Disusun Oleh :
Tegar Jati Kusuma
20100310220
Diajukan Kepada :
dr. H. Suprapto, Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PNEUMOCYSTIS CARINII PNEUMONIA
Oleh :
Tegar Jati Kusuma
20100310220
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
DAFTAR PUSTAKA
REFERAT
LEMBAR PENGESAHAN
ii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
I.
DEFINISI
II.
EPIDEMOLOGI
III. PATOFISIOLOGI
V.
MANIFESTASI KLINIS
VI. DIAGNOSIS
VII. TATALAKSANA
VIII. PROGNOSIS
10
DAFTAR PUSTAKA
11
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Derajat Penyakit PcP
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pemeriksaan BAL
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini lebih dari 150 negara dilaporkan telah terjadi infeksi HIV-AIDS dari
berbagai penjuru dunia. Data tahun 2000 dilaporkan 58 juta penduduk dunia
terinfeksi HIV, 22 juta diantaranya meninggal akibat AIDS. Transmisi masih terus
berlangsung dengan 16 ribu jiwa terinfeksi baru setiap harinya. Didapatkan
sedikitnya 40 juta manusia hidup dengan AIDS di akhir tahun 2005. Diperkirakan
4,9 juta manusia terdiagnosis infeksi HIV di tahun 2005 dengan 95% terjadi di
Afrika, Eropa Timur dan Asia1.
Pneumocystis pneumonia (PCP) disebabkan oleh organisme yang disebut
Pneumocystis jiroveci, sebelumnya dikenal dengan nama Pneumocystis carinii.
Penyakit
ini
merupakan
salah
satu
penyebab
kematian
penderita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA (PCP)
I.
DEFINISI
Pneumocystis adalah jamur patogen oportunistik pada paru-paru yang
EPIDEMOLOGI
Sebelum penggunaan profilaksis untuk pneumonia P. jiroveci (PJP),
PATOFISIOLOGI
Faktor pada host mempengaruhi perkembangan dari PJP termasuk
kerusakan pada imunitas seluler dan imunitas humoral. Resiko pada pasien
dengan infeksi HIV meningkat secara bermakna ketika sel T CD4 + menurun
hingga di bawah 200/L. Orang yang beresiko PJP lainnya adalah pasien dengan
agen immunosupresi (terutama glukokortikoid) pada kanker dan transplantasi
organ, yang mendapatkan agen biologi seperti infliximab dan etanercept untuk
rheumatoid arthritis dan inflamatory bowel disease, anak-anak dengan penyakit
immunodeficiency primer, dan bayi prematur dengan malnutrisi6.
Sel efektor dari host yang melawan Pneumocystis adalah alveolar
machropages, yang mencerna dan membunuh organisme tersebut, melepaskan
berbagai macam mediator inflamasi. Organisme tersebut berproliferasi di dalam
alveolus, menempel kuat pada sel tipe I. Kerusakan pada alveolar menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler alveolar dan kelainan surfaktan, meliputi
penurunan fosfolipid dan peningkatan pada protein surfaktan A dan D. Respon
inflamasi dari host pada kerusakan paru menyebabkan peningkatan interleukin 8
dan angka neutrofil pada cairan bronchoalveolar lavage (BAL). Perubahan ini
berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit6.
Pada bagian paru dengan hemaktosilin dan eosin, alveoli terisi dengan
vacuolated exudate. Pada tingkat yang berat mungkin didapatkan edema
interstisial, fibrosis, dan formasi membran hyalin. Perubahan inflamatory pada
host biasanya terdiri atas hipertrofi sel alveolar tipe II, respon reparatif khas, dan
infiltrat interstisial sedang sel mononuklear. Bayi dengan malnutrisi menunjukkan
infiltrat sel plasma yang awalnya dinamai : interstitial plasma cell pneumonia6.
IV.
FAKTOR RESIKO
PJP disebabkan oleh infeksi P. jiroveci. Berikut ini merupakan faktor
X-link
hyper-IgM
syndrome)
dan
severe
combined
immunodeficiency (SCID).
Seseorang yang mendapatkan regimen immunosupresive jangka panjang
untuk kelainan jaringan ikat, vaskulitides, transplantasi organ padat
(contoh: jantung, paru, hepar, ginjal)
Seseorang dengan keganasan hematologi dan non-hematologi, meliputi
tumor padat dan limfoma.
Seseorang dengan malnutrisi berat.
V.
MANIFESTASI KLINIS
Pneumocystis menyebabkan pneumonia pada penderita HIV dengan
karakteristik sesak napas, demam dan batuk yang tidak produktif. Pneumocystis
pneumonia biasanya terjadi pada CD4 kurang 200 sel/mm3 pada pasien HIV.
Pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan takipnea dan takikardia namun tidak
didapatkan ronkhi pada auskultasi. Takipnea biasanya berat sehingga penderita
mengalami kesulitan berbicara. Sianosis akral, sentral dan membran mukosa juga
dapat ditemukan. Foto toraks memperlihatkan infiltrat bilateral yang dapat
meningkat menjadi homogen. Tanda yang jarang antara lain terdapat nodul soliter
atau multipel, infiltrat pada lobus atas pada pasien dengan pengobatan pentamidin,
pneumatokel dan pneumotoraks. Efusi pleura dan limfadenopati jarang
ditemukan. Jika pada foto toraks tidak didapatkan kelainan maka dianjurkan
pemeriksaan high resolution computed tomography (HRCT)8.
Sedang
Ringan
Kriteria
Sesak napas pada waktu istirahat atau PaO2 kurang dari 50 mmHg dalam
suhu ruangan
Sesak napas pada latihan ringan, PaO2 antara 50-70 mmHg pada suhu
ruangan saat istirahat, AaDO2 lebih dari 30 mmHg atau saturasi oksigen
kurang 94%
Sesak napas pada latihan sedang, PaO2 lebih 70 mmHg dalam suhu
kamar saat istirahat
DIAGNOSIS
Pneumocystis sulit didiagnosis karena gejala dan tanda yang tidak
TATALAKSANA
Antibiotik utamanya direkomendasikan untuk terapi P. jiroveci ringan,
sedang, atau berat. TMP-SMX telah terbukti sama efektifnya seperti pentamidine
intravena dan lebih efektif daripada terapi alternative regimen lain. Parenteral
dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit yang serius atau dengan efek
samping gastrointestinal7.
Direkomendasikan durasi terapi pada PJP adalah 21 hari pada pasien
dengan infeksi HIV dan 14 hari pada pasien lain. Pasien yang terinfeksi HIV
cenderung memiliki beban yang lebih tinggi dan respon yang rendah daripada
pasien tanpa infeksi HIV dan oleh karena itu membutuhkan terapi yang lebih
lama7.
Tabel 2. Pengobatan PJP2
Jenis Obat
TrimetroprimSulfametokasazol
Primakuin Plus
Klindamisin
Atovakuon
Pentamidin
Dosis
15-20 mg/kg
75-100 mg/kg
Setiap hari dalam 3 dosis
30 mg setiap hari
600 mg tiga kali sehari
750 mg dua kali sehari
4 mg/kg setiap hari
600 mg setiap hari
Cara
peroral
Peroral
Peroral
Intravena
Aerosol
Dosis
Cara
TrimetroprimSulfametokasazol
Dapson
Dapson plus
Pirimetamin plus
Leukovorin
Pentamidin
Atovakuon
Peroral
(alternatif)
Peroral
Peroral
Aerosol
Peroral
dengan
primakuin
(15
mg/oral/hari).
Pemberian
kortikosteroid
direkomendasikan 40 mg secara peroral dua kali sehari pada hari pertama sampai
kelima, 40 mg satu kali per hari selama 6-10 hari, 20 mg setiap hari sampai
lengkap 21 hari10.
PCP Sedang
Penderita dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Pengobatan yang
dapat diberikan adalah Trimetoprim-sulfametoksazol 480 mg dua tablet tiga kali
sehari selama 21 hari10.
PCP Ringan
Penderita dapat diberi kotrimoksazol peroral 480 mg dua tablet sehari
selama 21 hari atau cukup 14 hari jika respons membaik10.
Profi laksis PCP
Sebelum dikenal pengobatan HAART 10% PCP sering terjadi pada CD4
lebih dari 200 sel/mm3. Pemberian highly active antiretroviral therapy (HAART)
pada penderita HIV dapat menurunkan kejadian infeksi oportunistik. Profilaksis
dapat diberikan jika CD4 kurang dari 200 sel/mm3 atau limfosit total kurang dari
14% dengan kandidiasis oral atau demam yang tidak jelas penyebabnya dan
berlangsung lebih dari dua minggu. Regimen yang diberikan adalah
kotrimoksazol dua kali sehari, seminggu dua kali atau dapsone 100 mg peroral per
hari atau atavaquone 750 mg peroral dua kali per hari. Profilaksis dihentikan bila
CD4 lebih dari 200 sel/mm3 atau limfosit total lebih dari 14% yang telah
berlangsung lebih dari tiga bulan10.
Trimetoprim-Sulfametoksazol
Merupakan obat pilihan terapi PJP. Penetrasinya baik di jaringan. Studi
prospektif membandingkan pemberian trimetoprim sulfametoksasol dengan
pentamidin menunjukkan bahwa obat tersebut memperbaiki oksigenasi serta daya
tahan hidup lebih baik. Pemberian oral pada PJP derajat ringan sampai sedang.
Efek samping yang dapat terjadi adalah skin rash dan gangguan fungsi hati pada
20% penderita. Tidak dilaporkan efek samping yang dapat menyebabkan
penderita sampai dirawat di rumah sakit8.
Pentamidin
Pentamidin digunakan sebagai terapi lini kedua; merupakan antiprotozoa
yang mekanismenya dalam melawan Pneumocystis belum jelas diketahui.
Pentamidin merupakan obat toksik dengan efek samping antara lain hipotensi,
aritmia, hipoglikemia, gangguan fungsi ginjal, peningkatan kadar kreatinin dan
trombositopenia.pdf
Klindamisin dan Primakuin
Terapi kombinasi dua obat ini efektif mengobati PCP derajat ringan
sampai sedang. Kombinasi ini digunakan pada pasien yang tidak toleran atau
gagal pada pengobatan trimetoprim sulfametoksasol atau pentamidin. Efek
samping yang dapat terjadi antara lain rash, demam, neutropenia, gangguan
gastrointestinal dan methemoglobinemia8.
Dapson
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Huang L, Moris A, Limper AH, Beck JM. An official ATS workshop
summary: recent advences and future directions in Pneumocystis pneumonia
(PCP). Am Thorac Soc 2006; 3:655-64.
2. Thomas CF, Limper AH. Pneumocystis pneumonia. N Engl J Med 2004;
350:2487-98.
3. Miller R, Huang L. Pneumocystis jiroveci infection. Thorax 2004; 59:731-3.
4. Abouya YL, Beaumel A, Lucas S, et al. Pneumocystis carinii pneumonia. An
uncommon
cause
of
death
in
African
patients
with
acquired
11