AZHARI AKBAR
DHANNY PRASETYO
NYOMAN WIDIASE
J3I112017
J3I112054
J3I212108
/NIM
: Azhari Akbar
am Keahlian
Rumpin
J3I112017
Dhanny Prasetyo
J3I112054
Nyoman Widiase
J3I212108
Disetujui oleh,
Ir Andi Murfi, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh,
Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr
Direktur
PRAKATA
1.
2.
3.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan yang berjudul Manajemen Pemeliharaan Sapi
Perah di PT Karya Anugerah Rumpin Bogor, Jawa Barat. Laporan ini berisi data dan hasil Praktik
Kerja Lapangan I yang dilakukan selama empat minggu di PT Karya Anugerah Rumpin Bogor.
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan
terutama kepada:
Kedua Orang Tua yang telah memberikan dukungan moral dan doa,
Bapak Sigit Purnomo selaku Koordinator Pembimbing Lapangan dan seluruh staff dan karyawan PT Karya
Anugerah Rumpin,
Ir Andi Murfi MSi selaku Koordinator Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak dan pembimbing,
4.
Ibu Yuni Resti yang membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab dan sabar,
5.
Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknologi dan Manajemen Ternak Diploma IPB angkatan 49,
karena dapat bekerja sama dengan baik dan banyak memberi inspirasi.
Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan ini
bermanfaat untuk semua orang, khususnya mahasiswa program keahlian Teknologi dan Manajemen
Ternak.
Bogor, Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
2 METODE
2.1 Waktu dan Tempat
2.2 Metode Pelaksanaan
3 KEADAAN UMUM
3.1 Sejarah Perusahaan
3.2 Lokasi dan Tata Letak
3.3 Struktur Organisasi
3.4 Ketenagakerjaan
4 SARANA PRODUKSI
4.1 Luas Lahan dan Penggunaannya
4.2 Jumlah dan Komposisi Sapi
4.3 Sumber Air dan Penggunaannya
4.4 Peralatan Produksi
4.5 Perkandangan
4.6 Gudang Pakan
5 PEMELIHARAAN
5.1 Pemeliharaan Pedet
5.2 Pemeliharaan Dara
5.3 Pemeliharaan Sapi Dewasa
5.3.1 Sapi Laktasi
5.3.2 Sapi Kering Bunting
5.4 Pemerahan
6 PAKAN
6.1 Konsentrat
6.2 Hijauan
7 REPRODUKSI DAN KESEHATAN
7.1 Manajemen Reproduksi
7.2 Penanganan Kelahiran Pedet
7.3 Manajemen Kesehatan
7.3.1 Pneumonia
7.3.2 Brucellosis
7.3.3 Diare
7.3.4 Milk Fever
8 PENANGANAN LIMBAH
9 PEMASARAN
9.1 Rantai Tataniaga
10 SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting. Tujuan
utama pemeliharaan sapi perah adalah pemanfaatan hasil produksi susu yang melebihi kebutuhan
untuk anaknya sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani tubuh manusia. Susu yang dihasilkan
sapi perah kaya akan zat gizi dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun terutama pada
masa pertumbuhan. Pertumbuhan populasi sapi perah dari tahun ketahun rata-rata meningkat, akan
tetapi peningkatannya tidak setinggi pada ternak unggas. Saat ini dibutuhkan suatu metode yang
tepat dalam membangun subsektor peternakan khususnya mengenai komoditas sapi perah.
Pengembangan sapi perah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas sapi
perah baik dari segi teknis maupun dari segi ekonomis. Produktivitas ternak sapi perah harus dipacu
untuk dapat ditingkatkan, diantaranya manajemen reproduksi dan manajemen pakan. Hal tersebut
dikarenakan besarnya produksi susu ditentukan oleh keberhasilan program-program reproduksi dan
manajemen pakan yang balance (seimbang) baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Kisaran pasar industri susu di Indonesia masih cukup besar dan sangat potensial dimana
konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya.
Berdasarkan data statistik nasional konsumsi susu negara pada tahun 2012, konsumsi susu Indonesia
hanya 14.6 liter/kapita/tahun. Jika dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina yang mencapai 22.1
liter, Thailand 33.7 liter, dan India yang mencapai 42.08 liter/kapita/tahun, Indonesia masih
tergolong rendah dalam mengonsumsi susu.
Data tersebut memperlihatkan bahwa masih ada peluang untuk meningkatkan produksi
sehingga dapat memenuhi permintaan susu nasional. Peningkatan produksi susu dapat terjadi jika
manajemen pemeliharaan sapi perah dilakukan dengan baik. Oleh karena itu kami melakukan
Praktik Kerja Lapangan pada PT Karya Anugerah Rumpin Unit Sapi Perah selama empat minggu
dengan tujuan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pemeliharaan sapi perah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktik kerja lapangan ini adalah untuk memberikan wawasan dan pengalaman
mengenai peternakan sapi perah skala industri, mempelajari dan menyelesaikan persoalan yang ada
dalam pemeliharaan sapi perah serta mengenalkan budaya kerja serta mendapatkan informasi dan
pengetahuan baru dalam bidang peternakan.
2 METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapangan I dilaksanakan selama empat minggu dimulai pada tanggal 23 Juni - 19
Juli 2013. Lokasi yang menjadi tempat pelaksanaan PKL merupakan perusahaan peternakan sapi
perah PT Karya Anugerah Rumpin, Desa Cibodas Kec. Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat Indonesia.
3 KEADAAN UMUM
3.1 Sejarah Perusahaan
PT. Karya Anugerah Rumpin (PT.KAR) didirikan pada tahun 2001 oleh bapak Karnadi Winaga. Awalnya
perusahaan ini bernama RPH Rumpin 99 yang bergerak dibidang pemotonganhewan (abattoir). Feedlot sendiri
terbentuk seiring berjalannya RPH Rumpin 99, diawali dengan 2 ekor sapi yang dipelihara di belakang RPH
kemudian terus berkembang hingga bisa memelihara lebih dari 3000 ekor sapi seperti saat ini. PT KAR tidak
hanya bergerak di bidang feedlot danabattoir saja tetapi juga bergerak dalam pembibitan (breeding) dan sapi
perah (dairy cattle).
PT KAR semakin melebarkan sayapnya dengan mendukung program swasembada daging sapi dan
peningkatan mutu genetik sapi lokal. Oleh karena itu, PT KAR bekerjasama dengan BET Cipelang, BIB
Singosari, dan Biotek LIPI Cibinong untuk dapat menjalankan program tersebut dengan baik,. Sapi yang
dikembangkan di sini hanya sapi lokal saja yang tujuannya adalah memperbaiki mutu genetik sapi lokal
tersebut. Seiring perkembangan dari divisi breeding, pada tahun 2007 dibentuk divisi perah atau dairy
farm untuk memenuhi kebutuhan susu pedet. Seiring dengan perkembangannya yang pesat, produksi susu yang
dihasilkan pun melebihi kebutuhan sehingga akhirnya susu tersebut dijual dan ternyata memberi keuntungan
terhadap perusahaan dan akhirnya PT KAR terus mengembangkan potensi dari sapi perah hingga saat ini
Gambar1 Lokasi PT
Karya Anugerah
Rumpin
3.3 Struktur
Organisasi
PT KAR
dipimpin oleh
seorang manager
farm yang dibantu
oleh beberapa orang
supervisor. Setiap bagian terdapat satu orang supervisior yang bertanggung jawab atas operator
disetiap bagian. Struktur organisasi di PT KAR dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4 Ketenagakerjaan
Usaha peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang terampil dan
berpengalaman. Tenaga kerja yang terdapat pada PT KAR berjumlah 128 orang yang di dalamnya
sudah termasuk staf dan karyawan. Jumlah tersebut merupakan jumlah tenaga kerja pada sapi
perah dan sapi potong. Jam kerja dimulai pada pukul 07.0016.00 WIB dengan jeda waktu istirahat
pukul 12.0013.00 WIB.
PT Karya Anugerah Rumpin memiliki karyawan tetap dan karyawan harian. Pembayaran gaji
karyawan tetap dilakukan sebulan sekali dan mendapatkan gaji sebesar Upah Minimum Regional
(UMR) Kabupaten Bogor yaitu Rp2 242 242 sedangkan pembayaran gaji karyawan harian dibayar
setiap minggu pada hari Sabtu.
4 SARANA PRODUKSI
4.1 Luas Lahan dan Penggunaannya
PT Karya Anugerah Rumpin memiliki luas lahan sebesar 12.8 ha, yang penggunaannya dibagi
dua kompleks yaitu Desa Rabak seluas 5 ha dan Desa Cibodas 1.1 ha, sisa luasan tersebut dibangun
kandang baru dan lahan hijauan (jagung). Kedua kompleks tersebut memiliki penggunaan lahan
untuk kantor, kandang, mess pegawai, jalan dan lain-lain.
Jumlah
(Ekor)
2
49
13
15
58
137
Sauan Ternak
(ST)
2
12.25
6.5
15
58
93.75
Persentase ST
(%)
1.4
35.7
9.5
10.9
42.5
100
PT KAR telah menggunakan pemerahan semi modern karena pemerahan yang dilakukan
masih dengan menggunakan ember dan 1 mesin pemerahan berkapasitas 30 liter.Sepuluh unit milk
can berkapasitas 30 liter dan 2 unit milk can berkapasitas 15 liter serta 1 unit milk can berkapasitas
10 liter digunakan untuk menampung susu selama pemerahan.Peralatan produksi yang menunjang
lainnya pada pemeliharaan sapi perah di PT KAR dapat dilihat pada Tabel 2.
Peralatan
Chooper
Mixer
Milk Bar
Timbangan
Connector Ear
Tag
5
6
Cooling Unit
7
8
9
Mesin Perah
Milk Can
Mobil Pick Up
Fungsi
Mencacah hijauan segar maupun jerami yang
akan diberikan untuk ternak
Mencampur bahan-bahan sehingga dihasilkan
konsentrat
Memberikan susu pada pedet yang sudah
disapih dari induknya
Menimbang bahan pakan dan konsentrat
Memasang ear tag dan RFID
Menyimpan susu yang sudah diperah agar tidak
rusak
Memerah susu
Menyimpan dan membawa susu ke koperasi
Membawa susu ke koperasi
Jumlah
2 unit
2 unit
4 unit
3 unit
2 unit
1 unit
1 unit
13 unit
1 unit
dengan selokan kecil memanjang pada bagian belakang posisi sapi. Carapengambilankotoran
biasanyadenganmengguyurkankearahkotoransapiyangberserakansehingga,kotorantersebutlangsung
mengalirkesuatubakpenampungan(Setiawan,2003).
Kontruksi kandang pedet berbeda dengan kandang sapi dewasa, terutama mengenai
perlengkapan dan ukuran luas kandang. Kandang pedet di PT KAR hanya terdiri dari kandang
kelompok. Kandang ini mempunyai ukuran panjang 3 m , lebar 3 m, dan tinggi 2 m.
Ukuran tempat pakan masing-masing untuk panjang 150 cm, lebar 45 cm dan tinggi 34
cm. Sedangkan untuk tempat minum masing-masing ukuran panjang adalah 30 cm,
lebar 30 cm, dan tinggi 40 cm. Kandang pedet ditunjukkan oleh gambar 3.
5 PEMELIHARAAN
5.1 Pemeliharaan Pedet
Menurut PT KAR, Sapi jantan maupun betina yang berumur 0 hingga 6 bulan dikategorikan
sebagai pedet. Pakan utama pedet adalah susu. Pemberian susu di PT KAR disesuaikan dengan umur
pedet. Pedet yang baru lahir dibersihkan dari lendir yang terdapat pada mulut dan tenggorokan
sehingga pedet dapat bernapas dengan mudah dan dilakukan pemotongan tali pusar kemudian
diberikan iodine pada tali pusar yang telah dipotong tersebut. Setelah 30 hingga 60 menit lahir,
pedet diberikan kolostrum sebanyak 2 liter karena pedet yang baru lahir membutuhkan antibodi
untuk menjaga ketahanan tubuh dari penyakit Pemberian kolostrum di PT KAR berlangsung hingga
pada hari ke-7.MenurutEllyza(2011),pedetharusmendapatkankolostrum(yaitususuyangdihasilkanoleh
indukyangbarumelahirkan)yangdihasilkanindukhingga1minggusetelahkelahiransebanyaktidaklebih
dari6%beratbadannya.Kolostrum adalah produksi susu awal yang berwarna kuning, agak kental dan
berubah menjadi susu biasa sesudah 7 hari, menjadi susu biasa yang dapat dikonsumsi manusia
(Soetarno, 2003).
Pakan dengan kandungan nutrisi yang baik akan kembali diberikan saat usia kebuntingan 7
bulan. Tujuannya agar produksi susu sapi baik dan setelah melahirkan dan menghindari resiko
terkena milk fever. Pemberian pakan pada sapi bunting kering berupa konsentrat dan hijauan.
Pakan hijauan yang diberikan sebanyak 10 kg per ekor per hari. Sedangkan pakan konsentrat yang
diberikan sebanyak 20 kg per ekor per hari. Bagi sapi laktasi pakan yang diberikan berupa
konsentrat dan hijauan. Konsentrat diberikan 2 kali sehari pada pagi hari pukul 07.00 WIB sebelum
pemberian hijauan, dan siang hari sebelum pemerahan pada pukul 13.00 WIB.
5.4 Pemerahan
Pemerahan di PT Karya Anugerah Rumpin dilakukan dua kali dalam satu hari dengan interval
pemerahan antara 9 hingga 10 jam. Pemerahan pada pagi hari dimulai pada jam 5 pagi dan siang
pada jam 1 siang. Teknik pemerahan menggunakan dua metode yaitu manual dan menggunakan
mesin. Sapi yang diperah dengan cara manual adalah sapi yang dipelihara dalam PEN F02.
Sedangkan sapi yang diperah menggunakan mesin adalah sapi yang dipelihara pada PEN F01.
Produksi susu rata-rata per ekor per pemerahan adalah sekitar 4 sampai 5 liter. Susu yang
dihasilkan pada pemerahan pagi lebih banyak dibandingkan dengan produksi susu yang siang. Ini
disebabkan oleh interval pemerahan dari siang ke pagi lebih lama dibandingkan pagi ke siang
sehingga produksi susu lebih banyak. Interval pemerahan ini sangat berpengaruh terhadap
kandungan nutrien dalam susu khususnya kandungan lemak (Gleesonet. al, 2007). Semakin lama
interval pemerahan, maka semakin tinggi kandungan lemak di dalam susu. Interval lain tidak
dianjurkan karena perbedaannya terlalu besar. Perbedaan yang terlalu besar berpengaruh buruk
terhadap produksi susu
6 PAKAN
Pakan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan peternakan sapi
perah karena biaya untuk pakan mencapai 60 70% dari total biaya. Tujuan utama pemberian pakan
pada sapi perah pada sapi perah adalah menyediakan ransum yang ekonomis, tetapi dapat
memenuhi kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, produksi susu induk, serta kebutuhan untuk
pertumbuahn bagi ternak yang masih muda. Agar produksi dapat terpenuhi secar optimal, perlu
ketersediaan pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Salah satu penyebab produktivitas
menurun adalah faktor kekurangan pakan atau pemberian hijauan dan konsentrat tidak sesuai
dengan kebutuhannya (Ako, 2013).
Pemberian pakan di PT KAR diberikan secara restricted feeding dengan pemberian dua kali
sehari, yaitu pada pagi hari dan siang hari. Pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat secara
terpisah, pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan konsentrat. Jumlah pakan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pokok sapi perah.
6.1 Konsentrat
Konsentrat merupakan pakan tambahan terhadap pakan utama pada sapi perah. Namun, di
PT KAR, konsentrat dijadikan sebagai pakan utama dibandingkan dengan hijauan sehingga pakan
konsentrat harus memiliki kualitas yang lebih baik dari pakan hijauan. Umumnya, kualitas pakan
konsentrat sangat bervariatif, tergantung pada jenis bahan baku, musim, dan tempat asal sumber
konsentrat tersebut. Kualitas konsentrat yang sangat tinggi memiliki nilai TDN > 75% dengan
kandungan protein kasar > 16% (Ako, 2013).
Pakan konsentrat sapi perah di PT KAR terdiri dari pakan kode pedet, pakan kode kerbau dan
pakan kode FH. Pemberian kode dilakukan untuk memudahkan dalam mengklasifikasi pakan dengan
jumlah nutrisinya. Pakan tersebut memiliki kandungan dan campuran yang berbeda. Pakan dengan
kode pedet memiliki berbagai macam bahan campuran, yaitu molases, palm meal, gandum, kulit
kopi, gaplek, copra, onggok, soybean meal, pollard, jagung, fish meal, karuk, zeolit, dan ampas
kecap. Pakan dengan kode FH memiliki kandungan bahan pakan, diantaranya molases, palm meal,
gandum, dedak, gaplek, copra, onggok, soybean meal, jagung, fish meal, peanut meal, wafer,
karuk, danzeolit. Sementara pakan dengan kode kerbau memiliki kandungan bahan baku pakan,
yaitu molases, palm oil, kulit kopi, copra, onggok, jagung, peanut meal, wafer, karuk, zeolit,
ampas kecap, dan awul jagung. Bahan-bahan yang digunakan tersebut berasal dari berbagai daerah.
6.2 Hijauan
Makanan hijauan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dalam
bentuk daun-daunan, ranting, bunga, dan batang. Umumnya memiliki kadar air yang tinggi, sekitar
70 80% sedangkan sisanya merupakan bahan kering. Fungsi pakan dalam usaha peternakan sapi
perah sangat vital untuk menunjang pertumbuhan, produksi, reproduksi, dan kesehatan ternak.
Jenis bahan pakan yang diberikan pada ternak perah sebaiknya memiliki palatabilitas yang tinggi,
harga terjangkau, tersedia secara kontinu, dan berkualitas agar dapat memberikan produksi susu
secara optimal dan susu yang dihasilkan berkualitas.
Hijauan segar yang digunakan di PT KAR ialah rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan
tanaman jagung muda. Rumput gajah sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan
pada ternak sapi karena mampu tumbuh dengan baik pada daerah tropis dengan tingkat produksi
hijauan pakan yang cukup tinggi dan mempunyai nilai gizi yang cukup baik. Hijauan tersebut
berasal dari daerah Sukabumi karena di PT KAR belum terdapat hijuan yang cukup umur untuk
dipanen. Rumput gajah yang diberikan terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 5 cm dengan
menggunakan mesin chooper. Hijauan yang dipotong-potong tersebut dapat meningkatkan
kecernaan hijauan tersebut.
Setelah dibersihkan, pedet ditempatkan pada kandang individu yang dialasi jerami kering supaya
pedet mendapatkan kehangatan.
7.3.1 Pneumonia
Penyakit yang biasanya menyerang pedet ini disebabkan oleh udara yang terlalu dingin,
kelembapan kandang yang terlalu lembap, dan alas kandang yang berbahan jenis debu atau partikel
kecil yang mudah terhirup oleh pedet (Soeharsono, 2008). Selanjutnya Blood dkk. (1989)
menyatakan bahwa pneumonia juga dapat disebabkan oleh berbagai agen penyakit antara lain
bakteri, virus, atau gabungan keduanya, jamur, parasit, agen kimia, dan agen fisik. Giles dkk (1991)
mengisolasi 2 macam bakteri pada sapi yang menderitapneumonia, yaitu P. multocida dan P.
haemolitica. Gejala penyakit pneumonia diantaranya adalah batuk-batuk, napas cepat, suhu badan
naik, mata tak bercahaya, nafsu makan turun, badan lemah, bulu-bulu badan kasar kering, dan
keluar cairan yang berbau dari hidung (Sudono, et al., 2003). Di PT KAR, pedet yang terserang
pneumonia disebabkan karena alas kandang yang digunakan berupa sekam. Selanjutnya, petugas
dokter hewan menyarankan untuk mengganti alas kandang sekam dengan alas kandang jerami
sehingga diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas yang terjadi pada pedet di PT KAR. Pedet
juga diberikan vitamin, antibiotik, dan pakan hijauan yang berkualitas baik untuk menjaga kondisi
kesehatan pedet. Menurut Sudono et al., (2003), pencegahan penyakit pneumonia dapat dilakukan
dengan cara menjaga kandang tetap kering, hangat, tidak lembap, cukup mendapat sinar matahari,
dan sirkulasi udara baik.
7.3.2 Brucellosis
Brucellosis merupakan penyakit infeksi kronis pada sapi yang menyebabkan terjadinya
abortus, pedet lahir lemah atau kematian pedet, infertilitas, dan penurunan produksi susu (Enright
1990 dalam Martindah kk. 2009). Sapi pada semua umur peka terhadap brucellosisdan infeksi ini
dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Pada hewan jantan, brucellosis dapat mengakibatkan
infeksi pada testis. Brucellosis juga merupakan salah satu penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi
manusia (Young 1983 dalam Martindah dkk. 2009). Pada kebanyakan kasus, brucellosis di PT KAR
terjadi pada sapi yang telah melahirkan dengan frekuensi lebih dari 3 kali karena banyaknya fase
kebuntingan yang dapat dengan mudah terserang penyakit ini. Pencegahannya adalah dengan
pemberian vaksin strain 19, pemisahan antara sapi sehat dan sapi yang sakit, serta mengutamakan
perkawinan buatan atau inseminasi buatan (IB).
7.3.3 Diare
Diare ganas sapi, Musocal disease, atau BVD (Bovine virus diarrhea) umumnya terjadi pada
sapi yang berumur kurang dari 2 tahun. Meskipun penyakit ini juga dapat menyerang sapi dewasa,
tetapi biasanya terbatas pada sapi yang berumur kurang dari 4 tahun (Soeharsono, 2008). Diare
merupakan penyakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan oleh bakteri, makanan,
lingkungan atau udara yang dingin (Cahyono, 2010). Di PT KAR, penyakit ini menyerang pedet yang
berumur kurang dari satu tahun. Menurut Nurdin (2011), penyakit diare sering terjadi pada enam
minggu pertama setelah kelahiran pedet yang disebabkan oleh buruknya sanitasi dan kekurangan
susu sehingga kondisi tubuh menurun. Pedet yang terserang diare juga mengalami gangguan
pneumonia akibat cuaca dingin dan hujan sehingga menyebabkan pedet yang sedang dalam masa
penyembuhan terserang oleh penyakit ini. Penanganannya dengan menambahkan kunyit sebanyak 2
ruas jari yang telah dihaluskan ke dalam susu dan diberikan dengan frekuensi pemberian 2 kali
sehari, yaitu pada pagi dan sore hari.
8 PENANGANAN LIMBAH
Ternak sapi perah mennghasilkan limbah yang cukup berlimpah dan apabila tidak dikelola dan
dimanfaatkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah peternakan adalah semua
buangan yang meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari usaha peternakan yang bersifat padat,
cair, gas dan sisa pakan (Pariera, 2009). Oleh karena itu, limbah ternak membutuhkan perhatian
yang serius untuk dapat dimanfaatkan, sehingga tercipta sistem peternakan yang ramah lingkungan.
Rata-rata jumlah produk feses dan urine per ekor per hari pada ternak sapi sekitar 8% dari berat
badan. Firman (2010) mengemukakan bahwa jumlah kotoran sapi perah dewasa dalam bentuk padat
dan cair bisa mencapai 30 40 kg/ekor/hari.
Kompos adalah produk akhir dari proses pengomposan limbah organik, tersusun dari senyawa
organik dan anorganik yang stabil, tidak berbau, berwarna coklat tua sampai kehitaman, lembap,
dan aman digunakan sebagai pupuk ataupun pembenah tanah. Pengomposan adalah degradasi dan
stabilisasi bahan organik secara aerob yang dilakukan oleh mikroorganisme di bawah kondisi
lingkungan yang terkendali dengan hasil akhir berupa produk mirip humus (Triatmojo, 2008).
Limbah yang dihasilkan oleh peternakan PT KAR terdiri dari limbah padat dan cair. Limbah
padat berasal dari sisa pakan dan feses ternak. Pengolahan limbah yang dilakukan PT KAR saat ini
hanya memanfaatkan limbah padat saja. Feses ternak dan limbah cair dialirkan menuju tempat
penyaringan, disaring untuk mendapatkan limbah padatnya saja. Limbah padat dipindahkan ke
tempat penampungan untuk dilakukan pengadukan dan pengeringan sehingga dihasilkan kompos.
Kompos kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam karung pupuk yang telah disediakan.
9 PEMASARAN
9.1 Rantai Tataniaga
Susu yang diproduksi di PT KAR dipasarkan dalam bentuk susu murni. Susu dijual ke Koperasi Produksi
Susu (KPS). Harga susu per liter dihitung berdasarkan kadar lemak susu. Susu yang dapat diterima di Koperasi
Pengolahan Susu adalah susu dengan kadar lemak minimum 3.3% dengan harga sekitar Rp3300. Jika kadar
lemak susu tinggi maka harga per liternya juga akan naik. Misalkan kadar lemak susu adalah 4% maka susu
dapat dihargai Rp4000 per liter. Rantai tataniaga pada penjualan susu dapat dilihat pada Gambar 6.
10 SIMPULAN
Manajemen pemeliharaan sapi perah di PT KAR sudah cukup baik. Namun, produksi susu yang
dihasilkan masih belum sesuai dengan standar sehingga perlu meningkatkan manajemen baik dari
segi pemeliharaan maupun segi penanganan penyakit. Penanganan penyakit di PT KAR lebih
menekankan pada pencegahan melalui sanitasi dan komposisi pakan yang tepat. Sanitasi dilakukan
pada saat pemeliharaan, pemerahan, dan penanganan sapi melahirkan, sedangkan komposisi pakan
yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan baik pada saat periode laktasi maupun kering
bunting.
DAFTAR PUSTAKA
Ako, Ambo. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Topis. Bogor (ID): IPB Press.
Anharoni, Y, A. Brosh and E. Kafchuk. 2006. The Efficiency of Utilization of Metabolizable Energy for Milk
Production: a Comparison of Holstein with F1 Montbeliarde 3 Holstein Cows. British Society of
Animal Science. Volume 82. Page 101-109.
Blakely, J. and D. H.Bade, 1988.The Science of Animal Husbandry. Penterjemah: B. Srigandono. Cet. ke2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Blood, D.D., Radostits, O.M., Henderson, J.A. 1989. Veterinery Medicine, A Textbook of the Diseases of
Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses, 6 th Ed. The English Language Book Society and Bailliere
Tindall. London.
Cahyono, B. 2010. Sukses Beternak Sapi dan Kerbau. Pustaka Mina. Jakarta.
Ellyza.2011.ManajemenSapiPerah.GrahaIlmu.Yogyakarta.
Firman, A. 2010. Agribisnis Sapi Perah, Bisnis Sapi Perah dari Hulu sampai Hilir. Penerbit Widya
Padjajaran. Bandung.
Gilles, C.J., Grimshaw, D.J., dan Smith, D.G. 1991. Efficacy of Danafloxacinin the Therapy of Acute
Bacterial Pneumonia in Housted Beef Cattle. Vet. Rec. 128, 296-300.
Gleeson, D. E, B. OBrien, L. Boyle and B. Earley. 2007. Effect of Milking Requency and Nutritional Level
on Aspects of The Health And Welfare of Dairy Cows. The Animal Consortium. Volume 1. Page 125
138.
Hutjens, M. dan Aaselt, E. 2005. Caring for Transition Cows. Hoards & Sons Company. Fort Tkinson USA.
Martindah, S. dan Adiarto. 2009. Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Musofie,A.,N.KusumawardanidanAryogi.1992.PengaruhPenggunaanSusuSkimDalamMilkReplacer
TerhadapPertumbuhanPedetSapiPerah.JurnalIlmiahPenelitianTernakGrati.SubBalaiPenelitianTernak
Grati.BadanPenelitiandanPengembanganPertanian.DepartemenPertanian.
Nurdin,E.,2011.ManajemenSapiPerah.GrahaIlmu.Yogyakarta.
Pariera. 2009. Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Putro, P.P. 2009. Manajemen Kesehatan dan Reproduksi Sapi Perah. Bagian Reproduksi dan Obstetri.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universits Gadjah Mada.
Santosa,U.2009.MengelolaPeternakanSapiSecaraProfesional.PT.PenebarSwadaya.Jakarta.
Schefers, J.M., Weigel, K.A., Rawson, C.L., Zwald, N.R., and Cook, N.N. 2010. Management Practices
Associated With Conception Rate and Service Rate of Lactating Holstein Cows in Large, Commercial
Dairy Herds. J. Dairy Sci. 93: 1459-1467.
Soeharsono. 2008. Ilmu Produksi Ternak Perah. Penerbit Widya Padjajaran. Bandung.
Soetarno. 2003. Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi di Daerah Dataran Rendah. PT Citra Aji Parama.
Yogyakarta.
Sri Utami, Siswandi dan Abungamar Yahya. 2004. Lecture Note Manajemen Ternak Perah.Fakultas
Peternakan. Unversitas Jendral Soedirman. Purwokerto.
Stevenson, J.S. 2001. Reproductive Management of Diary Cows in High Milk-Producing Herds. J. Dairy Sci.
84 (E. Suppl.): E128-E143.
Sudono, A., Rusdiana, R.F., dan Setiawan, B.S. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Sudono, A., Rusdiana, R.F., dan Setiawan, B.S. 2004. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Suryahadi, H., T. Toharmat, Nahrowi, Hadiyanto, I. G Permana dan I. Abdullah. 1997.Manajemen Pakan
Sapi Perah. Kerjasama Fakultas Peternakan IPB dengan GKSI-CCA Kanada.
Triatmojo, S. 2008. Manajemen Limbah Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran Struktur Organisasi PT KAR