PEMBAHASAN
2.1 SKRINING KANKER PAYUDARA
A. Tes Skrining
Tes Skrining dapat membantu mendiagnosa kanker pada stadium awal
sebelum munculnya gejala-gejala. Ketika terjadi jaringan tidak normal tumbuh
dan kanker terdiagnosis dalam stadium awal diharapakan dengan adanya skrining
penderita dapat segera ditangani secara medis. Apabila gejala kanker telah
muncul, tumbuh, dan berkembang maka penangangannya akan lebih sulit (NCI,
2015).
Hal penting yang seharusnya diperhatikan dan diingat bahwa melakukan
skrining yang disarankan oleh petugas kesehatan pada seseorang. Tidak selalu
berarti bahwa seseorang tersebut memiliki kanker. Tes skrining dilakukan untuk
mendiagnosa apakah ada kemungkinan orang tersebut terkena kanker atau tidak
(NCI, 2015).
Tidak semua tes skrining membantu mendiagnosa sebuah penyakit/kanker.
Tes skrining juga mempunyai resiko. Seseorang harus mengetahui resiko apa saja
yang akan diterima ketika melakukan tes skrining meskipun hasil dari tes skrining
dapat menurunkan angka kematian seseorang akibat kanker (NCI, 2015). Hal ini
dikarenakan beberapa skrining tes dapat menimbulkan beberapa masalah seperti
pendarahan yang terjadi pada skrining kanker kolon dengan menggunakan
sigmoidoscopy atau colonoscopy. Selain itu hasil tes skrining yang biasanya
kurang signifikan/tepat (false-negative test). Dimana false negative test
menunjukkan bahwa tidak terdiagnosa kanker pada diri seseorang dan mungkin
saja terdapat keterlambatan diagnosa meskipun seseorang tersebut telah
mengalami gejala kanker.
Beberapa penyakit kanker tidak menimbulkan gejala yang nampak akan
tetapi dengan adanya tes skrining, penyakit kanker tersebut akan segera terdeteksi
dan penanganan yang tepat dan cepat pun akan segera dilakukan (NCI, 2015).
B. Skrining Kanker Payudara
oleh
umur)
tertinggi,
yaitu
sebesar
43,3%,
dan
persentase
kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar 12,9%
(DepkesRI, 2015).
utama digunakan untuk tes skrining pada kanker payudara. Tiga tes tersebut
adalah:
1.
Mammografi
a. Pengertian
Mammografi adalah foto payudara dengan sinar X dosis
USG Payudara
Pemerikaan ini dilakukan oleh ahli radiologi. Merupakan modalitas
diagnostik pada wanita dibawah 35 tahun dengan densitas payudara
yang tinggi karena mempunyai jaringan parenkim lebih banyak
diabandingkan dengan jaringan lemak diamana hal ini sulit dengan
mammografi. Dengan USG payudara dapat dibedakan lesi solid dan
kistik dan sering dipakai sebagai guiding saat aspirasi pada pemeriksaan
sitologi FNA. Dengan transucer sonografi linerar Toshiba 5-7 MHz
struktur ekhogenik akan tampak terang sedangkan non-ekhogenik akan
tampak gelap. Tiga gambaran struktur yang perlu diperhatikan adalah
batas dan bentuk ekho, ekho internal dan bayangan eko posterior. Tanda
primer yang membedakan lesi jinak dan ganas diuraikan dibawah ini
(Novianto, 2004):
1) Bentuk lesi jinak : teratur (bulat, oval, lobulasi)
Lesi ganas: tidak teratur (bergerigi, berspekulasi)
2) Batas lesi jinak: licin
Lesi ganas:kasar
3) Echo internal lesi jinak: ankoik, homogen, dan halus
Lesi ganas: heterogen dan kasar
4) Echo Posterior lesi jinak: penyangatan
Lesi ganas: tidak ada bayangan akustik posterior
5) Bayangan samping lesi jinak: uni/bilateral
Lesi ganas:tidak ada
6) Depth/Wide Ratio lesi jinak: <1
Lesi ganas: >1
Tanda sekunder lesi ganas adalah penebalan kutis dan ligamentum cooperi,
distorsi parenkim, invasi ke kutis, otot pektoralis dan fasianya. Penebalan ini
terjadi akibat aktifasi protein protease (Kalpain-1) dan IL-1 coverting enzym
yang memerlukan kalsium sehingga terjadi degradasi intrasel. Keadaan ini tidak
terdapat pada lesi jinak.
Kombinasi USG Payudara bersama dengan mammografi memiliki akurasi
yang sangat tinggi 94% dibandingkan hanya mammografi atau USG Payudara
saja (Novianto, 2004).
3.
MRI
a. Pengertian
MRI merupakan suatu alat yang menggunakan tenaga magnet cukup kuat
dengan radio dan gradient frequent serta perangkat komputer untuk menghasilkan
irisan-irisan gambar (imaging) yang bisa dianalisa untuk mengetahui lesi-lesi
patologis pada bagian-bagian tubuh yang diperiksa (Melita, 2015).
b. Kegunaan
MRI payudara tidak menggantikan pemeriksaan mammografi maupun
USG payudara, namun merupakan pemeriksaan tambahan dalam mendeteksi
tumor atau kanker payudara dan menentukan kondisi penyakit kanker payudara
payudara
diperlukan
untuk
mengindentifikasi
tanda
dini
kanker payudara, terutama pada wanita dengan payudara padat dan mempunyai
risiko tinggi
untuk menderita
kanker pada
usia muda, riwayat keluarga ada yang menderita kanker payudara, atau mutasi
genetik (brCa1 atau brCa2). MRI juga bisa memberikan nilai tambahan
informasi terhadap penyakit maupun penentuan pengobatan dengan memberikan
kontras media melalui pembuluh darah vena, mengevaluasi perluasan kanker yang
telah ditemukan pada mammaografi dan USG payudara, menentukan letak
tumor yang multipelterutama pada pasca-operasi payudara dengan teknik bCt
(breast Conservation surgery), serta dapat memperlihatkan kelainan dengan lebih
baik pada wanita muda, di mana jaringan payudara masih padat (Melita, 2015).
MRI payudara juga dapat membedakan antara jaringan bekas operasi
(jaringan parut) dengan kanker yang rekuren (kambuh), menilai efek setelah
pemberian kemoterapi, serta menemukan kelainan pada payudara implan seperti
kebocoran akibat robeknya implan, yang tidak dapat terlihat dengan baik dengan
pemeriksaan UDG payudara dengan implan tidak dapat dilakukan pemeriksaan
mammografi.
c. Persiapan Pemeriksaan
Persiapan pemeriksaan tidak ada persiapan khusus. dianjurkan memakai
baju yang telah disediakan selama pemeriksaan atau pakaian yang tidak
mengandung metal, termasuk perhiasan, jepitan rambut, alat bantu dengar, dan
gigi palsu. tidak dapat dilakukan pada pasien yang memakai alat pacu jantung,
pen pada tulang, dan klip post operasi pembuluh darah otak (aneurisma).
Saat pemeriksaan, pasien akan ditidurkan pada meja yang dapat bergerak
dan diminta tidak melakukan gerakan saat pemeriksaan berlangsung. posisi pasien
berada dalam keadaan tengkurap dan payudara akan menggantung yang berada di
dalam alat khusus (coil). pemeriksaan akan berlangsung antara 30 menit sampai 1
jam bila pasien dapat dengan tenang tanpa melakukan pergerakan sekecil apapun
selama pemeriksaan berlangsung. biasanya, saat pemeriksaan diberikan suntikan
kontras media (gadolinium dtpa) melalui pembuluh darah vena dilipat siku.
ini diperlukan agar kelainan dari jaringan payudara dapat dilihat dengan lebih
jelas.
Dengan
MRI
payudara,
pasien
relatif
tak
merasakan
sakit
seperti pada mammaografi. sewaktu payudara dikompresi, pasien tak kena radiasi
sinar X. Hasil pemeriksaannya pun lebih akurat dan detail (Melita, 2015).
Gina.
2013.
Kanker
Payudara.
Online.
(http://angsamerah.com/pdf/Angsamerah%20Kanker%20Payudara.pdf.), diakses
pada tanggal 4 Desember 2015.
CDC. 2014. Breast Cancer:What Screening Test are There?. Online.
(http://www.cdc.gov/cancer/breast/basic_info/screening.htm),diakses pada tanggal
4 Desember 2015.
Departemen
Kesehatan
RI.
2015.
Situasi
Penyakit
Kanker.
Online.
Melita.
2015.
MRI
Payudara.
Online,
(https://ml.scribd.com/doc/268340638/15-04-Diagnosa-2-MRI-Payudara), diakses
pada tanggal 5 Desember 2015.
NCI (National Cancer Institute). 2015. Cancer Screenign Overview: What is
Cancer
Screening?.
Online.
(http://www.cancer.gov/about-
cancer/screening/patient-screening-overview-pdq),
diakses
pada
tanggal
Desember 2015.
Novianto, Cahyo. 2004. Akurasi Pemeriksaan Klinis, Ultrasonografi I Payudara
dan Sitologi Biopsi Aspirasi dalam Menegakkkan Diagnsis Keganasan Payudara
Stadium Dini. Online. (http://core.ac.uk/download/pdf/11712526.pdf.), diakses
pada tanggal 4 Desember 2015.
Tim
Medik
RSOS.
2014.
Deteksi
Dini
Kanker
Payudara.
Online.
(http://www.rsonkologi.com/blog_dokter/deteksi-dini-kanker-payudara/), diakses
pada tanggal 4 Desember 2015.