Padat
Municipal
Limbah perkotaan yang pada umumnya dihasilkan oleh
perumahan dan perkantoran, biasa disebut sebagai
“sampah” (trash)
Berupa : kertas, sampah taman, gelas, logam, plastik,
sisa makanan, serta bahan lain seperti karet, kulit, dan
tekstil
Non-municipal
Limbah yang berasal kegiatan industri, pertanian,
pertambangan, dengan jumlah yang jauh lebih besar
daripada sampah perkotaan
Sampah padat di Indonesia
Sampah padat di kota-kota Indonesia pada umumnya
dibedakan atas sampah hayati (74%) dan non-hayati
Sampah hayati : biomassa dari permukiman, pasar,
atau jalan
Sampah non-hayati : kertas, plastik, kaleng, logam,
Rumah tangga
kertas industri pulp
industri pulp
daur dan kertas
Pasar logam
ulang
bahan
karet industri
Pertokoan
gelas/kaca
Industri
pembuatan
kompos
Jalan/taman kota
land fill
Non-hayati
Hayati
Hayati dan
Limbah Padat Kota non-hayati Pengolahan Thermal Energi Listrik
Awal RDF Gas Metan
Process Panas
Hayati dan
non-hayati Rejected
Pemanfaatan Daur Waste Abu
Kembali Ulang
Non-hayati
Rejected Waste Landfill
Gas Metan
Barang-barang Bahan baku
yang bermanfaat industri
Pabrik
Limbah kertas Bandar Suplier
Kertas
Limbah
Pemulung Pelapak
Kertas
Plastik
Pabrik Pabrik
Limbah plastik Penggiling Suplier
Bijih Plastik Plastik
Termoplastik
Jenis polimer yang mempunyai struktur rantai molekul
lurus, baik dengan rantai cabang atau tidak. Dapat
dilelehkan melalui pemanasan dan dapat dicetak
berulang-ulang menjadi produk tertentu. Plastik yang
termasuk ke dalam jenis ini adalah : PP (polypropylene),
PE (polyethylene), PS (polystryrene), PVC (polyvinyl-
chloride), PC (polycarbonate), PET (polyethylene
terephtalate), dan PA (polyamide).
Thermoset
Jenis polimer yang mempunyai struktur model 3
dimensi. Setelah terbentuk menjadi produk tertentu,
tidak dapat dapat dilelehkan dan dibentuk kembali.
Plastik yang termasuk dalam kelompok ini adalah : UF
(urea formaldehida), MF, PF, epoxy, polyurethane,
unsaturated PS (Polystyrene).
Elastomer
Jenis polimer yang pada temperatur ruang bersifat
seperti karet alam. Plastik yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah : SBR, chloroprene rubber, nitrile
rubber, buthyl rubber, dll.
Limbah Plastik
Injection
Separasi
Moulding
PVC PP
Pencucian Pencucian
Air : Alkohol = 1 : 1 Air : Alkohol = 2 : 3
LDPE
Pengeringan
Pelletizing
Moulding
Injection & Compressing
HDPE
mill
Ayakan trommel
Bekerja berdasarkan perbedaan ukuran partikel.
Insinerasi
Pirolisa dan Gasifikasi
Pemadatan / Densifikasi
Proses Biologis : Biogas dan Pengomposan
Lahan Urug
Insinerasi
Proses oksidasi bahan organik menjadi bahan anorganik.
Insinerasi adalah sistem pembuangan sampah dengan cara
mengurangi volume dan massa sampah.
Sebenarnya bukan suatu solusi dari sistem pengelolaan sampah
karena sistem ini pada dasarnya hanya memindahkan sampah
dari bentuk padat yang kasat mata menjadi sampah yang tidak
kasat mata (gas).
Banyak difungsikan sebagai sistem pembangkit energi.
Jika berlangsung secara sempurna, komponen utama penyusun
bahan organik (C dan H) akan dikonversi menjadi gas karbon
dioksida dan uap air. Unsur penyusun lain (S dan N) dioksidasi
menjadi oksida dalam fasa gas (SOx dan NOx), sedangkan
unsur inert tetap berada pada fasa padat atau teruapkan dan
terbawa oleh gas-gas.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, insinerator
dilengkapi sistem pengendalian polusi udara.
Sistem insinerasi dapat mengurangi volume dan berat padatan
hingga masing-masing 90% dan 75%.
Proses insinerasi menghasilkan energi panas yang dapat
digunakan untuk pembuatan kukus, proses pengeringan, dan
pembangkit listrik.
Insinerasi limbah padat akan menyisakan residu yang beratnya
kira-kira sama dengan kandungan bahan inert. Discrepancy
berat residu dari berat yang diperkirakan dapat terjadi karena :
penguapan atau entrainment sebagian bahan inert
proses oksidasi dari bahan-bahan logam
pembakaran bahan organik yang tidak sempurna
Umpan limbah perkotaan biasanya mempunyai densitas 13 – 17
lb/cuft, sedangkan residu 110 lb/cuft.
Kandungan energi (heating value)
menentukan kemampuan dalam mempertahankan
keberlangsungan proses pembakaran dan banyaknya
energi yang mungkin diperoleh dari sistem insinerasi
Kebutuhan udara pembakar
komponen utama penyusun limbah padat adalah
karbon, hidrogen, dan oksigen
kebutuhan udara dapat dihitung secara kasar dengan
cara bahwa 1 cuft udara pada STP diperlukan untuk
setiap 94 Btu energi netto yang dilepas dalam
pembakaran (dengan asumsi bahwa air hasil proses
pembakaran berada dalam keadaan uap.
walaupun dalam memperkirakan produksi panas dan
kebutuhan udara pembakar cukup dilakukan dengan hanya
mempertimbangkan unsur-unsur pentingnya saja, batasan-
batasan lingkungan dalam hal polusi udara didasarkan
pada produk-produk pembakaran dari unsur-unsur
minoritas yang terkandung dalam limbah padat.
Kriteria desain insinerator
mewadahi limbah yang sedang terbakar
memasok udara dalam jumlah yang cukup untuk terjadinya
proses pembakaran
mencampur udara pembakar dan gas hasil proses pirolisa
untuk menjamin terjadinya pembakaran sempurna sebelum
gas-gas hasil pembakaran didinginkan
mengatur suhu gas hasil insinerasi sehingga tidak merusak
refraktori dan peralatan pembersih gas
menghilangkan partikulat dan gas pencemar dari gas buang
memasukkan umpan dan mengeluarkan residu tanpa
terjadinya pelepasan gas hasil pembakaran
mencapai persyaratan di atas secara ekonomis dan bebas
masalah
memenuhi standar-standar estetika, untuk penempatan di
lingkungan perumahan
Tingkat kemungkinan suatu bahan dapat diinsinerasi
bergantung pada faktor-faktor berikut :
Kandungan air
Nilai kandungan panas
Garam-garaman anorganik
Kandungan sulfur dan halogen
Jenis-jenis insinerator :
open burning
single chamber incinerator
open pit incinerator
multiple chamber incinerator
starved air unit
aqueous waste injector
multiple heart
rotary kiln
incinerator unggun pancar (fluidized bed incinerator)
Open Burning
Adalah teknik insinerasi sampah yang paling tua
Terdiri dari tumpukan sampah di atas tanah dan dibakar
tanpa menggunakan bantuan peralatan pembakaran
khusus
Single chamber incinerator
Limbah padat pada sistem ini diletakkan di atas grid
kemudian dibakar.
Sistem ini dapat dilengkapi peralatan penyalaan atau
tidak.
Pada sistem ini upaya mengendalikan emisi dilakukan
dengan menambahkan afterburner dan damper,
keduanya dimaksudkan untuk mengendalikan proses
pembakaran.
Sebagian besar emisi yang dihasilkan disebabkan oleh
proses pembakaran yang tidak sempurna.
Open Pit Insinerator
Insinerator jenis ini dikembangkan untuk mengendalikan
insinerasi bahan-bahan eksplosif, limbah yang akan
menghasilkan bahaya ledakan atau pelepasan panas
yang tinggi pada insinerator tertututp biasa
Udara pembakar disemprotkan ke dalam ruang bakar
dari bagian atas insinerator dengan kecepatan tinggi
sehingga menciptakan turbulensi.
Temperatur pembakaran dapat mencapai 2000 °F dan
menghasilkan gas dengan asap dan emisi partikulat
yang rendah
Multiple chamber incinerator
Dalam upaya untuk mencapai pembakaran bahan
secara sempurna dan mengurangi partikulat yang
terbawa gas buang, insinerator dengan banyak ruang
bakar telah dikembangkan.
Ruang bakar utama digunakan untuk membakar
padatan. Ruang bakar kedua memperpanjang waktu
tinggal produk gas yang tidak terbakar dan merupakan
tempat masuk bahan bakar tambahan guna
pembakaran produk gas yang belum terbakar dan
padatan-padatan yang terbawa aliran gas buang yang
keluar dari ruang bakar utama.
Pada insinerator jenis ini, baffle-baffle didesain untuk
mengarahkan aliran gas hingga membuat belokan 90°
dalam arah horisontal maupun vertikal sehingga
memungkinkan terjadinya pengendapan padatan yang
terbawa aliran gas.
Pada jenis in-line insinerator arah belokan gas hanya
vertikal. Jenis in biasanya dilengkapi dengan sistem
pengeluaran abu otomatis atau konveyor pembuang
debu dan beroperasi secara kontinu.
Starved Air Unit (SAU)
Dalam upaya mengurangi emisi partikulat, laju udara
pembakar yang masuk melalui grid dapat dikurangi.
Sebagai akibatnya pembakaran sempurna gas-gas hasil
proses pirolisa dan gasifikasi padatan tidak terjadi di
atas unggun. Gas-gas tersebut dibakar di ruang yang
terpisah dari ruang insinerasi yaitu di ruang bakar kedua
(secondary).
Limbah padat ditempatkan dalam ruang bakar primary
dan dibakar dengan udara yang jumlahnya kurang dari
volume stoikiometrinya, biasanya sekitar 70-80% dari
volume stoikiometri.
Gas hasil pembakaran ini akan berupa gas-gas bakar
yang selanjutnya dialirkan ke ruang bakar kedua. Ke
dalam ruang bakar kedua ini udara dimasukkan secara
terkendali untuk membakar gas dari ruang bakar
pertama.
Ruang bakar kedua didesain sedemikian rupa sehingga
gas mempunyai waktu tinggal yang cukup untuk
terjadinya pembakaran total zat-zat organik dalam gas
hasil proses di ruang bakar pertama.
Untuk mencapai pembakaran sempurna, jumlah udara
yang dimasukkan cukup berlebih yaitu sekitar 140-
200% dari volume stoikiometri.
Salah satu sifat yang menonjol dari proses SAU adalah
turbulensi umpan limbahnya minimal. Bahan-bahan yang
proses pembakaran efektifnya mensyaratkan turbulensi
seperti karbon bubuk atau limbah pulp tidak cocok untuk
diolah dengan SAU.
Dibandingkan metoda insinerasi lainnya, udara di ruang
bakar utama SAU rendah dalam jumlah maupun
kecepatannya. Kecepatan yang rendah dan hampir tidak
adanya turbulensi bahan limbah menyebabkan jumlah
particulate yang terbawa oleh aliran gas minimum.
Gas panas yang keluar dari ruang bakar kedua relatif bersih,
oleh karena itu permukaan boiler ataupun sistem-sistem
penukar panas lainnya yang ditempatkan dalam aliran gas
tersebut akan mengalami permasalahan minimal dalam hal
erosi dan penyumbatan yang disebabkan oleh partikulat.
Aqueous waste injector
Aqueous Waste injection terdiri dari sebuah nozel yang
berguna untuk mengatomisasi limbah yang akan
dibakar, dan alat penunjang lainnya.
Jenis-jenis nozel: mechanical atomizing nozzles, rotary
cap burners, external low-pressure air atomizing burner,
external high-pressure two-flow burner, internal mix
nozzles, dan sonic nozzles.
Limbah yang dapat diolah dengan sistem ini adalah
limbah cair dan lumpur yang dapat dipompa.
Temperatur pembakaran yang digunakan antara 1300-
3000 °F (700-1650 °C).
Limbah yang akan dibakar diatomisasi dengan ukuran
partikel antara 40-100 m dan disemburkan ke dalam
ruang bakar.
Efisiensi destruksi ditentukan oleh banyaknya
pengembunan dan uap yang bereaksi.
Turbulensi sangat diinginkan untuk mendapatkan
destruksi limbah organik setinggi mungkin.
Penempatan dan peletakan alat pembakar (fuel burner)
serta nozel penginjeksi akan tergantung pada aliran
cairan yang akan diinsinerasi (aksial, radial ataupun
tangensial).
Multiple heart
Multiple-hearth furnace terdiri dari sebuah rak baja,
tungku berbentuk lingkaran yang disusun seri, satu di
atas yang lainnya dan biasanya berjumlah 5-8 buah,
shaft rabble arms beserta rabble teeth-nya dengan
kecepatan berputar ¾ – 2 rpm.
Temperatur pembakaran 1400-1800 °F (760-980 °C).
Umpan dimasukkan dari atas tungku secara terus
menerus dan abu dari proses dikeluarkan melalui silo.
Limbah yang dapat diproses dalam multiple-hearth
furnace memiliki kandungan padatan minimum antara
15-50 %-berat.
Limbah yang kandungan padatannya di bawah 15 %-
berat padatan mempunyai sifat seperti cairan daripada
padatan. Limbah semacam ini cenderung untuk
mengalir di dalam tungku dan manfaat rabble tidak akan
efektif.
Jika kandungan padatan di atas 50 % berat, maka
lumpur bersifat sangat viscous dan cenderung untuk
menutup rabble teeth.
Udara dipasok dari bagian bawah furnace dan naik
melalui tungku demi tungku dengan membawa produk
pembakaran dan partikel abu. Sebagian udara
pembakar yang tidak sempat memasuki rabble arms
didaur ulang.
Multiple-heart furnace terdiri dari tiga zona, yaitu zona
pengeringan, zona pembakaran, dan zona pendinginan.
Zona pengeringan
terletak di bagian atas furnace
gunanya untuk memanaskan dan menguapkan
kandungan air (moisture) yang dikandung oleh
umpan sekaligus mendinginkan gas panas yang
akan keluar dari furnace.
Zona pembakaran
terletak di bagian tengah furnace
limbah lumpur yang memasuki zona ini
dipanaskan sampai terbakar (temperatur
pembakaran)
jika lumpur terlalu kering (berisi lebih dari 25 %-
berat padatan) atau kandungan minyak dalam
limbah tinggi maka sebuah afterburner perlu
ditambahkan. Afterburner ini berguna untuk
menjaga kalau ada senyawa volatil yang tidak
terbakar yang menyebabkan asap dan bau
emisi. Letak afterburner yang efektif adalah pada
aliran sebelum gas keluar dari insinerator
Zona pendinginan
terletak di bagian bawah furnace
Sisa dapur/makanan 10 : 1
Rumput 15 : 1
Kotoran sapi 19 : 1
Jerami 80 : 1
Perdu/semak 40-80 : 1
Kertas 170 : 1
Kayu 700 : 1
RM ANTHROPOSPHERE
Industry G
G RM
RM
Transfer
Vr W
Recycling
W
RM
Household RM W W
RM C
Compost
C
W Incinerator
W
W
W Landfill
G : Manufactured goods
VR : Virgin materials
RM : Recycled materials
C : Compost
W : Urban solid waste
Processing
Contracted Transfer Sites
Derived Materials
Industrial to road
Collection
Transport
Fuel Recovery
Landfill
Transfer
Municipal
Composting Single
Garbage
Site
Other
Residential Baling
Disposal
Refuse
Garden
Pulverising
Refuse
leaves, sawdust,
plastic,
woods
GARDEN paper, sludge, INCINERATOR
wood,
whiterag,
etc
etc
INDUSTRIAL
foods
LANDFILL
CARTEEN garden, PUBLIC
canteen RUBISH
DISPOSAL