Anda di halaman 1dari 44

REFERAT

STASE BEDAH
TUMOR COLORECTAL

DISUSUN OLEH :
Masrida Rezki
2008730086
PEMBIMBING :
dr. Asep Tajul Sp.B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR


PROGRAM STUDI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012

A. EMBRIOLOGI
Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu ke-empat masa gestasi.
Usus primitif terbentuk dari lapisan endoderm dan dibagi menjadi tiga segmen: foregut,
midgut, dan hindgut. Midgut dan hindgut nanti akan membentuk kolon, rektum, dan anus.

Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan kolon transversum
proksimal, dan menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior. Saat minggu ke-enam
masa gestasi, midgut bergerak menuju keluar kavitas abdomen, dan berputar 270
berlawanan arah jarum jam disekitar arteri mesenterika superior dan akhirnya akan
menempati tempat terakhirnya, yaitu di dalam kavitas abdomen pada minggu kesepuluh masa
gestasi.
Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis, kolon desenden,
rektum, dan anus proksimal, semuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika
inferior. Saat minggu keenam masa gestasi, bagian ujung distal hindgut (kloaka) terbagi
menjadi septum urorektal pada sinus urogenital dan rektum. Bagian distal kanalis analis
terbentuk dari ektoderm dan mendapat suplai darah dari arteri pudenda interna.

Gambar 1. Pada minggu ketiga masa gestasi, usus primitif terbagi menjadi tiga bagian, foregut (F) pada bagian
kepala, hindgut (H) pada bagian ekor, dan midgut (M) diantara hindgut dan foregut. Tahap perkembangan
midgut: herniasi fisiologis (B), kembali ke abdomen (C), fiksasi (D). Pada minggu keenam masa gestasi, septum
urogenital bermigrasi kea arah kaudal (E) dan memisahkan traktus urogenital dan intestinal (F, G).

B. ANATOMI
INTESTINUM CRASSUM ( USUS BESAR )
Intestinum crassum terdiri dari ileum sampai anus. Intestinum crassum terbagi
menjadi caecum, appendix vermiformis, colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, dan colon sigmoideum ; rectum dan canalis analis. Fungsi utama intestinum
crassum adalah mengabsorbsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicerna
sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.
Caecum
Lokasi dan deskripsi
Caecum adalah bagian intestinum crassum yang terletak di perbatasan ileum dan
intestinum crassum. Caecum merupakan kantong buntu yang terletak pada fossa iliaka dextra.
Panjang caecum sekitar 2 inch (6 cm) dan seluruhnya diliputi oleh peritoneum. Caecum
mudah bergerak, walaupun tidak mempunyai mesenterium. Adanya lipatan peritoneum

disekitar caecum membentuk recessus ileocaecalis superior, recessus ileocaecalis inferior, dan
recessus retrocaecalis.
Seperti pada colon, stratum longitudinale tunica muscularis terbatas pada tiga pita
tipis yaitu taenia coli yang bersatu pada appendix vermiformis dan membentuk stratum
longitudinale tunica muscularis yang sempurna pada appendix vermiformis. Caecum sering
teregan oleh gas dan dapat diraba melalui dinding anterior abdomen pada orang hidup.
Pars terminalis ileum masuk ke intestinum crassum pada tempat pertemuan caecum
dengan colon ascendens. Lubangnya mempunyai katup yang membentuk sesuatu yang
dinamakan papilla ilealis. Appendix vermiformis berhubungan dengan rongga caecum
melalui lubang yang terletak dibawah dan belakang ostium ileale.

Hubungan

Ke anterior : Lengkung-lengkung intestinum tenue, kadang-kadang sebagian

omentum majus, dan dinding anterior abdomen pada regio iliaca dextra.
Ke posterior : Musculus psoas major dan musculus iliacus, nervus femoralis, dan
nervus cutaneus femoralis lateralis. Appendix vermiformis sering ditemukan di

belakang caecum.
Ke medial : Appendix vermiformis berasal dari permukaan medial caecum.

Perdarahan
Arteriae. Arteri caecalis anterior dan arteria caecalis posterior membentuk arteria
ileocolica, sebuah cabang arteria mesenterica posterior.
Venae. Mengikuti arteria yang sesuai dan mengalirkan darahnya ke vena mesenterica
superior.
Aliran limfe
Pembuluh limfe berjalan melalui beberapa nodi mesenterici dan akhirnya mencapai
nodi mesenterici superior.
Persarafan
Saraf-saraf berasal dari cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
membentuk plexus mesenterici superior.

Papilla ilealis
Papilla ilealis merupakan struktur rudimenter, terdiri atas dua lipatan horizontal tunica
mucosa yang menonjol disekitar lubang ileum. Papilla ilealis mempunya peranan keci atau
tidak berperan pada pencegahan refluks isi caecum ke dalam ileum. Stratum circulare pada

ujung bawah ileum ( disebut sphincter ileocalis ) berperan sebagai sphincter dan mengatur
aliran isi dari ileum ke dalam colon. Tonus otot polos secara refleks akan meningkat bila
caecum teregang. Hormon gastrin yang dihasilkan oleh gaster, menyebabkan relaksasi tonus
otot ini.
Colon Ascendens
Lokasi dan deskripsi
Panjang colon ascendens sekitar 5 inci (13 cm) dan terletak di kuadran kanan bawah.
Colon ascendens membentang ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus
hepatisdexter, lalu colon ascendens membelok ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan
melanjutkan diri sebagai colon transversum. Peritoneum meliputi bagian depan dan samping
colon ascendens dan menghubungkan colon ascendens dengan dindinh posterior abdomen.
Hubungan

Ke anterior : Lengkung-lengkung usus haus, omentum majus dan dinding abdomen.


Ke posterior : Musculus iliacus, crista iliaca, musculus quadratus lumbroum, origo
musculus

transversus

abdominis

dan

polus

inferior

ren

dextra.

Nervus

iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis berjalan dibelakangnya.


Perdarahan
Arteriae. Arteria ileocolica dan arteria colica dextra yang merupakan cabang arteria
mesenterica superior.
Venae. Venae mengikuti arteriae yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterica
superior.
Aliran limfe
Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke nodi lymphoidei yang terletak sepanjang
perjalanan arteria, vena colica dan akhirnya mencapai nodi mesenterici superior.
Persarafan
Saraf berasal dari caang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus
mesentericus superior.

Colon Transversum
Lokasi dan deskripsi
Panjang colon transversum sekitar 15 inci (38 cm) dan berjalan menyilang abdomen,
menempati regio umbilicalis. Colon transversum mulai dari flexura coli dextra di bawah
lobus hepatis dexter dan tergantung ke bawah oleh mesocolon transversum dan pancreas.
Kemudian colon transversum berjalan ke atas sampai flexura coli sinistra di bawah lien.
Flexura coli sinistra lebih tinggi daripada flexura coli dextra dan digantung ke diaphragma
oleh ligamentum phrenicocolicum.
Mesocolon transversum, menggantungkan colon transversum dari facies anterior
pancreas. Mesocolon transversum dilekatkan pada pinggir superior colon transversum, dan
lapisan posterior omentum majus dilekatkan pada pinggir inferior. Karena mesocolon
transversum sangat bervariasi dan kadang dapat mencapai pelvis.
Hubungan

Ke anterior : Omentum majus dan dinding anterior abdomen (regio umbilicalis dan

hypogastrium)
Ke posterior : pars descendens duodenum , caput pancreatis dan lengkung jejenum
dan ileum.

Perdarahan
Arteriae. Dua per tiga bagian proksimal colon transversum diperdarahi oleh arteria
coloca media, cabang arteria mesenterica superior. Sepertiga bagian distal diperdarahi oleh
arteri colica sinistra, cabang arteri mesenterica inferior.
Venae. Venae mengikuti arteriae yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterica
superior dan mesenterica inferior.
Aliran limfe
Cairan limfe dari dua per tiga proksimal colon transversum dialirkan ke nodi colici
dan kemudian ke dalam nodi mesenterici superior. Sedangkan cairan limfe dari sepertiga
distal colon transversum dialirkan ke dalam nodi colici dan kemudian ke nodi mesenterici
inferior.

Persarafan
Dua per tiga proksimal colon transversum dipersarafi oelh saraf simpatis dan nervus
vagus melalui plexus mesentericus superior; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf simpatis
dan parasimpatis nervi splanchnici pelvici melalui plexus mesentericus inferior.

Colon Descendens
Lokasi dan deskripsi
Panjang colon descendens sekitar 10 inci (25 cm) dan terletak di kuadran kiri atas dan
bawah. Colon ini berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pelvis, disini colon
transversum melanjutkan diri menjadi colon sigmoideum. Peritoneum meliputi permukaan
depan dan sisi-sisinya serta menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen.
Hubungan

Ke anterior : Lengkung-lengkungan intestinum tenue, omentum majus, dan dinding

anterior abdomen.
Ke posterior : Margo lateralis ren sinistra, origo musculus quadratus lumborum,
crista iliaca, musculus iliacus, dan musculus psoas major sisnistra. Nervus
iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis, nervus cutaneus femoris lateralis, serta
nervus femoralis juga terletak dibelakangnya.

Perdarahan
Arteriae. Arteri colica sinistra dan arteriae sigmoideae merupakan cabang arteria
mesenterica inferior.
Venae. Vena mengikuti arteria yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterica inferior.
Aliran limfe
Cairan limfe dialirkan ke nodi lymphoidei colici dan nodi mesenterici inferior yang
terletak di sekitar pangkal arteria mesenterica inferior.
Persarafan
Saraf simpatis & parasimpatis n. splanchnici pelvici melalui plexus mesentericus inf.
Colon Sigmoideum
Lokasi dan deskripsi
Panjang colon sigmoid sekitar 10-15 inci (25-28cm) dan merupakan lanjutan colon
descendens yang terletak didepan apertura pelvis superior. Dibawah colon sigmoideum
berlanjut sebagai rectum yang terletak di depan vertebra sacralis ketiga. Colon sigmoideum

mudah bergerak dan tergantung ke bawah masuk ke dalam cavitas pelvis dalam bentuk
lengkungan. Colon sigmoideum dihubungkan dengan dinding posterior pelvis oleh
mesocolon sigmoideum yang berbentuk seperti kipas. Lengkung-lengkung sigmoideum
bervariasi, tetapi umumnya melengkung ke sebelah kanan linea mediana sebelum
berhubungan dengan rectum.
Hubungan

Ke anterior : Pada laki-laki, vesica urinaria ; pada perempuan, facies posterior uterus

dan bagian atas vagina


Ke posterior : Rectum dan sacrum. Colon sigmoideum juga berhubungan dengan
lengkung-lengkung ileum terminalis.

Perdarahan
Arteriae. Arteria sigmoideae cabang dari arteria mesentericainferior. Venae. Cabangcabang vena mesenterica inferior, bermuara ke sistem vena porta.
Aliran limfe
Kelenjar limfe berjalan di sepanjang arteri sigmoidea, dari sini cairan limfe dialirkan
ke nodi mesenterici inferior.
Persarafan
Saraf simpatis dan parasimpatis dari plexus hypogastricus inferior.
Rectum
Lokasi dan deskripsi
Panjang rectum sekitar 5 inci (13 cm) dan berawal didepan vertebra sacralis II sebagai
lanjutan colon sigmoideum. Rectum berjalan ke bawah mengikuti lengkung os sacrum dan os
coccgis, dan berakhir di depan ujung coccygis dengan menembus diaphragma pelvis dan
melanjutkan diri sebagai canalis analis. Bagian bawah rectum melebar membentuk ampulla
recti.
Bila dilihat dari depan, sebagian kecil rectum tampak deviasi ke kiri, tetapi bagian
bawahnya berada di planum medianum. Bila dilihat dari lateral, rectum mengikuti lengkung

anterior os sacrum sebelum melengkung ke bawah dan belakang pada perbatasannya dengan
canalis analis.
Musculus puborectalis, yang merupakan bagian dari musculus levator ani,
membentuk suatu cincin yang melingkari perbatasan rectum dengan canalis analis dan
bertanggung jawab atas penarikan bagian usus ini ke depan, sehingga terbentuk angulus
anorectalis.
Peritoneum meliputi facies anterior dan lateral sepertiga bagian pertama rectum dan
hanya meliputi permukaan anterior pada sepertiga bagian tengah, sedangkan sepertiga bagian
bawah rectum tidak diliputi peritoneum. Tunica muscularis rectum tersusun atas stratum
longitudinale otot polos disebelah luar stratum circulare dan disebelah dalam. Ketiga taenia
coli colon sigmoideum bersatu dan membentuk pita lebar pada facies anterior dan posterior
rectum.
Tunika mucosa rectum bersama dengan stratum circulare membentuk tiga lipatan
permanen yang dinamakan plicae transversae recti. Plicae ini adalah plicae semisirkularis
yang bervariasi jumlah dan posisinya.
Hubungan

Ke posterior : Rectum berhubungan dengan os sacrum dan os coccygis, musculus


piriformis, musculus coccygeus, dan musculus levator ani; plexus sacralis; dan

truncus symphaticus
Ke anterior : Pada laki-laki, dua per tiga bagian atas rectum yang diliputi oleh
peritoneum berhubungan dengan colon sigmoideum dan lengkung ileum yang
menempati excavatio rectovesicalis. Sepertiga bagian bawah rectum yang tidak
diliputi peritoneum berhubungan dengan facies posterior vesica urinaria, ujung
terminal ductus deferens, vesicula seminalis pada masing-masing sisi, serta dengan
prostat. Struktur-struktur ini tertanam di dalam facia pelvis visceralis.
Pada perempuan, dua pertiga bagian atas rectum yang diliputi oleh peritoneum

berhubungan dengan colon sigmoideum, lengkungan ileum yang terdapat pada excavatio
rectouterina (cavum douglasi). Sepertiga bagian bawah rectum yang tidak diliputi peritoneum
berhubungan dengan facies posterior vagina.

Perdarahan
Arteriae. Arteria rectalis superior, media dan inferior.
Arteria rectalis superior merupakan lanjutan arteria mesenterica inferior dan
merupakan arteria utama yang memperdarahi tunica mucosa rectum. Arteria rectalis superior
masuk ke pelvis dengan berjalan turun pada radix mesocolon sigmoideum dan bercabang dua
menjadi ramus dextra dan sinistra. Kedua cabang ini mula-mula terletak di belakang rectum
dan kemudian menembus tunica muscularis dan mendarahi tunica mucosa. Arteri ini
beranastomosis satu dengan yang lain serta dengan arteria rectalis media dan arteria rectalis
inferior.
Arteria rectalis media merupakan cabang kecil arteria iliaca interna. Pembuluh ini
berjalan ke depan dan medial rectum, terutama mendarahi tunica muscularis.
Arteri rectalis inferior merupakan cabang arteria pudenda interna di dalam
perineum. Arteria rectalis inferior beranastomosis dengan arteria rectalis media pada junctio
anorectalis.
Venae. Venae pada rectum sesuai dengan arterianya. Vena rectalis superior merupakan
cabang sirkulasi portal dan mengalirkan darahnya ke vena mesenterica inferior.
Vena rectalis media bermuara ke vena iliaca interna dan vena rectalis inferior
bermuara ke vena pudenda interna. Gabungan antara venae rectales membentuk anastomosis
portal-sistemik yang penting.
Aliran limfe
Pembuluh limfe rectum mengalirkan cairan limfe ke nodi rectales superior. Pembuluh
limf kemudian mengikuti arteria rectalis superior ke nodi mesenterici inferiores. Pembuluh
limfe dari rectum bagian bawah mengikuti arteria rectalis media ke nodi iliaci interni.
Persarafan
Saraf simpatis dan parasimpatis berasal dari plexus hypogastricus inferior. Rectum
hanya peka terhadap regangan.

C. FISIOLOGI
Secara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan dimana
fungsi rektum adalah eleminasi feses. Pencernaan nutrien tergantung pada koloni flora
normal, motilitas usus, dan absorpsi dan ekskresi mukosa.
a. Pencernaan Nutrien
Saat terjadi proses pencernaan, nutrien yang masuk ke dalam tubuh tercampu oleh
cairan biliopankreas dan GI. Usus halus mengabsorpsi sebagian besar nutrien, dan juga
beberapa cairan garam empedu yang tersekresi ke lumen. Namun untuk cairan, elektrolit,
dan nutrien yang sulit terabsorpsi oleh usus halus akan diabsorpsi oleh kolon agar tidak
kehilangan cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi terlalu banyak. Untuk mencapai ini,
kolon sangat bergantung pada flora normal yang ada. Kira-kira sebanyak 30% berat
kering feses mengandung bakteri sebanyak 1011 sampai 1012 bakteri/gram feses.
Orgnasime yang paling banyak adalah bakteri anaerob dengan spesies yang
terbanuak dari kelas Bacteroides (1011 sampai 1012 organisme/mL). Eschericia coli
merupakan bakteri spesies yang paling banyak 108 sampai 1010 organisme/mL). Flora
normal ini berguna untuk memecah karbohidrat dan protein serta mempunyai andil dalam
metabolism bilirubin, asam empedu, estrogen, dan kolesterol, dan juga vitamin K. Flora
normal juga berguna untuk menekan jumlah bakteri patogen, seperti Clostridium difficile.
Jumlah bakteri yang tinggi dapat menyebabkan sepsis pada pasien dengan keadaan umum
yang buruk dan dapat menyebabkan sepsis inta-abdomen, abses, dan infeksi pada luka
post-operasi kolektomi.
b. Urea Recycling
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan
sebagian besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal bakteri pada
ususnya kaya akan enzim urease. Kondisi patologis urea yang paling umum adalah gagal
hepar. Ketika hepar tidak mampu menggunakan kembali urea nitrogen yang diabsorpsi
kolon,

ammonia

masuk

ke

blood-brain

barrier

dan

menyebabkan

gangguan

neurotransmiter, dimana akan menyebabkan koma hepatik.


c. Absorpsi
Total luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm 2 dan air yang masuk
kedalam kolon perharinya mencapai 1000 1.500 mL. Air yang tersisa di kolon hanya

sekitar 100 150 mL/hari. Absorpsi natrium per harinya juga cukup tinggi, yaitu dari
sebanyak 200 mEq/L natrium per hari yang masuk ke kolon, pada feses hanya tersisa 25
50 mEq/L.
Epitel kolon dapat memakai berbagai macam sumber energi; namun, n-butirat
akan teroksidasi ketika ada glutamin, glukosa, atau badan keton. Karena sel mamalia
tidak bisa menghasilkan n-butirat, epitel kolon bergantung pada bakteri lumen untuk
memproduksinya dengan cara fermentasi. Kurangnya n-butirat disebabkan oleh inhibisi
fermentasi akibat antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan kurangnya absorpsi
sodium dan air sehingga menyebabkan diare.
Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon menyerap
asam empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari ileus terminalis,
sehingga membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika. Ketika absorpsi asam
empedu pada di kolon melewati batas, bakteri akan mengkonjugasi asam empedu. Asam
empedu yang terkonjugasi akan mengganggu absorpsi natrium dan air, sehingga
menyebabkan diare sekretoris atau diare koleretik. Diare sekretoris dapat dilihat saat
setelah hemikolektomi sebagai fenomena transien dan lebih permanen reseksi ileus
ekstensif.
d. Motilitas
Fermantasi pada kolon terbentuk sesuai morfologi-morfologi kolon. Kolon dapat
dibagi menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan rektum. Kolon
dextra merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum sebagai segmen
kolon yang memiliki aktivitas bakteri yang aktif. Kolon bagian kiri merupakan tempat
penyimpanan sementara dan dehidrasi feses. Transit pada kolon diatur oleh system saraf
autonom. Sistem saraf parasimpatis mensuplai kolon melalui nervus vagus dan nervus
pelvikus.

Serat-serat

saraf

saat

mencapai

kolon

akan

membentuk

beberapa

pleksus;pleksus subserosa, pleksus myenterika (Auerbach), submukosa (Meissner), dan


pleksus mukosa. Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah
kanan, gelombang antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga
isi dari usus terdorong kembali ke sekum. Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus
terdorong ke arah kaudal oleh kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi globulusglobulus. Kontraksi yang ketiga, mass peristaltic, merupakan gabungan antara gerakan
retropulsif dan tonis.

D. HISTOLOGI
Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon terdiri dari
epitel simple Columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena makanan diserap sebelum
memasuki usus besar, makanya tidak didapati plika sirkular, villi dan juga tidak ada sel
yang menghasilkan enzim pencernaan. Namun mukosanya lebih tebal, kriptanya lebih
dalam, dan terdapat sel goblet yang banyak dalam kriptanya.

Lubrikasi dihasilkan oleh sel goblet untuk mempermudah pengeluaran feses dan
melindungi dinding usus dari asam yang mengiritasi dan gas yang dilepaskan dari
bacteria resident di kolon. Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda, pada daerah ini
sering terjadi abrasi. Hal ini bergantung dari lipatan yang panjang yakni anal columns dan
memiliki epitel stratified squamous. Sinus anal berhenti pada anal columns,
mengeluarkan mukus apabila ditekan oleh feses, yang membantu mengosongkan kanal
anal. Garis horizontal yang menghubungkan bagian margin inferior dari sinus anal
disebut linea pectinate. Mukosa superior pada garis ini disyarafi oleh sensory visceral
fiber dan relatif tidak sensitif pada sakit. Area inferior dari linea ini sangat sensitif pada
rasa sakit, merefleksikan rasa sakit pada serabut somatik sensorik. Dua buah pleksus
superfisial dihubungkan dengan anal canal, satu dengan anal columns dan lainnya
dengan anus. Jika adanya vena yang mengalami inflamasi, maka akan timbul varikositis
disebut hemoroid.

E. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui bahwa
proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan perubahan kode genetik,
pada germ line atau mutasi somatik yang didapat.

Faktor herediter
Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan bahwa 10-15%

carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada Familial adenomatous


Polyposis (FAP) dan sindroma Lynch.

Usia
Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal. Insidensi

meningkat diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun tetap saja dapat
menderita carcinoma colorectal, sehingga bila ditemukan gejala-gejala keganasan harus
tetap dievaluasi.

Diet dan lingkungan


Penelitian menunjukkan bahwa carcinoma colorectal lebih sering terjadi pada

populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan rendah serat. Diet lemak
jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan risiko carcinoma colorectal, sedangkan
diet asam oleat yang tinggi (minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak
meningkatkan risiko. Lemak dapat secara langsung meracuni mukosa colorectal dan
menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya, diet tinggi serat dapat
menurunkan risiko. Diduga adanya hubungan antara konsumi alkohol dengan insidensi
carcinoma colorectal. Konsumsi calcium, selenium, vitamin A, C, dan E, carotenoid,
fenol tumbuhan dapat menurunkan risiko carcinoma colorectal. Obesitas dan gaya hidup
sedenter dapat meningkatkan mortalitas pasien carcinoma colorectal. Pengaturan diet dan
gaya hidup yang baik akan mencegah terjadinya carcinoma colorectal.

Inflammarory bowel disease


Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis ulceratif kronis,

berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma colorectal. Hal ini diduga bahwa
inflamasi kronis merupakan predisposisi perubahan mukosa ke arah keaganasan. Risiko

tinggi terjadi keganasan bila onset pada usia muda, mengenai seluruh colon, dan
menderita lebih dari 10 tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining colonoscopy
dengan biopsi mukosa multipel secara acak setiap tahunnya pada pasien setelah 7-10
tahun menderita pancolitis.

Faktor risiko lainnya


Merokok berhubungan dengan meningkatnya risiko adenoma colon, khususnya

setelah penggunaan lebih dari 35 tahun. Pasien dengan ureterosigmoidostomy


meningkatkan risiko terjadinya adenoma dan carcinoma. Tingginya kadar growth hormon
dan insulin like growth factor-1 akan meningkatkan risiko. Irradiasi pelvis dapat
meningkatkan risiko carcinoma recti. Identifikasi faktor risiko carcinoma colorectal
penting untuk menentukan program skrining dan surveillance.
F. PATOGENESIS
i.
Defek genetik
Selama dua dekade terakhir, penelitian ilmiah memfokuskan tentang defek
genetik dan abnormalitas molekular yang berhubungan dengan progresi dan
perkembangan adenoma dan karsinoma kolorektal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi
onkogen (K-ras) dan/atau aktivasi tumor-suppressor genes [APC, DCC (deleted in
colorectal carcinoma), p53]. Karsinoma kolorektal diperkirakan berkembang dari polip
adenoma dengan akumulasi mutasi-mutasi ini.

Defek pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) pertama kali ditemukan pada
pasien

dengan

Familial Adenomatous

Polyposis

(FAP).

Dengan

menyelidiki

keluarganya, karakteristik mutasi pada gen APC dapat diidentifikasi. APC gen terdeteksi
pada 80% penderita kanker kolorektal. Mutasi gen ini hanya ditemukan pada adenoma
atau karsinoma saja, tetapi tidak pada jaringan disekitarnya. Hal ini menandakan bahwa
mutasinya adalah mutasi somatik. Karena APC adalah gen penekan tumor, pada
kehilangan kedua alelnya dapat menghilangkan aktifitas penekan tumornya. Mutasi yang
terjadi, disebabkan oleh pembentukan kodon stop yang terlalu awal, yang menghasilkan
protein APC yang terpotong. Pada FAP, tempat mutasi berkaitan dengan gambaran klinis
penyakit. Contohnya, mutasi pada ujung lengan 3 atau 5 menyebabkan pembentukan
bentuk FAP yang lemah, sedangkan pusat mutasi pada gen memperparah penyakit.
Sehingga, pengetahuan tentang mutasi spesifik pada keluarga dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk menentukan keputusan klinis.
Inaktifasi hanya pada APC tidak mampu menyebabkan karsinoma. Mutasi pada
APC akan mencetuskan akumulasi kerusakan-kerusakan genetik yang akhirnya
menyebabkan keganasan lewat jalur loss of heterozygosity (LOH). Mutasi tambahan pada
jalur ini termasuk aktivasi K-ras onkogen, dan hilangnya tumor-suppressor gene DCC
dan p53.
Gen
Adenomatous

Kromos
om
5q

Polyposis Coli
(APC)
Deleted in

18q

Kelas Gen

17p

Keterangan

Tumor

Adhesi dan

Mutasi pada FAP,

suppressor

komunikasi

Gardners dan

Onkogen

interseluler
Interaksi dan

Turcots syndrome.
Pertumbuhan tumor,

adhesi sel

invasi, dan

Tumor

Transkripsi faktor

metastasis
>50% kanker kolon

suppressor

untuk gen yang

mempunyai mutasi

mencegah

p53

Colorectal
Carcinoma (DCC)
P53

Fungsi

pertumbuhan
K-ras

12p

Onkogen

tumor
Transduksi signal

50% kanker kolon


mempunyai aktivitas

hMSH2, hMLH1,
hPMS1, hPMS2

2p

Mismatch
repair

Memperbaiki
kesalahan replikasi
DNA

K-ras
HNPCC

Gen-gen yang Terlibat dalam Kanker Kolorektal. (Sumber: Allen Jl. Molecular Biology of colorectal
cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181-202)

K-ras diklasifikasikan sebagai proto-onkogen karena mutasi hanya pada satu alel
saja dapat merusak seluruh siklus sel. Gen K-ras merupakan produk protein G yang ikut
dalam transduksi sinyal intrasel. Ketika K-ras yang aktif berikatan dengan guanosin
triphosphate (GTP); terjadi hidrolisis GTP menjadi guanine diphosphate (GDP) sehingga
menonaktifkan protein G. Mutasi pada K-ras akan menyebabkan ketidakmampuan untuk
menghidrolisis GTP, sehingga protein G akan terus tetap aktif. Diperkirakan mekanisme
inilah yang menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol.
DCC merupakan tumor-suppressor gene dan jika kehilangan kedua alelnya akan
mernyebabkan degenerasi maligna. Peran produk gen DCC berhubungan dengan adhesi
sel dan interaksi sel dan matriks, yang mungkin penting untuk mencegah pertumbuhan
tumor, invasi, dan metastasis (Jeffrey A., 2000). Fungsi utamanya nampaknya terletak
pada system saraf sentral, yang berfungsi dalam migrasi dan diferensiasi akson.
Observasi tersebut menimbulkan hipotesis bahwa DCC mungkin terlibat dalam adhesi
dan diferensiasi kanker kolorektal, namun teori ini masih belum di buktikan (53). Mutasi
pada DCC terlihat pada 70% kasus dan mungkin bisa berdampak negatif pada prognosis.
Mutasi gen APC atau hilangnya kromosom 5q (mutasi didapat pada
sindroma poliposis adenomatosa)
Hiperproliferasi sel kripta dan proliferasi klonal sel batang yang
menyebabkan timbulnya adenoma kecil
Aktivasi onkogen K-ras dalam adenoma kecil dan proliferasi
penggandaan sel yang bermutasi
Adenoma intermediet
Hilangnya DCC, sehingga terjadi proliferasi dengan alterasi genetik
multipel
Adenoma tingkat akhir dengan displasia
Hilangnya p53 atau mutasi sehingga terjadi proiferasi maligna
Karsinoma invasif

Jalur LOH sampai ke perkembangan kanker kolorektal. (Sumber: Allen Jl. Molecular Biology of colorectal
cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181-202)

Tumor-suppressor gene p53 berhubungan dengan beberapa keganasan. Protein


p53 nampaknya menjadi fakor determinan yang paling penting dalam tumorigenesis
kolorektal. Kebanyakan gen yang teraktifasi oleh P53 dimungkinkan dapat mencegah
pertumbuhan. Sehingga, inaktivasi P53 akan menimbulkan pertumbuhan sel yang tidak
terkontrol. Mutasi pada P53 dapat ditemukan pada setengah kanker manusia, membuat
gen ini menjadi jalur pusat biokimia dalam keganasan manusia.
ii.

Jalur genetik
Dua jalur utama inisiasi dan progresi tumor dapat dijelaskan menjadi jalur Lost
of Heterozygosity (LOH) dan replication error (RER). Jalur LOH dicirikan dengan
delesi kromosom dan aneuploiditas tumor dan sedikitnya ada tujuh buah gen yang
terlibat dalam jalur LOH ini. Delapan puluh persen karsinoma muncul dari mutasi pada
jalur LOH. Sisanya yang 20% muncul dari jalur RER, yang dicirikan dengan kesalahan
dalam perbaikan mismatch (kesalahan pasangan) pada replikasi DNA.
Mutasi atau mismatch pada gen-gen yang bertugas memperbaiki
kerusakan gen

Akumulasi mutasi somatik di dalam mikrosatelit

Gangguan fungsi mikrosatelit

Gangguan fungsi gen yang mengandung atau diregulasi oleh


mikosatelit (Gen reseptor TGR-Beta tipe-II)

Akumulasi perubahan-perubahan genetik pada gen-gen yang


berhubungan dengan karsinoma

Sekuens adenoma-karsinoma
(umumnya tidak melibatkan APC, MCC, K-ras, DCC, p53)

Jalur RER sampai ke perkembangan kanker kolorektal. (Sumber: Allen Jl. Molecular Biology of colorectal
cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181-202)

Beberapa gen telah terdeteksi dalam kesalahan perbaikan DNA RER, yaitu
hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi hanya pada salah satu
gen ini, cukup untuk membuat mutasi sel, yang mungkin dapat timbul pada protoonkogen atau tumor suppressor gen. Mismatch ini membuat terus meningkatnya
kesalahan eplikasi, sehingga terjadi instabilitas mikrosatelit (pertumbuhan sel kanker
ditempat lain yang berdekatan) dan malfungsi gen. Jika telah terbentuk mikrosatelit
yang tidakstabil, maka akan mudahnya terjadi mikrometastasis di tempat lain akibat
struktur sel-sel mikrosatelit yang mudah lepas.

Faktor Genetik

Field effect

Faktor
lingkungan

Mutasi Inisial
Meningkatnya
kecepatan
mutasi
Mutasi
(inaktifasi)
kedua
Gen APC

Gen MMR

Jalur LOH

Jalur RER

Mutasi somatik
atau hilangnya
alel K-ras, DCC,
p53

Instabilitas
mikrosatelit
(TGF-beta, dan
lainnya)

Pertumbuh
an klonal

Karsinoma

Metastasis

Faktor-faktor molekular yang berhubungan dengan perkembangan keganasan kolorektal. Faktor


Genetik muncul pada saat lahir yang menginisiasi karsinogenesis atau dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang menyebabkan kerusakan genetik dan karsinogenesis. (Sumber: Allen Jl. Molecular
Biology of colorectal cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181-202)

G. TUMOR JINAK
Polip adalah petumbuhan jaringan yang menonjol ke dalam lumen traktus
gastrointestinal. Secara umum ,terdapat 2 tipe polip jinak yaitu polip non-neoplastik dan
polip neoplastik. Polip non-neoplastik terdiri dari hamartoma, polip hyperplastik dan
polip inflamasi. Polip neoplastik terdiri dari berbagai macam polip adenomatous dan
poliposis coli herediter.
i.

Polip non-neoplastik
Hamartoma
Hamartoma dikarakteristikkan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari
komponen colon normal seperti epitel dan jaringan penghubung. Hamartoma tidak
mempunyai potensi keganasan dan kurang atipik atau invasi. Polip Juvenil, Sindroma
Cronkhite-Canada, Sindroma Peutz-Jeghers mempunyai karakteristik hamartoma.
a. Polip Juvenil
Terdapat pada anak-anak, kadang-kadang pada dewasa, dan ditemukan pada
seluruh colon. Biasanya tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat ganas.
Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan, kadang disertai lendir; karena selalu
bertangkai, dapat menonjol keluar dari anus pada saat defekasi; nyeri abdomen karena
autoamputasi polip atau intussussepsi. Karena bisa mengalami regresi spontan,
terapinya tidak perlu agresif.
b. Sindroma Cronkhite-Canada
Dikarakteristikan

dengan

poliposis

gastrointestinal

yang

menyeluruh,

hiperpigmentasi kulit, alopecia, dan distrofi kuku. Kelainan ini tidak diturunkan
secara genetik. Onset rata-rata pada umur 60 tahun. Predileksi polip yang paling
sering di gaster dan colon, jarang pada oesophagus dan usus halus. Gejala klinisnya
adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan, anorexia sehingga terjadi penurunan berat
badan, malabsorbsi, dan anemia. Remisi terjadi spontan atau setelah pemberian terapi

medikamentosa atau gastrectomy parsial. Penatalaksanaan dengan polipectomy untuk


diagnosis dan terapi suportif.

c. Sindroma Peutz-Jeghers
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh dan area
pigmentasi pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen autosomal
dominan. Seluruh traktus gastrointestinal dapat terkena, namun paling sering di usus
halus. Onsetnya pada usia muda, antara 10-30 tahun. Gejala klinik berupa muntah,
perdarahan, nyeri abdomen. Pembedahan merupakan terapi konservatif untuk
mengatasi gejala sekunder akibat ulserasi polip, obstruksi atau intussussepsi.
Progresifitas ke arah keganasan jarang terjadi. Beberapa pasien mempunyai
kecenderungan timbulnya keganasan pada organ lain seperti pankreas, payudara, dan
ovarium.

Polip hiperplastik
Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang dari 5 mm yang berasal dari

epitel mukosa yang hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip metaplastik. Tipe ini
merupakan polip colon yang paling sering. Polip hiperplastik sendiri adalah nonneoplastik, namun sering ditemukan pada pasien carcinoma colon. Etiologinya belum
jelas, diduga karena infeksi virus. Umumnya polip ini tidak bergejala, tetapi disarankan
dilakukan polypectomy dan dibiopsi untuk diagnosis histologik.

Polip inflamasi
Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila multipel, biasanya terdapat

inflammatory bowel disease. Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara patologis.
Jika terdapat colitis ulseratif aktif maka harus diterapi.
ii.

Polip neoplastik
Polip adenomatous
Adenoma colon dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe menrut gambaran
histopatologinya yaitu tubular, villous, dan tubulovillous. Tipe yang paling sering
adalah tubular. Kebanyakan polip ini berukuran kecil, dapat pedunculate atau sessile.

Polip yang kecil berbentuk bulat dan licin, sedangkan yang lebih besar berlobus. Tipe
villous lebih jarang. Polip ini berukuran lebih besar, sessile dan lembut seperti beludru.
Tipe tubulovillous mempunyai karakteristik antara tipe tubular dan villous. Polip yang
berukuran besar, tipe villous, dan atipik berhubungn dengan meningkatnya risiko
keganasan.
Patofisiologi adenoma dikarakteristikan sebagai proliferasi berlebihan dengan
maturasi sel yang lambat. Normalnya sel epitel mukosa colon diganti setiap 4 sampai 8
hari, dengan keseimbangan antara pembentukan dan kematian sel, dan migrasi dari 2/3
basal kripta colon. Pada adenoma, proliferasi juga terjadi pada bagian atas kripta
dengan akumulasi sel pada permukaan luminar.
Kebanyakan pasien dengan polip adenoma adalah asimptomatik, namun dapat
juga terdapat hematochezia, obstruksi, nyeri, mucus discharge, atau diare. Kebanyakan
polip ini ditemukan secara kebetulan. Saat polip ditemukan pada sigmoidoscopy, maka
sebaiknya dilakukan polypectomy total untuk evaluasi patologis, kecuali jika polip
terlalu besar atau sessile. Colonoscopy tetap diperlukan karena kemungkinan adanya
carcinoma colon atau adenoma pada bagian proximal. Total polipectomy merupakan
tindakan diagnostik dan terapetik. Komplikasi polipectomy adalah perforasi dan
perdarahan.
Pada polip colorectal dapat ditemukan carcinoma invasif. Carcinoma invasif
pada polip pedunculate adalah sebuah invasi yang melewati mucosa muscularis.
Carcinoma invasif pada polip sessile selalu memerlukan reseksi colon. Polipectomy
total merupakan terapi definitifnya. Colectomy dengan membuang nodus limfatikus
diindikasikan jika ada risiko tinggi. Sebagai follow up, jika pada adenoma terdapat
carcinoma invasif, maka colonscopy perlu diulang 3 bulan, 1 tahun dan 3 tahun. Jika
pada adenoma terdapat carcinoma in situ atau benign seluruhnya, maka endoscopy
diulang 1 tahun dan 3 tahun kemudian.
Dewasa ini, hipotesis yang diterima adalah bahwa kebanyakan carcinoma colon
berasal dari adenoma benign sebelumnya. Predileksi tersering pada adenoma dan
carcinoma adalah di colon distal dan caecum. Carcinoma timbul dari adenoma yang tak
diterapi. Adenoma yang lebih dari 15 tahun akan berisiko menjadi carcinoma. Sering
terdapat koeksistensi antara bekas adenoma dengan carcinoma colon. Deteksi dini dan
pembuangan polip adenoma diharapkan dapat menurunkan insidensi carcinoma colon.

Poliposis neoplastik herediter


a. Familial adenomatous poliposis (FAP)
Merupakan kelainan herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
Gambaran

utamanya

adalah

polip

adenoma

difus

pada

seluruh

traktus

gastrointestinal bagian bawah. Biasanya timbul pada dekade kedua, namun dapat
juga timbul lebih awal. Kelainan ini berpotensi menjadi keganasan, dimana jika
tidak diterapi, maka insidensi perubahan keganasan adalah 100%.
Usia rata-rata diagnosis carcinoma adalah 40 tahun, namun dapat juga
didiagnosis pada awal dekade pertama. Perjalanan penyakit dihambat dengan
pembuangan colon yang terkait secepat dan seagresif mungkin sebelum onset
keganasan. Proctocolectomy total dengan anastomosis ileal pouch-anal dapat
mencegah carcinoma colorectal dan menyediakan jalur untuk defekasi. Alternatif
lainnya adalah colectomy subtotal dengan ileoproctostomy, jika tidak ada polip pada
rectum. Keluarga pasien perlu diperiksa dengan proctoscopy setiap tahunnya mulai
dari usia 10 tahun, sehingga diagnosis dan terapi yang cepat dapat mencegah
carcinoma colorectal.

b. Sindroma Gardners
Merupakan varian dari familial adenomatous poliposis, yang terdiri dari
poliposis difus pada bagian bawah usus halus, osteoma, kista epidermoid, hipertropi
kongenital dari epitel retina berpigmen, polip gaster, usus halus, pakreas, tiroid,
adrenal, paratiroid, retroperitoneal fibrosis dan desmoid tumor.
c. Sindroma Turcots
Berhubungan dengan familial poliposis dan tumor susunan saraf pusat.
Kebanyakan tumor otak adalah medulloblastoma dan glioblastoma. Sindroma Turcots
merupakan varian fenotip dari pamilial poliposis dan sindroma Gardners, dan
diturunkan secara autosomal resesif.

H. TUMOR GANAS
i. Hereditary colorectal carcinoma
Familial Adenomatous Polyposis (FAP)

Merupakan polip adenoma yang berproses menuju keganasan mengikuti


runtutan adenoma-carcinoma, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi perubahan
keganasan adalah 100%.

Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (Lynchs Syndrome)


Sindroma ini dikrakteristikan oleh autosomal dominan yang diturunkan,

manifestasi keganasan terjadi pada usia muda, lesi predominan pada proximal colon,
dan adanya tendensi lesi synchronous dan metachronous. Pasien sebaiknya diterapi
dengan colectomy subtotal. Carcinoma berkembang dari polip adenoma melelui
progresifitas adenoma-carcinoma yang tipikal. Pada varian dari sindroma ini terdapat
peningkatan insidensi keganasan endometium, gaster, ovarium, dan traktus urinarius.
Kriteria untuk sindroma ini adalah:
Pada gambaran histopatologis, sejurang-kurangnya didapatkan asdanya 3
hubungan dengan carcinoma colorectal, 2 dari hal tersebut merupakan derajat
pertama.
Yang terlibat sekurang-kurangnya 2 generasi
Sekurang-kurangnya 1 pasien didiagnosis dibawah umur 50 tahun.
ii. Carcinoma colorectal
- Insidensi
Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada traktus
gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Insidensi pria sebanding dengan wanita. Carcinoma recti
lebih sering pada laki-laki, sedangkan carcinoma colon lebih sering pada wanita.
Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50
tahun.

- Predileksi
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.

- Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid atau
vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan terutama
ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan

sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di colon


descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di bagian
sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar carcinoma colon
dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.

- Gejala klinis
Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau
akibat metastasis.

Carcinoma colon kanan:


Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor
obstruksi. Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas, gejala
umumnya nerupa dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan anemia.
Oleh karena itu pasien sering datang dalam keadaan terlambat. Nyeri pada carcinoma
colon kanan bermula di epigastrium.

Carcinoma colon kiri dan rectum.


Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,
terlebih karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti
konstipasi atau defekasi dengan tenesmus. Makin ke distal letak tumor, faeces makin
menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir.
Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat pada carcinoma rectum. Nyeri pada
colon kiri bermula di bawah umbilicus

Pada pemerikasaan fisik, bila tumor kecil maka tidak teraba pada palpasi
abdomen, bila sudah terba berarti sudah menunjukkan keadaan lanjut. Massa di colon
sigmoideum lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain colon. Pemeriksaan colok
dubur merupakan keharusan.
Pemeriksaan penunjang

1. Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan
colon sigmoideum bagian distal.

b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi


Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau
fiberoptik dapat memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu
yang baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk
diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling akurat untuk
menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk

melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu saluran untuk


lewatnya alat-alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter, dan sebagai
jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi. Colonoskop untuk terapetik
mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara simultan untuk irigasi /
penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.
2. Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus
yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk
mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif
untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi
massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih disukai untuk
mengevaluasi massa colon yang nonobstruksi.

b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma
colorectal, karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3
dimensi untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan
kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras
per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat
carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap
dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan pada
obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false positif
akibat

faeces,

penyakit

divertikula,

lipatan

ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.


d. MRI

haustrae,

artefak,

dan

Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan


dalam mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan
carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas.
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan
jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas.
PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging
carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren
dengan fibrosis.
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman
invasi carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan.
Ultrasound dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan
integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor
superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian
ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar
antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus
limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus,
dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan
untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.
3. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan

untuk

tes

skrining

pada

tumor

colorectal

yang

asimptomatik, pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan
tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten.
Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam
haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil
positif. Beberapa makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C)
dapat memberikan false positif, sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari
sebelum tes. Tes ini dapat ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan

menggunakan immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya


dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoskopi.
b. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk
pasien carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling
umum digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA
dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun
CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak
spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain
carcinoma colorectal.
c. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT,
SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.

o Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi
dapat mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling
sering didapat pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).
o Biopsi nodus limfatikus sentinel
Teknik ini digunakan pada beberapa keganasan, biasanya pada
carcinoma mammae dan melanoma. Tujuan biopsi ini adalah untuk
mengidentifikasi nodus limfatikus pertama yang sering menjadi tempat
pertama metastasis. Pada colorectal carcinoma, teknik ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil staging. Pemeriksaan yang intensif dengan potongan
histopatologi yang multipel, imunohistokimia, dan reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR) dapat mendeteksi mikrometastasis
pada pasien yang diketahui N0 pada teknik konvensional.

Diagnosis
Diagnosis

carcinoma

colorectal

ditegakan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis ditentukan


berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
-

Diagnosis banding
Tabel 4. Diagnosis banding
Colon kanan Colon tengah Colon kiri Rectum
Apendicular abscess
Massa periappendicular
Amuboma
Enteritis regionalis Ulcus pepticum
Carcinoma gaster
Abscess hepar
Hepatocellular carcinoma
CholecystitisKelainan pancreas
Kelainan saluran empedu Colitis ulcerative
Polip
Diverticulitis
Endometriosis
Polip
Prokitis
Fissura ani
Haemorrhoid
Carcinoma ani
4. Klasifikasi
American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini
memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T),
status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase (M).
Tabel 5. Klasifikasi carcinoma colorectal berdasarkan sistem TNM.
TNM

Modified Dukes

Stadium
T1 N0 M0
T2 N0 M0

Stadium
A
B1

Deskripsi
Limited to submucosa
Limited to muscularis propria

T3 N0 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
T4
Any T, M1

B2
C1
C2
C2
D

Transmural extension
T2, enlarged mesenteric nodes
T3, enlarged mesenteric nodes
Invasion of adjacent organs
Distant metastases present

Tumor Primer
TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan
T0: Tidak ada bukti tumor primer
Tis: Carcinoma insitu
T1: Tumor menginvasi submukosa
T2: Tumor menginvasi muscularis propria
T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non
peritonealisasi pericolic atau perirectal
T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke
organ atau struktur lain.

Nodus limfatikus regional


NX: Nodus limfatikus regional tidak ditemukan
N0: Tidak ada metastase nodus limfatikus regional
N1: Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N2: Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N3: Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah

Metastase jauh
MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai
M1: Tidak ada metastase
M2: Metastase

Sistem TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana
Stadium I dari TNM sama dengan Duke A
Stadium II dari TNM sama dengan Duke B
Stadium III dari TNM sama dengan Duke C

Stadium IV dari TNM sama dengan Duke D

5. Metastasis
Carcinoma colorectal mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh
sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral
ke jaringan dan organ visceral lainnya. Penyebaran perkontinuitatum
menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya seperti ureter, vesica urinaria,
uterus, vagina, atau prostat.
Keterkaitan nodus limfatikus regional merupakan bentuk yang paling
sering pada penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya mendahului
metastasis jauh atau menyebabkan carcinomatosis. Penyebaraan ke nodus
limfatikus meningkat dengan pertambahan ukuran tumor, diferensiasi histologis
yang

buruk,

invasi

limfovaskular

dan

kedalaman

invasi.

Pada carcinoma colon, penyebaran limfatik biasanya mengikuti aliran vena


besar dari segmen colon yang terkait. Penyebaran limfatik dari rectum
mengikuti 2 jalur. Pada rectum bagian atas, pengaliran ascendens sepanjang
pembuluh rectalis superior ke kelenjar mesenterica inferior. Pada rectum bagian
bawah, pengaliran limfatik terjadi sepanjang pembuluh rectalis media.
Penyebaran sepanjang pembuluh rectalis inferior ke kelenjar iliaca interna atau
inguinal jarang terjadi kecuali jika tumor mengenai canalis analis atau aliran
limfatik proximal diblok oleh tumor.
Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma
colorectal adalah hepar. Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen
melalui system vena portal. Seperti pada penyebaran ke nodus limfatikus,
risiko metastasis ke hepar meningkat dengan peningkatan ukuran tumor dan
grade tumor, namun tumor yang kecil pun dapat menyebabkan metastasis jauh.
Paru-paru juga merupakan tempat penyebaran hematogen carcinoma colorectal,
namun jarang terjadi. Penyebaran ke peritoneal mengakibatkan carcinomatosis
(metastasis peritoneal difus) dengan atau tanpa ascites.
6. Penatalaksanaan

Terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah


adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif.
Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun
jauh.
Tindakan bedah terdiri atas reseksi luas carcinoma primer dan kelenjar
limfe regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi
juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia,
fistel dan nyeri.
Pada carcinoma caecum atau colon ascendens dilakukan hemicolectomy
kanan. Pembuluh darah ileocolica, colica dextra, dan cabang kanan dari colica
media diligasi dan dipisahkan. Ileum terminal sekitar 10 cm ikut direseksi,
kemudian

dibuat

anastomosis

ileum

dengan

colon

transversum.

Pada carcinoma di flexura hepatica atau di proximal colon transversum


dilakukan hemicolectomy kanan yang diperluas. Caranya sama dengan
hemicolectomy kanan namun dilakukan ligasi pembuluh darah colica media
pada pangkalnya. Colon kanan dan proximal colon transversum direseksi dan
dilakukan anastomosis ileum dengan colon transversum distal. Jika aliran
darah diragukan, maka reseksi dapat diperluas sampai flexura lienalis dan
dilakukan anastomosis ileum dengan colon descendens.
Pada carcinoma colon transversum tengah dan distal dilakukan colectomy
transversum. Dilakukan ligasi pembuluh darah colica media. Kemudian
dilakukan anastomosis colocolonik.
Pada carcinoma colon transversum distal, flexura lienalis, dan colon
descendens dilakukan hemicolectomy kiri. Cabang kiri pembuluh darah colica
media, colica kiri, dan cabang pertama pembuluh darah sigmoid
diligasi.Kemudian dibuat anastomosis colocolonik.
Pada carcinoma colon transversum distal dapat dilakukan hemicolectomy
kiri yang diperluas. Caranya sama dengan hemicolectomy kiri, namun
dilakukan ligasi pada cabang kanan pembuluh darah colica media.
Pada carcinoma colon sigmoideum dilakukan colectomy sigmoideum.

Dilakukan ligasi dan pemisahan cabang sigmoig dari arteri mesenterica


inferior. Colon sigmoideum direseksi sampai batas refleksi peritoneum dan
dibuat

anastomosis

colon

descendens

dengan

rectum

bagian

atas.

Colectomy total dan subtotal dilakukan pada pasien dengan familial


adenomatous poliposis. Pada prosedur ini, pembuluh darah ileocolica, colica
dextra, colica media, dan colica sinistra diligasi dan dipisahkan. Pembuluh
darah rectalis superior dipertahankan. Jika diperlukan untuk mempertahankan
colon sigmoideum, maka pembuluh darah sigmoid distal dipertahankan dan
anastomosis dibuat antara ileum dan colon sigmoideum distal (subtotal
colectomy dengan anastomosis ileosigmoid). Jika colon sigmoideum direseksi,
pembuluh darah sigmoidf diligasi dan dipisahkan, dan dibuat anastomosis
ileum dengan rectum bagian atas (total abdominal colectomy dengan
anastomosis ileorectal). Jika anastomosis dikontraindikasikan, maka dibuat
end-ileostomy dan rectum atau colon sigmoideum digunakan sebagai fistula
mucus atau Hartmann pouch.

Gambar 14. reseksi colon A. carcinoma caecum, B. carcinoma flexura hepatica, C. carcinoma
colon transversum, D. carcinoma flexura lienalis, E. carcinoma colon descendens, F.
carcinoma colon sigmoideum

Pada carcinoma rectum, teknik pembedahan dipilih tergantung dari


letaknya, khususnya jarak batas bawah carcinoma dan anus. Sedapat mungkin
anus dengan sphincter ani eksternus dan sphincter ani internus akan
dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis. Pada carcinoma recti
1/3 proximal dilakukan reseksi anterior. Pada carcinoma recti 1/3 tengah
dilakukan reseksi dengan mempertahankan sphincter anus. Pada carcinoma
recti 1/3 distal dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal
Quenu-Miles.
Reseksi anterior
Dilakukan reseksi proximal rectum melalui incisi abdominal sampai
pelvis tanpa melakukan incisi pada perineal, sacral dan daerah lainnya.
Terdapat 3 tipe reseksi anterior yaitu:
a) High anterior resection
Reseksi bagian distal colon sigmoideum dan bagian atas rectum.
Biasanya digunakan untuk tumor jinak pada rectosigmoid junction. Rectum
tidak seluruhnya dibebaskan dari kelengkungan sacrum, bagian atas rectum
dibebaskan namun peritoneum pelvis tidak dipisahkan. Arteri mesenterica
inferior dan vena mesenterica inferior diligasi pada pangkalnya secara
terpisah. Dibuat anastomosis antara colon dan ujung rectum (biasanya
ujung ke ujung).
b) Low anterior resection
Digunakan untuk carcinoma recti atas dan tengah. Rectosigmoid
dibebaskan, peritoneum pelvis dibuka, dan arteri mesenterica inferior
diligasi dan dipisahkan. Rectum dipisahkan dari sacrum. Diseksi dilakukan
distal dari batas anorectal, diperluas ke posterior melalui fascia rectosacral
sampai coccyx dan ke anterior melalui fascia Denonvilier sampai vagina
pada wanita atau vesicular seminalis dan prostat pada pria. Rectum dan
mesorectum dipisahkan. Anastomosis rectum letak rendah biasanya
memerlukan pembebasan flexura lienalis dan ligasi serta pemisahan vena
mesenterica inferior dengan pancreas. Alat stapler sirkuler dapat digunakan
untuk membuat anastomosis. Penyulit yang sering terjadi dalah gangguan
fungsi seks.

c) Extended low anterior resection


Extended low anterior resection diperlukan untuk membuang tumor
yang berada di distal rectum, beberapa centimeter di atas sphincter ani.
Rectum dibebaskan seluruhnya sampai batas musculus levator ani, diseksi
ke anterior diperluas sepanjang septum rectovaginal pada wanita dan distal
vesicular seminalis dan prostat pada pria. Setelah reseksi, dibuat
anastomosis coloanal. Karena adanya risiko bocornya anastomosis dan
terjadinya sepsis ketika anastomosis dibuat pada distal rectum atau canalis
analis, maka dapat dibuat ileostoma semetara.
Prosedur Hartmann dan fistula mucus
Biasanya dilakuan pada pasien dengan carcinoma rectum dimana
anastomosis pada pelvis tidak dapat dibuat. Prosedur Hartmann ditujukan
untuk reseksi colon atau rectum tanpa anstomosis dimana colostomi atau
ileostomi dibuat dan distal colon atau rectum ditinggalkan sebagai kantung
tertutup. Kondisi ini biasanya digunakan ketika colon kiri atau sigmoideum
direseksi dan sisa rectum ditutup dan ditinggalkan di pelvis. Jika colon
distal cukup panjang untuk mencapai dinding abdominal. Maka dapat
dibuat fistula mucus dengan membuka usus yang tak berfungsi dan
menjahitnya ke kulit.
Reseksi abdominoperineal menurut Quenu-Miles
Reseksi ini membuang rectum, canalis analis, dan anus dengan
pembuatan permanen colostoma dari colon descendens atau sigmoideum.
Prosedur pada abdomen dan pelvis sama dengan extended low anterior
resection. Rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk
kelenjar limfe pararectum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe
retroperitoneal. Kemudian melalui incisi perineal anus dieksisi dan
dikeluarkan seluruhnya dengan rectum melalui abdomen. Diseksi perineal
dibuat dengan eksisi canalis analis dengan batas sirkumferensial yang lebar.
Diseksi perineal dapat dapat dilakukan dengan posisi lithhotomy atau posisi
prone setelah penutupan abdomen dan pembuatan colostoma. Penutupan
luka meninggalkan defek perineal yang besar, khususnya bila telah

digunakan radiasi, maka diperlukan penutupan dengan flap pada beberapa


pasien. Penyulit yang sering terjadi dalah gangguan fungsi seks.
Stadium Terapi
Stadium 0
(Tumor In Situ) Eksisi lokal secara komplit melalui endoskopi
Stadium 1
(Carcinoma Colorectal terlokalisasi) Reseksi colon atau rectum
Dapat ditambah adjuvant kemoterapi pada pasien tertentu (usia muda, temuan
histologi yang beresiko tinggi)
Stadium 2
(Carcinoma Colorectal terlokalisasi) Reseksi colon atau rectum
Dapat ditambah adjuvant kemoterapi pada pasien tertentu (usia muda, temuan
histologi yang beresiko tinggi)
Stadium 3
(Metastasis ke nodus limfatikus) Adjuvant kemoterapi, radioterapi
imunoterapi.
Reseksi radikal
Stadium 4
(Metastasis jauh) Adjuvant kemoterapi
Reseksi hepar bila terdapat metastasis ke hepar
Terapi Paliatif
Reseksi laparoskopik
Laparoskopik merupakan teknologi dengan invasif yang minimal, yang
sekarang dapat digunakan untuk reseksi colon. Keuntungan cara ini adalah
mengurangi nyeri post operatif, pengembalian fungsi usus yang lebih cepat,
berkurangnya imunosupresif yang timbul setelah operasi yang menyebabkan
hasil post operatif yang lebih baik, dan hasil kosmetik yang lebih baik.
Kerugiannya adalah memerlukan waktu operasi yang lebih lama.
Pada carcinoma terbatas dapat dilakukan eksisi lokal melalui rectoskop
atau colonoskopi. Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi
khusus adalah fulgerasi (koagulasi listrik). Cara ini digunakan pada penderita
yang berisiko tinggi untuk pembedahan. Koagulasi dengan laser digunakan

sebagai terapi paliatif. Radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi digunakan


sebagi terapi adjuvant. Tindak bedah yang didahului dan disusuli radioterapi
disebut terapi sandwich.

Terapi paliatif
Dilakukan bila tumor tidak dapat direseksi untuk mencegah dan
mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup
penderita baik. Jika tumor tidak dapat diangkat maka dapat dilakukan bedah
pintas atau anus pretenaturalis. Pada metastasis ke hepar yang tidak lebih dari
2 atau 3 nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasi. Pemberian sitostatika
melalui arteri hepatica, yaitu perfusi secara selektif, kadang disertai terapi
embolisasi.
7. Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran carcinoma dan tingkat keganasan sel tumor. (lihat tabel 6). Bila disertai
diferensiasi sel tumor yang buruk, maka prognosisnya sangat buruk.

I. TUMOR COLORECTAL LAINNYA


Tumor carcinoid
Tumor carcinoid jarang ditemukan, jika ada biasanya di rectum. Tumor carcinoid
kecil umunnya tidak bertanda, sedangkan carcinoid lebih besar di colon kanan atau
rectum menyebabkan tanda lokal dan bermetastasis ke hati. Pada 5% penderita ditemukan
sindroma carcinoid. Tumor carcinoid dapat diatasi dengan eksisi lokal.
Limfoma
Limfoma merupakan tumor ganas selain carcinoma yang agak jarang ditemukan
di colon. Yang paling sering terkena adalah caecum, dengan penyebaran ke ileum
terminal. Gejalanya adalah perdarahan dan obstuksi. Secara klinis tumor ini sulit
dibedakan

dengan

adenocarcinoma.

Limfoma

non

Hodgkin

sering

disertai

imunodefisiensi. Terapinya adalah dengan reseksi colon. Adjuvant terapi diberikan


tergantung dari stadium penyakit.
Lipoma
Lipoma sering terjadi pada submukosa colon dan rectum. Lipoma umumnya
asimptomatis, tapi dapat juga menyebabkan perdarahan, obstruksi, dan intususepsi.
Secara radiologis, lipoma sukar dibedakan dari tumor ganas, tapi secara endoscopy
mukosa terlihat utuh. Eksisi dilakukan bila bergejala.
Leiomyoma dan leiomyosarcoma
Leiomyoma dan leiomyosarcoma merupakan tumor yang berasal dari otot polos
dinding usus. Leiomyoma jarang ditemukan di colon dan jarang menimbulkan perdarahan
dan obstruksi kecuali bila besar. Sebagian leiomyoma dapat berubah menjadi
leiomyosarcoma. Karena sulit dibedakan dengan leiomyosarcoma maka tumor ini
sebaiknya direseksi. Leiomyosarcoma dapat menyebabkan perdarahan dan obstruksi.
Diperlukan reseksi radikal.
J. TUMOR LAINNYA
Tumor lain yang mungkin ditemukan adalah neurofibroma ( pada Morbus Von
Recklinghausen), limfangioma, hemangioma, dan melanoma pada rectum.

DAFTAR PUSTAKA
Schwartz : Principles of Surgery 8th ed. New York. McGraw-Hill Companies.2007,
chapter 39.
Snell. Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta :
EGC . 2006
Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem, Edisi I. Jakarta : EGC.
2001.
Townsend: Sabiston Textbook of Surgery, 17th ed., Copyright 2004 Elsevier.
Sadlar, T.W. Langmans medical embriology, chapter 13. Page 286

Anda mungkin juga menyukai