Anda di halaman 1dari 7

1

KOMUNIKASI INTERNAL & EKSTERNAL

Pendahuluan
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada
peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
mencapai tujuan organisasi. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi
apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan,
media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi
penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi
komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat
organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada
saat komunikasi dilancarkan. Sebagai komunikator, seorang manajer harus
menyesuaikan penyampaian pesannya kepada peranan yang sedang dilakukannya.
Henry Mintzberg menyatakan bahwa wewenang formal seorang manajer
menyebabkan timbulnya peran antarpersonal, peran informasional dan peran
memutuskan. Karena pentingnya hubungan manajer sebagai pemimpin organisasi
dengan komunikasi, maka peranannya itu perlu dijelaskan sehingga nantinya akan
jelas pula dalam menelaah pengaruhnya kepada perilaku organisasional para
karyawan (Internal Publik) dan mereka yang berada diluar organisasi, tetapi ada
sangkut pautnya (External Public).

Dimensi-Dimensi Komunikasi Dalam Kehidupan Organisasi


1.

Komunikasi Internal

Lawrence D. Brennan dalam Effendy (2005:122) mendefinisikan komunikasi


internal sebagai berikut: Interchange of ideas among the administrators and its
particular structure (organization) and interchange of ideas horizontally and vertically
within the firm which gaets work done (operation and management), artinya
Pertukaran gagasan diantara para administrator dan karyawan dalam suatu
perusahaan atau jawatan yang menyebabkan terwujudnya perusahaan atau jawatan
tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran
gagasan secara horizontal dan vertikal didalam perusahaan atau jawatan yang
menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen). Organisasi sebagai
kerangka atau framework menunjukkan adanya pembagian tugas antara orangorang didalam organisasi itu dan dapat diklasifikasikan sebagai tenaga pimpinan dan
tenaga yang dipimpin. Untuk menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan
tujuan yang akan dicapai, manajer atau administrator mengadakan peraturan

sedemikian rupa sehingga ia tidak perlu berkomunikasi langsung dengan seluruh


karyawan. Ia membuat kelompok-kelompok menurut jenis pekerjaannya dan
mengangkat seseorang sebagai penanggung jawab atas kelompoknya. Dengan
demikian pimpinan cukup berkomunikasi dengan para penanggung jawab kelompok.
Jumlah kelompok serta besarnya kelompok bergantung pada besar kecilnya
organisasi. Secara lebih jelasnya, komunikasi internal dapat dibagi menjadi dua (2)
dimensi yaitu : Komunikasi Vertikal dan Komunikasi Horizontal. Komunikasi Vertikal
yaitu komunikasi dari atas kebawah dan dari bawah keatas, merupakan komunikasi
dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal
balik. Dalam komunikasi vertikal pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjukpetunjuk, informasi-informasi, penjelasan-penjelasan dan lain-lain kepada bawahan.
Dalam pada itu bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduanpengaduan, dan sebagainya kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal
balik tersebut dalam organisasi penting sekali karena jika hanya satu arah saja dari
pimpinan kepada bawahan, roda organisasi tidak akan berjalan dengan baik.
Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, atau saran para karyawan sehingga
suatu keputusan atau kebijaksanaan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Komunikasi vertikal dapat dilakukan secara langsung antara
pimpinan tertinggi dengan seluruh karyawan, bisa juga bertahap melalui eseloneselon yang banyaknya bergantung pada besarnya dan kompleksnya organisasi.
Akan tetapi, bagaimanapun komunikasi vertikal yang lancar dan terbuka dan saling
mengisi merupakan pencerminan sikap kepemimpinan yang demokratis, yakni jenis
kepemimpinan yang paling baik diantara jenis-jenis kepemimpinan lainnya.
Untuk memperoleh kejelasan mengenai hubungan komunikatif yang
bagaimana sebaiknya antara pimpinan sebagai komunikator dengan staf atau
bawahan sebagai komunikan, kita telaah sebuah konsep yang dikemukakan oleh
Prof. Harry Ingham yaitu apa yang dikenal dengan Johari Window. Berdasarkan
konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan secara skematis seperti
terlihat di bawah ini:

I
II
OPEN AREA
BLIND AREA
Known by ourselves and known by Known by others not known by ourselves
others
III
IV
HIDDEN AREA
UNKNOWN AREA
Known by ourselves but not known by Not known by ourselves and not known
other
by others
Area I , yakni Open Area atau bidang terbuka menunjukkan bahwa kegiatan yang
dilakukan seseorang disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan, juga oleh orang

lain. Ini berarti adanya keterbukaan atau dengan lain perkataan tidak ada yang
disembunyikan kepada orang lain.
Area II, yakni Blind Area atau bidang buta menggambarkan perbuatan seseorang
diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak menyadari dari apa yang
dilakukannya.
Area III, yakni Hidden Area atau bidang tersembunyi adalah kebalikan dari Area II,
yakni bahwa yang dilakukan seseorang disadari sepenuhnya olehnya, tetapi orang
lain tidak dapat mengetahuinya. Ini berarti bahwa orang ini bersikap tertutup. Ia
merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak perlu diketahui oleh orang lain.
Area IV, yakni Unknown Area atau bidang tak dikenal yang menggambarkan bahwa
tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya sendiri dan tidak diketahui oleh
orang lain.
Berdasarkan konsep hubungan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan
seperti apa yang dikemukakan oleh Prof. Harry Ingham, seorang manajer akan
mengembangkan komunikasi dengan bawahan dalam arti akan memperluas Area I
karena semakin luas bidang ini akan semakin terjalin komunikasi yang sehat,
terbuka, dan timbal balik. Manajer yang komunikatif akan selalu bersedia
mendengarkan pendapat, saran, bahkan kritik dari staf atau bawahan. Pengaruh
sifat seorang pemimpin seperti
itu akan membuat para karyawan merasa
diperlakukan sebagai manusia yang berharga yang akibatnya akan menimbulkan
kegairahan kerja pada dirinya.
Selanjutnya kita membahas tentang komunikasi horizontal, yaitu komunikasi
secara mendatar, antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan sesama
karyawan, dan sebagainya. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih
formal, komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal (Effendy,
2005:124). Mereka dapat melakukan aktivitas komunikasi satu sama lain tidak
hanya ketika sedang bekerja, akan tetapi bisa saja pada waktu istirahat, makan
bersama, rekreasi atau ketika jam kerja telah berakhir. Dalam kondisi seperti itu
otomatis desas-desus, gosip-gosip atau bocoran-bocoran informasi dapat tersebar
secara cepat sekali bahkan penyebarannya dapat tidak terkendali. Hal-hal yang
sering menjadi desas-desus adalah perilaku dan tindakan dari pimpinan mereka
serta hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Bila organisasi menghadapi
problematik seperti ini, tugas seorang Public Relations Officer perlu dioptimalkan.
Tugas pekerjaan Public Relations Officer sebenarnya tidak hanya keluar (eksternal),
tetapi juga kedalam (internal).
Sehubungan dengan masalah itu, maka kita mengenal dengan apa yang
disebut Internal Publik Relations dan tugasnya mencakup Employee Relations.
Untuk menjalankan fungsi Employee Relations, seorang Publik Relations Officer
harus terjun ke bawah, berkomunikasi dan bergaul dengan para karyawan sehingga
dapat menampung masalah-masalah di karyawan sekitar keluhan, keinginan atau

harapan-harapan yang sejalan dengan pekerjaannya. Adanya sebuah interpretasi


yang salah dapat menimbulkan gosip-gosip atau desas-desus dikalangan karyawan.
Agar desas-desus tidak menjadi isu yang krusial, maka tugas seorang kepala
Humas adalah mengeliminir, menetralisir dan menjelaskan sesuatu masalah pada
proporsi sebenarnya.
Menurut Pace dan Faules Yang diterjemahkan oleh Mulyana (2006:215)
struktur organisasi dapat memiliki pengaruh yang menentukan pola-pola dan
peranan komunikasi. Pada gilirannya, pola dan peranan komunikasi dapat
memperlancar atau menghambat aliran informasi. Konsep arah aliran informasi
dalam organisasi berhubungan dengan apa yang disampaikan kepada siapa dan
bagaimana penyampaiannya. Arah formal meliputi komunikasi posisional. Namun,
para anggota organisasi seringkali berkomunikasi satu sama lainnya tanpa
mengindahkan posisi mereka, menghasilkan suatu jaringan komunikasi pribadi, yang
seringkali disebut sebagai selentingan dan menyampaikan pesan-pesan informal
atau rahasia yang tidak mengalir melalui saluran formal. Karena informasi dalam
selentingan biasanya cermat tetapi sering tidak lengkap, selentingan ini dapat
menimbulkan pengaruh besar pada mereka yang menjadi bagian dari sistem
tersebut. Jadi penting sekali para manajer dan penyelia memahami dan membantu
agar selentingan bermanfaat bagi organisasi. Hal inilah memunculkan apa yang
disebut sebuah komunikasi diagonal dalam organisasi. Komunikasi diagonal atau
komunikasi silang (cross communication) adalah komunikasi antara pimpinan dan
atasan dalam bagian yang sama. Misalnya seorang kasir yang ada dalam
departemen akuntansi bisa saja berkomunikasi dengan staf keuangan dari
departemen keuangan. Hal ini bisa terjadi dalam sebuah organisasi dalam kasus
tersebut dan umumnya komunikasi informal yang menjadi model komunikasinya. Hal
itu juga bisa terjadi akibat adanya komunikasi yang tidak jelas dari atasan
langsungnya.

Berkenaan dengan komunikasi internal, Onong Uchjana Effendy (2005:125)


membagi atas dua (2) cara yang dapat diklasifikasikan sebagi komunikasi internal,
yaitu: Komunikasi Personal dan Komunikasi Kelompok. Komunikasi personal adalah
komunikasi antara dua orang dan dapat berlangsung dengan dua cara, yaitu
komunikasi tatap muka (face to face communication) dan komunikasi bermedia
(mediated communication). Komunikasi personal tatap muka berlangsung secara
dialogis sambil saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact). Ini
disebut komunikasi antarpersonal. Sedangkan komunikasi bermedia adalah
komunikasi dengan menggunakan alat, misalnya telepon atau memorandum.
Karena melalui alat, maka antara kedua orang tersebut tidak terdapat kontak pribadi.
Komunikasi Kelompok terjadi, bila antara seseorang dengan sekelompok
orang dalam situasi tatap muka berkomunikasi. Kelompok bisa kecil, dapat juga
besar, seperti komunikasi secara tatap muka, seperti komunikasi yang terjadi dalam

rapat, briefing, brainstorming, dan lain-lain. Dalam komunikasi internal, seorang


pimpinan organisasi jarang berkomunikasi dengan kelompok besar yang sifatnya
memberikan informasi umum bagi seluruh karyawan, namun bisa terjadi dalam
sebuah upacara bendera untuk memperingati hari-hari besar misalnya. Dalam halhal tertentu seorang manager berkesempatan tampil dalam forum menghadapi
kelompok besar seperti dalam kongres atau koferensi.

2.

Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan


khalayak diluar organisasi. Karena luasnya sifat komunikasi eksternal, maka ada
yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain seperti untuk kegiatan: perundingan
yang menyangkut kebijakan organisasi. Komunikasi eksternal terdiri dari dua (2)
bentuk yaitu: komunikasi dari Organisasi kepada khalayak dan dari Khalayak kepada
Organisasi.
Komunikasi dari Organisasi kepada Khalayak, umumnya bersifat informatif,
yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan,
setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini sangat penting dalam usaha
memecahkan suatu masalah jika terjadi tanpa diduga dan mendadak. Contoh bila
ada masalah yang timbul akibat berita yang salah yang dimuat dalam surat kabar.
Karena ada hubungan baik sebelumnya, maka masalah yang timbul akibat kegiatan
komunikasi yang dilakukan organisasi, masalah yang dijumpai kemungkinan besar
tidak akan terlalu sulit diatasi. Bahkan bisa terjadi, sebelum sebuah berita akan
dimuat, si wartawan terlebih dahulu bertanya mengenai kemungkinan kebenaran
kejadian yang akan diberitakan itu. Bentuk komunikasi dari Organisasi kepada
Khlayak dapat berupa: Majalah organisasi, press release, artikel surat kabar, pidato
dalam radio atau televisi, film dokumenter, brosur, leaflet, poster, konferensi pers dan
lain-lain. Dalam era keterbukaan informasi ini, media massa memiliki keampuhan
untuk menyebarkan informasi karena dapat diterima oleh komunikan secara
serempak dalam jumlah yang relatif sangat banyak.
Sedangkan komunikasi dari Khalayak kepada Organisasi, merupakan umpan
balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi. Jika
informasi yang disebarkan kepada khalayak itu menimbulkan efek yang sifatnya
kontroversial sehingga menimbulkan pro dan kontra maka ini disebut Publik Opinion
atau Opini Publik. Selanjutnya Huseman dan Fresley dalam Effendy (2005:130)
menyatakan Sistem Komunikasi Organisasional memiliki dua aspek yaitu sistem
formal dan tidak formal. Sistem formal biasanya mengikuti garis-garis wewenang
sebagaimana dituangkan dalam organisasi. Kebijakan-kebijakan dan instruksiinstruksi organisasional umumnya ditransmisikan melalui sistem ini. Sedangkan
sistem formal terdiri atas hubungan-hubungan sosial yang dapat mempunyai
kekuatan untuk menentukan apakah wewenang yang ditransmisikan melalui sistem
formal itu akan dapat diterima.

Kesimpulan
Komunikasi dalam organisasi dapat dibedakan atas komunikasi internal dan
komunikasi eksternal. Komunikasi internal dapat dibagi menjadi komunikasi vertikal
dan komunikasi horizontal. Untuk menjelaskan mengenai hubungan komunikatif
yang bagaimana sebaiknya antara pimpinan sebagai komunikator dengan staf atau
bawahan sebagai komunikan, ada sebuah konsep dalam komunikasi dengan apa
yang disebut Johari Window. Berkenaan dengan komunikasi internal, ada juga pakar
komunikasi yang membagi atas Komunikasi Persona dan Komunikasi Kelompok.
Sedangkan untuk komunikasi eksternal dapat dibagi kedalam dua(2) bentuk yaitu
Komunikasi dari Organisasi kepada Khalayak dan Komunikasi dari Khalayak kepada
Organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchyana, KOMUNIKASI, Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya,


Bandung, 2005
Effendy, Onong Uchyana, Dimensi-dimensi Komunikasi, Alumni, Bandung, 1981
Morrisan dan Andy Corry Wardhany, TEORI KOMUNIKASI, Ghalia Indonesia, 2009
Morrisan, TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI, Ghalia Indonesia, 2009
R. Wayne Pace and Don F. Faules, KOMUNIKASI ORGANISASI, editor Deddy
Mulyana, MA. Ph.D., PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2006

Anda mungkin juga menyukai