Kenyamanan Termal
Kenyamanan Termal
2, Desember 2013
15
dan pada Oktober-Maret matahari berada di selatan ekuator. Pergeseran posisi matahari setiap
tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia secara umum mempunyai dua
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator,
sebagian wilayah Indonesia mengalami musim kemarau, sedangkan saat matahari ada di
selatan, sebagaian besar wilayah Indonesia mengalami musim penghujan.
Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu 045 LU, 330 LS, 111
BT dan 116 BT. Wilayahnya terdiri atas daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian 0 - 50
m dari permukaan laut dengan kemiringan 0% - 8%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 100 m dan ketinggian rata-rata 25%. Daerah pantai dan rawa terdapat di wilayah bagian selatan,
sedangkan dataran dan perbukitan berada di wilayah bagian tengah serta pegunungan berada di
bagian utara dan barat daya. Karateristik iklim di Kalimantan Tengah adalah tropis lembab dan
panas. Suhu udara rata-rata 29 C, maksimum 33 C, tidak ada perbedaan suhu yang signifikan
pada malam dengan siang hari. Curah hujan rata-rata tahunan 2.732 mm dengan rata-rata hari
hujan 120 hari. Kelembaban 53%-97% dengan kecepatan angin 10-14 km/jam dengan intensitas
yang rendah dan tiba-tiba bisa berubah tinggi pada saat hujan.
Temperatur udara, kelembaban, curah hujan ataupun kecepatan angin merupakan data yang
pasti dan terukur. Dengan peralatan khusus data iklim tersebut dapat diketahui dan di ukur
dengan mudah. Namun demikian apabila dikaitkan dengan kenyamanan termal, pengukuran
dengan alat bantu ini hanya sebagai pendekatan saja mengingat kenyamanan merupakan
sesuatu yang sulit terukur. Beberapa orang berada di sebuah ruang pada saat yang sama dapat
merasakan tingkat kenyamanan yang berbeda-beda. Kenyamanan menyangkut suasana hati
yang sulit diukur dengan peralatan tertentu. Pengukuran dengan alat bantu menjadi penting
sebagai pendekatan terukur yang telah diakui oleh banyak orang.
Sebagai bangunan serbaguna berbentang lebar, Aula Palangka dirancang dengan daya tampung
besar dengan ruang utama yang luas dan bebas tiang di tengah. Bangunan ini juga telah
dilengkapi dengan peralatan pengkondisian udara (AC) kapasitas besar untuk menjamin tingkat
kenyamanan termal di dalamnya. Namun demikian sampai saat ini kelayakan Aula Palangka
sebagai ruang serbaguna yang megah dan nyaman kembali dipertanyakan. Beberapa kejadian
khususnya pada saat acara wisuda ataupun rapat senat terbuka penerimaan mahasiswa baru,
Aula Palangka sudah tidak sanggup lagi menampung sejumlah undangan. Sebagian undangan
atau mahasiswa baru terpaksa tidak kebagian tempat di dalam ruang utama dan luber sampai
teras samping kanan dan kiri.
Beberapa saat setelah acara berlangsung banyak mahasiswa mulai kelimpungan dan tidak dapat
duduk tenang karena merasakan panas dan gerah, bahkan sampai ada yang jatuh pingsan
karena tidak tahan. Beberapa orang mengambil inisiatif membuka kerah baju dan berkipas-kipas
menyebabkan suasana ruang tidak lagi khidmad dan cenderung gaduh.
Fenomena ini cukup menarik untuk dikaji lebih mendalam khususnya kajian mengenai keadaan
termal yang terjadi dalam ruang Aula Palangka serta permasalahan-permasalahan apa yang
menyebabkan peralatan pengkondisian udara (AC) yang ada seakan tidak ada manfaatnya.
Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang yang ada kirnya dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
Sejauh mana penggunaan peralatan pengkondisian udara buatan (AC) mampu memberikan
tingkat kenyamanan termal dalam ruang Aula Palangka ?.
Tujuan
Melihat pada rumusan masalah yang ada kiranya dapat diambil tujuan sebagai berikut :
16
Mencari sejauh mana penggunaan peralatan pengkondisian udara buatan (AC) mampu
memberikan tingkat kenyamanan termal dalam ruang Aula Palangka.
Manfaat
Kajian mengenai kenyamanan termal ini diharapkan akan memberikan manfaat pada :
1. Perkembangan ilmu khususnya arsitektur bangunan
2. Kajian lebih lanjut khususnya masalah kenyamanan termal pada bangunan
3. Sebagai bahan masukan bagian perencanaan dan pengembangan Universitas Palangka
Raya
Putih
Terminal Luar
Kota
Jl. Hiu
Jl.
T
Jl.
Ra
JILI
RIW
UT
jaw
ali
Jl.
Tjilik
Ri
wu
t
S. K a h a y a n
ut
ik Riw
Tjil
g
tila
ng
lik
Ri
wu
t
Jl.
Ku
Jl.
is
elib
Jl.
Tji
Pun
ai
Jl.
B
Jl.
Ga
rud
a
Jl. Antan
tan
yan
ha
Ka
ba
Jem
Jl. Nias
Jl. Sumbawa
N
Jl.
Ka
lim
an
tan
at
gkur
Man
Jl. Dahlia
Jl.Mawar
Jl. Bali
Jl. Darmosugondo
KEL. PAHANDUT
Jl. Bawean
Murjan
i
Gang Baru
Jl. Mangga
Jl. Dr.
Jl. Sumatra
Jl. Bangka
Jl. Seram
Aula Palangka
Jl. Banda
Jl. Cempedak
Jl.K.S. Tubun
Jl. Pantung
Jl. Lombok
Jl. Batam
Jl. Halmahera
Jl.
Jl. P. DIPONEGOR
O
G. Wanita
Jl. K. Hasanudin
Mantikei
Jl. Kartini
GK
LIN
Jl.
W
illem
Jl. Riau
ang
Jl. Mad
bung
Lam
KEL. PALANGKA
Sanaman
Jl. H. Ikap
pto
pra
Jl.Ibi Kasan
Su
Jl. Bakti
nd
tje
Le
Jl.Manunggal
Jl.
n
ma
n II
Le
Jl.Tambun Bungai
ga
Jl.
A
AN
NC
rin
am
Th
sni
Hu
ng
ma
Da
Jl.Cempaka
M.
l
njo
Bo
Jl.
rin
ge
en
.P
Jl.
Jl. W. Sudirohusodo
an
Im
Sal
RE
rso
da
s Su
Yo
Jl.
Jl.
Jl. A. YANI
Jl. Jawa
an
Iri
i
es
law
Su
RS. TNI AD
Jl. Pilau
an
Jl. Iskandar
jait
n
ma
dir
. Su
nd
Je
Jl.
Jl.
nd
. Pa
Jl.
Buana
D.I
Adji
Jl.
Jl. Seth
Jl. Sun
doro
so
tam
Ka
ibalu
Jl. Kraka
tau
AN
RM
PA
Jl. Sangga
Pel. Rambang
S.
Jl. Kin
Jl.
Jl.
Jl.
Jl. Kerinc
i
n
ya
ha
Ka
A.S
Jl.C. Mihing
Jl.
C.
Ban
Jl.
ga
R.
s
Sal
eh
Sal. Pengeringan II
dara
AR
LU
Ban
AR
s
Obo
G.
Jl.
karti
Jl. Antang Kalang
Jl. T. Tandang
t
iwu
600
0
300
Buih I
Jl. P. Junjung
Buih
Jl. P. Junjung
kR
Tjili
KEL. M E N T E N G
KEL. LANGKAI
KEL. PANARUNG
TINJAUAN LITERATUR
1. Iklim Tropis
17
Pengertian iklim adalah integrasi pada suatu waktu (integration in time) dari kondisi fisik
lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi geografis kawasan tertentu.
Sedangkan cuaca adalah kondisi sementara lingkungan atmosfir pada suatu kawasan
tertentu. Dan secara keseluruhan iklim diartikan sebagai integrasi dalam suatu waktu
mengenai keadaan cuaca.
Tropis dari kata tropikos (Yunani) yang berarti garis balik; sekarang pengertian ini berlaku
untuk daerah antara kedua garis balik tersebut, yaitu garis lintang 2327 utara dan garis
lintang 2327 selatan. Iklim tropis adalah iklim dimana panas adalah masalah utama/dominan
yang pada hampir keseluruhan waktu dalam satu tahunnya. Bangunan bertugas
mendinginkan pemakai, dari pada menghangatkan, dan suhu rata-rata per tahun tidak kurang
dari 20C (Koeningsberger, 1975).
2. Tropis Lembab
Secara umum iklim tropis terbagi dalam dua zona, yaitu iklim tropis kering dan tropis lembab.
Iklim tropis kering terjadi pada beberapa wilayah padang pasir seperti di beberapa negara di
Timur Tengah, sebagian Spanyol dan sebagainya. Sedangkan tropis lembab terjadi pada
daerah hujan tropis seperti di Asia Tenggara dan beberapa daerah lain.
Szokolay (dalam Santosa, 1997) mengisyaratkan bahwa iklim tropis lembab adalah jenis iklim
yang sulit ditangani untuk mendapatkan tingkat responsibilitas yang maksimal, tanpa
pengkondisian udara buatan. Iklim tropis di Indonesia menurut Lippsmeier berada pada zona
warm-humid climate dengan sub zona equatorial rain forest climate. Pada zona ini memiliki
kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (bisa mencapai 90 %), dengan curah hujan cukup
banyak. Rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 23 C dan dapat naik sampai 38 C pada
musim panas.
3. Respon Alami Terhadap Iklim.
Suatu fakta bahwa wilayah Indonesia terletak pada zona tropis lembab yang menurut
Szokolay merupakan daerah dengan iklim yang sulit di tangani tanpa pengkondisian udara
buatan. Radiasi panas merupakan faktor dominan yang harus dihadapi dengan kelembaban
udara tinggi. Perbedaan temperatur pada malam dan siang hari yang relatif kecil dan curah
hujan relatif tinggi adalah bukti keganasan gejala alam yang sering terjadi di daerah ini.
Menciptakan disain bangunan yang bersahabat dengan alam adalah pemecahan yang paling
benar ditinjau dari berbagai sisi. Bangunan yang bersahabat dengan alam dan iklim setempat
adalah bangunan yang mencoba secara maksimal memanfaatkan potensi iklim dan
mengantisipasi kondisi iklim yang tidak menguntungkan melalui cara yang alami atau sedikit
mungkin menggunakan peralatan mekanis. Konsep demikian akan melahirkan apa yang
disebut dengan usaha penghematan energi (low energy building).
Beberapa pendekatan dalam perancangan yang dilakukan untuk menjadikan suatu
banguanan tersebut bersahabat dengan iklim adalah melalui :
1. Orientasi bangunan
2. Ventilasi silang
3. Kontrol terhadap radiasi matahari
4. Penyimpan dan penangkal panas (Heat storage dan insulation)
5. Kelembaban (Humidifying)
6. Vegetasi
Keenam metode tersebut di atas secara prinsip merespon secara alami ketidak nyamanan
termal melalui tiga cara :
18
Kondisi
permukaan
Alumunium
Kuning
Abu-abu
muda
Hijau muda
Merah
muda
Hitam
Putih,
berkilat
%
penyerapan
%
Pemantulan
Bahan
%
penyerapan
%
Pemantulan
22-55
50
70-80
75-45
50
30-20
Tanah
Rumput
Kayu
Pinus
70-85
80
40-65
30-15
20
60-40
50-60
65-75
50-40
35-25
Kaleng
Kayu keras
Baru
85
25-30
15
75-70
85-95
20-30
15-5
80-70
Marmer
Pudar
Putih
65
40-50
35
60-50
Kondisi
Permukaan
Ladang
19
Semen
Asbes
Aspal
Beton
genteng
Putih, kapus
Putih
Slate
Lama
merah
90-80
60-40
20-5
30-15
15-5
40-30
40-35
Pasir
Slate
Batu
Besi
Air
bata
Putih
Perak
Abu-abu
Batu karang
Baru
Pudar
Danau/laut
merah
40
70-90
75-90
80-85
65-70
90-95
90-95
60-75
60
30-10
25-10
20-15
35-30
10-5
10-5
40-25
PEMBAHASAN
1. Orientasi bangunan
SITE PLAN
20
Ventilasi silang
Meskipun disain tertutup diterapkan pada Aula Palangka, elemen bukaan dibuat fleksibel
dengan bisa dibuka sewaktu-waktu bila diperlukan. Bukaan bouven yang berada di atas
kosen pintu jendela dipasang hampir mengelilingi bangunan. Bukaan jendela kaca ini tidak
berfungsi sebagai ventilasi udara namun untuk memasukkan cahaya alami. Meskipun dapat
dibuka dalam prakteknya terlalu sulit untuk dilakukan mengingat ketinggiannya.
Respon alami berupa ventilasi silang tidak diterapkan pada aula ini, kenyamanan termal
sepenuhnya dibebankan pada penggunaan AC dan kipas angin, sesuatu yang tidak lazim
terjadi bila penggunaan AC dibarengi dengan kipas angin karena cenderung pemborosan
energi.
21
sebagian udara dingin ikut tersedot keluar ruang. Pendinginan udara dalam ruang oleh AC
seakan tidak pernah optimal.
Udara panas terjebak pada bagian tengah tertekan dari kedua sisi (kanan dan kiri) oleh
kekuatan kipas angin dan tidak tersedot oleh blower. Bentang ruang yang besar (25 m)
menyebabkan semburan udara dingin AC kurang menjangkau ke bagian tengah ruang.
Udara dingin bersinggungan dengan obyek lain (udara panas, perabot dan manusia)
sehingga meningkat suhunya. Beban AC meningkat dan tidak pernah mencapai tingkat
dingin yang dibutuhkan.
3.
p1
p1
p2
p2
p2
p2
p2
p2
p2
p2
p1
pg
p1
p1
22
4.
4.85
Kelembaban (humidifying)
Kelembaban udara di Palangka Raya yang tinggi (53% - 97%) memberikan pengaruh
kurang baik dalam penanganan kenyamanan termal di Aula Palangka. Daerah tropis lembab
merupakan daerah yang sulit penanganan kenyamanan termalnya tanpa menggunakan
pengkondisian udara buatan (AC ataupun kipas angin).
Kelembaban yang tinggi sedapat mungkin diturunkan seandainya bisa dilakukan, mengingat
kelembaban inilah penyebab rasa panas dan gerah (tidak nyaman). Belum ada peralatan
23
khusus yang dapat menurunkan tingkat kelembaban udara. Langkah yang dapat diambil
adalah dengan berusaha untuk tidak menambah kelembaban dan mengupayakan terjadinya
sirkulasi udara silang yang memungkinkan penggantian udara segar/bersih.
Penggunaan 4 (empat) unit AC package di Aula Palangka ternyata belum maksimal dan
bantuan kipas angin media air justru membawa masalah baru. Kelembaban yang
semestinya diturunkan justru malah ditambah secara terus menerus. Akibatnya ruangan
bertambah panas/gerah seiring berjalannya waktu, sehingga beban AC semakin berat dan
tidak mampu menurunkan suhu udara sesuai kebutuhan. Suhu udara dalam ruang dalam
kondisi penuh tetap tinggi (31 C) di bagian tengah ruang dan relatif rendah/dingin pada
daerah sekitar depan unit AC yang terpasang.
Vegetasi
Vegetasi pada lansekap halaman Aula Palangka sebenarnya cukup memadai dan
semestinya memberikan pengaruh positif pada kenyamanan termal dalam bangunan.
Disamping memberikan suasana hijau yang asri dan sejuk, vegetasi terbukti mampu
meredam radiasi matahari langsung. Penempatan vegetasi cukup rapat dan teduh pada sisi
bagian barat merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi radiasi maksimal pada siang
sampai sore hari. Vegetasi yang ada memberikan pembayangan dan keteduhan khususnya
pada perkerasan aspal yang cenderung dapat memantulkan panas ke bangunan. Halaman
sekeliling yang terbuka ditutup dengan rumput hijau cukup membantu mengurangi efek
pantulan radiasi pada halaman dasar.
Namun demikian vegetasi yang ada kurang memberikan kontribusi baik pada kenyamanan
termal di Aula Palangka, mengingat bangunan berupaya mengisolasi diri dari potensi
lingkungan luar dengan sistemnya yang tertutup.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Koenigsberger, Ingersoll, Mayhew, Szokolzy (1974). Manual of Tropical Housing and Building.
Part 1 Climate Design. Longman Group Limited, London
Maleong, Lexy J (1999), Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Resdakarya, Bandung.
Rapoport, Amos (1980), Cross-Cultural Aspects of Environmental Design, dalam Seminar :
Lingkungan, Budaya dan Rancang Bangun, Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
(1982), The Meaning of Built Environment. Beverly Hill, California : Sage Publications.
Santosa, Mas, 1997. Arsitektur Tradisional Tropis Lembab; Sebuah Referensi Untuk
Pengembangan Arsitektur Indonesia, dalam Bungai Rampai Arsitektur ITS, Surabaya.
Waterson, Roxana (1990). The Living House, Oxford University Press, New York.
Yeang, Ken, (1987). Tropical Urban Regionalism (Building in a South-East Asian City). Published
by Concept Media Pte Ltd, Singapore 0923.
26