10..ginjal - Penyakit Glomerulus PD Anak
10..ginjal - Penyakit Glomerulus PD Anak
Batasan:
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas:
1. Edema.
2. Proteinuria masif ( 40 mg/m2/jam atau proteinuria +3 atau lebih).
3. Hipoalbuminemia ( 2,5 g/dl).
4. Hiperkolesterolemia 200 mg/dl.
5. Kadang-kadang hipertensi, hematuria, azotemia.
Etiologi:
1. SN Primer / Idiopatik.
2. SN Kongenital
3. SN Sekunder berhubungan dengan penyakit-penyakit tertentu.
a. Penyakit infeksi: malaria, hepatitis B, AIDS, paska infeksi streptokokus.
b. Penyakit vaskulitis sistemik: SLE, purpura Henoch-Schonlein.
c. Intoksikasi obat/logam berat, penisilamin, probenesid, timbal.
d. Keganasan: tumor Wilms, Hodgkin, leukemia.
e. Penyakit metabolik: diabetes mellitus, amiloidosis.
Patogenesis:
Permeabilitas
kapiler
glomerulus
Proteinuria
masif
Hipoalbuminemia
Katabolisme
lipoprotein
LDL
&VLDL
Hiperkolestrolemia
Tekanan
Onkotik
Hipovolemia
Tekanan perfusi
ginjal
Trigliseride
Retensi garam
dan air
Klasifikasi:
Edema
Masukan
air,garam
a. Berdasarkan etiologi:
Sindroma nefrotik primer
Sindroma nefrotik kongenital
Sindrom nefrotik sekunder
b. Berdasarkan kelainan histopatologi:
SN kelainan minimal (SNKM).
Glomerulosklerosis:
- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS).
- Glomerulosklerosis fokal global (GSFG).
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD).
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif.
Glomerulonefritis kresentik (GNK).
Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP):
- GNMP tipe I dengan deposit subendotelial.
- GNMP tipe II dengan deposit intramembran.
- GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial.
Glomerulonefritis membranosa (GNM).
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL).
c. Berdasarkan respon terhadap terapi steroid:
Steroid responsif (umumnya SNKM)
Steroid dependen (umumnya juga SNKM)
Steroid non responsif (umumnya GSFS, GSFG, GNMP, dan GNMP) atau SN sekunder.
Komplikasi:
Infeksi, trombosis, hiperlipidemia hipovolemi, gagal ginjal akut, retardasi pertumbuhan
Prognosis:
SNKM: 4-5% menjadi gagal ginjal terminal pada pengamatan selama 20 tahun. GSFS: 25%
menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun.
SN primer (SNKM) /kortikosteroid responsif umumnya baik.
Pada kortikosteroid non responsif prognosis kurang baik, mortalitas pada jenis GSFS 50% 16
tahun setelah diketahui, pada GNMP 50% 11 tahun setelah diketahui. SN sekunder tergantung
penyakit primer.
Diagnosis
Dasar Diagnosis
SN: edema, hipoproteinemia (kadar protein serum 5,5 g/dl), hipoalbuminemia (kadar albumin
serum 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia (kadar kolesterol serum 200 mg/dl), proteinuri masif (kadar
proteinuri 0,05-0,1 g/kgBB/24 jam atau +++ pada pemeriksaan semi kualitatif).
SNI: bila etiologi SN tidak diketahui.
SN kongenital: bila gejala-gejala ditemukan 3 bulan pertama dari kehidupan.
SN sekunder: bila ditemukan penyebab.
Kortikosteroid responsif: urin bebas protein (<4 mg/jam/m 2 LPT) atau negatif/trace dengan
pemeriksaan asam sulfosalisilat 3 hari berturut-turut.
SN resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu kedelapan pengobatan steroid
alternating.
Relaps jarang: Proteinuria +2 - +3 muncul kembali (kurang dari 2 kali) dalam setahun setelah
pengobatan steroid dihentikan.
Relaps sering: Proteinuria muncul 2 kali dalam 6 bulan atau 3 kali dalam setahun setelah
pengobatan steroid dihentikan.
Dependen steroid: relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah
pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
Langkah Diagnosis
Tegakkan diagnosis SN dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Cari gejala lainnya, terutama gejala sindroma nefritis.
Cari komplikasi (hipotensi /syok, trombosis, infeksi, gagal ginjal).
Cari faktor penyebab.
Pemeriksaan rutin:
Darah tepi: Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED.
Urinalisis/biakan urine.
Kimia darah (kolesterol, trigliserida, LDL. VHDLalbumin/globulin, ureum,kreatinin, asam urat,
Na, K, Ca dan P)
Klirens Kreatinin (Rumus Schwart):
Tinggi Badan (Cm)
K X
Kreatinin Serum (mg/dl)
Nilai K pada:
BBLR
: 0,33
Aterm <1 tahun
: 0,45
1-12 tahun
: 0,55
Perempuan 13-21 tahun : 0,57
Lelaki 13-21 tahun
: 0,70
Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai).
Pemeriksaan atas indikasi:
Foto toraks, EKG bila dijumpai edema berat.
ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis.
CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis, leukosituria dan
silinderuria.
ANA, anti dsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE (sindroma nefrotik sekunder).
Indikasi biopsi ginjal pada penderita SN :
1.SN kongenital
2.SN dengan manifestasi nefritis
3.SN dependent / relaps sering
4.SN resisten steroid
Indikasi Rawat:
Sindroma nefrotik serangan pertama kali.
SN relaps dengan edema anasarka atau penyulit (infeksi berat, muntah-muntah, diare, hipovolemia,
hipertensi, tromboemboli, GGA).
Sindroma nefrotik steroid resisten.
Sindroma nefrotik steroid kambuh sering dengan indikasi untuk terapi sitostatika tambahan.
Penatalaksanaan:
a. Sindroma Nefrotik Primer
1) Aktivitas
Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka, dispneu,
hipertensi tirah baring.
2) Dietetik
Protein normal sesuai RDA yaitu 2 g/kg/hr.
Rendah garam (1-2 g/hr) selama edema/mendapat terapi steroid.
3) Cairan dan Diuretika
Retriksi cairan (30 ml/kgBB/hari) selama ada edema berat dan oliguri.
Loop diuretic (furosemid 1-2 mg/kgBB/hr), bila kadar kalium rendah <3,5 mEq/L dapat
dikombinasi dengan spironolakton (1-2 mg/kgBB/hr) diberikan pada edema
berat/anasarka. Diuretika lebih dari 1 minggu periksa ulang natrium dan kalium plasma.
Bila SN disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin 1,5 gr/dl) berikan
infus albumin rendah garam 20-25% 1 g/kgBB atau plasma sebanyak 15-20 ml/kgBB
dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus albumin/plasma selesai diberikan furosemid 1-2
mg/kgBB IV.
4) Antibiotika/antiviral
Antibiotika diberikan bila:
Edema anasarka + laserasi kulit Amoksisilin, Eritromisin, atau Sefaleksin.
Infeksi beri antibiotika yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi.
Bila terjadi infeksi varicella Asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis 7-10 hari,
pengobatan kortikosteroid stop sementara.
5) Imunisasi
Vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid selesai.
Kontak dengan penderita varicella Imunoglobulin varicella-zoster dalam waktu <72
jam.
6) Tuberkulostatika
Test Mantoux (+) beri INH profilaksis.
TBC aktif beri OAT.
7) Pengobatan Kortikosteroid
Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai hal-hal sebagai
berikut: hipertensi, infeksi berat (viral/ bakteri), azotemia.
Pengobatan inisial:
Dosis inisial Prednison atau Prednisolon 60 mg/m 2/hari atau 2 mg/kgBB/hari sesuai
dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis (maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu.
Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m 2/hr (2/3 dosis initial)
selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu lalu stop. Bila remisi
terjadi antara minggu ke-5 sampai dengan akhir minggu ke-8, steroid alternating
dilanjutkan 4 minggu lagi.
Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 resisten steroid (lihat gamba
4 minggu II
4 minggu III
Remisi (+)
Remisi (+)
Prednison FD inisial
Pengobatan SN Relaps:
Bila dijumpai proteinuria (+2) setelah pengobatan steroid selesai, perlu dicari faktor
pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan AB selama 5-7 hari. Bila proteinuria
jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila proteinuria masih tetap (+2) atau tidak
ditemukan fokus infeksi mulai dengan prednison dosis penuh sampai remisi
(proteinuria negatif atau trace 3 hari berturut-turut) (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dosis alternating selama 4 minggu stop.
Bila pada FD selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu remisi (-) resisten
steroid (lihat skema pengobatan resisten steroid).
Remisi
FD*
AD
5
* 4 minggu remisi langsung AD
Gambar 2. Pengobatan Sindroma Nefrotik Relaps
Siklosporin 5 mg/kgBB/hari
selama 1 tahun
Keterangan:
(1). Langsung diberi CPA (+ Prednison AD)
(2). Sesudah Prednison jangka6panjang CPA
(3). Sesudah Prednison jangka panjang + Levamisol CPA
Gambar 3. Skema Pengobatan Prednison Jangka Panjang
Pred
+
CPA
Puls
AD 6 bulan
Tap Off
CPA
Oral
Tap Off
3-6 bulan
CPA Pulse
Prednison
Tapering off
: 500 mg/m2/bulan
: 40 mg/m2/hari (1x pagi hari)
7
: 1 mg/kgBB/hari (1 bulan) 0,5 mg/kgBB/hari (1 bulan)
Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan. Setelah steroid dihentikan
kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas gejala.
10
11
Penatalaksanaan:
Semua SNA simtomatik perlu mendapat perawatan. Pengobatan ditujukan terhadap penyakit yang
mendasarinya dan komplikasi yang ditimbulkannya.
1) Tindakan umum:
Istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala edema, kongesti vaskuler (dispnu, edema paru,
kardiomegali, hipertensi) menghilang.
Diet.
Masukan garam (0,5-1 g/hari) dan cairan dibatasi selama edema, oliguria atau gejala kongesti
vaskuler dijumpai. Protein di batasi (0,5 g/kgBB/hari) bila kadar ureum di atas 50 gram/dl.
12
13
sedang foto toraks diulangi bila gejala-gejala kongesti vaskuler sudah menghilang pada saat
penderita mau dipulangkan. Pemeriksaan funduskopi secara serial perlu dilakukan bila
penderita datang dengan berdasarkan indikasi terjadinya perburukan faal ginjal secara cepat
dan progresif (GN progresif cepat).
Indikasi pulang:
Keadaan penderita baik. Gejala-gejala SNA menghilang. Pengamatan lebih lanjut perlu
dilakukan di poli khusus ginjal anak minimal 1 kali 1 bulan selama 1 tahun. Bila pada
pengamatan ASTO (+) dan C3 masih rendah setelah 8 minggu dari onset, proteinuria masih +
setelah 6 bulan dan hematuria mikroskopis masih dijumpai setelah 1 tahun, atau fungsi ginjal
menurun secara insidius progresif dalam waktu beberapa minggu atau bulan kemungkinan
penyakit jadi kronik perlu dilakukan biopsi ginjal.
b. Endokarditis bakterialis akut/sub akut
Pengobatan ditujukan terhadap endokarditis dan penyakit yang ditimbulkannya pengobatan
terhadap endokarditis serta tindak lanjut (lihat SP endokarditis).
Pengobatan komplikasi:
Gagal ginjal akut (lihat SP gagal ginjal akut).
Dekompensasi kordis (lihat SP dekompensasi kordis yang berhubungan dengan
endokarditis).
Tindak lanjut:
Serupa dengan SNA GNAPS.
Indikasi pulang:
Keadaan umum baik, infeksi teratasi, gejala-gejala endokarditis membaik, kelainan urinalisis
minimal, fungsi ginjal menunjukkan perbaikan, gejala dekompensasi menghilang. Untuk
evaluasi lebih lanjut penderita perlu kontrol berobat jalan ke poli khusus ginjal anak/kardiologi
anak, minimal sekali sebulan.
c. Shunt nefritis
Pengobatan ditujukan terhadap kuman penyebab dan mengangkat shunt yang terinfeksi
terhadap komplikasi dari shunt nefritis.
AB diberikan sesuai dengan hasil tes sensitivitas.
Atasi gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intra kranial (lihat SP peningkatan
tekanan intra kranial).
Bila dijumpai gejala ensefalopati hipertensi diatasi sesuai dengan SP.
Bila dijumpai komplikasi gagal ginjal akut diatasi sesuai dengan SP.
Indikasi pulang:
Keadaan anak baik, gejala-gejala dari nefritis minimal, komplikasi yang terjadi terkontrol
dengan baik. Untuk evaluasi perlu kontrol berobat jalan ke poli khusus ginjal/neurologi anak
paling kurang sekali sebulan.
d. Nefritis yang berhubungan dengan lupus eritematosus
Pengobatan terdiri dari pemberian kortikosteroid prednisolon 2 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
selama 4-6 minggu, kemudian dosis diturunkan secara bertahap sedikit demi sedikit sampai
mencapai dosis 5-10 mg/hari atau 0,1-0,2 mg/kgBB dan dipertahankan selama 4-6 minggu.
Setelah itu diberikan secara alternat.
Bila selama perawatan penderita menunjukkan perburukan fungsi ginjal secara progresif atau
dengan sindroma nefrotik diobati dengan pulse Methilprednisolon terapi, diuretika dan obat
anti hipertensi.
14
Indikasi pulang:
Keadaan umum baik, gejala-gejala nefritis membaik atau menunjukkan kelainan minimal.
Perlu kontrol secara berobat jalan ke poli khusus ginjal anak.
e. Nefritis yang berhubungan dengan Purpura Henoch Schonlein
Steroid diberikan dalam waktu pendek untuk menghilangkan gejala nyeri perut. Penderita
PHS berat dengan manifestasi ginjal berat (NS,GGA dan hipertensi) membutuhkan
pengawasan yang ketat.
Biopsi ginjal perlu dilakukan pada keadaan ini.
Obat yang digunakan dalam hal ini adalah prednison oral, methyl prednisolon, bolus intra
vena, obat-obal sitostatika (siklofosfamid, azatioprin), antikoagulan, antiplatelet dan
plasmapheresis. Disamping penanggulangan terhadap GGA dan hipertensi.
Tindak lanjut:
Semua pasien dengan HSP yang dirawat perlu dilakukan pengamatan terhadap hipertensi dan
perburukan faal ginjal secara progresif, merupakan indikasi untuk biopsi ginjal.
Indikasi Pulang:
Keadaan umum baik, urinalisis normal atau menunjukkan kelainan minimal, tekanan darah dan
fungsi ginjal normal. Dianjurkan kepada penderita untuk kontrol berobat jalan ke poli khusus
ginjal anak.
f. Nefropati IgA
Pengobatan yang spesifik untuk Nefropati IgA asimptomatis belum ada. Pengobatan hanya
berupa pemberian antibiotika bila dijumpai ISPA atau tonsilektomi untuk mengurangi episode
dari hematuria makroskopis.
Tindak lanjut:
Penderita IgA tidak perlu dirawat, namun memerlukan pemantauan terus menerus terhadap
kemungkinan terjadinya hipertensi dan perburukan fungsi ginjal.
15
16
1) Anak yang diduga menderita pielonefritis akut dan semua bayi yang menderita ISK perlu
pemeriksaan USG dan MSU. Bila ditemukan RVU, pemeriksaan pielografi intravena (PIV) atau
sintigrafi DMSA dapat dilakukan, meskipun tidak langsung terkait dengan penanganan pasien.
Bila pada pemeriksaan USG dicurigai adanya kelainan anatomik maka PIV lebih disarankan.
2) Anak perempuan dengan ISK bawah (sistitis) berulang sampai 2 atau 3 kali atau ISK pertama
dengan adanya riwayat RVU dalam keluarga, diperlakukan seperti pilihan no.1 di atas.
3) Sebagian besar anak perempuan dengan ISK serangan pertama atau ISK bawah saja tidak
memerlukan pemeriksaan pencitraan. Kelompok ini cukup dipantau tiap 6-12 bulan dan biakan
urin bila ada demam.
4) Khusus untuk neonatus laki-laki sampai usia 8 minggu disarankan pemeriksaan USG dan MSU
rutin pada ISK pertamakalinya. Bila ditemukan kerusakan parenkim ginjal ataupun refluks
derajat 3 atau lebih, dilanjutkan dengan pemeriksaan skintigrafi radionuklid. Pada anak yang
lebih besar USG dipakai sebagai penyaring dan bila dicurigai ada kelainan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan lain seperti PIV, MSU maupun skintigrafi radionuklid.
Pemeriksaan atas indikasi: biakan darah, foto thoraks.
Indikasi rawat:
ISK dengan penyulit.
Penatalaksanaan:
ISK asimptomatis diobati sesuai hasil uji sensitivitas.
Sementara menunggu hasil kultur datang, tersangka ISK simptomatis ringan diobati dengan
antibiotika oral Amoksisilin 50 mg/kgBB/hari atau Trimetoprim/Sulfametoksazol (Kotrimoksazol)
8/40 mg/kgBB/ hari.
Tersangka ISK berat diobati dengan antibiotika parenteral berupa Ampisilin 200 mg/kgBB/hari
dibagi atas 4 dosis + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Setelah kultur datang diobati sesuai
dengan hasil tes sensitivitas. Lama pengobatan 10-14 hari.
ISK dengan komplikasi diobati sesuai komplikasi.
ISK dengan sepsis diobati sesuai SP.
Diupayakan mengoreksi/mengobati faktor predisposisi.
Tindak lanjut:
Selama perawatan urinalisis dilakukan 2 kali seminggu. Darah tepi sekali seminggu. Dua hingga tiga
hari setelah pengobatan dimulai dilakukan biakan ulang,bila biakan steril obat diteruskan,bila biakan
masih positif atau kondisi penderita tidak membaik obat diganti. Untuk mendeteksi infeksi ulangan
dilakukan kultur urin setelah 1 minggu pengobatan selesai. Bila positif diobati sesuai dengan hasil
tes sensitivitas. Jika hasil kultur urin steril maka kultur urin selanjutnya dilakukan sekali sebulan
dalam 6 bulan pertama, kemudian sekali 2 bulan untuk 6 bulan, lalu, sekali 3 bulan untuk tahun ke-2
dan ke-3. ISK simtomatis berat segera dilakukan pemeriksaan radiologi dan faal ginjal. Untuk yang
ringan atau simtomatis pemeriksaan radiologi dilakukan 1 bulan setelah pengobatan selesai dengan
indikasi: semua anak <3 tahun, semua anak laki-laki, semua anak perempuan yang mendapat ISK
berulang.
Kalau infeksi berulang obati dengan antibiotika sesuai hasil tes sensitivitas dilanjutkan dengan AB
profilaksis Kotrimoksazol 2 mg/kgBB/hari atau Nitrofurantoin 1-2 mg/kgBB/hari dosis tunggal
malam hari minimal 6 bulan. Refluks berat dengan atau tanpa kelainan obstruksi konsul bedah
urologi. Skar pielonefritik atau refluks sedang AB profilaksis, kemudian ulangi IVP/MCU. Jika
menjadi berat konsul bedah urologi. Kontrol berkala ureum dan kreatinin (3-6 bulan), kalau
terjadi gagal ginjal dan hipertensi kelola sesuai SP-nya.
Indikasi pulang:
17
Keadaan umum baik, gejala klinis ISK hilang, kulltur setelah 1 minggu pengobatan selesai steril dan
fungsi ginjal normal.
HEMATURIA
Batasan:
Hematuria adalah keadaan yang menunjukkan terdapatnya sel-sel eritrosit dalam jumlah yang
abnormal di dalam urin.
Etiologi:
Berasal dari glomerulus:
Glomerulonefritis.
Sindroma hemolitik uremik.
Hematuria berhubungan dengan olah raga.
Hematuria familial benigna.
Nefropati IgA.
Bukan dari glomerulus:
Penyakit perdarahan/gangguan faktor pembekuan.
Keracunan jengkol.
Hiperkalsiuria.
TBC ginjal/saluran kemih.
Infeksi saluran kemih.
Trauma.
Batu.
Defek kongenital (ginjal polikistik dan hidronefrosis).
Tumor Wilms.
Benda asing di uretra/vesika urinaria.
Patogenesis:
Hematuria dapat berasal dari sesuatu tempat di jaringan parenkim ginjal dan traktus urinarius,
mulai dari glomeruli sampai ke uretra anterior.
Mekanisme timbulnya hematuria dapat melalui beberapa cara:
Proses imunologik peradangan pada glomerulo-tubulo interstisiel kapiler / arteriol
glomeruli-tubulo-interstisiel rusak.
Endotoksis atau infeksi langsung oleh agen infeksi (bakteri, virus, riketsia) kerusakan
endotel kapiler glomeruli.
Emboli septik yang tersangkut pada endotel kapiler glomeruli.
Efek langsung dari obat-obat yang merusak tubulo interstisial.
Kristal yang menyumbat lumen tubulus.
Iritasi mukosa saluran kemih oleh mikrokristal, benda asing yang dimasukkan lewat uretra ke
vesika urinaria, peradangan mukosa kerusakan kapiler.
Trauma/neoplasma jaringan ginjal/saluran kemih rusak pembuluh darah pecah. Defek
kongenital pada saluran kemih kerusakan pembuluh darah.
Bentuk Klinik:
Hematuria asimptomatis, hematuria tanpa gejala-gejala lain.
Hematuria simtomatis, hematuria yang disertai gejala-gejala lain seperti edema, oliguria, gejalagejala kongesti vaskuler, gejala-gejala SSP.
Diagnosis:
Dasar diagnosis:
18
Curigai hematuria bila urin berwarna merah terang atau gelap seperti coca-cola (makroskopik).
Langkah-langkah diagnosis:
Pastikan adanya hematuria
Pemeriksaan yang dilakukan adalah dispstik untuk melihat adanya kandungan hemoglobin dalam
eritrosit dan hemoglobin bebas dalam urine. Sedangkan untuk melihat sel eritrosit dilakukan
pemeriksaan mikroskopis sedimen urin. Bila ditemukan sel eritrosit 5/lpb hematuria
mikroskopik
Tentukan bentuk dari hematuria dan cari faktor penyebab.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
identifikasi:
Hematuria non glomeruler, ciri-cirinya:
Urine berwarna merah terang, biasanya edema dan hipertensi tidak dijumpai.
Urinalisis menunjukkan:
- Urin berwarna merah.
- Bekuan darah (+).
- Proteinuria (+1) (-2).
- Silinder eritrosit (-).
- Bentuk eritrosit sama dan kandungan hemoglobinnya merata.
Hematuria glomeruler, ciri-cirinya:
Dari anamnesis didapatkan urin berwarna merah gelap, tidak nyeri waktu berkemih.
Dari pemeriksaan fisik biasanya ditemukan edema, hipertensi
Urinalisis:
- Proteinuria (+2 - +3).
- Sel eritrosit (+) ( 5/lpb atau penuh/lpb).
- Bentuk eritrosit tidak sama dan kandungan hemoglobinnya tidak merata.
- Silinderuria (terutama silinder eritrosit).
Untuk masing-masing kelompok hematuria ditetapkan etiologinya (lihat algoritma).
BENTUK NON GLOMERULER
a) Keracunan jengkol
Diagnosis berdasarkan riwayat makan jengkol, nyeri hebat saat berkemih, mulut bau jengkol,
kadang-kadang, ditemukan retensio urin, kristal asam jengkol pada orifisium uretra. Pada urinalisis
dijumpai sel eritrosit penuh, lekosituria, kristal asam jengkol, proteinuria +1, kadang-kadang
dijumpai tanda-tanda GGA.
b) Hiperkalsiuria idiopatik
Diagnosis dibuat berdasarkan hasil urinalisis yang menunjukkan hematuria, disertai peningkatan
ekskresi kalsium dalam urin >4 mg/kgBB/hari atau ratio Ca/kreatinin urin >0,2. Dari riwayat
keluarga ada riwayat serangan kolik ginjal/ureter yang berhubungan dengan batu.
c) TBC Ginjal
Diagnosis berdasarkan riwayat kontak (+), batuk-batuk kronik, gizi buruk, kelainan paru baik
berdasarkan pemeriksaan fisik/radiologi, LED meninggi. Pada urinalisis dijumpai hematuria, piuria
steril. PPD (+), Kepastian diagnostik perlu dilakukan biakan urin untuk mencari BTA.
d) ISK
Diagnosis berdasarkan riwayat panas lama, disuria, polakisuria, nyeri pinggang/sudut kosto
vertebra/suprasimfisis. Hasil urinalisis menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, lekosituria.
Dan pada biakan urin dijumpai bakteria bermakna.
19
e) Trauma
Diagnosis berdasarkan pada riwayat trauma pada daerah pinggang dan ditemukan memar/lebam
pada daerah pinggang atau suprasimfisis. Pada pemeriksaan urin tampak gross hematuria dan
bekuan darah (+). Untuk mengetahui lokasi/luasnya daerah yang mengalami trauma perlu
dilakukan USG/PIV.
f) Batu saluran kemih
Diagnosis berdasarkan kolik ureter, kemih tidak lancar dan rasa nyeri saat berkemih. Pada anak
laki-laki gejala khas adalah sering menarik penisnya ketika mau berkemih, kadang-kadang disertai
keluar batu, Urinalisis hematuria, lekosituria. Diagnosis pasti USG/PIV.
g) Tumor/defek kongenital pada ginjal/saluran kemih.
Diagnosis berdasarkan teraba massa dalam rongga abdomen. Untuk menentukan jenis tumor atau
defek kongenital apakah tumor Wilms, ginjal polikistik atau hidronefritis perlu dilakukan
USG/PIV.
h) Penyakit pendarahan
Diagnosis berdasarkan riwayat gusi mudah berdarah, sering epistaksis, pucat, biru-biru pada kulit,
pada darah tepi ditemukan kadar Hb rendah, trombositopenia, waktu pembekuan dan perdarahan
memanjang.
Bila bentuk non glomeruler dari hematuria hanya berupa darah sedang gambaran darah tepi normal
tanpa ditemukan tanda-tanda penyakit darah/perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan USG/PIV untuk
mencari faktor penyebab perdarahan. Bila hasilnya normal kemungkinan penyebabnya berasal dari
trauma uretra, benda asing di uretra, atau peradangan vesika urinaria. Untuk menentukan asal
perdarahan perlu pemeriksaan sitoskopi.
BENTUK GLOMERULER
1) Hematuria mikroskopis
- Dapat merupakan salah satu bentuk glomeruler dari hematuri. Diagnosis ditegakkan bila hasil
pemeriksaan fisik (+), gambaran darah tepi normal, fungsi ginjal kimia normal, sedang
urinalisis memperlihatkan gambaran berupa hematuria mikroskopis dengan sel darah merah
yang dismorfik.
- Pertimbangkan penyebab apakah hematuria berhubungan dengan hematuria rekuren benigna,
hematuria berhubungan dengan olahraga atau hematuria idiopatik. Lakukan observasi selama 6
bulan. Bila masih menetap perlu dipikirkan nefropati IgA. Diagnosis nefropati IgA dibuat
berdasarkan adanya riwayat hematuria makroskopis timbul bersamaan dengan onset panas
yang dipicu oleh ISPA. Diluar serangan hematuria hanya bersifat mikroskopis. Perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk kepastian diagnosis.
2) Glomerulonefritis
- Diagnosis Glomerulonetritis dapat ditegakkan berdasarkan bentuk glomeruler dari hematuria,
disertai proteinuria, silinderuria dengan atau tanpa edema, hipertensi, oliguria atau gangguan faal
ginjal. Kelainan ini dapat timbul secara akut atau berlangsung kronik. Bentuk akut dari
glomerulonefritis biasanya berhubungan dengan pasca infeksi streptokokus, infeksi
sistemik/penyakit multi sistemik seperti Purpura Henoch Schonlein (PHS) dan lupus
eritematosus sistemik (LES). Sedang yang kronik biasanya berhubungan dengan sindroma
nefrotik dan penyakit ginjal herediter (sindroma Alport).
- Diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan untuk mencari penyebab glomerulonefritis seperti
ASTO, C3, ds DNA antibodi, sel LE, biakan, ekokardiografi.
- Dasar diagnosis GNAPS dibuat berdasarkan riwayat ISPA/kulit, yang diikuti kemudian oleh
gejala-gejala nefritis akut. Biakan apusan tenggorok/keropeng kulit dapat (+) untuk kuman
streptokokus beta hemolitikus grup A atau ASTO (+), C3 menurun. Perlu pengamatan terhadap
perjalanan penyakit, karena terjadi penurunan fungsi ginjal secara cepat dan progresif (GN
progresif cepat).
- Penyakit infeksi sistemik yang dapat berkaitan dengan GNA antara lain:
20
21
HIPERTENSI
Batasan:
TD Normal: TD sistolik atau diastolik <90 persentil menurut gender, umur dan tinggi badan anak
Pra Hipertensi: TD sistolik atau diastolik 90-95 persentil atau pada anak remaja TD 120/80
mmHg meskipun <95 persentil dianggap prahipertensi.
Hipertensi adalah TD sistolik dan atau diastolik 95 persentil menurut gender, umur dan tinggi
badan pada 3 kali pemeriksaan pada saat yang berbeda.
Hipertensi Stadium 1: TD 95-99 persentil plus 5 mmHg
Hipertensi Stadium 2: TD >99 persentil plus 5 mmHg.
Catatan: Persentil menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan diukur setidak-tidaknya 3 kali pada
waktu yang terpisah, jika terdapat perbedaan persentil sistolik dan diastolik, kategorikan berdasarkan
nilai yang lebih tinggi. Tabel persentil menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan dapat dilihat pada
lampiran 1 dan 2.
22
23
24
(Diambil dari: National High Blood Pressure Education Program Working on High Blood Pressure in
Children and adolescent. The fourth report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high blood
pressure in children and adolescent. Pediatrics 2004;114 (2 suppl 4th report):555-76).
Klasifikasi:
I.
Berdasarkan etiologi
1) Hipertensi primer (esensial), penyebab tidak diketahui. Biasanya dalam derajat ringan dan
lazimnya tidak memberikan gejala (asimptomatik).
2) Hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui.
Gejala biasanya berasal dari penyakit yang mendasarinya:
- Penyakit parenkim ginjal.
- Penyakit pembuluh darah ginjal.
- Vaskulitis.
- Penyakit kardiovaskuler.
- Penyakit endokrin seperti feokromositoma, hipertiroid.
- Penyakit vaskular.
- Kelainan neurologik.
II.
Berdasarkan timbulnya:
1) Hipertensi akut, hipertensi yang timbul mendadak dan dalam waktu cepat.
2) Hipertensi kronik, keadaan hipertensi menetap yang berlangsung >3 bulan.
III. Berdasarkan Kegawatan:
1) Hipertensi krisis: Peningkatan tekanan darah dalam derajat berat yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi/kerusakan akut/sedang berlangsung dari organ target (nilai TD S/D berkisar
antara 1,3-1,5 x persentil 95 menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan atau TD S/D
180/120 mmHg).
Hipertensi krisis ini di bagi menjadi:
a. Hipertensi urgensi: Hipertensi berat yang belum menimbulkan kerusakan akut pada
organ target.
b. Hipertensi emergensi: Hipertensi berat yang menimbulkan kerusakan akut atau sedang
berlangsung dari organ target (otak, jantung dan ginjal).
Contoh hipertensi emergensi adalah:
- Hipertensi ensefalopati
- Hipertensi dengan gagal jantung kongestif
Nama lain dari hipertensi emergensi adalah Hipertensi akselerasimaligna hipertensi
kronik/esensial yang mengalami perburukan akut akibat hipertensi yang tidak terkontrol,
tidak makan obat secara teratur, atau karena perburukan penyakit yang mendasarinya.
Ciri utama hipertensi akselerasi-maligna bila dilihat dengan funduskopi:
- Hipertensi akselerasi: eksudat dan perdarahan pada retina.
- Hipertensi maligna: papil oedem.
Pada hipertensi akselerasi-maligna ini disertai ensefalopati, gangguan fungsi akut atau
nefropati.
2) Hipertensi non krisis: Hipertensi yang belum menimbulkan kegawatan.
Contoh: - Pra-hipertensi
- Hipertensi stadium I.
25
26
Penyakit kardiovaskuler
Penyakit serebrovaskuler
Gagal ginjal kronik
Bila terjadi perburukan akut akan timbul komplikasi berupa hipertensi akselerasi maligna.
Prognosis:
Prognosis tergantung dari derajat beratnya hipertensi, kecepatan penanganan komplikasi dan penyakit
yang mendasarinya.
Bentuk Klinik:
a. Berdasarkan penyebab:
Hipertensi primer (esensial).
Hipertensi sekunder.
b. Berdasarkan timbul dan lama berlangsung.
Hipertensi akut.
Hipertensi kronik.
c. Berdasarkan kegawatan
Hipertensi krisis:
- Hipertensi urgensi.
- Hipertensi emergensi (hipertensi akselerasi-maligna)
Hipertensi non krisis:
- Pra-hipertensi.
- Hipertensi stadium I.
Diagnosis:
Dasar Diagnosis:
Sesuai dengan batasan.
Langkah diagnosis:
Tentukan apakah anak hipertensi atau tidak
Bila anak hipertensi maka langkah yang dilakukan sebagai berikut:
a) Cari penyebabnya, tentukan derajat berat dan timbulnya.
b) Cari komplikasinya.
c) Pemeriksaan yang dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Anamnesis:
Hal-hal yang perlu ditanyakan dapat dilihat pada tabel 1.
27
28
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara cermat. dan sistematis oleh karena ada beberapa kelainan
yang dapat ditemukan dan merupakan tanda-tanda etiologi dari hipertensi.
Tabel. 2. Tanda-Tanda Kelainan yang Perlu Diamati pada Pemeriksaan Fisik.
PEMERIKSAAN FISIK
RELEVANSI
Tensi tungkai rendah dibandingkan dengan tensi
Koarktasio aorta
lengan. Denyut nadi femoralis tibialis dan dorsum
pedis lemah, murmur (+)
Edema pada muka atau pretibia
Penyakit ginjal
Pucat, muka kemerahan, banyak keringat,
Feokromositoma
takikardia
Bercak caf au lait neurofibroma
Penyakit vonreekling hausen
Moon facies, buffalo-hump hirsutisme, stria,
Sindrom Cushing
truncal obesity
Weeb neck, dasar rambut rendah, jarak puting susu Sindrom Turner
melebar
Facies elfin, pertumbuhan terlambat
Sindrom Williams
Pembesaran kelenjer tiroid, eksofthalmus
Hipertiroid
Bruit di daerah epigastrium/punggung
Penyakit renovaskuler
Bruit diatas pembuluh darah besar
Sindrom William/artritis
Tumor abdomen unilateral atau bilateral
Tumor Wilms neurofibroma, ginjal
polikistik, hidronefrosis
Pembesaran jantung
Hipertensi kronik
Kelainan fundus
Hipertensi kronik dan derajat berat
Palsi bell
Hipertensi kronik
Hemiparesis
Hipertensi kronik/akut berat dengan
stroke
Pemeriksan Penunjang:
Bila anak dengan prahipertensi, maka untuk mencari etiologi dan faktor resikonya cukup
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tahap 1A.
Bila dijumpai hipertensi grade 1 atau grade 2 disamping pemeriksaan tahap 1A adakalanya
diperlukan pula pemeriksaan tahap 1B, 2A, dan 2B.
Hipertensi essensial didiagnosis sebagai penyebab hipertensi, bila pada anamnesis ada riwayat
hipertensi dalam anggota keluarga, riwayat komplikasi dini hipertensi (stroke, infark myokard,
gagal jantung), hubungannya dengan hipertensi ditemukan, obesitas, dan pemeriksaan penunjang
tahap 1 A semuanya normal.
Penyakit ginjal dicurigai sebagai penyebab hipertensi bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
dijumpai tanda-tanda/gejala yang mencurigakan ke arah penyakit ginjal, sedangkan diagnosis
ditegakkan berdasarkan kelainan pada pemeriksaan tahap 1A.
Untuk mendiagnosis jenis-jenis dari penyakit parenkim ginjal lainnya diperlukan bantuan beberapa
pemeriksaan tambahan (tahap 1 B). Jenis pemeriksaan yang diperlukan tergantung dari kelainan
yang didapatkan pada tahap 1A
29
30
Obat-obatan
Enalapril
Lisinopril
Captopril
Beta blocker
Diuretik
Propanolol
Hidroklortiazid
Furosemid
Efek Samping
Diare, mual, sakit kepala, rash, batuk, hipotensi
Diare, mual, muntah, dispepsia, sakit kepala, vertigo,
batuk, hipotensi
Batuk, diare, sakit kepala, mual, muntah, rash,
hiperkalemia, netropenia
Vertigo, rash, akral dingin, bradikardi
Hipotensi, konstipasi, anoreksia, rash, purpura,
hipokalemia, hipomagnesia.
Hipotensi, pankreatitis, jaundice, anemia, mual, rash.
31
Prinsip: tekanan darah harus diturunkan secepatnya dengan menggunakan obat antihipertensi yang
poten, guna mencegah kerusakan berlanjut dari organ target.
Obat-obat: Klonidin (Catapres) dan Furosemide. Klonidin diberikan secara infus tetes dengan dosis
0,002 mg/kgBB dilarutkan dalam 100 ml larutan glucosa 5% dengan kecepatan XII tetesan
mikro/menit, dinaikkan 6 tetes tiap 30 menit, sampai tekanan darah diastolik <100 mmHg. Dosis
maksimal 36 tetes/menit atau 0,006 mg/kgBB. Bila terdapat over load atau anak tidak dehidrasi
diberikan furosemid secara IV dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari. Bila tekanan darah diastolik belum
turun, tambah Kaptopril, dosis awal 0,3 mg/kg/kali, dosis maksimal 2 mg/kali, diberi 2-3 kali/hari.
Bila Td D turun di bawah 100 mgHg, tetesan Klonidin diturunkan secara bertahap, sedangkan
kaptopril terus diberikan seperti dosis diatas (gambar 1).
STABIL
Klonidin stop
Kaptopril terus
Diastoli
k
90-100
mmHg
STABIL
Nifedipin rumat
0,2-1 mg mg/kgBB/hari,
3-4 kali
Tekanan darah diukur setiap 5 menit pada 15 menit pertama, setiap 15 menit pada 1 jam
pertama, selanjutnya setiap 30 menit sampai tensi diastolik <100 mmHg, selanjutnya 1-3
32
jam sampai tensi stabil.
Prinsip pengobatan hipertensi kronik hampir sama dengan hipertensi akut, hanya saja perbedaan
interval penambahan dosis dan jenis obat lebih panjang yaitu 2-4 minggu. Pengobatan hipertensi
akselerasi, penurunan tekanan darah dengan menggunakan obat parenteral tidak boleh terlalu cepat
seperti pada hipertensi akut yang mengalami krisis. Tekanan darah diturunkan 30% dalam 6 jam
pertama, untuk mencegah iskemia otak, lalu lagi 12-36 jam dan sisanya 2-4 hari.
Terhadap penyakit penyebab:
Tindakan operasi perlu dilakukan antara lain pada kasus:
1) Koartasio aorta-stenosis arteri renalis/penyakit parenkim ginjal unilateral.
2) Tumor ginjal.
3) Feokromositoma, adenoma kelenjar adrenal.
Tindak lanjut:
Pengukuran tekanan darah perlu dilakukan setiap 4-8 minggu pada penderita hipertensi essensial
ringan yang berobat jalan. Perlu dijelaskan tentang manfaat pengobatan non farmakologik untuk
pengontrolan tekanan darah.
Penderita hipertensi derajat 1 dan 2 yang sedang dirawat perlu dilakukan pengukuran tekanan
darah 2-3 kali sehari. Faal ginjal/kimia darah/EKG/foto thoraks/darah tepi umumnya dilakukan
saat penderita dirawat dan pada waktu pulang.
Hipertensi stadium 2, pengukuran tekanan darah lebih sering dilakukan, bila perlu setiap 3 jam
sekali. Fungsi ginjal/kimia darah/EKG/foto thoraks, darah tepi dilakukan saat penderita dirawat
dan saat dipulangkan. Bagi penderita yang tidak menunjukkan tanda kongesti vaskuler saat
dirawat, foto thoraks/EKG hanya dilakukan 1 kali saja.
Penderita hipertensi berat dengan krisis, pengawasan lebih ketat untuk itu sebaiknya penderita
dirawat di ruang ICU anak, agar pemantauan fungsi vital, .jumlah cairan, efek pengobatan terhadap
penurunan tekanan darah dapat dilakukan secermat mungkin. perlu pemantauan funduskopi, EKG,
darah tepi, gagal ginjal (jumlah diuresis, BUN/kreatinin serum/elektrolit secara berkala).
Pemeriksaan foto rontgen dada dilakukan setelah tekanan darah terkontrol. Terhadap penderita ini
perlu dicari komplikasi berat yang mungkin timbul seperti ensefalopati, dekompensasio kordis,
gagal ginjal atau infeksi. Bila komplikasi ini timbul perlu segera diatasi. Pada penderita
ensefalopati hipertensi adakalanya diperlukan pemeriksaan CT scan bila dengan pengobatan
antihipertensi tekanan darah sudah turun menjadi normal, akan tetapi kesadaran penderita tidak
membaik.
Pada penderita dengan ISK, perlu dilakukan pengamanan tentang struktur anatomi dari ginjal dan
saluran kemih dengan USG/PIV/MCU.
Indikasi pulang:
Keadaan umum, tekanan darah normal (<persentile ke-90), penyakit penyebabnya (pada anak-anak)
terbanyak penyebab hipertensi adalah GNA, gejala-gejala dari penyakit penyebab cenderung
menghilang. Penderita dinasihatkan untuk kontrol berobat ke poli khusus ginjal anak.
33
34
Patogenesis:
Faktor Pencetus:
Perfusi ginjal
Total aliran darah ginjal
Konsumsi O2
Reabsorpsi Na
tubular proximal
Oliguria
BUN
Konsentrasi Na pada
cairan tubulus distal
Stimulasi pada
apparatus
jukstaglomerular
Pelepasan rennin dan
aktivasi lokal
Redistribusi aliran
darah ginjal.
Laju filtrasi
glomerulus.
Aktivitas renin
plasma
Komplikasi GGA:
Uremia dengan segala akibat.
Edema/kongesti vaskuler.
Hipertensi berat.
Gangguan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia, hiperfosfatemia).
Asidosis metabolik.
Kejang.
Infeksi.
Prognosis:
Tergantung pada penyebab dan kecepatan bertindak.
Diagnosis:
Dasar diagnosis:
GGA oliguria
Volume urine pada seorang anak <240 ml/m 2/24jam atau <10 ml/kgBB/jam atau pada neonatus <1
ml/kgBB/jam, disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dalam waktu yang cepat.
GGA non oliguria
Kadar ureum dan kreatinin serum naik dengan cepat namun volume urine normal.
Langkah diagnosis:
Tentukan penyebab GGA
Langkah-langkah yang dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang (lihat
algoritma).
1) Diagnosis GGA pra renal dibuat bila ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Pada anamnesis didapatkan bukti riwayat kekurangan cairan (diare, muntah), kehilangan
darah/plasma (trauma, luka bakar), pembedahan, sakit jantung dll. Pada pemeriksaan fisik
mungkin ditemukan tanda dehidrasi, luka bakar, takikardi, tanda-tanda gagal jantung
kongesti (edema paru, kardiomegali, bising jantung).
- Gambar urine: osmolalitas urine >500, BJ >1,020, rasio osmol urine/plasma > 1,3, Na urine
< 20, fraksi ekskresi (FE) Na <1.
2) Diagnosis GGA pasca renal ditegakkan berdasarkan hal-hal berikut:
- Pada anamesis dapat dijumpai kemungkinan riwayat ISK berulang, nyeri pinggang,
hematuria, riwayat batu, bila berkemih sering mengedan dan tidak lancar, terasa nyeri yang
hebat pada waktu berkemih, ada riwayat makan jengkol. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan retensio urine (kandung kemih penuh), terasa massa di rongga abdomen, atau
terlihat ada kristal asam jengkol pada ofisium uretra eksterna.
- Pada urinalisis dapat ditemukan proteinuria, hematuria, piuria, kristal asam jengkol Pada
pemeriksaan USG dapat dijumpai kemungkinan adanya dilatasi sistem pelvicokalises.
3) Bila penyebab GGA pra-renal/paska renal dapat disingkirkan langkah berikutnya adalah
mencari etiologi GGA intrarenal.
- Perlu ditanyakan riwayat yang mengarah ke penyakit tertentu, seperti faringitis/impertigo
beberapa hari sebelum munculnya GGA, riwayat kemih berwarna merah gelap.
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada kelopak mata dengan atau tanpa hipertensi
mengarah dugaan pada GNAPS. Ruam pada kulit, arthiritis, arthralgia, nyeri perut,
mengarah dugaan pada vaskulitis. Riwayat diare berlendir/atau bercampur darah, urine
berwarna merah gelap, ruam pada kulit, pucat, gambar darah tepi menunjukkan anemia
hemolitik mikroangiopati dan trombositopeni menjurus ke arah diagnosis SHU.
- Riwayat pemakaian obat-nefrotoksik, demam nyeri sendi, urtikaria, sedang hematuria dan
piuria disertai sel epitel tubulus.
36
- Pada GGA intrarenal gambaran urinalisis menunjukkan: BJ urine <1,020, osmol Urine <350,
ratio osmol urine/plasma <1,2, Na urine >20, FE Na >2. Pemeriksaan laboratorium lain yang
menyokong GGA intrarenal adalah azotemia yang meningkat cepat, peningkatan kadar
kreatinin 0,5-1,5 mg/dl/hari sedangkan BUN meningkat 10-20 mg/dl/hari.
- Biopsi ginjal hanya diindikasikan pada kasus-kasus yang tersangka glomerulonefritis dengan
perburukan akut dari fatal ginjalnya.
Indikasi rawat: semua penderita yang tersangka gagal ginjal akut
37
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Profit biokimiawi
Darah tepi lengkap
Petunjuk pem. urin
Overload cairan
Hipertensi
Keterlibatan multisistemik
Gambaran apusan darah
abnormal
Trombositopenia
Sedimen urine aktif
Osmol urine <350
FE Na > 2%
Riwayat ISK
Riwayat makan jengkol
Riwayat batu
Kandung kencing penuh
GGA yang tidak dapat
dinyatakan dengan
anamnesis dan PF
Rehidrasi
Transfusi
Obat inotropik
Pemeriksaan
pencitraan
Biopsi ginjal
Kateterisasi
Pemeriksaan
pencitraan
Diare/muntah/pendarahan
Hipotensi/curah jantung
Petunjuk urinalisis
BUN/kreatinin >20
Osmolalitas urine >500
FE Na <1%
Diuresis
Oliguria
menetap
Membaik
Diuretik/
dopamin
Membaik
Oliguria
38
Koreksi Bedah
Dialisis
Penatalaksanaan:
1) Ginjal akut pra renal.
- Tergantung dari penyebab. Pada keadaaan tertentu perlu dilakukan pengukuran tekanan vena
sentral (CVP) untuk mengevaluasi hipovolemia CVP normal = 6-10 cm Hg. Bila CVP <10 cm
Hg hipovelemia.
- Jenis cairan yang digunakan tergantung dari etiologi hipovolemia. Pada GE + dehidrasi berat
diberikan Ringer laktat sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah. Syok
pada sindroma nefrotik akibat hipoalbuminemia, diberikan infus low salt albumin atau plasma.
Pada dehidrasi yang etiologinya tidak jelas diberikan RL 20 ml/kgBB selama 1 jam. Diuresis
biasanya terjadi 2-4 jam pemberian tetapi rehidrasi dilanjutkan dengan diuretika. Terapi cairan
secara cepat ini berguna untuk membedakan apakah GGA bersifat pra-renal atau intra renal.
Respon terapi dikatakan baik, bila diuresis >1-3 ml/kgBB/jam.
- Cara lain membedakan kedua keadaan ini adalah dengan diuresis paksa dengan catatan
penderita sudah lama dalam keadaan hidrasi tetapi masih oliguria. Diberikan furosemid dengan
dosis 1-2 mg/kgBB IV. Bila terjadi peningkatan diuresis 6-10 ml/kgBB/jam, GGA bersifat prarenal, bila tidak GGA bersifat intrarenal. Bila penyebabnya gagal jantung, terapi cairan tidak
dianjurkan, karena akan menambah beban jantung. Pengobatan yang diberikan adalah
furosemid dan inotropik (dopamin, digoksin). Dopamin diberikan dengan dosis (1-3
mikrogram)/kgBB, secara infus tetes guna meningkatkan aliran darah ginjal dan curah jantung.
2) Gagal ginjal paska renal
- Terapi spesifik pada gangguan ini adalah menghilangkan obstruksi, mungkin perlu
pemasangan foley kateter, vesikotomi tube nefrostomi.
- Obstruksi yang telah terkoreksi dapat mengalami piuria dengan kemungkinan hipokalemia,
hiponatremia, hipotensi sampai kolaps.
- Dalam hal ini terapi cairan harus betul-betul diperhatikan.
3) Gagal ginjal akut intra renal
a. Terapi konservatif
1. Restriksi cairan
Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan insensible water loss + jumlah urine 1 hari
sebelumnya jumlah cairan yang keluar bersama muntah, berak, slang nasogastric, dll +
kenaikan suhu setiap 1C diatas 37,5oC sebanyak 12% berat badan. Perhitungan IWL
didasarkan pada kalori expenditure, sesuai berat badan:
0-10 kg
: 100 kal/kgBB
11-20 kg
: 1.000 kal + 50 kal/kg/hari di atas 10 kg.
>20 kg
: 1.500 20 kal/kg/hari di atas 20 kg
Jumlah IWL = 25 ml/100 kal.
Secara praktis perhitungan yang digunakan anak umur <5 tahun = 30 ml/kgBB/hari, anak
umur >5 tahun = 20 ml/kg/hari. Cairan sebaiknya diberikan per oral, kecuali bila muntah
Jenis cairan yang digunakan:
Bi1a anuria: glukosa 10% bila oliguria glukosa 10% 3:1.
Kalau menggunakan vena sentralis dapat digunakan glukosa 20-40%. Jumlah kalori
minimal yang diberikan untuk mencegah katabolisme 400 kkal/m2/hari.
Bila terapi konservatif berlangsung >3 hari pertimbangkan pemberian emulsi lemak
dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian protein dilakukan sesuai dengan jumlah
diuresis.
2. Pengobatan komplikasi
Asidosis metabolik dikoreksi dengan cairan bicnat 7,5% sesuai dengan hasil analisis gas
darah. Yaitu Akses Basa X Berat Badan X 0,3 (Meq) atau kalau ASTRUP tidak ada dapat
dengan koreksi buta 2-3 meq/kg/hari.
39
3. Hiperkalemia
- Bila kadar kalium serum 5,5-7 meq/l perlu diberikan Kayexalat 1 gr/kgBB per
oral/rektal 4 x sehari.
- Kalium serum >7 meq/l atau ada kelainan EKG/atau aritmia jantung perlu diberikan
glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB IV lambat-lambat dalam 5-10 menit, natrium
bikarbonat 7,5% 2,5 meq/kg BB IV dalam waktu 10-15 menit.
- Bila hiperkalemia masih ada glukosa 20% (1 cc/kgBB atau 0,5 g glukosa/kgBB) + 0,5
U insulin dan siapkan dialisis.
4. Hiponatremia
Dikoreksi bila kadar natrium <120 meq/l atau timbul gejala. Dosis yang digunakan adalah
0,6 X BB X (Na yang diharapkan - Na serum yang didapat) mEq/l diberikan dalam bentuk
larutan NaCl hipertonis (3%) selama 4 jam infus. Koreksi diberikan separuhnya untuk
mencegah hipertensi atau overload cairan.
5. Kejang
Diatasi sesuai dengan penatalaksanaan kejang. Koreksi terhadap penyebab kejang (Kejang
pada GGA dapat disebabkan gangguan elektrolit, hipertensi atau uremia).
Tetapi diatasi dengan injeksi kalsium glukonas 10% 0,5 cc/kgBB IV lambat-lambat.
6. Hiperfosfatemia
Diatasi dengan aluminium hidroksida 60 mg/kgBB dibagi 3 dosis atau dengan calcium
karbonas 500-1 gram/hari.
7. Anemia
Jika kadar Hb turun di bawah 6 g/dl, diberikan darah segar atau PRC.
8. Kongesti vaskuler
Gejala edema paru/gagal jantung kongesti diatasi dengan furosemid IV dosis 1-2
mg/kgBB/kali, oksigen, tourniquet atau plebotomi, pemberian morfin 0,1 mg/kgBB. Bila
tidak berhasil dalam waktu 20 menit segera dilakukan dialisis.
9. Infeksi
Harus ditanggulangi. Dosis obat harus disesuaikan dengan derajat penurunan faal ginjal.
10. Hipertensi
Diatasi sesuai dengan standard profesi
11. Hiperuresemia
Kadar asam urat dapat meningkatkan sampai 50 mg/dl. Bila terjadi peningkatan diberikan
alopurinol dengan dosis 100-200 mg untuk anak usia <8 tahun dan 200-300 mg untuk usia
di atas 8 tahun, dibagi 2 dosis.
b. Terapi pengganti
Dialisis:
Dilakukan atas indikasi:
a. Kadar Ureum darah >200 mg/dl.
b. Hiperkalemia berat (K>7,5 meq/l) yang tidak menunjukkan respon dengan pengobatan
konservatif.
c. Bikarbonas plasma 12 meq/l.
d. Gejala-gejala kongesti vaskuler yang tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa.
e. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat seperti pendarahan penurunan
kesadaran sampai koma.
Fase diuresis:
Pada fase ini harus diawasi jumlah diuresis/hari. Bila terjadi diuresis yang masif harus mendapat
penggantian cairan dan elektrolit yang sesuai.
Tindak lanjut:
1) Selama perawatan perlu dilakukan pengawasan terhadap tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan,
ritme jantung, suhu tubuh.
40
41
Tabel 1.
Usia
0-2 bln
2-6 bln
6-12 bln
1-2 th
2-4 th
4-6 th
6-8 th
8-10 th
10-12 th
12-14 th L
12-14 th P
14-16 th L
14-16 th P
16-22 th L
16-22 th P
Energi
(kcal)
120/kg
110/kg
100/kg
1100
1300
1600
2000
2100
2450
2700
2300
3000
2350
2800
2200
Protein Minimal
(gram)
2,2/kg
2 /kg
1,8/kg
18
22
29
29
31
36
40
34
45
35
42
33
Kalsium
(gram)
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
0,9
1,0
1,2
1,4
1,3
1,4
1,3
0,8
0,8
Pospor
(gram)
0,2
0,4
0,5
0,7
0,8
0,9
0,9
1,0
1,2
1,4
1,3
1,4
1,3
0,8
0,8
b. Kebutuhan protein
Pada anak dengan GGK pembatasan protein dimulai pada klirens kreatinin di antara 15-20
ml/men/1,73 m2. Protein sebaiknya protein hewani. Pembatasan protein dapat disesuaikan
dengan usia dan KFG seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Anjuran Intake Protein untuk Anak dengan Insufisiensi Ginjal Sesuai dengan Umur
dan KFG.
50-20
20-10
10-5
Usia
(120% RDA)
(100% RDA)
(100% RDA)
0-2 bln
2,6 g/kg
2,2 g/kg
1,6 g/kg
2-6 bln
2,4 g/kg
2 g/kg
1,5 g/kg
6-12 bln
2,1 g/kg
1,8 g/kg
1,5 g/kg
1-3 th
28 g
28 g
18 g
3-6 th
38 g
30 g
23 g
6-8 th
43 g
36 g
27 g
8-10 th
48 g
40 g
30 g
10-12 th L
54 g
45 g
34 g
12-14 th L
60 g
50 g
38 g
14-18 th L
72 g
60 g
45 g
10-14 th P
60 g
50 g
38 g
14-18 th P
66 g
55 g
41 g
c. Natrium
Pada penderita GGK tanpa hipertensi umumnya diberikan diet rendah garam yaitu natrium 1
meq/kgBB/hari. Retriksi ketat natrium dilakukan bila terdapat hipertensi dan oliguria berat
yaitu 0,5 meq/kgBB/hari (1 gram garam dapur mengandung 400 mg natrium atau 17 meq
natrium).
d. Air
Pembatasan cairan dilakulkan bila terdapat edema dan hipertensi atau LFG turun di bawah 10
ml/men/l,73m2, untuk mencegah intoksikasi air dan hiponatremia. Jumlah air yang diperlukan
adalah IWL + volume urin 1 hari sebelumnya.
e. Kalium
42
Bila kadar kalium dalam serum antara 5,5-6,5 meq/L, semua jenis makanan yang mengandung
kalium harus dihindari: sayur-mayur yang berwarna hijau, buah-buah, kacang-kacangan, coklat
dll. Bila kadar kalium 6,5 meq/l disertai dengan perubahan EKG maka harus segera diatasi
seperti pada GGA.
f . Asidosis
Obat yang digunakan adalah natrium bikarbonat dengan dosis 0.5-1 meq/kgBB/hari atau
berdasarkan hasil analisis gas darah.
g. Osteodistrofi renal
Dalam usaha pencegahan osteodistrofi renal pada anak dengan GGK Tindakan yang perlu
dilakukan adalah:
Pemberian kalsium yang cukup. Dosis kalsium yang dianjurkan adalah 500-1.000
meq/kgBB/hari
Mengurangi masukan protein dan produk susu yang kaya akan fosfat, menghambat absorbsi
fosfat dari dalam usus dengan pemberian aluminium gel. Kadar fosfat dalam serum harus
diperiksa dan dipertahankan antara 4-5 mg/dl.
h. Pemberian vitamin D
Tergantung pada derajat gagal ginjal dan kecurigaan pada tulang berdasarkan hasil
pemeriksaan radiologis. Vitamin D diberikan dengan dosis 4.000-40.000 /hari. Selama
pemberian obat kadar kalsium harus diperiksa untuk mendeteksi timbulnya hiperkalsemin
akibat efek samping vitamin D.
i. Hipertensi
Pada hipertensi ringan diberikan diuretika seperti furosemid dan membatasi masukan air dan
garam. Pada hipertensi moderat-berat diberikan obat antihipertensi secara oral. Bila hipertensi
berat sampai menimbulkan kerusakan organ target, diberikan antihipertensi secara intravena.
Obat antihipertensi yang digunakan seperti terlihat pada tabel 3.
j. Anemia
Bila Hb <6 g/dl dan timbul gejala-gejala anemia. perlu diberikan transfusi darah dengat jumlah
5-10 m1/kgBB dalam bentuk "fresh packed cells. Bila anemia disebabkan oleh kekurangan
zat besi atau asam folat, diberikan zat besi 6 mg/kgBB/hari dan asam folat 0,25- 1 mg/hari.
k. Gangguan Pertumbuhan
Pengobatan terhadap gangguan pertumbuhan ini sulit karena banyak faktor yang berperan.
Faktor yang dapat memberikan respon terhadap pengobatan ini adalah koreksi asidosis dan
gangguan keseimbangan elektrolit. Pengelolaan terhadap malnutrisi harus diusahakan sebaik
mungkin, anoreksia harus diberantas, untuk itu perlu bantuan ahli gizi untuk menyusun diet
yang cocok untuk selera anak.
l. Infeksi
Bila ada infeksi harus segera ditanggulangi. Sambil menunggu hasil biakan dan sensitifitas
dapat diberikan obat antibiotik yang berspektrum luas. Dosis obat harus disesuaikan dengan
derajat kerusakan fungsi ginjal.
2) Pengobatan pengganti: dialisis dan transplantasi ginjal.
43
44
atau prednisolon oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 4 minggu kemudian dosisnya
diturunkan 5 mg setiap minggunya dengan pemberian selang sehari sampai mencapai dosis
minimum untuk mengontrol penyakit ekstra renal yang disertai flare yang berat, diperbolehkan
untuk pemberian predni(solon)son 1 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Tekanan darah diukur
secara ketat dan dipertahankan dalam rentang 110-130/70-85 dengan obat-obatan anti hipertensi.
Problem utama dengan pengobatan steroid adalah toksisitasnya yang dihubungkan
penggunaannya yang lama yang dapat menimbulkan katarak, glaukoma, hipertensi, osteoporosis,
aterosklerosis, avaskular nekrosis, striae kulit, fragilitas kapiler yang dihubungkan dengan
ekimosis, penampilan cushinoid, insomnia, agitasi, gangguan ansietas dan risiko infeksi.
2. Obat sitostatika
Siklofosfamid dan azatioprin adalah obat yang sering dipakai pada lesi ginjal yang agresif
(seperti NL proliferatif fokal, NL proliferatif difus). Pengobatan dengan sitostatika dipakai dalam
kombinasi dengan kortikosteroid. Pada beberapa penelitian mikofenalat mofetil telah
menunjukkan hasil yang efektif untuk pengobatan NL.
Obat imunosupresan sebagai tambahan kortikosteroid diindikasikan pada pasien yang tidak
respon dengan kortikosteroid saja yang tidak dapat menerima toksisitas kortikosteroid, fungsi
ginjal yang buruk, lesi proliferatif yang berat atau yang terbukti sklerosing pada pemeriksaan
biopsi ginjal.
a) Siklofosfamid
- Diindikasikan pada pengobatan pasien yang sebagian besar menunjukan gambaran NL
proliferatif fokal atau NL proliferatif difus. Walaupun secara bermakna menimbulkan
toksisitas tetapi telah ditunjukkan oleh berbagai penelitian dapat mencegah progresivitas
nefritis dan memperbaiki outcome ginjal.
- Sebagai alkilating agent mekanisme kerja dari metabolit aktif siklofosfamid akan
mempengaruhi crosslinking DNA yang akan mempengaruhi pertumbuhan sel-sel normal
dan neoplasma.
- Siklofosfamid dapat dipakai secara oral dengan dosis 2 mg/kgBB/hari tetapi akhir-akhir
ini lebih dianjurkan parenteral yaitu obat siklofosfamid dengan cara terapi pulse yaitu
dengan pembarian bolus intravena 0,5-1 gr/m 2 secara infus selama 1 jam. Sebaiknya
dikombinasikan dengan MESNA (2-merkaptopurin-etanesulfon). Pemberian mesna
disulfida dapat menginaktifkan metabolit aktif dari siklofosfamid yang dapat
menyebabkan iritasi pada kandung kemih (sistitis hemoragik).
- Austin dkk (1986) menganjurkan pemberian pulse siklofosfamid tiap 3 bulan selama 4
tahun atau 18 bulan setelah terjadi remisi. Lehman dkk (1989) melaporkan dengan hasil
yang baik dengan pemberian pulse siklofosfamid sekali sebulan selama 6-12 bulan
dengan hasil perbaikan fungsi ginajal pada NL proliferati difus. Dosis yang dipakai
adalah 500 mg/m2 pada bulan pertama, 750 mg/m2 pada bulan kedua selanjutnya 1
gram/m2 (dosis maksimal 40 mg/kgBB). Pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal atau
hepar hanya dipakai dosis 500 mg/m 2. bila jumlah leukosit <2 X 109/L dosis tidak boleh
dinaikkan dan bila 1 X 109 dosis diturunkan 125 mg/m2. Obat diberikan satu kali sebulan
selam 7 bulan, dilanjutkan dengan tiap tiga bulan sampai selama 36 bulan. Bila terjadi
peningkatan aktivitas penyakit, obat diberikan tiap bulan lagi selama 3 bulan. Pemberian
siklofosfamid pulse dilaporkan memberikan efek samping yang kurang daripada oral
yang diberikan tiap hari. Selama pengobatan ini dosis kortikosteroid diturunkan bertahap
sampai 0,25 mg/kgBB/hari dan dipertahankan selama tiga tahun baru dosis diturunkan.
- Selama pemakaian sikofosfamid dilakukan pemeriksaan hemoglobin, leukosit, trombosit
tiap minggu. Efek samping yang dapat timbul adalah toksisitas seperti muntah,
lekopenia, trombositopenia, anemia, infeksi, alopesia, sistitis hemoragik, infertilitas,
teratogenik dan risiko terjadinya keganasan.
b) Azatioprin
45
- Azatioprin berguna untuk NL yang moderat sampai berat. Obat ini bekerja dengan cara
mengantagonis metabolisme purin dan menghambat sintesis DNA, RNA dan protein.
Hal ini mungkin menurunkan proliferasi sel-sel imun yang akan mengakibatkan aktivitas
autoimun yang lebih rendah.
- Walaupun obat ini dapat memperbaiki outcome ginjal tetapi tidak seefektif siklofosfamid
walaupun kurang toksik. Dosis yang digunakan adalah 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal
atau terbagi. Dosis awal 1 mg/kgBB/hari kemudian dosis ditingkatkan tergantung dari
respon klinisdan hematologi. Efek sampingnya adalah mual dan muntah, leukopenia,
trombositopenia, anemia, infeksi dan abnormalitas fungsi hati.
c) Siklosporin
- Siklosporin dapat digunakan untuk mengobati NL. Basis penggunaannya berhubungan
dengan produksi limfokin yang diproduksi oleh aktivasi limfosit T. Dengan menghambat
produksi interleukin-2, rekruitmen sel T sitotoksik dihentikan mengurangi respon
inflamsi dan mempresipitasi pengendapan kompleks imun di ginjal. Pada individu
dengan NL berat, penggunan siklosporin bersama dengan kortikosteroid, telah
ditunjukan untuk mengurangi proteinuria dan menstabilisasi fungsi ginjal.
3. Plasma exchange
Walaupun terdapat korelasi yang jelas tentang plasma exchange pada lupus, tetapi pada beberapa
penelitian pada NL belum jelas. Pada penelitian uji terkontrol menunjukkan tidak ada manfaat
dengan penambahan 3 kali seminggu plasma exchange selama kombinasi dengan terapi sitostatik
dan dengan terapi kortikosteroid. Pada penelitian lainnya menunjukkan tidak ada manfaatnya
ketika pemberian siklofosfamid iv bersama dengan plasma exchange untuk mengurangi rebound
antibody.
4. Imunoglobulin intravena
Dosis tinggi imnoglobulin intravena digunakan untuk LES khususnya jika dijumpai adanya
trombositopenia. Belum ada peneliti yang melaporkan penggunaannya pada NL anak.
Imunoglobulin intravena dihubungkan dengan terjadinya gagal ginjal akut dan penggunaannya
pada individu dengan insufisiensi ginjal terbatas.
KERACUNAN JENGKOL
Batasan:
Keracunan jengkol adalah keracunan akibat
memakan buah jengkol yang menimbulkan gejala-gejala klinis.
Etiologi:
Buah jengkol (phitecolobium lobatum) termasuk golongan polong-polongan.
Patogenesis:
Patogenesis yang pasti tentang terjadinya keracunan jengkol masih belum jelas. Hingga saat ini
diperkirakan gejala keracunan jengkol disebabkan oleh pengendapan kristal jengkol yang menyumbat
saluran kemih.
Buah jengkol asam jengkol tubulus ginjal proses pemekatan dan penurunan pH (pH mencapai
titik iso-elektrik 5,5) pembentukan kristal jengkol.
Manifestasi klinis:
Secara klinis keracunan jengkol dapat dibagi dalam 3 tingkatan yaitu:
a. Ringan, bila terdapat keluhan ringan seperti sakit pinggang, kencing berwarna merah.
b. Berat, bila disertai oliguria.
c. Sangat berat, bila terjadi anuria atau tanda-tanda gagal ginjal akut yang nyata.
46
Komplikasi:
Gagal ginjal akut.
Prognosis:
Prognosis pada umumnya baik, mortalitas dilaporkan sebesar 6% penderita meninggal dunia sebab
akibat gagal ginjal akut.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop terdapat kristal asam jengkol.
USG/Pielogravi intravena (PIV): ditemukan pelebaran ureter atau tanda-tanda hidronefrosis akibat
obstruksi.
Diagnosis
Dasar diagnosis
Adanya riwayat makan jengkol, keluhan sakit perut, muntah, disuria, pernafasan dan urin berbau
jengkol yang khas, hematuria, disuria atau anuria, serta ditemukan kristal asam jengkol dalam urin
yang merupakan kriteria diagnostik yang cukup spesifik.
Langkah diagnosis
1) Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2) Pemeriksaan laboratorium/penunjang untuk mendukung diagnosis.
3) Cari ada komplikasi.
Penatalaksanaan:
Penanganan Medis
Ringan: diberikan minum yang banyak dengan penambahan air soda atau tablet sodium bikarbonat
kira-kira 1-2 meq/kgBB/hari atau sebanyak 1-2 gram/hari.
Berat: ditandai dengan oligouria/anuria maka penderita harus dirawat dan ditangani sebagai kasus
gagal ginjal akut.
Bila ditandai dengan retensi urin maka dilakukan kateterisasi urin, buli-buli dibilas dengan
larutan sodium bikarbonat 1,5%.
Sodium bikarbonat diberikan 2-5 mEq/kgBB, sebaiknya disesuaikan dengan hasil analisis gas
darah.
Diuretik diberikan 1-2 mg/kgBB/hari.
Bila cara-cara diatas belum berhasil atau terdapat tanda-tanda perburukan klinis maka perlu
dilakukan tindakan dialisis segera.
Tindakan Bedah
Bila terdapat obstruksi berat di uretra distal, terdapat kesulitan pemasangan katater, pada retensi urin,
dilakukan tindakan punksi buli-buli dengan jarum sayap ukuran besar atau jarum sistofik no. l5F, satu
jari diatas simfisis pubis di garis tengah dengan sudut 45 o. Selanjutnya dilakukan pembilasan kandung
kemih dan sebaiknya dipasang drainase secara tertutup. Bila terdapat edema atau infiltrat urin di daerah
batang penis atau skrotum dapat dilakukan tindakan insisi pada bagian skrotum paling bawah.
47
48
parut ginjal. Penanganan dinilai berhasil bila refluks menghilang baik secara spontan maupun setelah
tindakan bedah.
Penanganan RVU meliputi:
a. RVU derajat I dan II: hanya diberi terapi medikamentosa. Obat-obat yang sering digunakan adalah
sulfamethoxazole-trimetoprime, trimethoprim saja, atau nitrofurantoin dengan pemberian satu kali
per hari dengan dosis 1/4 -1/3 dari dosis yang dibutuhkan untuk terapi ISK
b. RVU derajat III dan IV: dicoba terapi konservatif, bila secara klinis mengalami
perburukan,dipertimbangkan dilakukan tindakan bedah.
c. RVU derajat V: dilakukan tindakan bedah (tranplantsi ureter).
Komplikasi:
Komplikasi meliputi: hipertensi, glomerulopati, GGK atau gabungan beberapa gejala klinis tersebut.
49
50
Stone Passed
No stone
identified
Urologic or surgical
consultation
Urinary Ca
/Creatinine
Options include
observation ESWL,
surgical removal
Stone not
recovered
Stone
recovered
Stone analysis
Calcium oxalate
Calcium phosphate
Normal
Elevated
Consider
alternative
diagnoses
Urinary
citrate and
uric acid,
serum
calcium dan
phosporus
Cystine
Struvite
Uric acid
Urine cystine
Urine culture
Uropati Obstruktif
Batasan
Uropati obstruktif adalah gangguan/hambatan secara fungsional atau structural terhadap aliran
urin normal, yang dapat menimbulkan disfungsi ginjal (obstruktif nefropati)
Etiologi
Kategori
Abnormalitas anatomi
Abnormalitas fungsional
Obstruksi mekanik
lumen saluran kemih
dari
Contoh
Katup anterior atau posterior yg abnormal (uretra)
Kontraktur leher vesical (bladder)
Divertikulum (urethra)
Trauma: fraktur pelvis, Straddle injury (urethra)
Polyp (ureter)
Striktur, fimosis, stenosis meatus parafimosis
(urethra)
Sistem reproduksi wanita: kehamilan, prolaps uterus,
tumor, abses, kista duktus gartner, abses tuba-ovarian
Saluran cerna : penyakit chrons (melalui inflamasi
atau abses), abses divertikulum, abses apendik, tumor
(termasuk tumor pancreas), abses dan kista
Saluran kemih : abses periuretra, BPH, prostatitis
kronis fibrosa, kanker prostat
Pembuluh darah: aneurisma, pembuluh darah
aberrant, ureter retrocaval, trombophlebitis vena
ovarium
Retroperitonium: fibrosis (idiopatik, pembedahan,
drug-induced) TB, sarkoidosis, lymphoma, tumor
metastase, lymphocele, hematoma, lipomatosis pelvis
kelainan neurogenik atau obat (vesika urinaria)
disfungsi ureteropelvik atau uretrovesikal junction,
disfungsi leher bladder
bekuan darah (pelvis renal atau ureter)
bola fungi (pelvis renal atau ureter)
papilla ginjal (pelvis renal atau ureter)
kristal asam urat (tubulus renal)
Urolithiasis (pelvis renal atau ureter)
Patofisiologi
- Pada anak-anak penyebab terbanyak adalah kelainan anatomi, termasuk kelainan pada
katup uretra, stenosis dan striktur pada ureterovesikal atau ureteropelvikal junction.
Obstruksi dapat terjadi dimana saja dari tubulus ginjal sampai meatus uretra eksternal
- Proksimal dari obstruksi dapat terjadi : peningkatan tekanan intralumen, stasis urin, ISK,
atau pembentukan kalkulus
- Gambaran patologis terdiri dari :
Pelebaran saluran pengumpul (collecting ducts) dan tubulus distalis dan atrofi tubular
dengan sedikit kerusakan pada glomerulus
Pelebaran terjadi 3 hari sebelum onset timbulnya uropati obstruktif sebellum kemudian
system pengumpul tidak lagi berdilatasi
52
Nefropati obstruktif adalah disfungsi ginjal (renal insufisiensi, gagal ginjal atau kerusakan
tubulointerstitial) yang diakibatkan adanya sumbatan pada saluran kemih. Mekanisme :
peningkatan tekanan intratubular, iskemia lokal dan paling sering ISK. Obstruksi asidosis
tubular renal tipe 1 berkurangnya sekresi hydrogen pada tubulus distal, mungkin karena
adanya defek pada transporter ion hydrogen dapat terjadi pengeluaran natrium dan
penekanan volume ECF. Jika obstruksi bilateral dapat terjadi insufisiensi ginjal, insufisiensi
ginjal jarang terjadi bila obstruksi unilateral karena adanya mekanisme otonom atau spasme
ureteral yang mempengaruhi fungsi ginjal.
.
Gambaran klinis
Gejala dan tanda tergantung pada lokasi, derajat dan kecepatan onset uropati obstruktif.
- Nyeri, ketika obstruksi secara akut menimbulkan regangan pada bladder, system
pengumpul (ureter dan kaliks renal) atau kapsul renal. Uretra atas atau lesi pelvik
renal menyebabkan nyeri di flank area, dan obtruksi uretra bawah menyebabkan nyeri
menjalar ipsilateral testis atau labia. Distribusi nyeri ginjal dan ureter biasanya
sepanjang T11 ke T12.
- Obstruksi total ureter yang akut menimbulkan nyeri hebat disertai nausa dan vomitus.
- Nyeri dapat ringan atau tidak ada pada uropati obstruktif parsial
- Hidronefrosis
- Obstruksi unilateral tidak mengurangi volume urine. Anuria absolut terjadi apabila
terdapat obstruksi total pada kandung kemih atau uretra. Bila terjadi obstruksi pada
kandung kemih atau uretra dapat menyebabkan kesulitan miksi atau abnormalitas
pancaran urin.
- Pada parsial obstruksi urine output biasanya normal dan jarang meningkat.
Peningkatan urin output dengan poliuria dan nokturia terjadi bila nefropati
menyebabkan kerusakan kemampuan reabsorpsi natrium dan konsentrating ginjal.
- Nefropati yang berlangsung lama juga dapat menimbulkan hipertensi
- Infeksi akibat obstruksi dapat menimbulkan disuria, pyuria, urgensi dan frekuensi,
nyeri alih ginjal dan ureter, nyeri CVA, demam dan kadang-kadang septicemia.
Diagnosis
- Uropati obstruksi dipertimbangkan pada pasien dengan urine output yang berkurang atau
tidak ada, insufisiensi ginjal atau nyeri distensi padi saluran kemih.
- Pemeriksaan urinalisis dan kimia darah (elektrolit, BUN, kreatinin)
- Pemeriksaan pada curiga obstruksi uretra : voiding cystourethrography
- Pemeriksaan pada obstruksi ureter atau lebih proksimal : USG abdomen, CT scan, USG
doppler duplex, IVP, MRI, pyelografi antegrad atau retrograde.
- Pemeriksaan pada hidronefrosis tanpa gejala sumbatan : renografi diuresis
Penatalaksanaan
- Eliminasi obstruksi dengan tindakan bedah : instrumentasi (endoskopi, litotripsi) atau
medikamentosa
- Pada hidronefrosis dilakukan drainase segera jika : terdapat gangguan fungsi ginjal,
ISK persisten, atau nyeri yang persisten atau tidak teratasi.
- Uropati obstruktif bawah memerlukan kateter atau drainase proksimal
- Drainase temporer perkutaneus dilakukan pada uropati obstrukrif berat, ISK atau
kalkuli. Terapi intensif terhadap ISK dan gagal ginjal harus dilakukan segera.
- Pada hidronefrosis tanpa gejala obstruktif tindakan bedah dilakukan jika hasil
renogram diuresisnya positif dan terdapat nyeri.
53