SOL Inrakranial
SOL Inrakranial
SOL Intrakranial
Oleh:
Lisa Yunita Marnas
Suci Guntari
090100016
090100022
Fatimah Bebi
090100134
Syarifah Nadya
090100216
Regina Marhadisony
090100371
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Penulisan
makalah
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pencapaian
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
1. 1. Latar Belakang..............................................................................
1.2. Tujuan Penulisan............................................................................
1.3. Manfaat Penulisan..........................................................................
BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
3.1. Space Occupying Lesion .............................................................
3.1.1. Definisi................................................................................
3.1.2. Epidemiologi.......................................................................
3.1.3. Etiologi................................................................................
3.1.4. Klasifikasi............................................................................
3.1.5. Patofisiologi.........................................................................
3.1.6. Manifestasi Klinis................................................................
3.1.7. Diagnosis.............................................................................
3.1.8. Pemeriksaan penunjang.......................................................
3.1.9. Penatalaksanaan...................................................................
3.1.10. Komplikasi.....................................................................
BAB IV DISKUSI KASUS...........................................................................
BAB V KESIMPULAN................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................
i
ii
1
1
2
2
3
30
30
30
30
30
31
32
33
36
38
40
42
43
44
45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanyalesi
pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebabnyameliputi
hematoma, abses otak dan tumor otak.1
Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yangmerupakan
ruang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapatmenimbulkan
pendarahan setempat. Peningkatan tekanan intrakranialdidefinisikan sebagai
peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruangintrakranial ditempati oleh
jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.Setiap bagian menempati suatu
volume
tertentu
yang
menghasilkan
suatutekanan
intrakranial
normal.
Sakit
Lahore,
Pakistan, periode September 1999 hingga April 2000, dalam 100 kasus
spaceoccupying lesion intrakranial, 54 kasus terjadi pada pria dan 46 kasus
padawanita. Selain itu, 18 kasus ditemukan pada usia dibawah 12 tahun. 28
kasusterjadi pada rentan usia 20-29 tahun, 13 kasus pada usia 30-39, dan 14
kasus pada usia 40-49.1
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia
30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.3
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik senior Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUP Haji Adam Malik Medan dan
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mahasiswa tentang SOL intrakranial.
1.3.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai sarana untuk mengetahui
dan mempelajari lebih dalam mengenai SOL intrakranial berdasarkan teori dan kasus
yang ada.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. STATUS NEUROLOGI
IDENTITAS PRIBADI
NAMA
: DM
JENIS KELAMIN
: Perempuan
USIA
: 52 Tahun
SUKU BANGSA
: Batak/ Indonesia
AGAMA
: Kristen Protestan
ALAMAT
STATUS
: Menikah
PEKERJAAN
: Petani
TGL MASUK
: 28 Desember 2013
TGL KELUAR
Desember 2013
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Penurunan kesadaran
TELAAH
-
Hal ini dialami kira-kira 2 hari yang lalu saat os beraktivitas ringan.
Riwayat nyeri kepala (+) bersifat hilang timbul, terasa panas dan os tidak
menggunakan obat anti nyeri, riwayat muntah menyembur, riwayat kejang
(+) dialami 1x tidak jelas sifat kejangnya, saat kejang mata terbelalak dan
os sempat sadar saat kejang, mulut berbusa (+).Riwayat batuk lama (-),
batuk darah (-), penurunan berat badan (+) sejak beberapa bulan yg lalu
5kg. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat penyakit jantung (-).
Riwayat trauma (+) sejak 9 hari yang lalu, os tercampak dari mobil pick
up yang ditumpanginya. Os sempat pingsan 2 jam , setelah itu os sadar.
Menurut keluarga os, lemah pada lengan dan tungkai kiri dialami os
-
setelah trauma.
RPT
: tidak jelas
RPO
: tidak jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan, akral hangat, CRT < 3,
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Digestivus
: (-)
Faktor Familier
: (-)
Lain-lain
: (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Biasa dan baik
Imunisasi
: Tidak jelas
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan
: Petani
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umun
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Frekuensi Nafas
: 20x/menit
: 37.1
Temperatur
Persendian
Pergerakan
: Sulit dinilai
Kelenjar Parotis
Bruit
: Tidak dijumpai
Dan lain-lain
: (-)
Rongga Abdomen
Inspeksi
Simetris Fusiformis
Simetris
Perkusi
Sonor memendek
Timpani
Palpasi
Auskultasi
Sulit dinilai
Bronchial (+), ronkhi (+)
Genitalia
Toucher
STATUS NEUROLOGI
Soepel
Peristaltik (+) normal
Sensorium
: Apatis
Kranium
Bentuk
: Bulat
Fontanella
: Tertutup
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: desah (-)
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Tanda Brudzinski I
: (-)
Tanda Brudzinski II
: (-)
: (-)
: (-)
Normosmia
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Anosmia
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Parosmia
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Hiposmia
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Nervus II
Oculi Dextra
Oculi Sinistra
Visus
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Normal
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Menyempit
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Hemianopsia :
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Scotoma
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Lapangan Pandang
Refleks Ancaman
Fundus Okuli
Warna
Batas
Ekskavasio
Arteri
Vena
Oculi Dextra
Oculi Sinistra
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Pupil
Lebar
Bentuk
3 mm
3 mm
Bulat
Bulat
: (+)
(+)
(+)
7 mm
7 mm
Rima Palpebra
Deviasi Conjugate
(-)
(-)
(+)
(+)
Strabismus
(-)
(-)
Nervus V
Kanan
Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Kekuatan Gigitan
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Kulit
Sulit Dinilai
Selaput Lendir
Sulit Dinilai
(+)
Sensorik
Refleks Kornea
Langsung
Tidak Lansung
(+)
(+)
(+)
Refleks Masseter
Refleks Bersin
Nervus VII
Kanan
Kiri
Motorik
Mimik
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Kerut kening
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Menutup mata
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Meniup sekuatnya
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Memperlihatkan gigi
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Tertawa
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Hiperakusis
Sulit Dinilai
Refleks Stapedial
Sulit Dinilai
Sensorik
Nervus VIII
Kanan
Kiri
Auditorius
Pendengaran
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Test Rinne
Test Weber
Test Schwabach
Nistagmus
(-)
Reaksi Kalori
Vestibularis
Vertigo
Tinnitus
(-)
(-)
(-)
(-)
Pallatum Mole
Sulit Dinilai
Uvula
Sulit Dinilai
Disfagia
Sulit Dinilai
Disartria
Sulit Dinilai
Disfonia
Sulit Dinilai
Refleks Muntah
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
(-)
Nervus IX, X
Nervus XI
Kanan
Kiri
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Mengangkat bahu
Nervus XII
Lidah
Tremor
(-)
Atrofi
(-)
Fasikulasi
(-)
10
Medial
Sulit Dinilai
SISTEM MOTORIK
Trofi
: Sulit Dinilai
Tonus otot
: Sulit Dinilai
Kekuatan otot
Sikap (duduk-berdiri-berbaring)
: Berbaring
(-)
Khorea
(-)
Ballismus
(-)
Mioklonus
(-)
Atetosis
(-)
Distonia
(-)
Spasme
(-)
Tic
(-)
Dan lain-lain
(-)
Eksteroseptif
Sulit Dinilai
Propriosepttif
Sulit Dinilai
Stereognosis
Sulit Dinilai
Pengenalan 2 titik
Sulit Dinilai
Grafestesia
Sulit Dinilai
TEST SENSIBILITAS
REFLEKS
11
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Biceps
(+)
(+)
Triceps
(+)
(+)
Radioperiost
(+)
(+)
APR
(+)
(+)
KPR
(+)
(+)
Strumple
(+)
(+)
Kanan
Kiri
Refleks Patologis
Babinski
(-)
(-)
Oppenheim
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Gordon
(-)
(-)
Schaefer
(-)
(-)
Hofman-Tromner
(-)
(-)
Klonus Lutut
(-)
(-)
Klonus Kaki
(-)
(-)
(-)
(-)
Lenggang
Sulit dinilai
Bicara
Sulit dinilai
Menulis
Sulit dinilai
Percobaan Apraksia
Sulit dinilai
Test telunjuk-telunjuk
Sulit dinilai
Test telunjuk-hidung
Sulit dinilai
Diadokokinesia
Sulit dinilai
Test tumit-lutut
Sulit dinilai
Test Romberg
Sulit dinilai
Refleks Primitif
KOORDINASI
12
VEGETATIF
Vasomotorik
Sudomotorik
Pilo-erektor
Miksi
(+)
Defekasi
(-)
Normal
(+)
Scoliosis
(-)
Hiperlordosis
(-)
Leher
Sulit Dinilai
Pinggang
Sulit Dinilai
VERTEBRA
Bentuk
Pergerakan
Sulit Dinilai
Cross Laseque
Sulit Dinilai
Test Lhermitte
Sulit Dinilai
Test Nafziger
Sulit Dinilai
Ataksia
(-)
Disartria
(-)
Tremor
(-)
Nistagmus
(-)
Fenomena Rebound
(-)
GEJALA-GEJALA SEREBELAR
13
Vertigo
Dan lain-lain
(-)
:
(-)
GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor
(-)
Rigiditas
(-)
Bradikinesia
(-)
Dan lain-lain
(-)
Kesadaran kualitatif
Apatis
Ingatan baru
Sulit dinilai
Ingatan lama
Sulit dinilai
Sulit dinilai
FUNGSI LUHUR
Orientasi
Diri
Tempat
Sulit dinilai
Waktu
Sulit dinilai
Situasi
Sulit dinilai
Intelegensia
Sulit dinilai
Daya pertimbangan
Sulit dinilai
Reaksi emosi
Sulit dinilai
Ekspresif
Sulit dinilai
Represif
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Agnosia visual
Sulit dinilai
Agnosia jari-jari
Sulit dinilai
Akalkulia
Sulit dinilai
Afasia
Apraksia
Agnosia
14
Disorientasi ka-ki
Sulit dinilai
: Penurunan kesadaran
: Hal ini dialami kira-kira 2 hari yang lalu saat os beraktivitas ringan.
Riwayat nyeri kepala (+) bersifat hilang timbul, terasa panas dan os tidak
menggunakan obat anti nyeri, riwayat muntah menyembur, riwayat kejang (+)
dialami 1x tidak jelas sifat kejangnya, saat kejang mata terbelalak dan os sempat
sadar saat kejang, mulut berbusa (+). Penurunan berat badan (+) sejak beberapa bulan
yg lalu 5kg. Riwayat trauma (+) sejak 9 hari yang lalu, os tercampak dari mobil
pick up yang ditumpanginya. Os sempat pingsan 2 jam , setelah itu os sadar. Menurut
keluarga os, lemah pada lengan dan tungkai kiri dialami os setelah trauma.
RPT
: Tidak jelas
RPO
: Tidak jelas
Status Presens
Sensorium
: Apatis
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Frekuensi Nafas
: 20x/menit
Temperatur
: 37.1
Status Neurologis
Tanda Peningkatan TIK
-
15
Kaku kuduk
Tanda Kernig
Tanda Brudzinski I/II
Refleks Fisiologis
ka
ki
B/T
+/+
+/+
APR/KPR
+/+
+/+
Refleks Patologis
ka
ki
H/T
-/-
-/-
Babinski
(+)
(-)
(-)
Nervus Kranialis
N. I
: Sulit Dinilai
N. II
DIAGNOSA BANDING :
1. Trauma Kapitis
2. Sol intrakranial
16
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL
DIAGNOSA ETIOLOGIK
: Karsinogenik
DIAGNOSA ANATOMIK
: Intracranial Subarchnoid
DIAGNOSA KERJA
: dubia ad malam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanactionam
: dubia ad malam
17
Hb
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Ht
:
:
:
:
:
15,2 g%
4,61 x 106 /mm3
13.92 x 103 /mm3
292 x 103 /mm3
39,30 %
N = 11,7-15,5
N = 4,20 4,87
N = 4,5-11,0
N = 150-450
N = 38-44
Neutrofil/Limfosit/Monosit/Eosinofil/Basofil :
85,5% / 5,7% / 8,70 % / 0,0 / 0,100
Tanggal : 31 Desember 2013
KGD puasa
KGD 2jpp
:
:
87 mg/dL
244 mg/dL
Kolesterol total
Trigliserid
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Natrium
Kalium
Chlorida
Tanggal : 02 Januari 2014
Natrium
Kalium
Chlorida
N : 70-120
N : < 200
: 153 mg/dL
: 50 mg/dL
: 46 mg/dL
: 98 mg/dL
: 137 mEq/L
: 4.2 mEq/L
: 107 mEq/L
N : < 200
N : 40-200
N : > 65
N : < 150
N : 135-145
N : 3.6-5.5
N : 96-108
: 136 mEq/L
: 4.3 mEq/L
: 103 mEq/L
N : 135-145
N : 3.6-5.5
N : 96-108
18
Kesan :
- Bronchopneumonia
Kesan :
19
Sol di lobus frontalis kanan dengan kalsifikasi ukuran +/- sangat mungkin suatu
meningioma dengan edema perifokal
- Saran: MRI brain
FOLLOW UP (28 Desember 2013 05 Januari 2013)
Tanggal
Diagnosa
Penatalaksanaan
28-12-13
S: penurunan kesadaran
Apatis +
obs.konvulsi +
Hem.sin ec dd. 1.
Trauma kapitis, 2.
Sol
O: Sens: Apatis
TD: 140/80 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20 x/I
- Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12
jam (skin test)
temp: 36.2 0C
Peningkatan TIK : Perangsangan Meningeal : kaku
kuduk (-)
N. Cranialis
NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Dolls eye phenomenon
(+)
NV : reflex kornea (+)
R/ konsul pembacaan
EKG, foto thorax, cek
KGD 2 jam pp, puasa.
Koreksi Na : Na x 0.6
x BB = (135-123) x 0.6 x
60 = 432 -> 1 fls NaCl
3% gandeng NaCl 0.9%
20 gtt/i
Anjuran : Head CT scan
kontras
-
Inj. Ketorolac 1
amp/ 8jam
Inj. Ranitidine 1
amp/ 12jam
IVFD manitol
20% 250cc
loading dose
(Habis dlm 30
menit).
20
APR/KPR : +/+
Refleks Patologis
H/T : -/Babinski :-/Kekuatan Motorik : sulit dinilai,
kesan lateralisasi kiri
29-12-13
Apatis +
obs.konvulsi +
Hem.sin ec dd. 1.
Trauma kapitis, 2.
Sol
21
30-12-13
S: penurunan kesadaran,
perbaikan (+)
O: Sens: CM
TD: 90/60 mmHg
HR: 78 x/i
RR: 20 x/I
temp: 36 0C
Peningkatan TIK : Perangsangan Meningeal : kaku
kuduk (-)
N. Cranialis
NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Dolls eye phenomenon
(+)
NV : reflex kornea (+)
Hem.sin ec dd. 1.
Trauma kapitis
2.Sol intracranial
+ imbalance
elektrolit
22
R/ Konsul pembacaan
Head CT scan, foto
thorax dan EKG. Cek
elektrolit post subtitusi
Dexamethasone
10gr -> 5gr / 6
jam
Refleks Fisiologis
B/T : +/+
APR/KPR : +/+
Refleks Patologis
H/T : -/Babinski :-/Kekuatan Motorik : sulit dinilai,
kesan lateralisasi kiri
31-12-13
S: penurunan kesadaran,
perbaikan (+)
O: Sens: CM
TD: 110/80 mmHg
HR: 72 x/i
RR: 20 x/i
temp: 36 0C
Peningkatan TIK : Perangsangan Meningeal : N. Cranialis
NI : Sulit Dinilai
Hem.sin ec Sol
intracranial +
imbalance
elektrolit
23
jam
- Inj. Dexamethasone
1amp/ 6 jam (H2) ->
selama 7 hari
R/ Susul pembacaan
Head CT scan, foto
thorax dan EKG. Cek
elektrolit post subtitusi
APR/KPR : +/+
Refleks Patologis
H/T : -/-
Antasida syr
Belajar minum
dan makan secara
oral -> NGT di
aff
01-01-14
S: penurunan kesadaran,
perbaikan (+)
O: Sens: CM
TD: 90/60 mmHg
HR: 64 x/i
Hem.sin ec Sol
intracranial +
imbalance
elektrolit
24
RR: 20 x/i
gtt/i
temp: 36 0C
- Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12
jam (H4)
- Inj. Ketorolac 1amp/8
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/
12 jam
- Inj. Diazepam (IV) 1
amp bolus pelan saat
kejang saja (K/P)
- Inj. Dexamethasone
1amp/ 6 jam (H3)
25
EIS : 44444
02-01-14
Hem.sin ec Sol
intracranial +
imbalance
elektrolit
HR: 72 x/i
RR: 22 x/i
temp: 36.1 C
Peningkatan TIK : Perangsangan Meningeal : N. Cranialis
NI : Sulit Dinilai
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm
NIII,IV,VI : Gerak bola mata (+)
NV : Buka tutup mulut (+)
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : Sulit Dinilai
- Inj. Dexamethasone
1amp/ 6 jam (H4)
R/
Refleks Fisiologis
B/T : +/+
APR/KPR : +/+
Refleks Patologis
Cek elektrolit
siang
Head CT-scan
kontras
Susul hasil
pembacaan Head
CT-scan, EKG
26
03-01-14
Hem.sin ec Sol
intracranial +
imbalance
elektrolit
27
04-01-14
Hemiparese
sinistra ec. Sol
intrakranial
28
mg
05-01-14
Pasien PAPS
29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Space Occupying Lesions Intracranial (SOL)
3.1.1 Definisi
Sol dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat
primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang
berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan
malformasi vaskuler.1
3.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga intrakranial dan
tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari
lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah
akibat infeksi, terutama tuberculosis. Dari data tersebut terdapat 6 kasus astrocytoma
dan 3 kasus meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2 kasus lagi
yakni, pilocytic astrocytoma and medulloblastoma. Selain itu juga terdapat kasus
pineal tumour, craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma dan
oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai
spinal yakni arachnoiditis, subdural abscess dan tuberculoma.2
3.1.3. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya
meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat
belum diketahui gejala klinis.
30
2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis
tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan
terbentuknya
neoplasma
primer
susunan
saraf
pusat
tetapi
31
Patofisiologi
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan
oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah
dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa
berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran
timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak
dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan
serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan
32
dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan
dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada
penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat
dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila
tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan
perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2
dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut
akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan
kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka
untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi
kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai
tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral
posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf
ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme
kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature.4
3.1.6. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki
semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk
peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan
masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat
dugaan adanya peninggian TIK.7
33
yang
menyebabkan
peningkatan
TIK,
yaitu
batuk,
yang
memancar
(projectile
voiting)
biasanya
menyertai
meningens
memberi
reflex
kepada
seputar
bola
mata,
tekanan
intrakaranial,
34
kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang
jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang
tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau
tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang
sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor
yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental
d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise.
3. Gejala klinik local
Manifestasi local terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi parenkim,
infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor
(contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya
dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
a. Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis pos- iktal.
b. Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, deficit lapangan pandang homonim perubahan kepribadian,
disfungsi memori dan kejang parsial kompleks
35
c. Lobus Parietal
dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi
homonym
d. Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen.
e. Tumor pada Ventrikel Tiga
Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.
f. Tumor Batang Otak
terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas
g. Tumor Serebellar
Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar.
h. Tumor Hipotalamus
Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan
cerebrospinal.
i. Tumor Fosa Posterior
Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus.5
36
3.1.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya
nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik
ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.8
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:8
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk
mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan
diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah
hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai
dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka
tekanan darah akan mulai turun.
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap
stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan
muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.
5. Reaksi pupil
37
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang
lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan
penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.
3.1.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang
mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih
singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi
tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat
menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan
gambar yang berbeda pad CT-Scan.9
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.
Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih
nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat
kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor
yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun
massa di batang otak.9
Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa
hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam
(inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak
didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas
tentorium serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur
dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan
CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada
perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle
38
shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus
dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya.8
Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih
sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan
dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural
dalam waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras,
vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural
hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk
lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan
epidural hematoma.8
Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi
hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan
perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi
lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan
perdarahan subarakhnoid.8
Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya
biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun
terapi.
2. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi
tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang
otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi
perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial. 7
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk
menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi,
walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit.9
4. Foto Thoraks
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama
paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru.
39
3.1.9. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses
seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang
40
limpoma
adalah
kemoterapi.
Tetapi
untuk
41
42
BAB IV
DISKUSI KASUS
43
BAB V
KESIMPULAN
Sol pada otak umumnya berhubungan dengan malignansi namun keadaan
patologi lain meliputi abses otak atau hematom. Adanya sol dalam otak akan
menyebabkan gambaran seperti tumor, yang meliputi gejala umum yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan intera cranial, perubahan tingkah laku, false localizing
signserta kelainan tergantung pada lokasi tumor. Tumor juga dapat menyebabkan
infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi
pada aliran cairan serebrospinalis yang menyebabkan hidrose falus dan menginduksi
angiogenesis dan edema paru.
44
DAFTAR PUSTAKA
[Last
accessed
7th
December 2014]
5. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from:
http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL
[Last
accessed
7th
December 2014]
6. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson
LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page
50-52.
8. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember
10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed
7th Desember 2014]
9. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.