemanggangan-goyangsaring
Penghilangan daging
Buah batu atau drupe umumnya tidak mudah rusak karena proses
penghilangan daging buah mekanis, tetapi beberapa beri dan buah lunak lainnya
lebih sensitif. Daging buah yang masih sedikit menempel pada benih biasanya
tidak dihiraukan karena akan mongering setelah kulit exocarp dan kebanyakan
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006
USU Repository 2006
atau
kapasitas
pemrosesan
merupakan
penghambat
spesifik.
direndam kedalam air. Beberapa tipe benih dapat diekstraksi baik dalam kondisi
basah maupun kering.
Tabel 2. Ringkasan metode ekstraksi untuk bermacam-macam tipe buah
Tipe buah
Buah kering merekah, seperti polong, follicles,
Prosedur ekstraksi
Pengeringan diayak dalam drum/silinder
Pengeringan
benih
merekah
Buah serotinous (berserat keras) seperti buah
dalam drum
kering
pemutaran
dalam drum
Buah berdaging lunak mengandung serat tipis
Pengeringan
seperti Gmelina
diampelas/digosok
Perendaman diampelas/digosok
laju
pengurangan
kelembaban
mempengaruhi
penyimpanan
benih
bertujuan
memperoleh
keseimbangan
di
antara
Tabel 3. Klasifikasi fisiologis dalam hubungan dengan suhu dan kadar air
Benih
Ortodoks
Rendah
Rendah
Benih
intermediate
Rendah
Tinggi
Suhu rekalsitran
iklim sedang
Tinggi
Rendah
Benih rekalsitran
iklim sedang
Tinggi
Tinggi
Myrtaceae, Leguminosae,
Pinaceae, Casuarinaceae
Karakteristik benih
Karakteristik kemasakan
Dormansi
Tidak aktif
Rekalsitran
Banyak ditemui di iklim panas
dan lembab khususnya hutan
klimaks dari hutan tropika
basah dan mangrove, juga
ditemui di daerah iklim sedang
dan beberapa jenis daerah
kering
Dipterocarpaceae,
Rhizophoraceae, Meliaceae,
Artocarpus, Araucaria,
Triplochiton, Agathis,
Syzgium, Quercus
Tidak toleran terhadap
pengeringan dan suhu rendah
(kecuali pada beberapa jenis
rekalsitran iklim sedang).
Tingkat toleransi tergantung
jenis, biasanya 20-35% dan
12-15oC untuk jenis tropis
Dari beberapa hari untuk
rekalsitran ekstrim sampai
beberapa bulan untuk yang
lebih toleran
Umumnya medium hingga
besar dan berat
Penambahan berat kering
terjadi sampai saat benih jatuh.
Kadar air pada saat masak 3070% dengan variasi besar di
antara individu benih
Tidak ada dormansi atau
lemah. Kemasakan dan
perkecambahan terjadi dalam
selang waktu yang singkat
Aktif
Suatu group jenis yang dapat dikeringkan sampai kadar air cukup rendah
sesuai klasifikasi ortodoks, namun peka pada suhu rendah sebagai ciri benih
ortodoks disebut intermediate, contoh Swietenia macrophylla. Kelompok transisi
lain di dalam kelompok tersebut sering disebut sub-ortodoks dan sub-rekalsitran.
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006
USU Repository 2006
Pelunakan pericarp atau kulit biji terjadi selama perlakuan awal yang
lembab dan benih diberi perlakuan awal dengan stratifikasi lembab untuk
mengatasi musalnya dormansi suhu, umumnya dapat mengatasi dormansi
mekanis. Lama stratifikasi tergantung suhu, jenis dan tingkat dormansi, namun
umumnya berkisar antara tiga hingga lima minggu. Perlakuan awal larutan asam
umumnya dilakukan pada benih yang memiliki dormansi ganda (dormansi fisik
dan mekanis) misalnya pada Pterocarpus angolensis, di mana kecepatan
perkecambahan meningkat secara nyata dibanding dengan control dengan
perlakuan perendaman selama 12 menit dalam larutan asam sulfat.
Karena perlindungan terhadap benih seluruhnya dilakukan oleh penutup
buah yang keras, pericarp yang keras selalu berkaitan dengan benih yang mudah
rusak.
3. Dormansi fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau
kulit penutup buah yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas. Fenomena ini
sering disebut sebagai benih keras, meskipun istilah ini biasanya digunakan untuk
benih Leguminosae yang kedap air.Selain itu dormansi ini juga ditemui pada
beberapa anggota famili Myrtaceae (Eucalyptus dan Malaleuca), Cupressaceae
(Juniperus procera) dan Pinaceae (Pinus spp). Dormansi ini disebabkan pericarp
atau bagian pericarpnya. Dormansi ini paling umum ditemukan di daerah tropis
khususnya daerah arid.
Semua metode menggunakan prinsip yang sama yakni melubangi kulit biji
hingga air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung, kecuali jika dormansi
fisik dan mekanis terjadi bersamaan, penembusan pada suatu titik sudah cukup
memadai untuk peresapan air. Perlakuan awal secara manual terhadap individu
benih misalnya pengikisan atau pembakaran sangat efesien untuk mengatasi
dormansi tanpa merusak benih. Perlakuan awal terhadap benih individu yang
berbeda tingkat dormansinya pada suatu lot benih juga dapat menyebabkan
kerusakan pada benih dengan kulit tipis yang disebut over treatment. Bila
dormansi berhubungan dengan genotip, perlakuan dapat menyebabkan akibat-
juga
diketahui
dapat
meningkatkan
perkecambahan,
namun
mencegah
perkecambahan,
misalnya
dengan
menghalangi
proses
metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan. Gula dan zat lain dalam buah
berdaging mencegah perkecambahan karena tekanan osmose yang menghalangi
penyerapan. Selain gula banyak buah yang mengandung senyawa penghambat
seperti coumarin. Untuk mematahkan dormansi ini zat penghambat harus
dihilangkan. Dalam kondisi alami pembusukan atau pencucian oleh air hujan
secara bertahap mematahkan dormansi, namun proses alami ini berlangsung lama
dan menghasilkan perkecambahan yang tidak seragam. Pada benih Gmelina
arborea pencucian dalam air mengalir untuk membersihkan zat penghambat dapat
meningkatkan perkecambahan hingga 50-90%. Zat penghambat perkecambahan
lebih sulit dihilangkan setelah buah disimpan beberapa lama. Dengan demikian
pengupasan dini perlu dilakukan secepatnya untuk menghindari dormansi yang
lebih panjang.
Benih dapat diletakkan pada air mengalir selama 24 jam atau direndam
dalam air berganti-ganti. Setelah zat penghambat diencerkan secukupnya benih
mampu berkecambah. Pada Tectona grandis, perendaman dan pengeringan yang
dilakukan bergantian dapat menurunkan dormansi kimia secara perlahan dan pada
saat bersamaan dapat mematahkan dormansi fisik. Demikian pula stratifikasi yang
merupakan cara utama mematahkan dormansi suhu dapat mengurangi zat
penghambat.
5. Dormansi cahaya.
Sebagian besar benih dengan dormansi cahaya hanya berkecambah pada
kondisi terang sehingga benih tersebut disebut peka cahaya. Dormansi cahaya
umumnya ditemui pada pohon-pohon pionir. Ini dikendalikan melalui mekanisme
phytochrome biokimia.
Phytochrome muncul dalam dua bentuk Pr dan Pfr (r berarti merah/red, dan
fr berarti
merah jauh/far red) yang dapat dirubah secara bolak balik melalui radiasi
perkecambahan,
sedangkan
Pfr
memungkinkan
terjadinya
7. Dormansi gabungan
Bila dua atau lebih tipe dormansi ada dalam jenis yang sama, dormansi
harus dipatahkan baik melalui metode beruntun yang bekerja pada tipe dormansi
yang berbeda atau melalui metode dengan pengaruh ganda. Ini biasa diterapkan
pada kombinasi dormansi fisik dan mekanis. Bila dua tipe dormansi terjadi
bersama, beberapa metode yang bertujuan mematahkan dormansi fisik juga
dijalankan pada dormansi mekanis.
Fraxunis spp umumnya dikenal memiliki dua tipe dormansi yaitu dormansi
embrio yang sedang berkembang dan dormansi suhu. Dormansi embrio
dipatahkan dengan stratifikasi lembab panas, sedangkan dormansi suhu melalui
serangkaian stratifikasi lembab dingin. Pada Tectona grandis, dormansi fisik
bergabung dengan zat-zat penghambat dalam buah, selain itu benih memerlukan
suatu periode setelah pematangan yang harus dilakukan sebelum benih bereaksi
terhadap prosedur perlakuan lain. Jadi perlakuannya adalah perendaman dan
pengeringan bergiliran di tambah pemanasan matahari dengan jumlah siklus yang
bervariasi sebagai berikut:
a. Empat kali perendaman dan tiga kali pengereingan, masing-masing 30-35
menit untuk benih yang diskarifikasi
b. 5-10 siklus perendaman 1 hari dan penjemuran 3-5 hari
c. Bergiliran perendaman 24 jam dan pengeringan 24 jam selama 2 minggu.
Perendaman yang berlangsung lama dalam air mengalir berfungsi mencuci zat-zat
penghambat dan melunakkan kulit biji.
a. Perendaman dalam air
Perendaman dalam air tergenang atau mengalir merupakan metode
pencucian zat-zat yang menghambat dalam buah dan benih. Perendaman dalam air
selama 6 hari ditemukan cocok untuk alternative perendaman dan pengeringan
untuk
mengatasi
dormansi
fisik
dalam
Tectona
grandis.
Meskipun
perendaman dalam air (12-24 jam sebelum tanam). Perendaman lebih dari 1 hari
sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan anoksia. Bila perlu perendaman
lebih lama, air sebaiknya diganti teratur.
b. Perlakuan hormon atau kimia
b.1. Zat pengatur tumbuh
Asam giberellic (GA) adalah kelompok hormone tanaman yang ada secara
alami. Ia berperan dalam proses awal perkecambahan melalui aktivitas produksi
enzim dan pengangkutan cadangan makanan. Dalam hubungannya dengan
dormansi GA mengatur pengaruh zat-zat penghambat seperti coumarin, atau
ABA. Penggunaan asam giberelline (biasanya GA3) berpengaruh mengatasi
dormansi suhu, dormansi cahaya dan dormansi yang diakibatkan oleh zat
penghambat. GA juga berpengaruh positif dalam perkembangan tunas dan vigor.
Benzyl adenine (BA), adalah hormone tanaman sintetik dari kelompok
sitokinin. Sitokinin penting dalam pembelahan sel. Interaksi antara sitokinin dan
hormon tanaman lain, auksin berpengaruh bagi perbanyakan tanaman yaitu: ratio
auksin/sitokinin yang tinggi mendukung perkembangan akar dan perkembangan
pucuk. Penggunaan sitokinin juga mendorong perkecambahan, namun karena
pengaruh perkembangan pucuk sangat spesifik, perkecambahan dan pertumbuhan
semai menjadi abnormal, di mana benih yang diberi perlakuan sitokinin kadang
berkecambah dengan pucuk sebelum akar. Sitokinin juga mampu mengatasi
dormansi suhu tanaman.
Senyawa nitrogen. Potasium nitrat (KNO3) merupakan salah satu
perangsang perkecambahan yang sering digunakan. KNO3 digunakan baik dalam
hubungannya dengan pengujian, dan dalam operasional perbanyakan tanaman.
Thiourea, memiliki pengaruh merangsang terhadap pematahan dormansi
melalui pengaktifan kembali pengaruh zat penghambat, contoh ABA. Thiourea
efektif dalam mengatasi dormansi cahaya dalam sejumlah benih yang peka
cahaya. Pada iklim sedang ia biasa digunakan untuk jenis Quercus, Larix dan
Picea menggantikan stratifikasi.
b.2. Priming
Priming
merupakan
metode
mempercepat
dan
menyeragamkan
kelembaban
merupakan
tiga
faktor
utama
yang
mempengaruhi
dorman secara metabolic aktif, yakni aktivitas dehydrogenase, yakni enzim yang
menjadi dasar uji viabilitas tetrazolium. Selama fase ini benih memindahkan
cadangan makanan yang tersimpan seperti protein, pati dan enzim metabolik
menjadi aktif. Karena proses metabolik memerlukan oksigen, kelebihan
kelembaban dak kadar oksigen yang rendah di sekitar benih dapat menghambat
proses perkecambahan dan perkecambahan benih akan terlambat atau benih
membusuk.
Setelah fase masa proses yang berjalan lambat, benih memasuki
pemanjangan dan mitosis sel pertama selagi menghasilkan penonjolan bakal akar,
kemudian timbul epikotil, hipokotil, dan kotiledon. Pada benih yang mengering,
penyerapan awal dikaitkan dengan kebocoran hidrolit (gula, asam amino, dll) dari
benih yang disebabkan pecahnya membran sel dalam benih yang mengering. Pada
benih yang sehat kebocoran berlangsung singkat karena selaput sel cepat
memperbaiki diri. Diferensiasi morfologi embrio umumnya berlangsung selama
pematangan. Pada saat perkecambahan dimulai semua struktur penting dalam
embrio tumbuh dan perkembangan struktur tersebut sebagian besar terjadi melalui
pembelahan dan pembesaran sel. Perkecambahan normal di mulai dengan
penonjolan akar, diikuti pemanjangan bagian sumbu embrio yang berkembang
menjadi batang utama. Terdapat dua tipe perkecambahan awal dari suatu
kecambah tanaman yaitu:
a. Tipe epigeal (epigeous) di mana munculnya radikula diikuti dengan
pemanjangan hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan
plumula ke atas permukaan tanah, contoh kacang merah (Phaseolus vulgaris),
pinus (Pinus spp), dll.
b. Tipe hypogeal (hypogeous), di mana munculnya radikula diikuti dengan
pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah,
sedangkan kotiledon tetap tinggal di dalam kulit biji di bawah permukaan
tanah, contoh: jagung (Zea mays), dll.
5.3. Kondisi lingkungan selama pertumbuhan
Benih yang berkecambah mudah rusak, khususnya pada fase akhir
perkecambahan. Karena penyerapan perupakan proses fisik, benih dapat
menyerap air dan mongering tanpa mengalami kerusakan.
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006
USU Repository 2006
Kelembaban
Air mutlak diperlukan untuk perkecambahan, walau demikian air berlebihan
hampir selalu merusak karena air cenderung menggantikan udara tanah dan
menyebabkan kepadatan yang pada akhirnya membatasi respirasi. Kelebihan air
juga dapat mendorong perkembangan penyakit akibat jamur (damping off).
Tekstur tanah yang baik, sangat penting untuk keseimbangan udara dan air.
Aerasi
Aerasi yang baik penting untuk mempermudah akar melakukan respirasi.
Aerasi sangat erat kaitannya dengan struktur dan kondisi kelembabantanah.
Kelebihan air menyebabkan buruknya aerasi yang mengakibatkan kerusakan
tanaman. Pemadatan permukaan tanah dapat juga mengurangi pertukaran udara.
Cahaya
Benih dengan dormansi cahaya akan berkecambah dalam cahaya pada
kondisi cahaya antara merah dan merah jauh, seperti sinar matahari langsung. Di
alam rangsangan cahaya untuk mengatasi dormansi selalu tersedia selama
perkecambahan yakni dengan mengecambahkan benih yang peka cahaya dalam
media cahaya. Dormansi cahaya dapat timbulhanya setelah terjadi periode
penyimpanan gelap yang lama dan ini hanya terjadi jika benih telah menyerap air.
Media
Struktur fisik media di mana benih berkecambah adalah sangat penting
untuk proses perkecambahan dan pertumbuhan awal anakan. Struktur tanah yang
remah akan menjamin hubungan yang baik antara benih dan tanah sehingga air
dapat tersedia, struktur juga harus dapat menyediakan aerasi yang cukup untuk
respirasi akar. Pada waktu yang sama struktur harus dapat mempermudah akar
melakukan penetrasi. Tekstur tanah liat medium, tidak terlalu berpasir dan tidak
terlalu halus menghasilkan kondisi perkecambahan yang terbaik
VI. PUSTAKA
Allessio, M. Leck, V. Thomas Parker, R.L. Simpson. 1989. Seed
Banks: General Concepts and Methodological Issues. Ecology of
Soil Seed Banks. Academic Press Inc. San Diego California.
USA. pp 3-21.
Kimmins. J.P., 1987. Forest Ecology. The University of British Columbia.
Macmillan publishing Company. New York. Collier Macmillan publisher.
London. 531 p.
Schmidt. L., 2000. Guide to Handle of Tropical and Subtropical Forest Seed.
Danida Forest Seed Centre. Denmark. 511 p.
Spurr S.H. and B.V. Barnes, 1980. Forest Ecology. John Wiley and Sons, Third
edition. 686 p.
Sutopo. L., 1985. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
CV. Rajawali. Jakarta. 247 hal.Inc.USA.