Penguasa-penguasa lokal Asia Tenggara segera mengenalkan kebudayaankebudayaan India yang kompleks sumber-sumber kekuatan spiritual yang tak
terbayangkan sebelunya, penyembahan kepada Wishnu dan Shiwa serta Buddha,
system baru dalam berkomunikasi dengan symbol-simbol tertulis, seni India, dan
kasusastraan India. Di Jawa dan Malaya, raja-raja memerintahkan para sastrawan
(pujangga) mengabsahkan pemerintahan mereka dengan menciptakan hubunganhubungan khayal dengan kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau hingga mereka
bisa mendapatkan imbunan kekuatan spiritual dari nenek moyang mereka.
Di Jawa, Bali, Malaya, Burma, Thailand, Kamboja, dan Laos, dimana
kebudayaan India diasimilasikan sepenuhnya, seni pertunjukan sangat dan selamanya
terpengaruh. Ada empat aspek kebudayaan India yang dalam hal ini paling penting,
yaitu; Brahmanisme, terutama pemujaan kepada Shiwa yang memberi dasar
keagamaan bagi pertunjukan-pertunjukan teatrika, kesusastraan wiracarita India,
terutama Ramayana dan Mahabharata, yang menjadi sumber umum bagi bahan
dramatic; cerita Kelahiran Buddha (cerita Jakarta) yang diperkenalkan bersama-sama
dengan buddhisme Hinayana; dan tari India yang tersebar hampir keseluruh daerah
Aasia Tnggara.
Ada sebuah golongan khusus dari resitator yang bernama sutapauranikas
yang meresitasi di hadapan jemaah manusia sangat banyak yang berkumpul pada
waktu-waktu berkorban, dan praktik yang sama berkumpul dibawa masuk ke Asia
Tenggara.
Elemen vital dari brahmanisme dipercaya pada kelembagaan raja-dewa. Raja
dianggap sebagai dewa yang hidup, seorang manusia yang di dalamnya adalah
seorang dewa Hindu, biasanya Shiwa atau Wishnu yang berinkarnasi. Raja-dewa
adalah pelindung ilahi dari masyarakat. Ia menguasai kekuasaan secara total, politis,
sosial, dan keagamaan, serta kepadanya ditunjukan semua aspirasi masyarakat.
Ketika kontak ritual disempurnakan sebagai sebuah pertunjukan teatrikal, animisme
dan hinduisme terpadu menopang perkembangan seni pertunjukan.
Penguasa Khmer atau Jawa adalah manusia yang sekaligus dewa. Pada salah
satu tersamar adalah tugas dari harem gadis-gadis penarinya untuk melayaninya.
Tari, resitasi, da pertunjukan-pertunjukan dramatik yang disajikan di istanaistana yang baru saja dIndiakan di Asia Tenggara semuanya mengambil tradisi
wiracarita besar India sebagai bahan pokok merka. Baris-baris pembuka dari sebuah
lakon yang berdasar pada Ramayana yang secara tradisional dipertunjukan di Assam
dan dipercaya oleh Ghoh sebagai sebuah peninggalam dari suatu bentuk sangat awal
dari seni pertunjukan India.
Di bagian benua Asia Tenggara, Ramayana menyediakan materi bagi tari dan
drama tari (dance-plays) yang berkembang di istana-istana. Ramayana memang
panjang tetapi ceritanya terdiri dari tujuh buku dalam syair Sanskrit yang terkenal
yang di kaitkan dengan Valmiki (sekitar 100-400 S.M.).
Mahabharata adalah sebuah wiracerita yang lebih komplekssekali dari pada
Ramayana. Ini sebagian karena Mahabharata empat kali panjangya, oleh karenanya
memiliki pemeranan yang lebih luas karakter-karakternya dan lebih banyak episode.
Di pulau Jawa dan Bali, Mahabharata kepdapatan menyajikan tema-tema
dramatic utama bagi tari dan drama yang tua, persis seperti Ramayana di bagian
daratan Asia Tenggara.
Dua wiracarita ini dating di Asia Tenggara dari India lewat dua jalur terpisah.
Jalur yang satu lewat tulisan. Di Jawa, Bali, Kamboja,dan Malaya, versi-versi
Sanskrit dari wiracarita itu dikenal. Di Jawa, Ramayana diterjemahkan dari bahasa
Snskrit dari wiracarita kedalam bahasa Jawa Kuna pada tahun 860 M., dan selama
tiga abad berikutnya sebagian besar Mahabharata dan beberapa siklus wira-carita
Sanskrit yang leih pendek juga diterjemahkan. Jalur kedua adalah lewat tradisi lisan
dari pembacaan wiracarita.
Pada masa kesusastraan Asia Tenggara tidak disebut-sebut tentang Natya
Sastra. Artinya, hal yang ini adalah benar-benar sangat luar biasa. Ini berarti, bahwa
sementaradrama Sanskrit mencapai puncak perkembangannya (antara tahun 400 M.
sampai 1000 M.) dan Natya Sastra yang dianggap tinggi diantara risalah-risalah
dramatika lain yang sama merupakan bagian dari sumber okok dari kebudayaan
India, kekuatan-kekuatan dramatika yang benar-benar penting tidak berkaitan dengan
pembentukan drama AsiaTenggara.
Buddhisme Hinayana (atau Theravada) juga diekspordari India pada masa ini.
Paling sedikit pada tahun 500 M. Buddhisme Hinayana berdiri kokoh di Burma. Dari
Burma, dariIndia Selatan, dan terutama dari Sri Lanka, Buddhisme Hinayana tersebar
ke timur. Akhirnya, Bud-dhisme Hinayana mengganti brahmanisme sebagai agama
resmidi Burma, Thailand, Laos, dan Kamboja (kecuali beberapa pendeta Brahman
tetap ditahan di istana). Para misionaris Buddha membawa bersama mereka tulisa
Pali, sutras (doa-doa), dan peraturan agama Buddha. Yang kedua termasuk Jataka
atau cerita-cerita Kelahiran Buddha. Jataka adalah 547 cerita tentang moral yang
bermacam-macam. Beberapa di antarannya adalah cerita binatang seperti Fables-nya
Aesop.
Mungkin yang paling luas didramatisasi dari semua cerita Jataka adalah
Manora. Manora dipertunjukan di seluruh Burm, Thailand, Laos, dan Kamboja, dan
juga dikenal di Indonesia dan Malaysia.
Buddhisme Mahanaya (atau Kendaraan Besar) dibawa ke Asia Tenggara dari
India pada seoutar waktu yang sama dengan Brahmanisme Hindu dan Buddhisme
Hinayana.
Dari seputar tahun 100 dan sesudahnya, seni pertunjukan di India menuju
kemunduran, tari klasik seperti yang digambarkan di dalam Natya Sastra sebenarnya
lenyap di tanah aslnya dan tidak dihidupkan kembali sampai abad ke-20.
Selama beberapa ratus tahun kemudian, tentara Thailand dan Burma secara
periodic melakukan penghancuran ibukota masing-masing, dan akhirnya bangsa
Burma berhasil, ibukota Thailand jatuh pada tentara Burma yang menang pada tahun
1767.
Sebagai sebuah catatan tambahan pada cerita ini, pada abad ke-18 dan ke-19
para seniman pertunjukan Thailand pindah kembali ke istana kamboja di mana
mereka menghidupkan kembali seni pertunjukan Kamboja yang itu juga yang nenek
moyang mereka telah mengirim ke telah dilupakan enm abad sebelumnya ketika
mereeka merampas Angkor.