Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

Pelarut Aquadest
4.1.1 Data Percobaan untuk Sampel Natrium Fosfat (Na3PO4) dengan
pelarut Aquadest (H2O)
Tabel 4.1 Data Percobaan Natrium Fosfat (Na3PO4) dengan pelarut Aquadest
Sampel

Run

I
Natrium
Fosfat
(Na3PO4)

0,2

II

0,4

III

4.2

Berat Zat
terlarut
(gr)

0,6

Volume
pelarut
(ml)
6
6,5
7
6
6,5
7
6
6,5
7

Temperatur
Jernih
Keruh
(C)
(C)
69
46
63
42
51
34

% Berat
Zat
Terlarut
3,2258
2,9851
2,7778

71
65
53

51
47
33

6,2500
5,7971
5,4054

78
71
55

51
48
34

9,0909
8,4507
7,8947

Pelarut Ades
4.2.1 Data Percobaan untuk Sampel Natrium Fosfat (Na3PO4) dengan
pelarut Ades
Tabel 4.2 Data Percobaan Natrium Fosfat (Na3PO4) dengan pelarut Ades
Sampel

Run

Berat
Zat
terlarut
(gr)

Natrium
Fosfat
(Na3PO4)

IV

0,4

Temperatur

Volume
pelarut
(ml)

Jernih
(C)

Keruh
(C)

% Berat
Zat
Terlarut

6
6,5
7

71
67
54

47
42
33

6,2815
5,8265
5,7450

4.2 Pembahasan untuk Garam dalam Pelarut Aquadest


4.2.1 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Volume Larutan

Gambar 4.1 Hubungan Temperatur Jernih terhadap Volume Larutan


Gambar 4.1 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap volume
larutan yang diperoleh dari hasil percobaan. Pada percobaan ini digunakan
pelarut aquadest dimana pada saat pencampuran kalium klorida dan aquadest,
yang terjadi adalah keduanya saling melarut setelah pemanasan.
Pada percobaan ini kita dituntut untuk memamahi titik jenuh dari suatu
larutan. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh (Azizah, 2004). Pada grafik hubungan temperatur
jernih terhadap volume larutan untuk pelarut aquadest belum terjadi larutan
jenuh dikarenakan zat terlarut yaitu kalium klorida dapat larut dalam zat pelarut
aquadest. Hal ini terjadi kerena proses pemanasan yang dilakukan dimana
menurut teori naiknya temperatur berbanding lurus dengan kelarutan
(Octavianus, 2013).
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run I,II, dan III dengan massa 2 gram, 4 gram, dan 2 gram. Regresi
adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi)
diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi
simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada

variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain
adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan
sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan atau mencari
hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai melakukan
penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel tersebut
(Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi dari
grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita lihat
pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil kurva
kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Menurut teori, volume berbanding terbalik dengan tekanan, sehingga
volume yang besar menyebabkan kelarutannya semakin rendah, hal ini
disebabkan apabila volume tinggi, maka tumbukannya antara partikel yang satu
dengan yang lain akan semakin jarang terjadi dan reaksi akan berjalan lambat
sehingga zat terlarut akan sulit larut dalam zat (Sitorus, 2013). Kombinasi dalam
satu pernyataan hokum Boyle, Charles, Gay Lussac dan Avogadro diperoleh
suatu persamaan yaitu :
PV = nRT...........................................(4.1)
Dimana:
P = tekanan gas (atm)
V= volume gas (L)
n = banyaknya mol, banyaknya mol didefinisikan sebagai perbandingan massa
(w) gas dengan berat molekulnya (M), yaitu

(mol)

R= tetapan gas (0,082 L/mol.K)


T = suhu (K)
(Yazid, 2005)
Berdasarkan teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa temperatur
berbanding terbalik dengan penambahan volume larutan.
Untuk kalium klorida pada run I, II dan III dengan massa 2 gram, 4 gram, dan
2 gram grafik mengalami penurunan pada setiap penambahan volume pelarut
berikutnya. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak volume pelarut yang
ditambahkan pada sampel, maka temperatur jernih akan menurun.

Adapun data percobaannya pada run I diperoleh data temperatur jernih


untuk volume larutan 4,930 ml, 6,930 ml, 8,930 ml, 10,930 ml, dan 12,930 ml
sebesar 78C, 70C, 68C, 65C, dan 60C dengan regresi sebesar 78,069 C,
70,903 C, 66,603 C, 63,736 C, dan 61,689 C. Pada run II diperoleh data
temperatur jernih untuk volume 5,860 ml, 7,860 ml, 9,860 ml, 11,860 ml,
13,860 ml, dan 15,860 ml sebesar 82 C, 87 C, 85 C, 74 C, 65 C, dan 70 C
dengan regresi sebesar 87,867 C, 81,502 C, 77,259 C, 74,228 C, 71,955 C,
dan 70,187 C. Pada run III diperoleh data temperatur jernih untuk volume
larutan 4,930 ml, 6,930 ml, 8,930, 10,930 dan 12,930 ml sebesar 75 C, 68
C,72C, 69C dan 72 C dengan regresi sebesar 73,073 C, 71,713 C, 70,897
C, 70,353 C, dan 69,964 C.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah
temperaturnya.
4.2.2 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Volume Larutan

Gambar 4.2 Hubungan Temperatur Keruh terhadap Volume Larutan


Gambar 4.2 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap volume
larutan yang diperoleh dari hasil percobaan. Pada percobaan ini digunakan pelarut
aquadest dimana pada saat pencampuran kalium klorida dan aquadest, yang terjadi
adalah keduanya saling melarut setelah pemanasan.

Pada percobaan ini kita dituntut untuk memamahi titik jenuh dari suatu
larutan. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh (Azizah, 2004). Dan pada grafik diatas
ditunjukkan bahwa titik jenuh larutan kalium klorida pada run I pada suhu 36
o

C, 32 oC, 31 oC dan 30 oC, dan mulai tidak jenuh setelah penambahan volume 2

ml aquadest yaitu pada suhu 30 oC. Pada run II pada suhu 32 oC, 38 oC, 36 oC
dan 35 oC, dan mulai tidak jenuh setelah penambahan volume 2 ml aquadest
yaitu pada suhu 35 oC. Pada run III pada suhu 40 oC, 34 oC, 34 oC dan 36 oC, dan
mulai tidak jenuh setelah penambahan volume 2 ml aquadest yaitu pada suhu 30
o

C.
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium

klorida pada run I,II, dan III dengan massa 2 gram, 4 gram, dan 2 gram. Regresi
adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi)
diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi
simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada
variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain
adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan
sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan atau mencari
hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai melakukan
penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel tersebut
(Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi dari
grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita lihat
pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil kurva
kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Menurut teori, volume berbanding terbalik dengan tekanan, sehingga
volume yang besar menyebabkan kelarutannya semakin rendah, hal ini
disebabkan apabila volume tinggi, maka tumbukannya antara partikel yang satu
dengan yang lain akan semakin jarang terjadi dan reaksi akan berjalan lambat
sehingga zat terlarut akan sulit larut dalam zat (Sitorus, 2013). Kombinasi dalam
satu pernyataan hokum Boyle, Charles, Gay Lussac dan Avogadro diperoleh
suatu persamaan yaitu :

PV = nRT...........................................(4.2)
Dimana:
P = tekanan gas (atm)
V= volume gas (L)
n = banyaknya mol, banyaknya mol didefinisikan sebagai perbandingan massa
(w) gas dengan berat molekulnya (M), yaitu

(mol)

R= tetapan gas (0,082 L/mol.K)


T = suhu (K)
(Yazid, 2005)
Untuk kalium klorida run I 2 gram, run II 4 gram, dan run III 2 gram grafik
mengalami penurunan. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak volume
pelarut yang ditambahkan pada sampel, maka temperatur keruh akan menurun.
Adapun data hasil percobaannya pada run I diperoleh data temperatur
keruh untuk volume larutan 4,930 ml, 6,930 ml, 8,930 ml, 10,930 ml, dan
12,930 ml sebesar 36C, 32C, 31C, 30C, dan 30C dengan regresi sebesar
35,468 C, 32,804 C, 31,206 C, 30,141 C, dan 29,380 C. Pada run II
diperoleh data temperatur keruh untuk volume 5,860 ml, 7,860 ml, 9,860 ml,
11,860 ml, 13,860 ml, dan 15,860 ml sebesar 32 C, 38 C, 36 C, 35 C, 35 C,
dan 35 C dengan regresi sebesar 34,233 C, 34,788 C, 35,159 C, 35,423 C,
35,621 C dan 35,766 C. Pada run III diperoleh data temperatur keruh untuk
volume larutan 4,930 ml, 6,930 ml, 8,930 ml, 10,930 ml, dan 12,930 ml sebesar
40C, 34C, 34C, 36C, dan 30C dengan regresi sebesar 39,242 C, 36,017 C,
34,081 C, 32,791 C, dan 31,869 C.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah
temperaturnya.

4.2.3 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Persen Massa Sampel

Gambar 4.3 Hubungan Temperatur Jernih terhadap Persen Massa Sampel


Gambar 4.3 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap berat
sampel (%), yang diperoleh dari hasil percobaan. Pada percobaan ini digunakan
pelarut aquadest dimana pada saat pencampuran kalium klorida dan aquadest,
yang terjadi adalah keduanya saling melarut setelah pemanasan.
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run I,II, dan III dengan massa 2 gram, 4 gram, dan 2 gram. Regresi
adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi)
diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi
simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada
variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain
adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan
sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan atau mencari
hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai melakukan
penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel tersebut
(Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi dari
grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita lihat

pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil kurva
kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Data dari percobaan ini adalah pada run I diperoleh data temperatur jernih
untuk persen berat zat terlarut 33,333%, 25,000%, 20,000%, 16,667%, dan
14,286% sebesar 78 C, 70 C, 68 C, 65 C dan 60 C dengan regresi sebesar
78,069 C, 70,903 C, 66,603 C, 63,736 C dan 61,689 C. Pada run II
diperoleh data temperatur jernih untuk persen berat zat terlarut 50,000%,
40,000%, 33,333%, 28,571%, 25,000% dan 22,222% sebesar 82 C, 87 C, 85
C, 74 C, 65 C dan 70 C dengan regresi sebesar 87,867 C, 81,502 C, 77,259
C, 74,228 C, 71,955 C dan 70,187 C. Pada run III diperoleh data temperatur
jernih untuk persen berat zat terlarut 33,333%, 25,000%, 20,000%, 16,667%,
dan 14,286% sebesar 75 C, 68 C, 72 C, 69 C dan 72 C dengan regresi
sebesar 73,073 C, 71,713 C, 70,897 C, 70,353 C dan 69,964 C. Pada grafik
4.3 dapat disimpulkan bahwa semua grafik, baik pada sampel maupun regresi
kalium klorida 2 gram, 4 gram, dan 2 gram mengalami peningkatan.
Menurut teori, kelarutan biasanya dinyatakan dalam konsentrasi baik itu
massa zat pelarut, molaritas, molalitas, fraksi mol, atau istilah lain yang sama
dengan konsentrasi. Kelarutan zat terlarut dalam zat pelarut tergantung pada
temperatur atau suhu. Pada banyak padatan yang terlarut dalam cairan, kelarutan
meningkat dengan temperatur (Sisodiya, dkk., 2012). Semakin tinggi temperatur
semakin besar % massa sampel, dan sebaliknya semakin rendah temperatur
semakin kecil % massa sampel. Dan dari hubungan tersebut dapat disimpulkan
bahwa naiknya temperatur berbanding lurus dengan % massa sampel, karena
naiknya temperatur berbanding lurus dengan kelarutan (Krisnariansyah, 2012).
Dari hubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa naiknya temperatur
sebanding dengan jumlah massa zat, karena naiknya temperatur berbanding
lurus dengan kelarutan. Maka didapatkan hasil percobaan sesuai dengan teori
dimana semakin besar berat sampelnya (%), semakin besar pula temperaturnya.

4.2.4 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Persen Massa Sampel

Gambar 4.4 Hubungan Temperatur keruh terhadap Persen Massa Sampel


Gambar 4.4 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap berat
sampel (%) yang diperoleh dari hasil percobaan. Dari gambar 4.4 dapat dilihat
grafik mengalami peningkatan. Pada percobaan ini digunakan pelarut aquadest
dimana pada saat pencampuran fruktosa dan aquadest, yang terjadi adalah
keduanya saling melarut setelah pemanasan.
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run I,II, dan III dengan massa 2 gram, 4 gram, dan 2 gram. Regresi
adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi)
diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi
simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada
variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain
adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan
sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan atau mencari
hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai melakukan
penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel tersebut
(Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi dari
grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita lihat

pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil kurva
kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Pada run I diperoleh data temperatur keruh untuk persen berat zat terlarut
33,333%, 25,000%, 20,000%, 16,667%, dan 14,286% sebesar 36 C, 32 C, 31
C, 30 C dan 30 C dengan regresi sebesar 35,468 C, 32,804 C, 31,206 C,
30,141 C dan 29,380 C. Pada run II diperoleh data temperatur keruh untuk
persen berat zat terlarut 50,000%, 40,000%, 33,333%, 28,571%, 25,000% dan
22,222% sebesar 32 C, 38 C, 36 C, 35 C, 35 C dan 35 C dengan regresi
sebesar 34,233 C, 34,788 C, 35,159 C, 25,423 C, 35,621 C dan 35,776 C.
Pada run III diperoleh data temperatur keruh untuk persen berat zat terlarut
33,333%, 25,000%, 20,000%, 16,667%, dan 14,286% sebesar 40 C, 34 C, 34
C, 36 C dan 30 C dengan regresi sebesar 39,242 C, 36,017 C, 34,081 C,
32,791 C dan 31,869 C.
Menurut teori, kelarutan biasanya dinyatakan dalam konsentrasi baik itu
massa zat pelarut, molaritas, molalitas, fraksi mol, atau istilah lain yang sama
dengan konsentrasi. Kelarutan zat terlarut dalam zat pelarut tergantung pada
temperatur atau suhu. Pada banyak padatan yang terlarut dalam cairan, kelarutan
meningkat dengan temperatur (Sisodiya, dkk., 2012). Semakin tinggi temperatur
semakin besar % massa sampel, dan sebaliknya semakin rendah temperatur
semakin kecil % massa sampel. Dan dari hubungan tersebut dapat disimpulkan
bahwa naiknya temperatur berbanding lurus dengan % massa sampel, karena
naiknya temperatur berbanding lurus dengan kelarutan (Krisnariansyah, 2012).
Dari hubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa naiknya temperatur
sebanding dengan jumlah massa zat, karena naiknya temperatur berbanding
lurus dengan kelarutan. Maka didapatkan hasil percobaan sesuai dengan teori
dimana semakin besar berat sampelnya (%), semakin besar pula temperaturnya.

4.2.5 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Kelarutan

Gambar 4.5 Hubungan Temperatur Jernih terhadap Kelarutan


Gambar 4.5 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap kelarutan,
yang diperoleh dari hasil percobaan. Grafik 4.5 memperlihatkan bahwa grafik
mengalami peningkatan pada semua sampel, baik pada kalium klorida run I, run
II, dan run III, dan regresi kalium klorida run I, run II, dan run III.
Pada percobaan ini digunakan pelarut aquadest dimana pada saat
pencampuran kalium klorida dan aquadest, yang terjadi adalah keduanya saling
melarut meskipun tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan, kedua senyawa
tersebut bersifat polar sehingga lebih mudah untuk melarut.
Pada percobaan ini kita dituntut untuk memamahi titik jenuh dari suatu
larutan. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh (Azizah, 2004). Pada grafik hubungan temperatur
jernih terhadap kelarutan untuk pelarut Aquadest belum terjadi larutan jenuh
dikarenakan zat terlarut yaitu fruktosa dapat larut dalam zat pelarut aquadest.
Hal ini terjadi karena proses pemanasan yang dilakukan dimana menurut teori
naiknya temperatur berbanding lurus dengan kelarutan (Octavianus, 2013).
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run I,II, dan III dengan massa 2 gram, 4 gram, dan 2 gram. Regresi
adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan

bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi)


diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi
simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada
variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain
adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan
sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan atau mencari
hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai melakukan
penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel tersebut
(Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi dari
grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita lihat
pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil kurva
kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Pada run I diperoleh data temperatur jernih untuk nilai kelarutan 3,655 M,
2,600 M, 2,018 M, 1,649 M dan 1,394 M sebesar 78 C, 70 C, 68 C, 65 C dan
60 C dengan regresi sebesar 78,069 C, 70,903 C, 66,603 C, 63,736 C dan
61,689 C. Pada run II diperoleh data temperatur untuk nilai kelarutan 6,150 M,
4,585 M, 3,655 M, 3,039 M, 2,600 M dan 2,272 M sebesar 82 C, 87 C, 85 C,
74 C, 65 C dan 70 C dengan regresi sebesar 87,867 C, 81,502 C, 77,259 C,
74,228 C, 71,995 C dan 70,187 C. Pada run III diperoleh data temperatur
jernih untuk nilai kelarutan 3,655 M, 2,600 M, 2,018 M, 1,649 M dan 1,394 M
sebesar 75 C, 68 C, 72 C, 69 C dan 72 C dengan regresi sebesar 73,073 C,
71,713 C, 70,897 C, 70,353 C dan 69,694 C.
Menurut teori, kelarutan umumnya berkurang pada temperatur yang lebih
tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas
yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi
berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang
lebih tinggi (Octavianus, 2013).
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana terjadi kenaikan kelarutan ketika temperatur semakin besar.

4.2.6

Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Kelarutan

Gambar 4.6 Hubungan Temperatur Keruh terhadap Kelarutan


Gambar 4.6 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap kelarutan
zat yang diperoleh dari hasil percobaan. Pada percobaan ini digunakan pelarut
aquadest dimana pada saat pencampuran kalium klorida dan aquadest, yang
terjadi adalah keduanya saling melarut setelah pemanasan.
Pada percobaan ini kita dituntut untuk memamahi titik jenuh dari suatu
larutan. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh (Azizah, 2004). Dan pada grafik diatas
ditunjukkan bahwa titik jenuh larutan kalium klorida pada run I 36 oC, 32 oC, 31
o

C, 30 oC dan mulai tidak jenuh setelah penambahan volume 2 ml aquadest yaitu

30 oC. Pada run II pada suhu 32 oC, 38 oC, 36 oC, 35 oC dan 35 oC dan mulai
tidak jenuh setelah penambahan volume 2 ml aquadest yaitu pada suhu 35 oC.
Pada run III 40 oC, 36 oC, 34 oC, 34 oC dan mulai tidak jenuh setelah penambahan
volume 2 ml aquadest yaitu 30 oC
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run I, II dan III dengan massa 2 gram, 4 gram dan 2 gram. Regresi
adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan
bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi)
diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang sering diberi
simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada regresi harus ada
variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau dengan kata lain
adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dan

sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan atau mencari


hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai melakukan
penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel tersebut
(Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi dari
grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita lihat
pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil kurva
kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Dari gambar 4.6 dapat dilihat untuk kalium klorida pada percobaan I, II,
III, IV, V dan VI mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, dapat
disimpulkan bahwa semakin besar kelarutan suatu zat, maka temperatur keruh
cenderung naik.
Pada percobaan I diperoleh data temperatur keruh untuk nilai kelarutan
3,655 M, 2,600 M, 2,018 M, 1,649 M dan 1,394 M sebesar sebesar 36 C, 32
C, 31 C, 30 C dan 30 C dengan regresi sebesar 35,468 C, 32,804 C,
31,206 C, 30,141 C dan 29,380 C. Pada run II diperoleh data temperatur
keruh untuk nilai kelarutan 6,150 M, 4,589 M, 3,655 M, 3,039 M, 2,600 M dan
2,272 M sebesar 32 C, 38 C, 36 C, 35 C, 35 C dan 35 C dengan regresi
sebesar 34,233 C, 34,788 C, 35,159 C, 35,423 C, 35,621C dan 35,776 C.
Pada run III diperoleh data temperatur keruh untuk nilai kelarutan 3,655 M,
2,600 M, 2,018 M, 1,649 M dan 1,394 M sebesar sebesar 40 C, 34 C, 34 C,
36 C dan 30 C dengan regresi sebesar 39,242 C, 36,017 C, 34,081 C,
32,791 C dan 31,869 C.
Menurut teori, kelarutan umumnya berkurang pada temperatur yang lebih
tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas
yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi
berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang
lebih tinggi (Octavianus, 2013).
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana terjadi kenaikan kelarutan ketika temperatur semakin besar.
4.3 Pembahasan untuk Kalium Klorida dalam Pelarut Ades
4.3.1 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Volume Larutan

Gambar 4.7 Hubungan Temperatur Jernih terhadap Volume Larutan


Gambar 4.7 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap volume
larutan yang diperoleh dari hasil percobaan. Untuk kalium klorida pada run III
dengan massa 2 gram, grafik mengalami penurunan pada setiap penambahan
volume pelarut berikutnya.
Pada percobaan ini digunakan pelarut ades dimana pada saat pencampuran
kalium klorida dan ades, yang terjadi adalah keduanya saling melarut meskipun
tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan, kedua senyawa tersebut bersifat polar
sehingga lebih mudah untuk melarut. Dan pelarut ades lebih baik dalam
melarutkan sampel kalium klorida dibandingkan dengan pelarut aquadest. Hal
ini dikarenakan kandungan oksigen dalam pelarut ades lebih banyak.
Pada percobaan ini kita dituntut untuk memamahi titik jenuh dari suatu
larutan. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh (Azizah, 2004).

Pada grafik hubungan

temperatur jernih terhadap volume larutan untuk pelarut ades belum terjadi
larutan jenuh dikarenakan zat terlarut yaitu kalium klorida dapat larut dalam zat
pelarut ades. Hal ini terjadi kerena proses pemanasan yang dilakukan dimana
menurut teori naiknya temperatur berbanding lurus dengan kelarutan
(Octavianus, 2013).
Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run III. Regresi adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih
yang dinyatakan dengan bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan
bentuk hubungan (regresi) diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel

bebas yang sering diberi simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada
regresi harus ada variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau
dengan kata lain adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang
lainnya dan sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan
atau mencari hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai
melakukan penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel
tersebut (Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi
dari grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita
lihat pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil
kurva kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Pada run III diperoleh data temperatur jernih untuk volume larutan 4,930
ml, 6,930 ml, 8,930 ml, 10,930 ml dan 12,930 ml sebesar 75 oC, 68 oC, 72 oC, 69
o

C dan 72 C dengan regresi sebesar 73,073 C, 71,713 C, 70,897 oC, 70,535 oC

dan 69,964 C.
Menurut teori, semakin tinggi temperatur semakin cepat kelarutannya, dan
sebaliknya semakin rendah tempetur semakin kecil kelarutannya. Dan dari
hubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa naiknya temperatur berbanding
terbalik dengan volume larutan, karena naiknya temperatur berbanding lurus
dengan kelarutan (Krisnariansyah, 2012). Dari hubungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa naiknya temperatur berbanding terbalik dengan volume
larutan.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah
temperaturnya.

4.3.2 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Volume Larutan

Gambar 4.8 Hubungan Temperatur Keruh terhadap Volume Larutan


Pada gambar 4.8 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap
volume larutan yang diperoleh dari hasil percobaan. Untuk kalium klorida pada
run III dengan massa 2 gram grafik mengalami penurunan pada setiap
penambahan volume pelarut berikutnya.
Pada percobaan ini digunakan pelarut ades dimana pada saat pencampuran
kalium klorida dan ades, yang terjadi adalah keduanya saling melarut meskipun
tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan, kedua senyawa tersebut bersifat polar
sehingga lebih mudah untuk melarut. Dan pelarut ades lebih baik dalam
melarutkan sampel kalium klorida dibandingkan dengan pelarut aquadest. Hal
ini dikarenakan kandungan oksigen dalam pelarut ades lebih banyak.
Pada percobaan ini kita dituntut untuk memamahi titik jenuh dari suatu
larutan. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur
tertentu disebut larutan jenuh (Azizah, 2004). Dan pada grafik diatas
ditunjukkan bahwa titik jenuh larutan kalium klorida pada run III pada suhu 40
o

C, 34 oC, 34 oC dan 36 oC, dan mulai tidak jenuh setelah penambahan volume 2

ml ades yaitu pada suhu 30 oC.


Pada grafik dapat kita lihat ada fungsi regresi dari sampel yaitu kalium
klorida pada run III. Regresi adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih
yang dinyatakan dengan bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan
bentuk hubungan (regresi) diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel

bebas yang sering diberi simbul X dan variabel tak bebas dengan simbul Y. Pada
regresi harus ada variable yang ditentukan dan variabel yang menentukan atau
dengan kata lain adanya ketergantungan variabel yang satu dengan variabel yang
lainnya dan sebaliknya. Tujuan mempelajari regresi adalah untuk menemukan
atau mencari hubungan antarvariabel, sebagai dasar untuk dapat dipakai
melakukan penaksiran atau peramalan atau estimasi dari hubungan antarvariabel
tersebut (Tenaya, 2009). Jadi dalam grafik percobaan kurva kelarutan ini fungsi
dari grafik regresi dibuat untuk memprediksi kurva percobaan. Dan dapat kita
lihat pada grafik bahwa kurva regresi untuk kalium klorida mendekati hasil
kurva kalium klorida pada percobaan dan sesuai dengan teori.
Pada run III diperoleh data temperatur keruh untuk volume larutan 4,930
ml, 6,930 ml, 8,930 ml, 10,930 ml dan 12,930 ml dengan regresi sebesar 39,242
C, 36,017 C, 34,081 C, 32,791 C dan 31,869 C.
Menurut teori, semakin tinggi temperatur semakin cepat kelarutannya, dan
sebaliknya semakin rendah tempetur semakin kecil kelarutannya. Dan dari
hubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa naiknya temperatur berbanding
terbalik dengan volume larutan, karena naiknya temperatur berbanding lurus
dengan kelarutan (Krisnariansyah, 2012). Dari hubungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa naiknya temperatur berbanding terbalik dengan volume
larutan.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah
temperaturnya.

Anda mungkin juga menyukai