Pukul
: 14.00-17.00 WIB
Lingkungan
Kelas
: BP1
Dosen
: Beata Ranawati MT
Asisten
: Risa Nofriani
J3M113043
Intan Hardyta R.
J3M113058
Steffy Benfica E.
J3M113030
Yaffatahul Jannah
J3M113003
Danang Agung S.
J3M213126
Natanael Dwi P.
J3M113062
PROGRAM KEAHLIAN
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang mengkaji kerja senyawa kimia yang
merugikan organisme hidup (Ariens 1986), sedangkan ekotoksikologi
adalah ilmu yang mengkaji perubahan-perubaan ekosistem yang
mengalami gangguan jangka panjang atau pendek (Boudou dan
Ribeyre 1989). Toksikologi perairan adalah ilmu yang mengkaji
kualitatif dan kuantitatif bahan-bahan kimia dan antropogenik lain atau
xenobiotik yang merugikan organisme perairan (Rand dan Petrocelli
1985). Xenobiotik adalah zat-zat kimia yang asing bagi tubuh
organisme. Toksikologi darat
Pengaruh toksik dapat berupa letalitas (mortalitas) serta pengaruh
subletal seperti gangguan pertumbuhan, perkembangan, reproduksi,
tanggapan farmakokinetik, patologi, biokimia, fisiologi, dan tingkah
laku. Pengaruh tersebut dapat diwujudkan oleh beberapa parameter
terukur seperti jumlah organisme mati, persentase jaya tetes telur,
perubahan panjang dan berat, persentase penghambat enzim, jumlah
ketidaknormalan tulang, dan terjadinya tumor. Toksikologi perairan
juga mengkaji konsentrasi dan kuantitas bahan kimia yang
diperkirakan terdapat dalam air, sedimen, atau makanan dilingkungan
perairan. Toksikologi perairan juga mengkaji masalah transpor,
distribusi, transformasi, dan nasib terakhir bahan kimia terutama yang
bersifat toksik di lingkungan perairan.
I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetaui pengaruh bahan
toksik pada kehidupan akuatik dan daratan.
BAB II
METODE KERJA
I.3 Alat dan Bahan
Alat alat yang diperlukan untuk praktikum ini yaitu 4 buah
baskom , 1 buah gelas ukur , pH meter , stopwatch dan gelas piala 500
ml . sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu tanah, label, bahan toksik
Rumah Potong Hewan ( RPH ) , kaporit , limbah tekstil , limbah tahu
dan limbah laundry. Sedangkan untuk bioindikator yang digunakan
yaitu 20 ekor cacing dan 12 ikan.
I.4 Cara Kerja
Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan dimeja kerja, lalu
siapkan 4 baskom yang ukurannya sama besar dan sudah diberi label 1
untuk 100 ml dan 2 untuk 200 ml, 2 baskom diisi air dan masing
masing baskom masukkan 6 ekor ikan dan 2 baskom lagi diisi dengan
tanah yang sudah berisikan cacing. 1 baskom berisikan 10 cacing, lalu
berikan waktu 15 menit untuk beradaptasi terhadap lingkungannya,
setelah itu masukkan bahan toksik kedalam gelas piala untuk di cek
terlebih dahulu pH awalnya jika sudah masukkan 100 ml bahan toksik
kedalam 2 baskom yang sudah diberi label 100 ml untuk cacing dan
ikan begitu juga untuk 2 baskom yang berlabel 200 ml, jika sudah
lakukan pengamatan dan lihat perubahan perilaku yang terjadi pada
cacing dan ikan selama 60 menit lalu catat hasilnya pada tabel
pengamatan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Perubaan Perilaku Biata Darat Dan Akuatik
Terhadap Bahan Toksik Industri
No.
waktu
Perubahaan Perilaku
Ikan
Kelompok
1 (limbah
RPH)
Kelompok
2 (Limbah
Tahu)
100 ml
Adaptasi
200 ml
Adaptasi
100 ml
Adaptasi
200 ml
Adaptasi
Ikan bergerak
Ikan bergerak ke
0 15
ke permukaan
permukaan, tidak
yang mati
yang mati
15- 60
Ph :
Menit ke-40
Menit ke-57
40
ikan bergerak
bergerak aktif
keluar satu
45
aktif
Adaptasi
Adaptasi
Adaptasi
57
Adaptasi
- Menit ke-21
ikan mulai
pusing
- - menit ke-26
Kelompok
3 (Limbah
Kaporit)
pH awal :
Cacing
ikan masti
0 15
0 30
30 60
11.5 (Basa)
setengah
- Menit ke-28
mati semua
- pH : 8.7
Menit ke-17
ikan mulai
masuk ke dalam
cacing masuk
mencari oksigen
tanah agar
ke dalam
ke permukaan
Menit ke-20
sedikit terhindar
tanah agar
dari kaporit
sedikit
ikan mulai
-
pusing
Menit ke-23
yang diberikan
- Cacing tidak ada
yang mati
ikan masti
-
setengah
Menit ke-24
terhindar dari
kaporit yang
diberikan
- Cacing tidak ada
yang mati
Kelompok
0 15
Ikan
4 (Limbah
15 26
beradaptasi,
bergerak aktif
cacing bergerak
cacing
Textil
60
bergerak aktif
3 ekor ikan
di permukaan
bergerak di
2 ekor ikan
berenang keatas
dan di dalam
permukaan
berenang
permuakaan air
keatas
tanah
- Menit ke-60 cacing
permuakaan
air
Tidak ada
yang mati
yang mati
- Menit 0 15
dan di dalam
tanah
- Menit ke-24
cacing
bergerak
agresif ke
permukaan
tanah
- Menit ke-60
cacing tidak
ada yang mati
- Mati 3, sisa
Kelompok
5 (Limbah
laundry)
pingsan 3
15 19 - Mati semua
tenggelam
21 33
di dasar
cacing mati
- Menit ke-26
cacing mati 5
ekor
- Menit ke-30
cacing mati
semua
bau busuk seperti bau urea dan belerang. Selain itu juga terjadi pemanfaatan
oksigen terlarut yang berlebihan yang dapat mengakibatkan terjadinya degradasi
kualitas air (Chiras 1991).
Perubahan perilaku yang terjadi pada ikan setelah penambahan bahan
toksik limbah tahu sebanyak 100 ml yaitu tidak mengalami perubahan perilaku
apapun bahkan ikan bergerak aktif. Penambahan bahan toksik limbah tahu
sebanyak 200 ml yaitu sama halnya dengan penambahan 100 ml tidak mengalami
perubahan perilaku bahkan bergerak aktif. Penambahan bahan toksik pada cacing
dengan media tanah sebanyak 100 ml membuat cacing keluar satu ekor dan
penambahan 200 ml bahan toksik tahu mengakibatkan cacing keluar dua ekor. Hal
ini dapat terjadi karena
Perubaan perilaku yang terjadi pada ikan setelah penambahan bahan toksik
kaporit sebanyak 100 ml yaitu pada menit ke-21 ikan mulai pusing, menit ke-26
ikan mulai mati setengahnya, dan pada menit ke-28 ikan mati semua. Penambahan
bahan toksik sebanyak 200 ml membuat perubahan perilaku pada ikan, pada menit
ke-17 ikan mulai mencari oksigen ke permukaan, pada menit ke-20 ikan mulai
pusing, pada menit ke-23 ikan mati setenganyahnya, dan pada menit ke -24 ikan
mati semua. Penambahan bahan toksik kaporit untuk kehidupan daratan (cacing)
pada media tanah tidak mengakibatkan perubahan perilaku yang signifikan pada
cacing setelah pemberian bahan toksik kaporit baik yang sebanyak 100 ml
maupun 200 ml hanya saja cacing tersebut bergerak masuk kedalam tanah. Hal ini
dapat terjadi karena
Perubahan perilaku yang terjadi pada ikan setelah penambahan bahan toksik
limbah textil sebanyak 100 ml yaitu hanya mengakibatkan dua ekor ikan bergerak
ke permukaan dan sampai pengamatan satu jam ikan tidak ada yang mati.
Penambahan bahan toksik textil sebanyak 200 ml mengakibatkan perubahan
perilaku ikan yaitu bergerak keatas permukaan (tiga ekor ikan) dan sampai
pengamatan satu jam ikan tidak ada yang mati. Perubahan perilaku yang terjadi
pada cacing setelah penambahan 100 ml yaitu bergerak agresif ke permukaan
tanah pada menit ke-30, dan sampai pengamatan satu jam cacing tidak ada yang
mati. Penambahan limbah textil sebanyak 200 ml yaitu membuat cacing pada
menit ke-25 bergerak agresif ke permukaan tanah dan sampai pengamatan satu
jam tidak membuat ikan mati. Hal ini dapat terjadi karena Limbah tekstil
mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila di buang ke lingkungan, terutama
daerah perairan. Sebagian besar bahan yang terdapat dalam limbah tekstil adalah
zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna sintetik merupakan molekul
dengan sistem elektron terdelokalisasi dan mengandung dua gugus yaitu kromofor
dan auksokrom. Kromofor berfungsi sebagai penerima elektron, sedangkan
auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur kelarutan dan warna. Gugus
kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil (-C=O), gugus
etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2). Sedangkan beberapa gugus auksokrom
yang penting adalah NH2, -COOH, -SO3H dan OH (Ramachandran et al.
2009).
Penambahan bahan toksik limbah laundry membuat perubahan pada ikan
setelah pemberian limbah tersebut sebanyak 100 ml yaitu pada menit ke-15 ikan
sudah mati setengahnya dan pada menit ke-21 ikan mati semua. Penambahan
limbah laundry sebanyak 200 ml membuat ikan pada menit ke-11 ikan mati
setengah dan setengahnya pingsan, dan pada menit ke-20 semua ikan mati.
Penambahan limbah laundry sebanyak 100 ml pada tanah membuat cacing pada
menit ke-19 dua ekor cacing mati. Penambahan limbah laundry sebanyak 200 ml
pada tanah membuat ikan pada menit ke-12 cacing mati setengahnya dan pada
menit ke-26 cacing mati semua. Hal ini dapat terjadi karena Limbah cair laundry
selain mengandung sisa detergen juga mengandung pewangi, pelembut, dan
pemutih. Limbah laundry mengandung senyawa aktif metilen biru yang sulit
terdegradasi dan berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan (Prodjosantoso
dan Padmaningrum 2011). Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni
surfaktan dan builders. Kedua bahan ini diidentifikasi mempunyai pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia dan lingkungannya.
Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian merupakan deterjen
anionik karena memiliki daya bersih tinggi. Deterjen anionik sering ditambahkan
zat
aditif
lain
(builder)
(alkyldimethylbenzyl-ammonium
seperti
golongan
ammonium
cloride,
diethanolamine/DEA),
kuartener
chlorinated
trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium
lauryl sulfate (SLS),sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene
sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa
nitrosamin.
menyebabkan
Senyawa
nitrosamin
kanker. Senyawa
diketahui
sodium
bersifat
lauryl
karsinogenik,
sulfate
(SLS)
dapat
diketahui
BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahan
toksik industry yang tercemar di aliran air atau sungai dapat merusak
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran