OLEH :
RIZQI ROSYID RIDLO
(20141660077)
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul PENGARUH
PENGGUNAAN PATSLIDE TERHADAP PENURUNAN RESPON NYERI
PADA PEMINDAAN PASIEN LANSIA DENGAN TRAUMA DI IRD RSUD
DR. SOETOMO SURABAYA sebagai salah satu persyaratan akademis dalam
rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan kali ini disampaikan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada ______________________ selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran hingga terwujudnya skripsi
ini. Responden yang terhormat, Pasien lansia di IRD RSUD Dr. Soetomo yang
telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Terimakasih dan penghargaan juga disampaikan pula kepada yang
terhormat:
1. ________________ selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
muhammadiyah Surabaya.
2. ________________ selaku Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya
3. ________________ selaku kepala IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya
4. Seluruh keluarga, terutama bapak, ibu dan adik yang telah memberikan
dukungan moral dan materi hingga selesainya penelitian
5. Seluruh teman- teman, terutama yang telah membantu proses penelitian ini
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun
pihak lain yang memanfaatkan.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
BAB 1
PENDAHULUAN
mendapat
perhatian
petugas,
karena
pemindahan
pasien
hanya
menggunakan kain sprei/ perlak yang ditempati pasien. Padahal pasien dengan
trauma memerlukan transportasi yang baik agar tidak memperburuk kondisi yang
dapat berakibat pada kematian dan kecacatan. Berdasarkan studi pendahuluan
pada bulan September 2015 didapatkan data respon nyeri pada 15 pasien lansia
dengan trauma yang diambil secara acak di IRD RSUD Dr. Soetomo terdapat 11
orang (73%) tidak terjadi peningkatan respon nyeri saat pemindahan dengan
menggunakan Patslide.
Patslide merupakan alat untuk memindahkan pasien dengan sedikit
memiringkan tubuh pasien sehingga pasien tetap merasa nyaman dan risiko cedera
pada pasien dan staf perawat ketika memindahkan pasien dapat berkurang. Teknik
menggunakan Patslide dengan prosedur memiringkan pasien dapat berdampak
pada efisiensi pemakaian energi perawat dan pasien serta mengurangi penekanan
Tujuan Umum
Mengetahui efek atau pengaruh penggunaan Patslide terhadap respon
nyeri pada saat pemindahan pasien lansia dengan trauma di IRD RSUD Dr.
Soetomo
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi intensitas respon nyeri pasien setelah pemindahan dengan
menggunakan Patslide pada pasien lansia dengan trauma di IRD RSUD Dr.
Soetomo.
2. Menganalisis pengaruh penggunaan pat slide terhadap penurunan respon nyeri
pada pasien lansia dengan trauma di IRD RSUD Dr. Soetomo.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
penanggulangan pasien gawat darurat (PPGD) dalam proses pemindahan
pasien.
1.4.2
Praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
melihat gerakan nafas atau pengembangan dada, dan adanya retraksi intrekosta)
listen (mendengar suara pernafasan), dan feel (merasakan adanya aliran udara
pernafasan) yang dilakukan secara stimulan dengan satu gerak.
B = Breathing management (Pengelolaan ventilasi atau pernafasan)
Tujuan dari breathing management adalah memperbaiki fungsi ventilasi
dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan adanya
oksigen dan pengeluaran CO2.
Diagnosa ditegakkan bila tidak ada tanda-tanda adanya pernafasan (metode look,
listen dan feel) dan telah dilakukan pengelolaan pada jalan nafas tetapi tidak
didapatkan adanaya pernafasan..
C = Circulation management (pengelolaan sirkulasi)
Tujuan dari circulation management adalah mengembalikan fungsi
sirkulasi darah. Gangguan sirkulasi yang mengancam nyawa terutama bila terjadi
henti jantung dan syok.
a. Henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam
5-10 detik. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung diluar
jantung ataupun kelaianan di dalam jantung.
b. Syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya
nadi radialis, perfusi dingin, basah dan pucat.
D = Drug (Penggunaan obat kasus gawat darurat)
Defibrilator (mengatasi fibrilasi jantung, aritmia ganas)
Disability atau disfungtion of CNS (mengatasi gangguan ssp)
Differential diagnose (diagnosa banding)
tanpa bantalan selama kurang lebih 4-6 jam dapat menimbulkan decubitus pada
oksiput, scapula, sacrum dan tumit. Karena itu sesegera mungkin pasien
dipindahkan secara hati-hati ke tempat yang lebih lembut dengan Patslide.
Dimensi 635x1530 mm
Berat 4,5 kg
sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang
baik.
1. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan
secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan
bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi
nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana
seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang
dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari
kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan
dengan pria.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri
(Calvillo & Flaskerud, 1991).
Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi oleh latar
belakang budayanya (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) nyeri biasanya
menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan latar belakang
budaya yang berbeda. Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu
tenang dan emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) pasien tenang
umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri, mereka memiliki sikap dapat
menahan nyeri. Sedangkan pasien yang emosional akan berekspresi secara
verbal dan akan menunjukkan tingkah laku nyeri dengan merintih dan
menangis (Marrie, 2002).
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari
budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup
menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis
yang berlebihan. Pasien dengan latar belakang budaya yang lain bisa
berekspresi
secara
berbeda,
seperti
diam
seribu
bahasa
ketimbang
mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku nyeri karena perilaku berbeda
dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu
untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan
nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan
mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga
efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
4. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga
saja
menetap
dan
tidak
terselesaikan,
seperti
padda
nyeri
6. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar
bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek
positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan
medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang
diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi
tersebut
nantinya.
Individu
yang
diberitahu
kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien
sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun
psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri.
Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan
bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan
menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin
tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman.
Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.
Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa,
memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang
(Potter & Perry, 1993).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering
didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih
(Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai
macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya,
dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau
menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terusmenerus atau intermitten.
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan
serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir
pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke
korteks serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang
menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area
ini disebut gerbang. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua
input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan
mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa
perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari
neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan
mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi
antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi
tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat.
Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin
yang menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare,
2002).
Keterangan :
0 = tidak nyeri
1 - 3 = nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).
3 - 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
7 - 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
2.4.7 Pengkajian Tanda Tanda Vital
1. Pengkajian tekanan darah
Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan penambahan usia.
Nyeri dan stres emosi mengakibatkan stimulasi simpatik yang meningkatkan
frekuensi darah, curah jantung, dan tahanan vaskuler perifer. Efek stimulasi
simpatik dapat meningkatkan tekanan darah. Faktor faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah ansietas, nyeri, takut, stress, medikasi, variasi
diurnal serta kelamin (Perry & Potter, 2005).
2. Pengkaji nadi
Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat diraba di berbagai tempat
pada tubuh manusia. Nadi merupakan indikator status sirkulasi. Faktor
mekanis, neural, dan kimia meregulasi kontraksi jantung dan volume
sekuncup, perubahan frekuensi jantung akan mengakibatkan perubahan pada
nadi. Karakter nadi yang dikaji adalah frekuensi, irama, kekuatan, kesamaa.
Perubahan postur menyebabkan perubahan frekuensi nadi karena volume
darah dan aktifitas simpatik, secara kontemporer frekuensi jantung meningkat
saat seseorang berubah posisi (Perry & Potter, 2005).
3. Pengkajian pernafasan
Pernafasan adalah mekanisme tubuh menggunakan pertukaran udara antara
atmosfer dan darah serta darah dengan sel, termasuk ventilasi, difusi, dan
perfusi. Keadekuatan ventilator dapat mempengaruhi difusi dan perfusi yang
pada akhirnya mempengaruhi ventilasi. Ketidaknyamanan menyebabkan
20
21
pasien bernafas lebih cepat. Kondisi klinis seperti nyeri dapat mempengaruhi
pergerakan ventilator (Perry & Potter, 2005).
Respon fisiologi terhadap nyeri akut berupa trauma mempunyai kaitan yang
mendadak ditunjukkan pasien hingga berlangsung beberapa menit. Pasien
yang tidak mengalami nyeri mungkin tidak menunjukan pernafasan yang
meningkat akan tetapi menahan nafas (Brunner & Suddarth, 2002).
2.5 Lansia
Gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia
dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Lansia
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi
Anna Keliat. 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.5.1 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia :
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/ atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/ jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2.5.2. Karakteristik Lansia
22
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Secondary survey :
1. Riwayat kesadaran
2. Pemeriksaan fisik head to toe
3. Imobilisasi
system
muskuloskeletal
1.
2.
3.
4.
Tekanan Darah
Nadi
Pernafasan
= diukur
= tidak diukur
23
24
25
DAFTAR PUSTAKA