TRAVELING
THROUGH WILDLIFE
EDITORIAL
NOTES
Mendengar kalimat wisata satwa seperti melihat dua
mata pisau. Disatu sisi baik tetapi di satu sisi juga memiliki
dampak yang cukup mengerikan.
Indonesia sebagai negara yang berada di iklim tropis
menjadi daya tarik bagi hewan-hewan liar untuk tinggal
didalamnya. Berbagai hewan darat, udara dan laut menjadi
pemikat wisatawan untuk datang kesuatu tempat. Hingga
begitu menariknya Indonesia, banyak peneliti asing
menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti
endemik dan satwa di Indonesia.
Tapi apakah wisatawan ini sadar bahwasanya kegiatan
wisata satwa ini memiliki efek jangka panjang?
Traveling through wildlife ini memberi gambaran
bagaimana wisata satwa terjadi di beberapa daerah di
Indonesia. Dari gajah di Aceh hingga Kalabia di Raja
Ampat. Dari fotografer satwa liar hingga aktivis satwa
ikut berkomentar mengenai hal ini.
Memang, negara kita ini sedang menumbuhkan
kepekaan pariwisatanya dan melakukan banyak cara
untuk menaikkan citra. Program-program wisata di
televisi kian marak begitupula program jalan-jalan
gratis. Namun, apa yang kita lakukan ini selalu
memiliki efek di kemudian hari.
Satwa memang cantik, dan biarkanlah mereka hidup
sebagaimana mestinya.
Editor in Chief
TRAVELIST
DAFTAR ISI
MAIN FEATURE
||
6 PESONA WISATA GAJAH DI ULU MASEN
18 || PHOTOSTORY
BURUNG MALEO
29 || INTERVIEW
RIZA MARLON
TALES
36 || TRAVELERS
KALABIA, SI MUNGIL DARI PAPUA BARAT
TRAVELERS TALES
||
46 APA YANG MEREKA DAPATKAN?
TALES
52 || TRAVELERS
PERJALANAN CHELONIA MYDAS
FEATURE
66 || SPECIAL
HORSING ROUND THE MASAI MARA
FOTOGRAFI
82 || TIPS
TIPS MEMOTRET BURUNG DI ALAM BEBAS
REDAKSI
Editor in Chief:
Ferzya (@ferzyaya)
Editor:
Wisnu Yuwandono (@dalijo)
Digital Strategist:
Wana D. (@wana23)
Photo Manager
Wira Nurmansyah (@wiranurmansyah)
Designer:
Lingga Binangkit (@linggabinangkit)
Kontak Redaksi
E: editorial@the-travelist.com
FB: Travelist e-Magazine
T: @travelistmagz
W: www.the-travelist.com
Cover oleh Wira Nurmansyah
10
10
26
35
38
44
62
main feature
LAPUT
PESONA
WISATA GAJAH
DI ULU MASEN
8|
MAIN FEATURE
MAIN FEATURE
Putroe Meurah Insen Sarah Deu
lahir 18 September 2012 dari induk
bernama Suci. Ayah dari bayi yang lahir
dengan berat 83 kilogram itu adalah Genk,
panggilan untuk salah satu gajah liar yang
sering masuk ke tempat penangkaran
gajah di Sampoiniet. Ketika awal saya
mengunjungi Conservation Respon Unit
(CRU) Sarah Deu, Sampoiniet (tempat
penangkaran gajah red), Meurah Insen
masih bernama Ayu Ije Rosalina.
Kelahiran Meurah Insen merupakan
kelahiran gajah jinak pertama di Aceh.
Kelahiran gajah sumatera memang
sudah empat ekor. Tapi ini yang pertama
di CRU Aceh. Selebihnya di Tangkahan,
kata Fendra Tryshanie, Koordinator
CRU Sampoiniet, di Banda Aceh, akhir
September lalu.
Senin pagi di minggu kedua bulan
Oktober. Cuaca yang dingin di kaki
perbukitan, dekat dengan bibir Sungai
|9
10 | MAIN FEATURE
MAIN FEATURE | 11
12 | MAIN FEATURE
Kekhawatiran tersebut ikut dirasa
oleh Don Hasman. Lelaki berperawakan
kecil itu menyayangkan banyaknya lahan
yang berubah fungsi, sehingga habitat
gajah mulai menghilang secara perlahan.
Seharusnya kita bisa sama-sama. Ini
yang harus disalahkan adalah manusia
yang serakah. Manusia itu punya akal
yang selalu menyudutkan satwa untuk
kepentingannya sendiri, gerutunya.
Don
Hasman
menambahkan,
demi
kepentingan
manusia,
satwa
seperti gajah harus tersingkirkan dengan
MAIN FEATURE | 13
14 | MAIN FEATURE
Muhadi telah berusia 30 tahun. Rambut di kepalanya
dibabat habis, plontos. Ia adalah salah satu ranger yang juga
pawang gajah. Muhadi bekerja di CRU Sarah Deu awal 2009
silam. Awalnya, ia adalah pelaku illegal loging. Kepeduliannya
terhadap kelangsungan hutan berikut satwa didalamnya muncul
ketika tahun 2008, konflik satwa mulai dirasa masyarakat Aceh
Jaya.
Sejak itu saya ikut Mahout , ngelihat bagaimana merawat
gajah, dan sampai sekarang, katanya. Sosok seperti Muhadi
memang dibutuhkan untuk menjaga hutan Aceh. Baginya, merawat
gajah haruslah rutin dan telaten. Gajah itu sangat setia, apalagi
pada pawangnya. Itu suara kita sangat didengar. Kita sebulan
sekali bahkan memeriksa kuku kakinya, apa ada duri. Sampaisampai, mereka para ranger dan mahout memandikan enam ekor
gajah peliharaan tersebut dua kali sehari.
Gajah di CRU Sarah Deu berfungsi pula sebagai polisi,
yang senantiasa melindungi warga. Dimana, gajah-gajah liar
sering turun ke pemukiman warga di kawasan tersebut.
Selain bertugas, di waktu lowong, mereka adalah
kenderaan bagi para pelancong. Wisatawan yang berkunjung
kemari bisa berkeliling dengan berkenderaan gajah. Tapi, tentu
dengan kemudi para Mahout.
Biasanya itu bule yang berkunjung. Kita bawa sampai ke
Pucok Krueng, kata Samsul Rizal, salah seorang Mahout. Rute ke
Pucok Krueng haruslah melintasi bibir sungai kawasan hutan Ulu
Masen yang mengarah ke hulu Krueng Ligan. Dari sungai, tentu
akan ada sedikit guncangan, dimana gajah juga akan melalui rute
kaki perbukitan. Perjalanan ke sana memakan waktu dua jam.
Biasanya bawa logistik, jadi bermalam disana. Kita melewati
gunung dan sungai. Selain ke Pucok Krueng, ada lokasi lain,
Krueng Rundeng. Keduanya merupakan lokasi sungai dengan air
yang jernih.
Alam memang jujur, jika terpelihara dengan baik maka ia
akan memperlihatkan keindahannya. Suara burung, hutan tropis
yang hijau, sungai yang mengalir lancar melewati bebatuan, dan
langit yang biru. Hutan Ulu Masen menjadi tempat habitat banyak
satwa.
MAIN FEATURE | 15
16 | MAIN FEATURE
Menemukan CRU Sarah Deu sedikit
sulit karena tempat tersebut agak tersembunyi
dari hiruk-pikuk kota. Untuk menuju kesana,
Anda bisa berkendara dari Banda Aceh,
Ibukota Provinsi Aceh, dua sampai tiga jam
perjalanan darat. Di perjalanan, anda dijamin
tidak akan bosan. Liku jalan yang membelah
Geuruete, salah satu gunung tertinggi di Aceh,
merupakan satu pengalaman mengasikkan.
Dari puncak di ketinggian Geurutte, Lautan
Hindia membentang luas. Bila hari menjelang
sore, pendar matahari terbenam akan
memberi pemandangan langit dengan warna
oranye yang indah. (hh/f) [T]
MAIN FEATURE | 17
PHOTOSTORY
BURUNG
MALEO
Maleo adalah burung endemik dari Sulawesi. Satwa
dengan nama ilmiah Macrocephalon Maleo yang
berarti kepala besar ini termasuk satwa langka
yang dilindungi. Jumlah populasi burung maleo dari
waktu ke waktu makin sedikit karena berkurangnya
habitat tempat hidupnya karena alih fungsi hutan,
perburuan liar dan lain-lain.
PHOTOSTORY
20 |PHOTOSTORY
PHOTOSTORY | 21
22 |PHOTOSTORY
PHOTOSTORY | 23
22
20 | 21
24 |PHOTOSTORY
PHOTOSTORY | 25
OPINIONS
Menurut gue, Satwa atau Flora dan Fauna emang udah jadi daya tarik
pariwisata itu sendiri. Kita liat aja Pulau Komodo yang menawarkan
binatang Komodo sebagai point of view-nya. Begitu juga dengan
gue, sebagai backpacker gembel, gue pernah bela-belain ke Pulau
Kembang di Banjarmasin cuma buat liat satwa yang jadi ikon Provinsi
Kalimantan Selatan itu. Yah, apalagi kalo bukan si hidung besar
Bekantan.
Tapi sayang, pas kesana gue gak nemu tuh monyet Bekantan, soalnya,
kata warga sekitar, monyet itu udah langka banget, jadi susah kalo
mau lihat. Ini juga jadi point penting. Jangan cuma mau nikmatin
doang, kita juga harus bisa menjaga dan melestarikan satwa-satwa
tersebut, sob!
Nah, thats why satwa menjadi salah satu penarik minat wisatawan
dalam mengunjungi sebuah destinasi pariwisata. Apalagi di Indonesia
yang punya banyak banget satwa-satwa unik yang tersebar ke seluruh
penjuru negeri. So, tunggu apalagi, traveling-lah, selain menikmati
keindahan alam, kita juga bisa melihat keunikan satwa-satwa di
Indonesia. ;)
Adis Takdos
Pencetus Komunitas Celoteh Backpacker
Riyanni Djangkaru
Aktivis Lingkungan, Pencetus Dive Mag Indonesia
Dian Prasetyo
Pekerja Taman Nasional
Travelers
Tales
interview
RIZA
MARLON
TEKS OLEH WIRA NURMANSYAH
30 |INTERVIEW
INTERVIEW | 31
32 |INTERVIEW
INTERVIEW | 33
34 |INTERVIEW
Apa nih project Bang Riza ke depannya?
Saya sedang membuat buku satwa per region. Indonesia kan dibagi
menjadi tiga wilayah, barat, tengah, dan timur. Jadi saya membuat buku
berdasarkan itu. Buku yang kemarin kan tentang satwa di Indonesia
secara keseluruhan, kalau di buku berikutnya lebih spesifik jadi bisa lebih
banyak fotonya dan lebih lengkap. Selanjutnya saya juga akan membuat
buku tentang ular. Mengingat banyak ular yang ada di Indonesia. Ularular tersebut harus didokumentasikan dan menjadi sangat penting untuk
dijadikan bahan pengetahuan untuk anggota Pramuka dan para pencinta
alam yang kegiatannya di outdoor.
INTERVIEW | 35
ADA
JAZZ
KALABIA,
DALAM
SI MUNGIL DARI
MALAM
PAPUA BARAT
Travelers Tales
38 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 39
40 |TRAVELERS TALES
saja kocek yang dirogoh juga lumayan dalam atau bahkan bisa disebut dalam
sekali. Sementara untuk merencanakan perjalanan sendiri yang murah memang
sedikit lebih rumit karena tidak adanya transportasi massal, keterbatasan sinyal,
listrik dan minimnya fasilitas publik seperti hotel murah dan rumah makan. Jadi
yang tersisa hanya perjalanan menumpang kapal nelayan dengan jadwal serba
tidak tetap atau menggunakan jasa paket wisata yang seperti saya katakan tadi,
mahal. Mungkin ini yang membuat kaum wisatawan berdompet nanggung jarang
ditemukan disini. Sekali lagi ini Raja Ampat kawan, bukan Singapura. Menurut
saya kawasan ini menarik dengan tantangan wisata seperti itu.
Tempat yang saya kunjungi salah satunya adalah Kampung Sauwandarek,
kampung yang berada di Distrik Meos Mansuar tersebut terletak di Pulau Mansuar
yang hanya berjarak 1,5 jam menggunakan perahu 40 PK dari ibukota Kabupaten,
Waisai. Dari ibukota Kecamatan Yanbekwan kita masih harus berjalan kaki kurang
lebih 1,5 jam menyusuri pantai dan hutan bakau. Pulau ini termasuk salah satu
TRAVELERS TALES | 41
42 |TRAVELERS TALES
tempat yang saya rekomendasikan untuk dikunjungi, karena selain jaraknya
yang relatif dekat dari Waisai di pulau ini kita bisa mengunjungi dua kampung
wisata sekaligus dengan berjalan kaki. Hal yang cukup langka di Raja Ampat
karena biasanya akses dari kampung ke kampung hanya bisa melalui jalur
laut.
Sauwandarek sendiri merupakan kampung yang baru berdiri tahun
2003 silam, namun keindahan pantainya membuat daerah ini ditetapkan
menjadi satu dari lima kampung wisata di Distrik Meos Mansuar. Atraksi yang
ditawarkan selain snorkeling, pengamatan terumbu karang termasuk kegiatan
feeding fish. Yang unik tentu saja tidak hanya ikannya yang jinak-jinak merpati
dan pantainya yang super bersih tapi juga karena adanya salah satu spesies
endemik yang unik.
TRAVELERS TALES | 43
Masyarakat setempat menyebutnya Mandemor atau Kalabia, binatang
yang bisa ditemukan di Raja Ampat, Teluk Cenderawasih, dan Teluk Triton ini
juga dikenal dengan nama Walking Shark. Jika diperhatikan morfologi hewan
ini memang menyerupai hiu yang biasa kita lihat, yang mencolok adalah warna
kulitnya yang coklat dan berpola tutul-tutul coklat tua, seperti pada tokek. Warna
inilah yang memudahkannya menyaru dengan karang disekitarnya sehingga
sulit ditemui.
Panjang hewan ini berkisar antara 50 cm sampai 1,3 meter. Mungkin
ada yang lebih besar, tapi rata-rata ukuran Kalabia yang saya temui tidak lebih
dari 1,3 meter. Yang unik dari hewan ini adalah mereka tidak menggunakan
siripnya untuk berenang sebagaimana ikan pada umumnya melainkan untuk
44 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 45
Travelers Tales
APA YANG
MEREKA
DAPATKAN?
TEKS: WISNU YUWANDONO
FOTO: WISNU YUWANDONO DAN FERZYA
48 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 49
Lovina memang terkenal dengan
wisata lumba-lumbanya. Wisata ini
mulai terkenal sejak pertengahan
tahun 90-an. Hal ini ditandai dengan
adanya monumen lumba-lumba yang
dibangun di pinggir pantai. Perahu kecil
atau bisa juga disebut jukung yang
digunakan untuk mengantar wisatawan
ke tengah laut banyak ditemui disini.
Tarif Rp60.000,- per orang menjadi
salah satu sumber pendapatan warga
sekitar yang mempunyai jukung.
Saya diantarkan oleh ibu tadi
ke bapak pengemudi jukung yang
sudah siap berangkat melaut. Selain
saya ada tiga bule yang juga menjadi
penumpangnya.
Mesin Honda GX dengan daya
9 HP yang ada di belakang jukung
sudah dinyalakan dan saat itu pula
baling-baling berputar mendorong
jukung yang terbuat dari fiber untuk
melaju. Jukung ini tak begitu besar,
dengan lebar tak lebih dari satu meter
menyebabkan penumpang tak bisa
duduk berdampingan. Panjangnya
pun tak seberapa, sekitar tujuh meter.
Lima orang penumpang termasuk
sang nahkoda itu sudah kapasitas
maksimal.
Sudah setengah jam perjalanan
dan kami sudah cukup ke tengah
laut ketika saya merasa penasaran
50 |TRAVELERS TALES
Tapi
lumba-lumbanya
tidak
berasal dari sini. Katanya dibawa pake
truk yang diisi air dari Semarang. Disini
tak ada lumba-lumba yang ditangkap.
Kami hidup dari lumba-lumba ini, kalau
mereka ditangkap, lalu kami mau makan
darimana?
Ditengah-tengah cerita Pak Mangku,
alih-alih melihat pemandangan lumbalumba, kami malah disuguhi pelangi besar
di tengah lautan.
Dulu sebelum ada wisata lumbalumba ini, masyarakat sekitar sini hidup
mencari ikan, tapi setelah wisatawan
ramai
ingin
melihat
lumba-lumba,
banyak yang beralih menjadi pengantar
wisatawan, hotel-hotel banyak dibangun,
sebagian menjadi pegawai hotel, ada
juga yang menjual suvenir. dengan jelas
Pak Mangku bercerita, sambil matanya
menatap laut memburu dimana lumbalumba terlihat.
Satu setengah jam sudah kami
berada di atas jukung dan tak jua ditemui
lumba-lumba, satupun tidak. Saya ingin
sekali melihatnya di lautan lepas, di rumah
mereka. Saya tidak berharap mereka
menampilkan atraksi memukau melompat
melewati lingkaran api, atau menyundul
bola warna-warni. Tak juga ingin difoto
saat mereka mencium pipi saya. Karena
saya tau ini bukan sirkus dan mereka juga
tidak pantas untuk dijadikan produk sirkus.
Hewan ini sangat pintar dan bukannya
terlihat seperti itu ketika mereka ada di
sirkus, mereka terlihat bodoh.
Padahal ada tiga jenis lumbalumba yang hidup di perairan Lovina,
TRAVELERS TALES | 51
Travelers Tales
PERJALANAN
CHELONIA
MYDAS
TEKS DAN FOTO OLEH ARMAN DHANI
54 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 55
56 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 57
58 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 59
60 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 61
Proses penetasan telur penyu
kini menjadi hal yang populer, semakin
banyak warga yang tertarik untuk melihat.
Beberapa orang yang belum mengetahui
bahwa Penyu tidak suka cahaya akan
memotret ibu Penyu dengan menggunakan
flash. Sayang, padahal ibu-ibu ini akan
sangat terganggu oleh cahaya di tengah
malam yang gelap.
Setelah bertelur, sang Ibu akan
kembali ke lautan. Sedangkan tukik (anak
penyu) apabila telah menetas, mereka
akan berkelana hingga puluhan ribu mil
dari tempatnya menetas. Bisa jadi sampai
Australia, Afrika sampai Amerika. Dalam
dunia penelitian penyu ini disebut sebagai
the lost year. Karena tak ada jejak dari
penyu itu berkembang, kata Pak Nandar.
Rudi juga mengatakan bahwa selama ia
bertugas menjadi Kepala Resor di Cagar
Alam Pulau Nusa Barong tak pernah
menemui anak penyu tinggal di sekitar
pulau itu. Kecuali di Sukamade karena
memang disana ada penangkarannya.
Jadi kadang ditetaskan secara khusus
dan dipelihara, kata dia.
62 |TRAVELERS TALES
TRAVELERS TALES | 63
Namun selama beberapa dekade terakhir
jumlah populasi Penyu Hijau di Nusa Barong
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
pencurian telur dan penangkapan penyu secara
ilegal. Menurut laporan World Wildlife Fund
(WWF), sebuah organisasi nirlaba dalam bidang
konservasi, mengatakan penurunan ini karena
meningkatnya perburuan terhadap mahluk rapuh
ini. Dikhawatirkan jika tak ada tindakan segera
bisa menyebabkan kepunahan.
Tetapi Pak Nandar dan Rudi percaya
bahwa selama ada Cagar Alam Nusa Barong,
kepunahan Penyu Hijau tak akan terjadi. Karena
di beberapa cagar alam yang ada, hewan hewan
yang awalnya terancam punah dapat kembali
pulih karena penganganan yang serius, tentunya
hal ini berkat kerjasama antara masyarakat dan
pihak Cagar Alam. (adb/f) [T]
Travelers
special feature
Tales
HORSING ROUND
THE MASAI MARA
TEXT AND PHOTO BY RICHARD POWELL
68 |SPECIAL FEATURE
SPECIAL FEATURE | 69
70 |SPECIAL FEATURE
SPECIAL FEATURE | 71
Our journey begins in the capital,
Nairobi, where we transfer through
gridlock traffic to a domestic airport
and board a 12-seat Cessna, heading
south-west over the Loita Plains,
above the Kikuyu Highlands and past
the volcano-studded Great Rift Valley.
An hour later were bumping
down on a dirt-strip that doubles as a
gateway to the reserve and a social
hotspot for colourfully-dressed Masai
warriors. With no phone signal and
no electricity from here on in, it also
represents the eye of a needle through
which few First-World foibles may
pass.
From here, a Land Rover bumps
us along remote red dirt roads to a
campsite set in a grove of acacia trees.
This would be the first of three such
sites, and traversing between them
for up to six hours a day on horseback
will require every inch of riding skill we
have.
72 |SPECIAL FEATURE
Theres barely time for a cold Kenyan
Tusker beer before were heading out on our first
ride when the sun hangs low enough to bring the
wildlife out to feed. Here the guides quietly make
their assessments about your riding abilities
and how closely they need to stick to you, and
whether youve been paired with the right horse.
Theyre an international bunch; a halfArgentinian, half-Austrian lifer (he started working
with Offbeat at 18, and hes still there aged 33), an
Australian polo player from Dubai, a British safari
guide from Botswana, and a student volunteer
and hunter from England. The guests were from
the UK, US, Germany, Italy and Australia.
The horses were Abyssinian, thoroughbred
and cross-thoroughbreds, reared on the owners
farm, and brought into the reserve via a sevenhour horsebox slog. Mine was a pristinely-turnedout, polo-playing gelding named Blondie, looking
decidedly bling with his dash of gold flecks and
bright yellow mane. After half an hour of sizing
each other up at the beginning, we knew wed
get on fine.
Being confident on your horse could be
the most important part of this adventure. Over
the next week, we would inch day-by-day
ever closer to prides of snarling lions, square
up to scrappy elephants and push back shorttempered bisonany of which could outrun us, if
they wanted to.
Being comfortable riding in English tack
is important too, as I noticed the countryside
Californians in our group had a hard time adjusting
to the bolt-upright British saddles which are at
odds with the Western-style armchairs they use
back home.
SPECIAL FEATURE | 73
74 |SPECIAL FEATURE
SPECIAL FEATURE | 75
The most accomplished riders tail the lead guide
as he opts to take the most daring routes, jumping
over felled trees left by head-charging pachyderm and
playing chicken with lions which may or may not have
eaten that day.
Every two to three days, camp packs up and shifts
by truck; with its canvas dining tent, shower, sleeping
and toilet tents resembling a well-appointed commune
when pitched at each of the three stunning oases.
On every moving day, there is an epic ride to
reach the next site, which can be up to 50 kilometres
away. Thats a lot of riding - at high altitude - across
challenging terrain, galloping across plains pockmarked
with aardvark holes and rocks, and cantering through
stone-bed rivers with vertigo-inducing banks.
76 |SPECIAL FEATURE
Along the way, animal burrows are a constant
hazard. But if youre lucky enough for the person
in front of you to spot one through the dust clouds,
avoid it and shout HOLE! in time, you may not fall
down it.
Organisers encourage guests to take out
medical insurance prior to arrival, but they also have
their own public liability insurance and membership
to the Flying Doctors organisation, in case of serious
injury requiring evacuation.
Nevertheless, theres a lot that can go wrong
in the middle of nowhere. The riding sections
will undoubtedly push you to your limits of selfpreservation, whether you opt to take the easy option
and stay back, or throw caution to the wind and try to
keep up with the lead guide.
Bullwhips protect guests from animal attacks,
with guides normally carrying little else. The Land
Rover variant of the trip, for non-riders, encourages
guests to get out and walk on the reserve, and here,
a guard carrying a rifle accompanies them.
The one occasion we went out armed was to a
mountain we climbed first by car, then by foot to reach
its spectacular peak. Its nooks host several families
of cheetah and leopard, which we were warned to be
on our guard against, although we didnt see any as
we clambered about on its slopes.
We did not have to wait much longer before we
did, though...
On our first night at the third campsite, while
drinking beers around the fire on the banks of the
Mara River, our lead Masai guard, Nati, came over
saying hed spotted a cheetah and asking if we wanted
to see it. Several seconds later we were careering
around the site in the Land Rover, shining a spotlight
until suddenly we caught a flash of markings bolting
into a bush.
SPECIAL FEATURE | 77
78 |SPECIAL FEATURE
SPECIAL FEATURE | 79
Nati picked out an impala with the light, leading
the cheetah out into the open to its quarry. The kill
was artistic and eloquent in its execution and despite
the graphic scene; we drove over, clutching our beers
on the roof of the car, and sat transfixed to watch it
feed.
Other night-time highlights included Masai
warriors demonstrating their mating dance around
the fire (a hit with the ladies); driving out to party on
the plains after dark with James Brown booming from
the stereo, and running semi-clothed out of my tent
at 4am as an elephant pushed down a nearby tree.
The camps 15-strong domestic staff of men
from various local tribes went above and beyond to
give the safari an extravagant feel...
Returning to my tent after dinner each evening,
I would without fail find my riding boots cleaned and
polished to perfection and my laundry scrubbed,
pressed and folded as if at a top-notch hotel.
The food and drink was impressive too, an
array of cuisine cooked up from fresh, imported and
locally-produced ingredients... Would you like your
steak rare or well-done... with a nice Malbec or a
Bloody Mary? and Breakfast eggs fried, scrambled
or poached?
Riding for hours from the crack of dawn to
emerge over a hill and find the camps chef cooking
breakfast for you, and baking fresh bread in the
middle of the plains also ranks, for me, as a new
definition of decadence.
And our midday siestas in shady glades after
picnic lunches were something to savour too... like
falling asleep on the classroom rug after having your
fill of milk and biscuits at kindergarten.
At the end of the week, it was with some sadness
that I watched my fellow guests leave; while I moved
on to see the companys guest lodge, another hours
flight west.
80 |SPECIAL FEATURE
SPECIAL FEATURE | 81
The lodge at Sosian, the Samburu
word for Wild Date Palm, combines the
tame with the wild. Its certainly a stark
contrast to Masai camping; with its solid
stone guesthouses, swimming pool and
main house that harks back to colonial
days with a snooker table, grand piano
and library.
Where the riding trip guests were in
their 20s and 30s, at the game lodge the
guests were mainly parents in their 40s
and 50s with young children.
Immediately
missed
the
unashamedly gonzo set-up of the anarchic
riding outfit, with its unpredictable, scruffy
lead guide riding in flip-flops, nights spent
dancing around the camp fire and rockhunting by moonlight on the plains to shore
Travelers
Tales
Tips Fotografi
TIPS FOTOGRAFI | 83
Dekati Subjek
Lensa-lensa panjang pun tidak menjamin keberhasilan
kita jika kita tidak tahu tingkah laku spesies yang
akan kita potret. Psikologi tiap burung berbeda saat
merespon terhadap bahaya.
Burung adalah hewan yang sangat sensitif terhadap
sekitarnya. Bahkan, sedikit goyangan dahan pohon yang
disebabkan oleh dirinya sendiri bisa membuatnya terkejut, apalagi
dengan kehadiran fotografer yang kurang bisa berkamuflase.
Hindari membuat gerakan tiba-tiba. Jangan berisik,
gunakan pakaian yang bisa menyamarkan kehadiran kita, dan
dekati secara bertahap.
84 |TIPS FOTOGRAFI
TIPS FOTOGRAFI | 85
PROFIL
KONTRIBUTOR
Ahmad Ariska
@ahmad_ariska
Muhammad Hamzah
Hasballah
@emhahamzah
Richard Powell
A Public Relations Director Presswire who really
love to travel and life at London.
NEW
FANTASTICOR
Wisnu Yuwandono
@dalijo
Wira Nurmansyah
@wiranurmansyah