Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari tubuh, jiwa, serta sosial

yang sangat mungkin setiap individu hidup produktif dengan cara sosial Dan

ekonomis. Dengan kesehatan ini setiap individu dapat melaksanakan aktivitas

sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat hidup

produktif baik secara sosial maupun ekonomis. Dalam mengatur masalah

kesehatan diperlukan suatu badan khususnya yang bertanggung jawab dalam

menyelenggarakan jaminan kesehatan, dimana badan tersebut harus

memberikan mutu pelayanan yang baik agar dapat tercapainya kepuasan

pelayanan.

Asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan atau proses

keperawatan yang diberikan kepada seorang klien pada sebuah pelayanan

kesehatan, dengan cara mengikuti aturan dan kaidah-kaidah keperawatan dan

berdasarkan pada masalah yang sedang dihadapi seorang klien serta

kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk merawat klien tersebut. Penerapan

proses keperawatan dilakukan pada klien dengan berbagai kasus yang

membutuhkan perawatan komprehensif terutama pada kasus – kasus

Keperawatan Maternitas seperti Retensio Plasenta.

1
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian

besar kehamilan ini berlangsung aman. Namun, sekitar 15 persen menderita

komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang

mengancam nyawa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari

setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90 persen terjadi

di Asia dan Afrika, sepuluh persen di negara berkembang lainnya, dan kurang

dari 1 persen di negara-negara maju. Di beberapa negara risiko kematian ibu

lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan. Sedangkan di negara maju risiko ini

kurang dari 1 dalam 1000. (Prawirodihardjo, 2010).

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam

waktu 1 jam setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya

plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.

Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana tertahannya plasenta yang

berada di rahim dan tidak keluar dengan sendirinya secara alami. Ketika itu

terjadi, plasenta harus di keluarkan dari rahim ibu. Jika plasenta tetap tertahan

di rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa, mengakibatkan infeksi dan

bahkan kematian. Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10 menit setelah

kelahiran bayi, namun ada juga yang baru keluar setelah 30 menit. Perlekatan

antara kulit bayi dan ibu pada saat menyusui untuk pertama kalinya dapat

memicu aliran hormone oksitosin sehingga mendorong pelepasan plasenta

secara alami. Apabila hingga 1 jam kelahiran bayi plasenta belum juga keluar,

kondisi ini disebut retensio plasenta. (Walyani, 2015)

2
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI

tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit

menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Target global SDGs adalah

menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 70 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2015. (WHO, 2015).

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%)

kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan

akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit

Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146

kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari

sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan

kematian ibu.

Angka Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Tenggara masih cukup tinggi

dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu nasional. Menurut estimasi Badan

Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005 Angka Kematian Ibu di Sulawesi

Tenggara diperkirakan 312 per 100.000 kelahiran hidup. Di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, retensio plasenta yang termasuk

dalam hemoragi (perdarahan) postpartum menduduki peringkat ke-1

terbanyak berdasarkan data dari bagian Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang menampilkan

50 kasus Obstetri terbanyak tahun 2007. (Dinkes, 2005)

3
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Kota Baubau pada

Bulan Januari 2016 sampai Desember 2018 menunjukkan bahwa di Bulan

Januari hingga Desember 2016 terdapat sebanyak 19 ibu dengan retensio

plasenta, Januari hingga Desember 2017 terdapat 12 ibu dengan retensio

plasenta, dan pada Bulan Januari hingga Desember 2018 terdapat 20 ibu

bersalin dengan retensio plasenta. (RM RSUD Kota Baubau, 2016–2018).

Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan berdasarkan studi kasus tentang : “Asuhan Keperawatan pada Klien

Ny. R Usia 23 Tahun P1 A0 dengan Retensio Plasenta di Ruang Kebidanan

RSUD Kota Baubau Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana tertahannya plasenta

yang berada di rahim dan tidak keluar dengan sendirinya secara alami.

Ketika itu terjadi, plasenta harus di keluarkan dari rahim ibu. Jika plasenta

tetap tertahan di rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa, mengakibatkan

infeksi dan bahkan kematian. Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10

menit setelah kelahiran bayi, namun ada juga yang baru keluar setelah 30

menit. Perlekatan antara kulit bayi dan ibu pada saat menyusui untuk

pertama kalinya dapat memicu aliran hormone oksitosin sehingga

mendorong pelepasan plasenta secara alami. Apabila hingga 1 jam

kelahiran bayi plasenta belum juga keluar, kondisi ini disebut retensio

plasenta.

4
2. Pertanyaan Masalah

Bagaimanakah penerapan Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny R

Usia 23 Tahun P1 A0 Dengan Retensio Plasenta di Ruang Kebidanan

RSUD Kota Baubau Tahun 2019.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam

menerapkan penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. R

Usia 23 Tahun P1 A0 Dengan Retensio Plasenta Di Ruang Kebidanan

RSUD Kota Baubau Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

Diperoleh pengalaman nyata dalam :

a. Melaksanakan pengkajian keperawatan terhadap klien Ny. R Usia 23

Tahun P1 A0 Dengan Retensio Plasenta Di Ruang Kebidanan RSUD

Kota Baubau Tahun 2019.

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien Ny. R Usia 23 Tahun

P1 A0 Dengan Retensio Plasenta Di Ruang Kebidanan RSUD Kota

Baubau Tahun 2019.

c. Menentukan intervensi keperawatan pada klien Ny. R Usia 23 Tahun

P1 A0 Dengan Retensio Plasenta Di Ruang Kebidanan RSUD Kota

Baubau Tahun 2019.

5
d. Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi yang

telah ditentukan pada klien Ny. R Usia 23 Tahun P1 A0 Dengan

Retensio Plasenta Di Ruang Kebidanan RSUD Kota Baubau Tahun

2019.

e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien Ny. R Usia 23 Tahun

P1 A0 Dengan Retensio Plasenta Di Ruang Kebidanan RSUD Kota

Baubau Tahun 2019.

f. Memaparkan hasil dokumentasi dari Asuhan Keperawatan pada klien

Ny. R Usia 23 Tahun P1 A0 Dengan Retensio Plasenta Di Ruang

Kebidanan RSUD Kota Baubau Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi

pasien dan keluarga mengenai retensio plasenta.

2. Bagi Pembaca

Diharapkan dapat menanbah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca

khususnya mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan secara komprenhensif pada klien retensio plasenta.

6
3. Bagi Praktisi Keperawatan

Untuk menembah pengetahuan dan pemahaman bagi teman sejawat

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien retensio

plasenta.

4. Bagi RSUD Kota Baubau

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi sumbangsi

referensi bagi RSUD Kota Baubau dalam proses pemberian asuhan

keperawatan pada klien retensio plasenta.

5. Bagi institusi pendidikan

Dapat menjadikan referensi dalam pembuatan karya tulis ilmiah bagi

peneliti dan khusunya pada kasus retensio plasenta.

6. Bagi penulis

Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman dalam bidang

ilmu keperawatan serta dalam proses keperawatan khususnya pada

retensio plasenta.

E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu metode

deskriptif yaitu metode penelitian yang mengambarkan tentang suatu

keadaan yang bersifat factual secara obyektif, sistematis, dan akurat

(Nursalam, 2012 ).

7
2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah:

a. Studi pustaka

Studi pustaka yaitu mencari sumber informasi melalui internet dan

bahan bacaan atau buku-buku literatur yang dapat dipercaya untuk

menciptakan kejelasan teori yang berhubungan dengan masalah klien.

b. Studi kasus

Pada studi kasus terdiri beberapa tahapan yaitu:

1) Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan

komunikasi lisan secara langsung pada klien dan keluarganya.

2) Obsevasi yaitu mengamati perilaku dan keadaan klien untuk

memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan

klien.

3) Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan melakukan

pemeriksaan fisik pada klien.

4) Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mempelajari

data dan status klien melalui rekam medik dan catatan

keperawatan.

8
F. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di ruang kebidanan RSUD Kota

Baubau.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 20 Agustus sampai 30

Agustus 2019. Waktu pengumpulan data dan pemberian asuhan

keperawatan dilaksanakan pada tanggal 27 sampai dengan 29 Agustus

2019.

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika

sebagai berikut:

1. Bab I: Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan maslah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan teknik penugumpulan

data, waktu dan lokasi penelitian serta sistematika penulisan.

2. Bab II : Tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep atau teori yang

mendasari penelitian ini, penulis akan menguraikan dalam urutan sebagai

berikut:

a. Konsep teori, meliputi: pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala,

patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang.

b. Konsep proses keperawatan meliputi: Pengkajian keperawatan,

diagnosa keperawatan, rencanaan keperawatan, tindakan dan evaluasi

keperawatan.

9
c. Konsep dasar asuhan keperawatan meliputi: pengkajian keperawatan,

Diagnosa keperawatan, rencanaan keperawatan, tindakan dan evaluasi

keperawatan.

3. Bab III: Tinjauan kasus akan diuraikan tentang hasil dan analisa kasus

berdasarkan pendekatan proses keperawatan.

4. Bab IV: Pembahasan akan diuraikan mengenai pembahasan dan

pemecahan masalah yang ditemukan dengan penerapan asuhan

keperawatan.

5. Bab V: Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

Lampiran-Lampiran

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Definisi retensio plasenta

Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan

menimbulkan hemorhage yang tidak tampak dan juga disadari pada

lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya

plasenta yang diharapkan. Retensio plasenta harus segera diatasi karena

bisa menyebabkan komplikasi perdarahan hebat, infeksi, dan syok

neurogik. (Walyani dan Purwoastuti, 2014)

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam

waktu 1 jam setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya

plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.

(Walyani, 2015).

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Pranoto, 2014).

Retensio plasenta adalah tertinggalnya kelahiran plasenta selama

setengah jam setelah kelahiran bayi. (Prawihardjo, 2010).

Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan

menimbulkan hemorhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada

lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta

yang diharapkan. Beberapa ahli klinik menangani setelah 5 menit.

11
Kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk

keluar sebelum menyebutnya tertahan (Varney’s, 2007).

2. Faktor penyebab retensio plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab

terpenting) dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya insersi disudut

tuba), bentuknya (Plasenta membranaris, plasenta anularis), dan

ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena

penyebab diatas disebut plasenta adhesive.

Tabel 2.1
Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta

Separasi/ Plasenta Plasenta


Gejala
Akreta Parsial Inkarserata Akreta
Konsistensi
Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang banyak Sedang Sedkit/ tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka
Melekat
Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
Sumber : Asuhan Kebidnan 4 (Patologi), 2010

3. Tanda dan gejala retensio plasenta

Gejala yang selalu ada : Plasenta belum lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang kadang

12
timbul : Tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat

tarikan, perdarahan lanjutan.

Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada :

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak

lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul :

Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena

ini untuk menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan

untuk melakukan manual plasenta, karena retensio plasenta bisa

disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

a. Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi

fisiologi.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta

sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta akreta vili

chorialis menanamkan diri lebih dalam kedalam dinding rahim dari

pada biasa ialah sampai kebatas atas lapisan otot rahim. Plasenta

akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat

dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu

jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat

berhubngan dengan dinging rahim dari biasa. Plasenta akreta yang

13
kompleta, inkreta, dan preketa jarang terjadi. Penyebab plasenta

akreta adalah kelainan desi dua misalnya desi dua yang terlalu tipis.

c. Plasenta ikreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai atau melewati lapisan miometrium.

d. Plasenta preketa adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan miometreium hingga mencapai lapisan serosa

dinging uterus.

e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum

uteri, disebabkan oleh kontriksi osteum uteri.

4. Patofisiologi retensio plasenta

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara sepontan berkontraksi.

Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada

akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,

melainkan menjadi pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang

berkelanjutan kontinue, miometrium menebal secara progresif, dan

kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan

mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan

plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta

yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus.

Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desi dua

spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi

14
ditempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada diantara

serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-

serat otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini

mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap perasalinan kala tiga dengan menggunakan

pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru

tentang mekaniasme kala tiga persalinan.

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu :

a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas

tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat

masih tipis.

b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat

plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2cm).

c. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan

pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom

yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya

plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan

otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang

mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya

sobek di lapisan spongiosa.

d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta

bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah

kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan

15
bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan

akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal

ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan

ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu

menit dari tempat implantasinya. tanda-tanda lepasnya plasenta

adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, utreus menjadi

globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah

abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina,

serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah

dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding

uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim

atau atas vagina. kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini

oleh adanya tekanan inter -abdominal. Namun, wanita yang

berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan

plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial

untuk menyempurnakan persalinan kala tiga.

5. Komplikasi

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :

1. Perdarahan

16
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit

perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat

membuat luka tidak menutup.

2. Infeksi

Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim

meningkatkan pertumbuhan bakteri.

3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus

sedangkan kontraksi pada ostium baik.

4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi

sekunder dan nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula

fisiologik dapat berubah menjadi patologik dan akhirnya menjadi

karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses

keganasan akan berjalan terus.

5. Syok haemoragik. (Prawirohardjo, 2005)

6. Penatalaksanaan
a. Retensio plasenta dengan sparasi parsial

17
1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien

untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol

tali pusat.

2) Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan

dengan misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan

ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan

plasenta terperangkap dalam kavum uteri)

3) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan

manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari

terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah

apabila di perlukan.

4) Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol

supositoria/ oral)

5) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok

neurogenik.

b. Plasenta inkaserata

1) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan

pemeriksaan.

2) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk

menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta.

18
3) Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan 

drips oksitosin dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan

kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.

4) Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan

cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.

5) Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda

vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca

tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah

pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan

sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah,

hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk

c. Plasenta akreta

1) Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya

fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam

sulit di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang dalam.

2) Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah

menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit

rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.

d. Sisa plasenta

1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan

pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus

19
sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian

besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan

perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi

uterus

2) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala

metritis. Antibiotika yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan

oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.

3) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan

bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh

instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan

kuretase.

4) Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/

dL, berikan ferosus.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan

hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah

leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya

meningkat.

b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin

time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang

sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini

20
penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor

lain. (Anonim, 2016 )

21
B. Konsep Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang terperinci

meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Tahapan – tahapan proses keperawatan :

1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual

dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu Pengumpulan Data,

Analisis Data dan Penentuan Masalah kesehatan serta keperawatan.

a. Pengumpulan data

Tujuan : Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang

ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk

mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan

spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut harus

akurat dan mudah dianalisis.

1) Jenis data antara lain:

a) Data Objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran,

pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah,

serta warna kulit.

22
b) Data subjekif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan

pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya; kepala pusing,

nyeri dan mual.

2) Focus dalam pengumpulan data meliputi :

a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

b) Pola koping sebelumnya dan sekarang

c) Fungsi status sebelumnya dan sekarang

d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

e) Resiko untuk masalah potensial

f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

b. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan

berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.

c. Perumusan masalah

1) Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah

kesehatan.Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi

dengan Asuhan Keperawatan (Masalah Keperawatan) tetapi ada juga

yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.Selanjutnya disusun

Diagnosis Keperawatan sesuai dengan prioritas.

2) Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera.

3) Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan

menimbulkan komplikasi, sedangkan Segera mencakup waktu misalnya

23
pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus segera

dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau kematian.

4) Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan

menurut Maslow, yaitu : Keadaan yang mengancam kehidupan,

keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan

keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah.

Perumusan diagnosa keperawatan :

a. Actual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik

yang ditemukan.

b. Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak

dilakukan intervensi.

c. Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk

memastikan masalah keperawatan kemungkinan.

24
d. Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau

masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat

sejahtera yang lebih tinggi.

e. Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan

actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu

kejadian atau situasi tertentu.

3. Intervensi keperawatan

Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien

beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam

hasil yang di harapkan.

Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan

terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi

tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di

rumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu

perawat ke perawat lainnya.Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan

untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.

Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh

perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga

mencakup kebutuhan klien jangka panjang.

25
4. Implementasi Keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk

memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi

yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.

Tahap 2 : intervensi

Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan

pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik

dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :

independen,dependen,dan interdependen.

Tahap 3 : dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang

lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

26
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan

antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan

tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien

dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan

tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.

Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut:

Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.

Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di

rumuskan dalam rencana evaluasi.

Hasil Evaluasi

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

a. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,

sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.

c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan

perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal

ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat

27
data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai

yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.

Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian

sampai dengan evaluasi kepada pasien ,seluruh tindakannya harus

didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan. (Anonim,2017)

28
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan

retensio placenta adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien

Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan  masa

lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat

kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai

berikut :

1) Sirkulasi :

a) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi

sampai kehilangan darah bermakna)

b) Pelambatan pengisian kapiler

c) Pucat, kulit dingin/lembab

d) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal

(placentaa tertahan)

e) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan

f) Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah

kehilangan darah.

2) Eliminasi :

a) Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi

atas vagina

29
3) Nyeri/Ketidaknyamanan :

a) Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan

abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.

4) Keamanan :

a) Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap

(mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus

berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia

minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari

episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau

robekan pada serviks.

5) Seksualitas :

a) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak

menonjol (fragmen placenta yang tertahan)

b) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus

(gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio

placenta, placenta previa. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan

umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi). Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr

%)

30
2. Diagnosa Keperawatan

a. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui

vaskuler yang berlebihan.

b. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

c. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.

d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia

e. Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.

f. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang

diperoleh.

g. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

3. Intervensi Keperawatan

1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui

vaskuler yang berlebihan.

Intervensi :

a) Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan

faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya

laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli

cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu)

Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan

memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya

komplikasi.

31
b) Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung

pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.

Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya

bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan

kebutuhan penggantian.

c) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan

masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan

tangan kedua diatas simpisis pubis.

Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa

banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan

kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis

mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.

d) Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau

sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.

Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok.

Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan

telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari

hipoksia.

e) Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan

baji arteri pulmonal bila ada.

Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi

dan kebutuhan penggantian.

32
f) Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh

horizontal.

Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi

aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena,

menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.

g) Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.

Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan

cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 –

50 ml/jam atau lebih besar.

h) Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan

vagina dan/atau rektal

Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal

atau perineal atau hematoma terjadi.

i) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis

Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan

metabolik.

j) Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan

tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.

Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut

pada laserasi jalan lahir.

k) Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium

dengan jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-

tanda KID (koagulasi intravascular diseminata).

33
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta

secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.

l) Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan

kateter !8 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau

produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.

Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk

darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.

m) Berikan obat-obatan sesuai indikasi :

Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.

Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan

miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan

hemoragi pada adanya atonia. Magnesium sulfat

Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4

memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual. Terapi

Antibiotik.

Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi

atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau

diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.

n) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi : Hb dan Ht.

Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml

darah membawa 0,5 mgHb.

34
2. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

Intervensi :

a) Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri.

Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material

yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme

infeksious..

b) Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP

Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-

turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau

leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.

c) Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau

nyeri pelvis.

Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik,

kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak

teratasi.

d) Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan

pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak,

eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk,

dorongan, frekuensi, nyeri).

Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang

efektif.

35
e) Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.

Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan

dan merusak sistem imun.

3. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.

Intervensi :

a) Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap

nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi

uterus atau nyeri tekan abdomen.

Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode

tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan

dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan

abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya

bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat

terjadi dengan inversio uterus.

b) Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.

Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang

memperberat persepsi ketidaknyamanan.

c) Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada

perineum atau lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.

Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan

hematoma serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang

memudahkan resorbsi hematoma.

36
d) Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi

Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.

4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia

Intervensi :

a) Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status

nutrisi, tinggi dan berat badan.

Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan

darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk

meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen.

b) Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.

Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan

derajat dan durasi hipotensi. Penigkatan frekuensi pernapasan dapat

menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.

c) Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.

Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia,

sianosis, tanda lanjut dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun

dibawah 50 mmHg.

d) Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu

kulit.

Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi

pada pembuluh darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan

suhu kulit dingin.

37
e) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan

Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi

kejaringan.

f) Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi

Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.

5. Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.

Intervensi :

a) Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian

hemoragii pasca partum. Klarifikasi kesalahan konsep.

Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi

klien tentang kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat

ancietasnya.

b) Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya

tachikardi, tachipnea, gelisah atau iritabilitas.

Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon

fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor

psikologis.

c) Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.

Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional

dalam berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam

menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.

38
d) Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan

pada klien untuk mengungkapkan perasaan.

Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas

informasi, memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif,

memudahkan proses pemecahan masalah.

e) Beritahu kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan

Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan

dilakukan oleh perawat.

6. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang

diperoleh.

Intervensi :

a) Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap

penyebab hemoragi.

Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan

memahami dan mengatasi situasi.

b) Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk

belajar. Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk

bertanya dan meninjau materi.

c) Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan

rencana perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang

menghambat pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan

pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.

39
d) Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti

perlambatan atau intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak

mampu melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya segera sesuai

keinginannya).

Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang

realistis untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.

e) Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan

tepat, misalnya resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan

selanjutnya, ataonia uterus, atau ketidakmampuan untuk melahirkan anak

pada masa datang bila histerektomie dilakukan.

Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan

informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa

lalu dan sekarang. ( Anonim, 2016 )

40

Anda mungkin juga menyukai