Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FARMAKOTERAPI LANJUTAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

OLEH
KELOMPOK IV
DWI SYAFITRA RAMADHAN

F1F1 12 073

DWI RIZKAH NUR APRILIYANI

F1F1 12 074

NUR FAUZIAH

F1F1 12 076

LOLY SUBHYAKTI

F1F1 12 077

BESTIANTI PURNASARI JIWA

F1F1 12 078

INTEN WIDURI WULANDARI

F1F1 12 079

ISRA SULLASMI

F1F1 12 080

MILAWATI

F1F1 12 081

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur hanyalah bagi Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga mampu menyelesaikan salah satu
tugas mata kuliah farmakoterapi lanjutan dengan judul makalah Penyakit Paru
Obstruksi Kroni (PPOK) ini dengan baik.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi
penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak
untuk sempurnanya makalah ini, sehingga dapat melengkapi khasanah ilmu
pengetahuan yang senantiasa berkembang dengan cepat.

Kendari, 22 Oktober 2015


Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 4
A. Latar Belakang.................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 4
C. Tujuan............................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 6
A. Defenisi PPOK................................................................................................. 6
B. Etiologi.............................................................................................................. 6
C. Patofisiologi...................................................................................................... 8
D. Gejala Dan Tanda.............................................................................................10
E. Klasifikasi ........................................................................................................11
F. Tatalaksana Terapi.............................................................................................12
G. KIE (Konseling,Informasi dan Edukasi)..........................................................21
H. Kasus PPOK Dan Tatalaksana Terapi...............................................................23
BAB III PENUTUP.............................................................................................27
A. Kesimpulan.......................................................................................................27
B. Saran.................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah

CARA

atau

Chronic

Aspecific

Respiratory

Affections

mencangkup semua penyakit saluran napas yang bercirikan penyumbatan


(obstruksi) bronchi disertai pengembangan mukosa dan sekreesi dahak berlebihan.
Penyakit-penyakit

tersebut

meliputi

berbagai

bentuk

penyakit

beserta

peralihannya, yakni asma,bronchitis kronis dan enfisema paru atau PPOK.


PPOK menempati urutan ketiga dari kematian penduduk di negri Belanda
(setelah Penyakit Jantung dan Pembuluh (PJP) dan kanker). Juga secara global
mortalitas akibat gangguan ini meningkat, sedangkan kematian karena penyakit
kardiovaskuler menurun. Menurunkan angka kematian dari COPD/PPOK
merupakan salah satu tujuan dari Global initiative for chronic obstructive lung
disease (GOLD) suau organisasi dari WHO dan US National heart, Lung and
Blood Institute.
Berkaitan dengan farmakoterapi bagi cara pemilihan terapi yang baik
salah satunya adalah tatalaksana terapi sesuai alogaritma terapi dengan
meminimalkan efek samping. Sehingga untuk mengetahui pemilihan tatalaksana
terapi yang sesuai diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai penyakit PPOK
ini baik itu meliputi etiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala dan tanda serta
alogaritma terapinya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan PPOK, etiologi dan patofisiologinya?


Bagaimana pengklasifikasian PPOK, gejala dan tanda PPOK?
Bagaimana tatalaksana terapi dan KIE PPOK?
Bagaimana pengkajian salah satu kasus pasien PPOK?

C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu
4

1. Untuk

mengetahui

yang

dimaksud

dengan

PPOK,

etiologi

dan

patofisiologidari PPOK
2. Untuk mengetahui pengklasifikasian PPOK, gejala dan tanda PPOK
3. Untuk mengetahui tatalaksana terapi dan KIE PPOK
4. Untuk mengetahui pengkajian salah satu kasus pasien PPOK

BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi PPOK
Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2001 dan di-update tahun 2005, Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK) didefenisikan sebagai penyakit yang dikarakteristir oleh adanya obstruksi
saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini
umunya bersifat progresif dan berkaitan dengan responinflamasi abnormal paruparu terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Beberapa rumah sakit
di Indonesia ada yang menggunakan istilah PPOM (Penyakit Paru Obstruksi
Menahun) yang merujuk pada penyakit yang sama. PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari Bronchitis kronis dan emfisema atau gabungan
keduanya. Bronchitis kronis adalah kondisi dimana terjadi sekresi mucus
berlebihan kedalam cabang bronkus yang bersifat kronis dan kambuhan, disertai
batuk yang terjadi pada hampir setiap hari selama sedikitnya 3 bulan dalam
setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah kelainan paruparu yang dikarakterisir oleh pembesaran rongga udara bagian distal sampai
keujung bronkiole yang abnormal dan permanent, disertai dengan kerusakan
dinding alveolus. Pasien pada umumnya mengalami kedua gangguan ini, dengan
salah satunya dominan.
B. Etiologi
Ada beberapa faktor resiko utama berkembangnya penyakit ini, yang
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host.
Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah :
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30
kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan
penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan
mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang
6

dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK
berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok.
Kurang lebih 10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK.
Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga berisiko
menderita PPOK.
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu
gandum, toluene diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar
daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
c. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dll, maupun polusoi dari dalam
rumah misalnya asap dapur.
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis merupakan
suatu pemicu inflamasi neurotofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan
rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi
yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi
eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan
risiko kejadian PPOK.
Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain :
a. Usia
Semakin bertambah usia, semakian besar risiko menderita PPOK. Pada
pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia
menderita gangguan genetik berupa defisiensi 1-antitripsin.
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini
terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecendrungan

peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita


yang merokok.
c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya
PPOK,misalnya defisiensi

Immunoglobulin

A (IgA/ hypogammaglubulin) atau

infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Orang


yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah,
ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.
d. Predisposisi genetik, yaitu defisiensi a1-antitripsin (AAT)
Defisiensi AAT ini
disebabkan

oleh

hilangnya

terutama

dikaitkan

elastisitas

jaringan

dengan emfisema,
di

dalam

yang

paru-paru

secara progresif karena adanya ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan


faktor protektif
C. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan danya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan
penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid
dan deposisi kolagen dalam dinding luar salurannafas mengakibatkan restriksi
pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurangakibat penebalan
mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru.
Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat
menyebabkan stress oksidan, selanjutnya

akan menyebabkan terjadinya

peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel


dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi
8

sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil


seperti interleukin 8 dan leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte
chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor
tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akanmerusak
jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar
danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya
limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan
normal terdapatkeseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH
yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke
molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim superoksid
dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH
dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida
akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal bebas yang
berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga percabangan
bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah
perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang
menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
leukosit, polusi dan asap rokok.

Konsep patogenesis PPO


D. Gejala Dan Tanda
9

Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai
berikut :
1. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi
sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
2. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang
pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk.
Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun
tidur.
3. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah
mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga
sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan
ukuran sesak napas sesuai skala sesak .
Tabel skala sesak
Skala Sesak
0
1
2
3
4

Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas


Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga
1 tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
sesak bila mandi atau berpakaian

Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi
paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan
yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat
berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi
toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
10

Inspeksi, yaitu : - Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)


- Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu
nafas
Palpasi , yaitu sel iga melebar
Perkusi , yaitu hipersonor
Auskultasi , yaitu : - Fremitus melemah

- Suara nafas vesikuler melemah atau normal


- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung menjauh
- Terdapat mengi waktu bernapas biasa /ekspirasi paksa
E. Klasifikasi
Klasifikasi PPOK Berdasarkan Nilai FEV1 dan Gejala Menurut GOLD
2010, yaitu :
Tingkat

Nila FEV1 dan Gejala


FEV1/FVC < 70% FEV1 80% dan umumnya, tapi tidak

selalu, ada gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada

Ringan

tahap ini, pasien biasanya bahkan belum merasa bahwa

II

paru-parunya bermasalah.
FEV1/FVC < 70%; 50%< FEV1 < 80%, gejala biasanya

Sedang

mulai progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.


FEV1/FVC < 70%; 30%< FEV1 < 50%. Terjadi
eksaserbasi berulang yang mulai mempengaruhi kualitas

III

hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai mencari

Berat

pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau


serangan penyakit.

IV

FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus

Sangat

kegagalan respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan

Berat

masuk tahap IV jika walaupun FEV 1 < 30%, tapi pasien


mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung
11

kanan atau cor pulmonale . Pada tahap ini, kualitas hidup


sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam
jiwa.
Keterangan :
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV dan FVC
FEV1 ((Forced Expiratory Volume in 1 s) adalah volume udara yang pasien dapat
keluarkan secara paksa dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV 1
pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan.
FVC (Forced Vital Capacity).adalah volume maksimum total udara yang pasien
dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh
F. Tatalaksana Terapi
1. Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
2. Terapi Farmakologi
a) Terapi Menggunakan Obat-Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2

12

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah


penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi

kedua

bronkodilatasi, karena

golongan

obat

ini

akan

memperkuat

efek

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.

Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah


penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP 1
pasca bronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Antibiotika
Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang dapat
digunakan :
- Lini I

: amoksisilin, makrolid

13

- Lini II

: amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,


makrolid baru

Untuk Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih :


- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
Antitusif
Diberikan dengan hati hati
Tabel pemilihan terapi PPOK disertai gejala
Gejala
Golongan Obat Obat dan Kemasan Dosis
Tanpa gejala
Tanpa obat
Gejala
intermiten Agonis 2
Inhalasi
kerja Bila perlu
(pada waktu aktiviti)
Gejala terus menerus

Antikolinergik

cepat
Ipratropium

2 4 semprot

Inhalasi

bromida 20 gr
Fenoterol

3 4 x/hari
2 4 semprot

Agonis 2 kerja 100 gr/semprot

3 4 x/hari

cepat
Salbutamol

2 4 semprot

100 gr/semprot

3 4 x/hari
14

Terbutalin

2 4 semprot

0,5 gr/semprot
Prokaterol

3 4 x/hari
2 4 semprot

Kombinasi

10 gr/semprot
Ipratropium

3 4 x/hari
2 4 semprot

terapi

bromid

20 gr + 3 4 x/hari

salbutamol

100

gr
memakai Inhalasi agonis Formoterol 6 gr,

Pasien

inhalasi agonis 2

1 2 semprot

2 kerja lambat 12 gr/semprot

x/hari

tidak

(tidak dipakai

melebihi 2x/hari

untuk
eksaserbasi)
Atau Timbul gejala

Salmeterol

1 2 semprot

pada waktu malam

25 gr/semprot

atau pagi hari


Teofilin

x/hari

tidak

melebihi 2x/hari
lepas 400

600

Teofilin
lambat

mg/hari

Teofilin/aminofilin 3 - 4 x/hari
150
Anti oksidan
tetap Kostikosteroid

Pasien
mempunyai
dan

atau

gejala oral

mg

4x/hari
N asetil sistein
Prednison

(uji Metil

terbatas kostikosteroid)

3600 mg/hari
30 - 40 mg/hari
selama 2 minggu

Predinosolon

dalam aktiviti harian


meskipun mendapat
pengobatan
bronkodilator
Uji
kostikosteroid Inhalasi

Beklometason

1 - 2 semprot

memberikan respon kostikosteroid

50gr,

2 - 4 x/hari

positif

250gr/semprot
Budesonid 100gr, 200 - 400gr
250gr,

2x/hari

maks
15

Sebaiknya

400gr/semprot
Flutikason

2400 gr/hari
125 250 gr

pemberian

125gr/semprot

2x/hari

kortikosteroid

maks

1000 gr/hari

inhalasi dicoba bila


mungkin
memperkecil

untuk
efek

samping
b) Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen yaitu :
- Mengurangi sesak dan vasokonstriksi
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
c) Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
16

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :


1) Bulektomi
2) Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS)
3) Transplantasi paru
3. Terapi Non Farmakologi
a. Menghentikan kebiasaan merokok
b. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah
sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
Ventilasi mekanik dengan intubasi, Ventilasi mekanik dengan intubasi

Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di


rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut : gagal napas yang
pertama kali, Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang
jelas dan dapat diperbaiki, Frekuensi napas > 35 permenit,- Hipoksemia
yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg), asidosis berat pH < 7,25 dan
hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg), Henti napas,komplikasi kardiovaskuler
dan komplikasi lain serta telah gagal dalam penggunaan NIPPV.
Ventilasi mekanik tanpa intubasi, digunakan pada PPOK dengan gagal

napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.


c. Perbaikan nutrisi
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak
akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa

17

nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat, protein, dan elektrolit.
d. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat
dan kualiti hidup yang menurun. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen
yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
4. Algoritme penanganan PPOK
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas: penatalaksanaan pada keadaan
stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
(1) Algoritme penatalaksanaan pada keadaan stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas
darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Dahak jernih tidak berwarna dan tidak ada penggunaan bronkodilator
tambahan
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak

18

(2) Algoritme penatalaksanaan pada eksaserbasi akut


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
19

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas


c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline,
atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Alogaritma terapi pada eksaserbasi akut

G. KIE (Konseling,Informasi dan Edukasi)


Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK:
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
20

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal


3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut:
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser)
- Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja)
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
21

3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
kronik progresif yang ireversibel
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
1. Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
2. Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
3. Berat
22

- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi


- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
H. Kasus PPOK Dan Tatalaksana Terapi Kasus
Tn. HZ umur 55 th masuk RS mengeluh sejak 3 bulan terakhir batuk di
siang hari dan setiap hari. Setiap kali batuk Tn. HZ merasa sesak dan
mengeluarkan dahak kental berwarna kuning kehijauan. Sesaat sebelum masuk
RS Tn. HZ volume sputum/dahak meningkat, nafas semakin sesak/memburuk dan
pendek-pendek, dada terasa berat dan terengah-engah serta merasa lelah dan lesu,
sehingga pekerjaannya memecah batu kapur sambil mencari batu akik sementara
berhenti. Tn. HZ mengaku menghabiskan rokok 2 bungkus/hari sejak tamat SMA.
Oleh dokter dia didiagnosis PPOK dan mendapat pengobatan: Amoksisilin 3x500
mg/hari, Salbutamol 2x1, Ambroksol 3x1.
Hasil pemeriksaan fisik: BB 55 kg, TB 169 cm, TD 135/90 mmHg, N 28x/menit,
S 38 C.
Hasil Spirometri: FEV1/FVC < 70%, PaO2 50 mmHg.
Penyelesaian Kasus
1. Data Pasien
Nama
: Tn. HZ
Umur
: 55 tahun
BB
: 55 kg
TB
: 169 cm
2. Riwayat sosial
Perokok sejak tamat SMA (menghabiskan 2 bungkus/hari)
3. Riwayat pengobatan saat ini
Amoksisilin 3x500 mg/hari,
Salbutamol 2x1,
Ambroksol 3x1
4. Hasil Lab
Pemeriksaan Fisik : TD 135/90 mmHg, N 28x/menit, S 38 C.
Hasil Spirometri : FEV1/FVC < 70%, PaO2 50 mmHg.
5. Permasalahan Pasien
- Batuk disiang hari, dan setiap hari sejak tiga bulan terakhir
- Setiap batuk merasa sesak
6. Gejala dan tanda
23

Gejala meliputi :
- Merasa sesak setiap kali batuk,
- Nafas memburuk dan pendek-pendek,
- Dada terasa berat dan terengah-engah,
- lelah dan
- Lesu
Tandanya yaitu :
Mengeluarkan dahak kental berwarna kuning kehijauan
7. Tatalaksana terapi
a. Nonfarmakologi
Melakukan olahraga seperti ergometri atau walking jogging
Mengonsumsi air mineral
Melakukan Terapi oksigen karena PaO2 < 50 mmHg
Mengkonsumsi makanan bernutrisi, seperti makanan yang kaya akan
protein karena dapat meningkatkan ventilasi oxigen comsumption dan
respons ventilasi terhadap hipoksia. Malnutrisi sering terjadi pada PPOK
kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja
muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi
akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Latihan pernapasan, tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan
mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan
pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot
abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan
memperkuat otot ekstrimit
b. Terapi Farmakologi
Tn Hz menderita PPOK Eksaserbasi akut tipe 1 (Eksaserbasi berat)
karena memiliki 3 gejala yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan
perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut disebabkan oleh factor primer seperti
Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) dan factor sekunder seperti
lingkungan yang buruk (polusi udara), nutrisi buruk ataupun aspirasi berulang.
Terapi farmakologi untuk Penderita PPOK dapat diberikan antibiotik dan
bronkodilator. Antibiotik digunakan utuk pengobatan PPOK untuk mengurangi
24

jumlah sputum yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik yang cocok digunakan
untuk Tn Hz adalah antibiotik lini I yaitu Amoxixilin 3x500 mg selama 10-14 hari
karena amoxixilin merupakan antibiotik yang termasuk spektrum luas.
Bronkodilator yang sering digunakan yaitu beta-2 agonis seperti
salbutamol karena beta-2 agonis ini memiliki aksi yang pendek dan durasi yang
lama selain itu efek obat ini dapat memperbaiki FEV-1 dan volume paru,
mengurangi sesak nafas, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi kejadian
eksaserbasi.
Jadi resep yang diberikan dokter untuk mengobati Tn. Hz telah sesuai.
Namun dalam resep dokter juga menambahkan ambroxol yang berfungsi sebagai
mukolitik untuk mengencerkan dahak pasien.
8. KIE
1. Hindari penyebab seperti berhenti merokok
2. Gunakan masker untuk menghindari polusi udara saat berada di luar rumah
3. Kurangi mengonsumsi natrium
4. Hindari aktivitas berat
5. Istrahat yang teratur
6. Memakai pakaian yang longgar
7. Memberikan informasi mengenai gejala ekserbansi
8. Memberikan informasi efek samping dan cara penggunaan obat
9. Monitoring
1. Perlu dilakukan tes fungsi paru secara periodic untuk mengetahui pengaruh
terapi.
2. Hentikan terapi oksigen jika kadar paO2 kembali normal
3. Pantau efek samping dari salbutamol : takikardia, tremor, nervous

25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu :
1. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. Etiologi PPOK meliputi faktor paparan lingkungan (merokok,
pekerjaan dan polusi udara) dan faktor resiko dari host (usia, jenis kelamin,
gangguan fungsi paru dan prediposisi genetik). Patofisiologi PPOK yaitu
inhalasi bahan berbahaya sehingga timbul

inflamasi sehingga terjadi

kerusakan jaringan paru sebabkan penyempitan saluran napas dan fibrosis,


destruksi parenkim dan hipersekresi mukus.
2. Gejala PPOK meliputi batu kronik, berdahak kronik dan sesak napas.
Sedangkan tanda fisiknya ditemukan hal-hal seperti inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Klasifikasi PPOK berdasarkan nilai FEV 1 dan gejala
yang ditimbulkan meliputi tingkat 1 ringan, tingkat2 sedang, tingkat 3 berat
dan tingkat 4 sangat berat.
3. Tatalaksana terapi PPOK meliputi terapi farmakologi yaitu menggunakan
obat-obatan (bronkodilator,antiinflamasi, antibiotik, antioksidan, mukolitik
dan antitusif), terapi oksigen dan terapi pembedahan. Dan terapi non
farmakologi meliputi hentikan kebiasaan merokok, ventilasi mekanik,
perbaikan nutrisi dan rehabilitasi PPOK. Sedangkan KIE PPOK meliputi
hal-hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK yang
diberikan sejak diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap
kunjungan yang diberikan di poliklinik, ruang rawat dan di rumah. KIE
yang dimaksud berdasarkan skala priority yaitu, penggunaan obat-obatan,
penggunaan oksigen dan lain-lain.
4. Kasus pasien PPOK dalam makalah ini sudah mendapatkan obat yang
sesuai indikasi dengan penambahan terapi nonfarmakologi dan KIE serta
monitoring selama terapi kepada pasien tersebut.

26

B. Saran
Saran kami sebaiknya dalam melakukan terapi farmakologi bagi pasien
PPOK perlu diperhatikan algoritma terapinya dan kondisi fisiologi pasien agar
diperoleh efek yang terapi yang tepat, selain itu interaksi mungkin terjadi
perlu juga diketahui pada golongan obat-obatan tersebut.

27

DAFTAR PUSTAKA
Ikawati, Z., 2011, Penyakit Sistem Pernapasan dan Terapinya, Bursa Ilmu,
Yogyakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Penyakit Paru Obstruktif Kronik
( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Sukandar, Ellin Yulinah. et al, 2008, ISO Farnakoterapi, PT. ISFI Penerbitan,
Jakarta.
Tjay, T.H dan Kirana, R., 2007, Obat-Obat Penting edisi Keenam, Elex Media
Komputindo, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai