Anda di halaman 1dari 19

III.

FENOMENA ALIRAN SUNGAI


3.1. Pengantar
Pada bab ini akan ditinjau permasalahan dasar terkait dengan penerapan ilmu
hidrologi (analisis hidrologi) untuk perencanaan bangunan di sungai. Penerapan ilmu
hidrologi dalam rangka kegiatan perencanaan bangunan sungai atau bangunan air
pada umumnya adalah untuk mendapatkan data dasar perancangan. Salah satu
besaran rancangan yang penting adalah besarnya debit maksimum yang perlu
dipertimbangkan untuk penetapan kapasitas ataupun ketahanan/kekuatan bangunan
air yang dipasang/dibangun di alur sungai. Besaran ini umumnya dinyatakan dalam
debit banjir rancangan (design flood) yang diartikan sebagai besarnya aliran sungai
maksimum yang diperkirakan dapat terjadi di lokasi bangunan air selama periode
perancangan (design flood). Istilah periode perancangan dalam hal ini dikaitkan
dengan umur teknis rencana dan bangunan air yang dibuat tersebut, yaitu periode
waktu dimana bangunan air tersebut diharapkan dapat berfungsi dengan baik.
Besarnya debit rancangan yang diperoleh melalui analisis hidrologi merupakan
analisis penting dalam analisis selanjutnya. Sebagai contoh untuk kasus jembatan,
ukuran, dimensi, tata letak bangunan-bangunan bagian dan konstruksi jembatan akan
tergantung pada tinggi muka air banjir. Selain itu untuk perencanaan bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan atau sungainya sendiri, diperlukan besaran debit
dominan. Besaran ini merupakan parameter utama dalam kaitannya dengan analisis
yang menyangkut proses morfologi sungai seperti penggerusan dasar dan tebing
sungai akibat adanya angkutan sedimen. Penentuan letak dasar pilar, pondasi
jembatan, macam dan tipe serta tata letak konstruksi perletakan jembatan, dan
bangunan-bangunan pengaman lainnya akan sangat dipengaruhi oleh perilaku
hidraulik sungai pada debit dominan tersebut. Dalam hal ini, penentuan nilai debit
dominan merupakan proses analisis tersendiri yang memerlukan informasi data debit
aliran untuk periode yang relatif panjang.
3.2. Konsep Umum Fenomena Aliran Sungai
Pada dasarnya, analisis hidrologi untuk menentukan besarnya debit banjir
rancangan dan debit dominan tersebut merupakan pemahaman kuantitatif terhadap
proses yang terjadi pada DAS yang ditinjau. Dalam hal ini yang diinginkan adalah nilai
aliran debit maksimum atau debit dominan yang dapat ditelusuri berdasarkan

Universitas Gadjah Mada

pemahaman
mahaman hubungan kuantitatif antara
antara beberapa faktor penyebab terjadinya aliran
dengan besarnya aliran sungai tersebut.
Dalam konteks hidrologi dapat dinyatakan bahwa
bahwa upaya tersebut merupakan
pemahaman
aman terhadap proses pengalihragaman (transformasi)
(
dan satu set masukan
menjadi satu set keluaran pada suatu sistem hidrologi, yaitu sistem DAS. Masukan
dalam pengertian ini dapat berupa hujan, sedangkan keluaran adalah aliran sungai
yang terjadi pada DAS dengan berbagai karakteristik fisiknya membentuk ssistem DAS
yang dapat memberikan hubungan spesifik antara hujan dan aliran. Umumnya
keluaran sistem DAS tersebut dinyatakan dalam bentuk hidrograf, yaitu grafik
hubungan antara waktu dan debit aliran. Konsep ini secara skematis ditunjukkan pada
Gambar 3.1.

Konsep dasar untuk dapat memahami masalah aliran sungai,


sungai, akan selalu
berangkat dari pengertian daur hidrologi, yaitu penjelasan tentang berbagai proses
hidrologi yang umum berlaku pada suatu sistem DAS. Secara skematis daur hidrologi
telah dilukiskan seperti pada Gambar 1.1. Penjelasan lebih lanjut mengenai daur
hidrologi adalah sebagai berikut.
Sumber tenaga atau energi untuk dapat terjadinya penguapan adalah panas
matahari.. Dengan adanya tenaga tersebut dapat terjadi penguapan, baik dan
permukaan tanah, dan permukaan tumbuhan dan penguapan dan tubuh air. Umumnya
dibedakan dengan istilah evaporasi yaitu penguapan dan permukaan air dan
transpirasi yaitu penguapan dari permukaan tumbuhan. Air yang diuapkan ini dapat
membentuk awan yang jika kondisi klimatologinya memungkinkan akan dapat terjadi

hujan. Air hujan ini sebagian ada yang diuapkan kembali sebelum mencapai
permukaan tanah, dan sebagian akan jatuh ke permukaan tanah yang kita kenal
dengan pengertian hujan yang dapat diukur dengan alat penakar hujan.
Air hujan di permukaan tanah akan terinfiltrasi dan apabila jumlahnya cukup
besar akan dapat menyebabkan terjadinya limpasan permukaan. Sebelum sejumlah air
hujan yang jatuh di permukaan tanah akan menjadi limpasan, terjadi peristiwa
intersepsi, penguapan dan pengisian cekungan (depression storage). Bagian air yang
menjadi limpasan permukaan (surface runoff) akan terkumpul pada saluran-saluran
kecil yang selanjutnya akan masuk ke sungai sebagai bagian dan debit aliran sungai.
Air yang tertampung di cekungan akhimya akan menguap dan terinfiltrasi. Limpasan
permukaan akan terkumpul di saluran-saluran kecil kemudian mengalir ke sungai dan
akhimya menuju laut.
Air yang masuk ke tanah melalui infiltrasi akan mengalami berbagai proses.
Sebagian akan langsung diuapkan jika transfer dan dalam tanah ke permukaan
memungkinkan. Oleh tanaman, air yang teninfiltrasi dapat pula ditransfer ke atmosfer
melalui proses transpirasi. Sisa air infiltrasi akan mengisi kekurangan lengas tanah dan
jika jumlahnya cukup besar akan dapat memberikan masukan ke tampungan air tanah
dan sebagian dapat mengalir secara mendatar yang disebut dengan aliran antara
(interfiow). Laju aliran pada tampungan air tanah akan menyebabkan terjadinya aliran
dasar (base flow).
Dari pengertian tentang daur hidrologi tersebut dapat diketahui bahwa aliran
yang terukur di sungai terdiri dan unsur-unsur aliran berikut:
a. limpasan permukaan,
b. aliran antara (interfiow),
c. aliran dasar (base flow)
d. curah hujan yang jatuh pada sungai (channel rainfall).
Terlihat dan penjelasan tersebut bahwa daur hidrologi merupakan konsep yang
sederhana, namun pada kenyataannya di alam terjadi hal-hal yang sangat kompleks.
Aliran yang terjadi di sungai dapat didekati dengan penelusuran dari elemen-elemen
alirannya yaitu aliran permukaan, aliran antara dan aliran dasar.
Dalam konteks analisis debit banjir ekstrim atau debit banjir maksimum, maka
dapat dilakukan pendekatan praktis dengan memisahkan bagian air yang terinfiltrasi
dan yang menjadi limpasan atau runoff. Pendekatan ini ditetapkan dalam penggunaan
metode rasional untuk menghitung debit maksimum. Penjelasan lebih rinci tentang
cara tersebut dapat dilihat pada uraian di bab selanjutnya.

Universitas Gadjah Mada

3.3. Hubungan antara Hujan, Parameter DAS dan Aliran


Dengan konsep dasar seperti diuraikan di atas, dapat difahami bahwa peristiwa
banjir atau aliran besar pada sungai pada umumnya akan terkait dengan peristiwa
hujan dan parameterr DAS. Fenomena penting yang harus
harus dipahami dengan benar
adalah bagaimana proses terjadinya pengalihragaman hujan yang jatuh pada suatu
DAS tertentu menjadi aliran di alur sungai. Proses ini akan sangat tergantung dan sifat
hujan dan karakteristik parameter DAS. Pengaruh parameter fisik DAS terhadap
karakteristik aliran dijelaskan sebagai berikut ini.
1.

Bentuk DAS
DAS yang
g mempunyai bentuk lebar akan menunjukkan ciri debit aliran puncak

lebih besar daripada debit aliran puncak pada DAS yang memanjang. Pada DAS yang
berbentuk memanjang, waktu untuk terjadinya akumulasi aliran penuh akibat curah
hujan akan lebih lama, sehingga
sehingga bentuk hidrograf cenderung akan lebih landai dengan
waktu terjadinya debit puncak lebih besar. Untuk lebih jelasnya keterangan tersebut
dapat dilihat
lihat pada Gambar 3.2 berikut ini.
ini

2. Luas DAS
Debit puncak untuk setiap satuan DAS akan lebih besar pada DAS dengan luas
kecil. Hal ini dapat disebabkan faktor losses dan reduksi yang umumnya lebih besar
pada DAS yang luas. Misal akibat adanya danau atau rawa.

3. Topografi
Pada DAS dengan kemiringan tanah dan alur sungai yang besar akan
menunjukkan ciri debit puncak
cak yang besar. Hal ini disebabkan proses pengatusan
aliran permukaan yang lebih cepat akibat kemiringan yang besar tersebut.
4. Geologi
Pengaruh faktor geologi pada DAS terutama menyangkut besarnya laju infiltrasi
dan evaporasi. Pada DAS dengan kondisi geologi
geologi yang menunjukkan sifat tanah yang
rapat, nilai infiltrasi akan kecil, sehingga pada waktu terjadi hujan akan menyebabkan
adanya aliran permukaan yang besar. Sebaliknya pada DAS dimana struktur tanah
dan batuannya mempunyai sifat permeabilitas yang besar,
besar, jumlah air hujan yang
terinfiltrasi akan cukup besar sehingga akan mengurangi potensi aliran permukaan
yang terjadi akibat hujan.
5. Kerapatan jaringan kuras
Kerapatan jaringan kuras dinyatakan dengan panjang alur sungai per satuan luas
DAS. Pada DAS dengan sungai yang mempunyai banyak anak sungai, berarti
kerapatan jaringan kurasnya besar dan proses pengatusan lebih cepat, sebab air
limpasan permukaan segera akan tertampung pada alur-alur
alur alur sungai. Dengan demikian
debit aliran puncaknya akan lebih besar dibanding debit aliran puncak yang terjadi
pada DAS dengan kerapatan jaringan kuras kecil dan waktu untuk mencapai debit
puncak lebih cepat. ilustrasi pengaruh kerapatan jaringan kuras terhadap debit puncak
ditunjukkan pada Gambar 3.3.

6. Tataguna lahan
Faktor tataguna lahan pada DAS memberikan pengaruh cukup dominan.
Macam penggunaan lahan akan sangat menentukan besarnya losses akibat infiltrasi
dan besarnya koefisien limpasan permukaan. Perubahan tataguna lahan dapat
menyebabkan perubahan nilai koefisien limpasan permukaan (koefisien aliran) dan
kerapatan jaringan kuras. Sebagai contoh pada DAS yang semula sebagian besar
berupa hutan dan persawahan, kemudian berubah menjadi lahan pemukiman, akan
menunjukkan ciri perubahan debit puncak aliran banjir menjadi meningkat.
3.4. Hidrograf Satuan
Salah satu sifat spesifik DAS terkait dengan pemahaman proses pengalihragaman
hujan aliran adalah hidrograf satuan. Keterangan lebih rinci tentang hidrograf satuan
DAS diuraikan sebagai berikut mi.
3.4.1. Pengertian Umum
Hidrograf satuan (unit hydrograph) didefinisikan sebagai hidrograf limpasan
langsung (direct runofi) akibat hujan efektif merata di seluruh DAS dengan intensitas
tetap dengan durasi dan kedalaman tertentu (satu satuan). Dengan definisi tersebut
mengartikan bahwa hidrograf satuan merupakan tanggapan DAS secara menyeluruh
dalam bentuk aliran (hidrograf) akibat masukan berupa hujan yang dideskripsikan
dengan satuan tinggi dan durasi tertentu. Sifat DAS ini berlaku tetap pada suatu DAS
tertentu

dan

merupakan

representasi

karakteristik

tertentu

dalam

proses

pengalihragaman hujan menjadi aliran.


Konsep ini merupakan pendekatan mendasar yang dapat dikembangkan untuk
perhitungan banjir rancangan (Sherman, 1932). Gambar 3.4 menyajikan skema
ilustrasi pengertian tentang hidrograf satuan suatu DAS serta penggunaannya dalam
hitungan banjir rancangan.

Universitas Gadjah Mada

Beberapa anggapan dasar (postulat) yang berlaku pada penggunaan teori


hidrograf satuan adalah sebagai berikut ini.
a. Hujan dianggap merata seluruh DAS dengan intensitas seragam dan tetap dalam
satuan durasi yang ditetapkan.
b. Hubungan antara hujan dan aliran bersifat linier (linear system).
c. Hubungan antara hujan dan aliran pada proses pengalihragaman di DAS tidak
tergantung pada waktu kejadian (time invariant).
d. Waktu dasar (base time) hidrograf satuan tetap.
3.4.2. Hidrograf Satuan Terukur
Hidrograf satuan suatu DAS dapat diperoleh dengan suatu analisis hitungan
berdasarkan data hujan jam-jaman dan hidrograf (debit rerata jam-jaman) akibat
kejadian hujan tercatat. Penentuan hidrograf satuan tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa metode hitungan sebagai berikut:
a. persamaan polinomial,
b. cara Collins
c. jumlah kuadrat terkecil (least square method),
d. algoritme optimasi.
1. Hitungan hidrograf satuan dengan cara persamaan polinomial
Berikut diberikan contoh hitungan hidrograf satuan dengan cara persamaan
polinomial yang menggunakan keempat postulat seperti disebutkan di uaraian
terdahulu.
Data
Pada satu DAS seluas 75,6 km2 terjadi hujan merata selama 4 jam berturutturut sebesar 13 mm, 15 mm, 12 mm dan 8 mm. Akibat hujan tersebut terjadi
perubahan debit aliran di sungai terukur seperti pada Tabel 3.1 di bawah. Dengan
ketersediaan data tersebut, tentukan hidrograf satuan di DAS dengan menggunakan
cara persamaan polinomial.

Universitas Gadjah Mada

VLL = [(11+27+47+56.5+48.5+33.5+18.5+8) (8x5) ] x 3600 = 756000 m3.


Pef = VLL/A = 756000 x 103 / (75.6 x 106)= 10 mm.
Misal

index < 8 mm/jam:


index = [(13+15+12+8) -10)] / 4 = 9.5 mm/jam.Tidak benar !!

Misal 8 <

index < 12 mm/jam:


index = [(13+15+12) 10)] / 3 = 10 mm/jam ..Anggapan benar !!
index = 10 mm/jam.

(2) Menentukan hujan efektif


Jam ke 1: P1 efektif = 13 - 10 = 3 mm.
Jam ke 2: P2 efektif = 15 - 10 = 5 mm.
Jam ke 3: P3 efektif = 12 -10
10 = 2 mm.

(3) Menurunkan hidrograf satuan


Hitungan hidrograf satuan dilakukan dengan cara tabulasi agar lebih sederhana
penyelesaiannya, seperti disajikan pada Tabel 3.2.

Keterangan:
1) QHLL = U3(t) + U5(t-1) + U2(t-2)
2) Contoh: 22.0 = U3(t) + 10.0 + 0.0, maka U3(t) = 12.0
3) Hidrograf satuan (UH) adalah U1(t) = U3(t) / 3 (m3/dt)
2. Hitungan hidrograf satuan dengan cara Collins
Hitungan hidrograf satuan dengan cara persamaan polinomial praktis tidak
akan dapat diterapkan untuk kasus nyata di lapangan. Tingat ketelitian hasil
pengukuran data AWLR
LR dan debit sangat terbatas dari asumsi prinsip linieritas sistem
DAS untuk hubungan hujan dan aliran tidak sepenuhnya dapat dipenuhi. Pendekatan
lain adalah dengan cara Collins, yaitu dengan prosedur iterasi yang diawali dengan
sebuah hidrograf satuan
tuan hipotetik sebagai masukan awal hitungan iterasi. Proses
iterasi ditetapkan dengan pendekatan konvergensi nilai volume hidrograf satuan.
Meskipun demikian, prosedur hitungan tetap didasarkan pada prinsip superposisi dan
linieritas hubungan hujan dan aliran
al
dalam sistem DAS.
Cara Collins mensyaratkan pemilihan kasus berupa hidrograf tunggal, semata mata
ata agar proses hitungan lebih sederhana dan tidak memakan waktu. Prosedur
penetapan
tapan hidrograf satuan cara Collins dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

(1) Dipilih kasus hujan dan rekaman AWLR (hidrograf tinggi muka air tunggal) yang
terkait. Selanjutnya ditetapkan hidrograffiya dengan menggunakan liku kalibrasi
yang berlaku.
(2) Hidrograf limpasan langsung diperoleh dengan memisahkan aliran dasar dan
hidrograf tersebut. Selanjutnya hujan efektif ditetapkan dengan (misalnya) indeks ,
sedemikian sehingga volume hujan efektif sama dengan volume hidrograf
limpasan langsung.
(3) Hidrograf satuan hipotetik ditetapkan tidak dengan ordinat ordinat yang belum
diketahui, akan tetapi hidrograf satuan hipotetik yang pasti ditetapkan dengan
ordinat ordinatnya. Tidak ditemukan prosedur atau pedoman tentang hidrograf
satuan ini, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa sebaiknya hidrograf
satuan ini paling tidak mempunyai yang mirip dengan karakter hidrograf satuan
yang sebenamya.
(4) Semua hujan efektif yang terjadi, kecuali bagian hujan efektif maksimum,
ditransformasikan dengan hidrograf satuan hipotetik tersebut, dengan demikian
akan diperoleh sebuah hidrograf.
(5) Apabila hidrograf terukur dikurangi dengan hidrograf yang diperoleh dari butir (4),
maka yang akan diperoleh adalah hidrograf yang ditimbulkan oleh hujan
maksimum. Dengan demikian, maka hidrograf satuan 1 mm/jam baru dapat
diperoleh dengan membagi semua ordinat hidrograf ini dengan intensitas hujan
maksimum. Hidrograf satuan yang diperoleh terakhir ini dibandingkan dengan
hidrograf satuan hipotetik. Apabila perbedaan keduanya telah lebih kecil dari
patokan (kriteria) yang ditetapkan, maka hidrograf satuan ini telah dianggap benar.
Akan tetapi apabila perbedaannya masih lebih besar dari patokan yang ditetapkan,
maka prosedur pada butir (4) diulangi lagi, dengan menggunakan hidrograf satuan
yang yang diperoleh dan butir (5) ini.
(6) Prosedur ini diulang terus sampai akhirnya hidrograf satuan terakhir yang tidak
berbeda banyak (tidak melebihi patokan perbedaan yang telah ditetapkan).
Contoh Soal : Diambil dan Analisis Hidrologi, Sri Harto (1993)
Pada tanggal 23 Pebruari 1976 di DAS Progo di Kranggan seluas 4 11,67 km2
terjadi hujan selama 5 jam masing masing 15.00 mm, 15.00 mm, 11.70 mm, 0.45
mm, dan 0.15 mm. Hujan tersebut menimbulkan hidrograf banjir seperti pada Tabel
3.3. Untuk keperluan perancangan diperlukan hidrograf satuan. Urutan yang dilakukan

Universitas Gadjah Mada

adalah merujuk pada cara Collins.


Collins. Hitunglah hidrograf satuan pada DAS tersebut
dengan menggunakan cara Collins.

Penyelesaian
(1) Menentukan aliran dasar (base flow)
Base flow ditentukan dengan cara menarik garis lurus pada awal sisi naik dan
pada akhir sisi turun diperoleh persamaan aliran dasar pada jam ke t sebagai
berikut:
Qt = 14.59 + 0.36 16667 * (t-1).
(t
Aliran dasar hasil hitungan ditampilkan pada tabel 2 kolom 3.
(2) Menentukan curah hujan efektif (Re) dan Phi Index ( )
-

Dari hasil hitungan diperoleh Volume Limpasan Langsung (VLL) =


5 113746.000 m3 (hitungan lihat pada Tabel 3.4)

Luas DAS = 411.67 km2

Data hujan selama 5 jam : 15.00 mm, 15.00 mm, 11.70 mm, 0.45 mm dan
0.15 mm.

Tinggi curah hujan efektif total (Re) dihitung sbb.:


sbb
Re * Luas DAS = Volume Limpasan Langsung (VLL)

Re =

Volume Limpasan Langsung


LuasDAS

Re =

5.113.746
411.67*1000

= 12422 mm

Menentukan curah hujan efektif untuk masing - masing jam dengan cara coba
- ulang. Diambil 2 curah hujan terbesar yaitu 15.00 mm dan 15.00 mm, selisih
dengan curah hujan terbesar berikutnya adalah (15.00 11.70) = 3.30 mm.*2
= 6.60 mm.

Selisih = 12.422 mm - 6.60 mm = 5.822 mm, terdistribusi pada 3 jam sehingga


angka selisih tersebut dibagi 3 = 5.822 mm /3 = 1.94 1 mm.

Dengan demikian Curah hujan efektif yang diperoleh untuk masing masing
jam adalah sbb:
Re1 = 3.30 mm + 1.941 mm = 5.241 mm.
Re2 = 3.30 mm+ 1.941 mm = 5.241 mm.
Re3 =1.941 mm.
Angka Phi Index ( ) = 15.00 - 5.241 = 9.759 mm.

Gambar 3.5 menyajikan grafik hubungan antara hujan dan debit terukur serta
pemisahan aliran dasar (base
base fiwo).
fiwo

(3) Menentukan hidrograf satuan.


-

Hidrograf satuan dihitung dengan cara coba ulang untuk beberapa kali trial
diperoleh hasil hidrograf satuan yang dianggap memenuhi syarat seperti
ditampilkan pada tabel hitungan (Tabel 3.5).

Hidrograf satuan awal ditetapkan dengan debit sembarang dengan jumlah


ordinat debit (n) = np, - nq +1 = 31 3 + 1 = 29 ordinat
at (dimana np adalah
jumlah ordinat hidrograf terukur dan nq adalah jumlah periode hujan jam
jaman.
Table 3.4. Hitungan base flow dan volume limpasan langsung

3.4.3. Hidrograf Satuan Sintetik


Apabila data tidak tersedia cukup untuk penurunan hidrograf satuan cara
analitis (terukur), maka dapat dilakukan pendekatan dengan cara menetapkan
hidrograf satuan sintetik (HSS). HSS suatu DAS dapat diperoleh berdasarkan sifat dan

karakteristik DAS yang terukur.


erukur. Beberapa rumus empiris telah banyak dikembangkan,
antara lain cara Nakayasu, Snyder, Clark,
Clar SCS dan HSS Gama-I.
Dari kelima metode tersebut yang secara spesifik dirumuskan berdasarkan data
DAS di Indonesia (Jawa dan Sumatera) adalah metode HSS Gama-I
Gama I (Sri Harto, 1985).
Berikut diberikan uraian tentang teori HSS Gama-I.
Gama
1.

Bentuk tipikal HSS Gama-I


Gama
Bentuk tipikal HSS Gama-I
Gama ditandai dengan para meter waktu naik (time
time of rise),
rise

waktu dasar (base time)) dan debit puncak (peak


(
discharge) seperti pada gambar di
bawah.

2. Sifat-sifat
sifat DAS untuk hitungan HSS Gama-I
Gama
Parameter HSS Gama-II tersebut nilainya sangat dipengaruhi oleh beberapa sifat
DAS sebagai berikut ini.
a. Faktor-sumber
sumber (SF), yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai
sungai-sungai
tingkat satu denganjumlah
anjumlah panjang sungai semua tingkat.
b. Frekuensi-sumber
sumber (SN), yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai
sungai-sungai
tingkat satu clenganjumlah pangsa sungai semua tingkat.
c. Faktor-simetri
simetri (SIM), ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan
luas relatif DAS sebelah hulu (RUA).
d. Faktor-lebar
lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dan titik di
sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur dan titik di sungai yang
berjarak 0,25 L dan tempat pengukuran.

e. Luas relatif DAS sebelah hulu (RUA) adalah perbandingan antara luas DAS
sebelah hulu garis yang ditarik melalui titik di sungai terdekat dengan titik berat
DAS dan tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan titik tersebut dengan
tempat pengukuran, dengan luas DAS total (A).
f.

Jumlah pertemuan sungai (JN) yang besarnya sama dengan jumlah pangsa
sungai tingkat satu dikurangi satu.

g. Kerapatan jaringan kuras (D), yaitu panjang sungai persatuan luas DAS (km/km2)
3. Rumus-rumus empiris untuk hitungan HSS Gama-I
Rumus-rumus empiris untuk menentukan parameter HSS Gama-I adalah sebagai
berikut ini:

TR = 043

L
100SF

+1,0665 SIM + 1,2775

QP = 0,1 836 A 0,5884 JN 0,238I TR

0,4008

TB = 27,4 132 TR0,1457 S-0,0986 SN0,7344 RUA0,2574


K = 0,56 17 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452
= 10,4903 - 3,859.10-6 A2 + 1,6985 .10-13
QB = 0,4751 A6444 D943

Dengan pendekatan teori hidrograf satuan ini dapat dilakukan hitungan banjir
cangan dengan asumsi bahwa kala ulang banjir rancangan sama dengan kala ulang
hujan rancangan. Skema prosedur hitungan banjir rancangan tersebut ditunjukkan
pada Gambar 3.9 di bawah ini.

Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai