Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

Matrik ekstraseluler (MES) adalah merupakan jaringan yang terdiri dari


protein dan karbohidrat yang mengikat sel bersama-sama. Mempunyai struktur
yang komplek dan dinamis. Dalam setiap organisme matriks ekstraseluler
mendukung dan mengelilingi sel, mengatur kegiatan sel dan gerakan sel. Fungsi
MES dalam tubuh adalah memberikan perlindungan terhadap stimulus atau
stress mekanik, perkembangan embrio, persiapan untuk migrasi seluler seperti
penyembuhan luka, manajemen faktor pertumbuhan (Kim et al, 2011).
MES menyediakan tempat untuk terjadinya aktivitas sinyal dengan
menanamkan berbagai resptor pada permukaan sel / membran plasma, faktor
pertumbuhan dan adhesi molekul seperti integrin. Sifat fisik eksternal MES juga
mungkin memiliki peran dalam proses signaling. MES molekul dapat menjadi
fleksibel dan dapat diperpanjang, dan ketegangan mekanik dapat mengekspos
cryptic sites, yang selanjutnya dapat berinteraksi dengan faktor pertumbuhan
atau reseptor mereka. Protein MES dan struktur dapat menentukan perilaku sel,
polaritas, migrasi, diferensiasi, proliferasi dan kelangsungan hidup untuk
berkomunikasi dengan sitoskeleton intraseluler dan transmisi sinyal faktor
pertumbuhan. Integrin dan proteoglikan adalah reseptor adhesi MES utama yang
bekerja sama dalam aktivitas sinyal, menentukan hasil-hasil signaling, dan nasib
sel (Kim et al, 2011).
Dalam proses regulasi protein MES, disamping reseptor, terdapat pula
berbagai kanal ion yang ikut berperan pada transduksi sinyal. Aktifitas kanal ion
(khususnya ion kalsium) ataupun reseptor kalsium seperti calcium sensing
receptor (CaSR) yang termasuk dalam kelompok C-family of G-protein coupled
1

receptor

dapat

mempengaruhi

keseimbangan

kalsium

dengan

merubah

konsentrasi ion sitosolik. Ion kalsium dalam sitoplasma akan bekerja sebagai
second messenger dan dapat memicu timbulnya tranduksi sinyal yang
berkelanjutan (Berridge, 2009).
Dalam dua dekade terakhir makin nyata bahwa perubahan konsentrasi
kalsium ekstrasel dapat mempengaruhi berbagai proses seluler, termasuk
sekresi dan proliferasi sel, meskipun demikian, kalsium intrasel mungkin lebih
penting, bertindak sebagai bagian dari sistem penghantaran signal yang
menjembatani respons suatu sel terhadap rangsangan spesifik (Widura, 2000).
Menurut teori second messenger yang pertama kali disampaikan
Sutherland, suatu hormon atau impuls syaraf adalah messenger pertama,
sedangkan messenger kedua adalah cyclic AMP termasuk ion kalsium dan cyclic
nucleotide lain. Pendapat yang menyatakan bahwa cyclic nucleotide hanya
bekerja pada sistem yang tidak mengalami eksitasi, sedangkan ion kalsium
hanya di sistem yang dapat tereksitasi, sudah tidak berlaku lagi. Banyak bukti
menunjukkan bahwa dalam banyak sistem sel, ion kalsium dan cyclic nucleotide
bekerja sebagai messenger yang berpasangan (Widura, 2000),
Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang peran ion kalsium pada
proses regulasi matriks ekstraseluler sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan atau referensi dalam hal penatalaksanan kasus-kasus dalam
lingkup obstetrik ginekologik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Kalsium

1.1

Ion Kalsium
Dalam tubuh manusia, ion kalsium banyak berperan dalam berbagai

proses intraseluler. Ion kalsium (Ca2+) berperan sebagai utusan penghubung


/pembawa

pesan

tentang

kondisi

ekstraseluler

kedalam

intraseluler,

mengendalikan beragam proses seluler seperti transkripsi gen, kontraksi otot dan
proliferasi dan differensiasi sel (Bootman et al, 2001).
Dalam melakukan aktivitasnya, kalsium membutuhkan saluran yang
disebut Ca2+Channel, untuk bisa menyampaikan kondisi ekstraseluler kedalam
intraseluler. Saluran kalsium ini berbentuk seperti lubang pori-pori (Pore-forming
unit) yang terletak pada membran plasma. Pore-forming unit pada tubuh manusia
yang dikenal adalah Na+ dan Ca2+, adalah merupakan protein tunggal yang terdiri
dari four linked domains, yang masing-masing sangat homolog dengan protein
tunggal K+ channel 6-TM. Seperti K+ channel dan Na+ channel, sebagian besar
saluran Ca2+, mempunyai gambaran struktural dan fungsional yang bervariasi
(Anderson et al, 2001).
Keragaman Ca2+ channel antara lain terdiri dari beberapa kelas yaitu Ltype currents, T-type currents,dan N-type currents. L-type dan N-type currents,
membutuhkan depolarisasi yang besar untuk mengaktifkannya, sehingga di
klasifikasikan sebagai high voltage-activated (HVA). Sedangkan T-type currents,
membutuhkan depolarisasi yang kecil disebut sebagai low voltage-activated
(LVA). Pada studi teknik kloning molekuler Ca2+ channel, dijumpai bahwa variasi
fungsional antara arus Ca2+ berkorelasi dengan keanekaragaman struktural yang
signifikan. Sampai saat ini, ada 10 famili yang berbeda dari tegangan-gated Ca2+
3

channel. Sistem istirahat Ca2+ channel terbagi menjadi saluran HVA dan LVA.
HVA channel kemudian dibagi lagi sebagai L dan non-L : L-type channel, 1S,C,D,
, yang sekarang disebut CaV1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4, dan no-L type channel, 1A, B,

, disebut Cav 2.1, 2.2, dan 2.3; dan tiga saluran LVA 1G, H, I, sekarang CaV 3.1,

3.2, dan 3.3 (Anderson et al, 2001)

Gambar 1 : Struktur Domain Ca2+ Channels (Anderson et al, 2001)


1.2

Homeostasis Ca2+ Intraseluler


Dalam tubuh manusia kalsium (Ca2+) merupakan second messenger yang

digunakan untuk mengatur berbagai proses seluler (Clapham, 1995). Peran


signaling ini berguna untuk mempertahankan mekanisme homeostatis, dimana
dalam keadaan istirahat konsentrasi Ca2+ rendah berkisar 20-100 mmol/L dan
bila konsentrasi Ca2+ tinggi (>100 mmol/L) dapat bersifat toksik. Ca 2+ memiliki
difusibility yang rendah dan efek sitotoksik dalam intraseluler. Untuk menghindari
efek sitotoksik akibat konsentrasi Ca2+ yang tinggi berkepanjangan, ion kalsium
dapat berperan sebagai messenger dalam berbagai proses seluler. Melepasan
ion kalsium berasal dari cadangan kalsium yang disimpan pada intraseluler yang
terkoordinasi baik menggunakan inositol 1,4,5-trisphosphate atau Ryanodine
reseptor. Ca2+ berperan untuk mengatur proses yang beragam seperti kontraksi
otot, eksositosis, metabolisme energi, dan kemotaksis plastisitas sinaptik selama
pembelajaran dan memori (Berridge,1997).

Homeostasis Ca2+ sitosolik dalam sel yang beristirahat dicapai dengan


menyeimbangkan kebocoran Ca2+ (masuk dari luar sel atau dari cadangan di
sitosol) dengan menggunakan pompa saluran Ca2+ baik pada membran plasma
atau pada cadangan internal. Pompa ini memastikan bahwa Ca2+ sitoplasma
masih rendah dan cadangan Ca2+ sarat dengan sinyal Ca2+ . Peningkatan cepat
Ca2+ bertanggung jawab untuk aktivasi sel yang biasanya diproduksi oleh
pembukaan terkoordinasi baik RYRs atau InsP3Rs. Properti yang paling penting
adalah sensitivitas mereka terhadap Ca2+ yaitu mereka menampilkan phenomena
dari Ca2+-induced Ca2+release (CICR) yang sangat penting dalam komplek
sinyal. Konsentrasi Ca2+ meningkat akan memiliki efek biphasic pada RYRs dan
InsP3Rs, awalnya memberikan sebuah efek umpan balik positif dengan
meningkatkan

pembukaan

saluran

(yaitu

CICR),

tetapi

segera

setelah

konsentrasi tercapai tingkat tertentu, umpan balik switch dari positif ke negatif
dan Ca2+ kemudian menghambat saluran (Bezprozvanny dan Ehrlich, 1995). Efek
umpan balik negatif ini memastikan bahwa Ca2+ cukup dilepaskan untuk
memberikan sinyal yang berarti, sehingga menghindari sitoplasma dari kelebihan
Ca2+ yang berpotensi bersifat sitotoksik (Berridge, 1997).
Sel memiliki akses pada dua sumber sinyal Ca2+. Pertama, mendapatkan
ion Ca2+ dari ekstraseluler. Ca2+ masuk dari luar melalui berbagai saluran seperti
voltage-operated channels (VOCs), receptor-operated channels (ROCs) atau
store-operated channels (SOCs). Kedua, Ca2+ dapat dilepaskan dari cadangan
retikulum endoplasma dan sarkoplasma retikulum pada intaseluler. Sumbersumber Ca2+ bervariasi dari sel ke sel (Berridge, 1997).

Gambar 2: Homeostasis Ca2+ Iintraseluler (Berridge, 1997).


Keterangan : homeostasis Ca2+ dapat dicapai dengan menyeimbangkan masuk dan
keluarnya ion Ca2+ baik eksternal dan Ca2+ disimpan dalam endoplasma Retikulum /
sarcoplasmic (Ca2+). VOC (voltage-operated channel) ; ROC (receptor-operated channel)
; SOC (store-operated channel); PMCA (plasma membrane Ca 2+-ATPase) ; SERCA
(sarco(endo)plasmic reticulum Ca2+-ATPase) ; InsP3R (InsP3 receptor ) ; RYR (ryanodine
receptor).

Regenerasi Ca2+ rilis memiliki implikasi penting terhadap sinyal karena


memberikan implikasi berupa mekanisme untuk berkoordinasi agar reseptor
mereka dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan Ca2+ sebagai
messenger (Bootman dan Berridge, 1995). Lokasi spesifik dalam sel biasanya
berfungsi sebagai tempat awal inisiasi pertama untuk melepaskan Ca2+ yang
kemudian berdifusi keluar untuk merangsang reseptor tetangga, sehingga
menghasilkan gelombang Ca2+. Sebuah sinyal Ca2+ global dibuat dengan
mengkoordinasikan rilis dari semua reseptor menggunakan Ca2+ sebagai
pembawa pesan. Mekanisme koordinasi yang lebih khusus ditemukan dalam
tulang dan otot jantung, di mana pembukaan RYRs erat digabungkan dengan

potensi aksi pada seluruh permukaan plasma membran (Cannell et al, 1995;
,Lopez-Lopez et al 1995).
Proses regeneratif secara inheren berbahaya dikarenakan memicu
pembukaan stokastik satu saluran. Untuk menghindari terjadinya proses acak
seperti regeneratif gelombang Ca2+, sel-sel mengembangkan mekanisme untuk
mengatur rangsangan dari reseptor intraseluler inaktif (sel beristirahat) menjadi
semakin aktif ketika sinyal Ca2+ sedang dihasilkan. InsP3Rs merupakan reseptor
yang distimulasi oleh agonis InsP3 yang terletak pada permukaan sel. InsP3
berikatan dengan InsP3Rs, sehingga sensitivitasnya meningkat oleh aksi
stimulasi Ca2+. Akibatnya, InsP3R dipengaruhi oleh dua agonis yaitu InsP3 dan
Ca2+. Fungsi utama dari InsP3 adalah untuk meningkatkan sensitivitas Ca2+ pada
reseptor InsP3R. Demikian pula, RYR juga berada di bawah regulasi ganda,
setidaknya dalam beberapa jenis sel (Lee, 1994; Galione, 1994). ADP siklik
ribosa (cADPR) merupakan second messenger yang mampu meningkatkan
snsitivitas Ca2+ pada RYRs (Berridge, 1997).
InsP3 atau cADPR dapat meningkatkan sensitivitas dari InsP3Rs dan
RYRs, messenger tersebut mengubah sitoplasma inaktif menjadi aktif pada
saluran intraseluler sehingga dapat berkomunikasi satu sama lain untuk
menghasilkan sinyal Ca2+ secara global (Berridge, 1997).
Ion

kalsium

(Ca2+)

secara

umum

berperan

sebagai

messenger

intraseluler, mengendalikan beragam proses seluler, seperti transkripsi gen,


kontraksi otot dan proliferasi sel (Berridge, 1993; Petersen et al, 1994; Clapham,
1995; Berridge et al., 1998). Dalam kebanyakan sel, Ca2+ yang meningkat
memiliki fungsi utama sebagai sinyal pada kompartemen sitosol. Dari sana ia
dapat juga berdifusi ke dalam organel seperti mitokondria dan inti. Konsentrasi

Ca2+ di dalam sel diatur oleh interaksi secara simultan dari beberapa proses,
yang dapat dibagi menjadi Ca2+ 'on' dan 'off' tergantung pada mekanisme apakah
mereka berperan untuk meningkatkan atau mengurangi Ca2+ dalam sitosol
(Gambar 2) (Bootman, 2001).
Mekanisme Ca2+ 'on' dilengkapi saluran yang terletak di membran plasma
(PM) yang mengatur habis-habisnya pasokan Ca2+ dari ruang ekstraselular, dan
saluran di retikulum endoplasma dan sarcoplasmic reticulum (ER dan SR) yang
melepaskan cadangan terbatas Ca2+ intraseluler dari penyimpanan. Sedangkan
berbagai mekanisme 'off' yang digunakan oleh sel untuk menghapus/
menghilangkan Ca2+ dari sitoplasma. Ini termasuk Ca2+ ATPase pada PM dan
ER/SR, selain exchanger yang memanfaatkan gradien ion lain untuk memberikan
energi untuk mengangkut Ca2+ dari sel, misal pertukaran Na+/Ca2+ . Kadangkadang, beberapa mekanisme 'off' yang berkontribusi terhadap sitosolik Ca2+
meningkat, misalnya 'selip' dari Ca2+ melalui Ca2+ ATPase dan pertukaran
reverse-mode Na+/Ca2+ . Organel selain ER dan SR juga mungkin memainkan
peran penting dalam Ca2+ homeostasis dengan eksekusi atau melepaskan Ca2+..
Misalnya, mitokondria membatasi amplitudo sitosol Ca2+ yang meningkat dengan
cepat mengeksekusi Ca2+ dan kemudian lebih lambat kembali ke sitoplasma
(Bootman, 2001).
Ketika

sel-sel

beristirahat,

keseimbangan

terletak

pada

kondisi

mekanisme 'off', sehingga menghasilkan sebuah konsentrasi Ca2+ intraseluler


100 nmol/l. Namun, ketika sel-sel dirangsang dengan berbagai cara (misalnya
depolarisasi, deformasi mekanik atau hormon), mekanisme 'on' diaktifkan dan
konsentrasi Ca2+ sitosolik meningkat menjadi 1 mmol / l atau lebih. Hal ini penting
untuk menunjukkan bahwa tidak semua sel mempunyai mekanisme 'on' dan 'off'

yang dijelaskan dalam Gambar 2. Sebaliknya, jenis sel yang berbeda


mengekspresikan

berbagai

kombinasi

saluran

ini.

Enzim

ATPase

dan

penukarnya disesuaikan dengan fungsi fisiologi sel (Berridge, 1993). Keragaman


mekanisme Ca2+ 'on' dan 'off' mendasari variabilitas besar dalam karakteristik
sinyal Ca2+ dalam jenis sel berbeda (Bootman, 2001).

Gambar 3 : Mekanisme 'on' dan 'off' Ca2+ (Bootman, 2001)


Keterangan : Ringkasan dari proses yang memodulasi Ca2+ pada sitoplasma. Mekanisme
'on' yang bertanggung jawab untuk meningkatkan Ca2+ sitosolik ditandai dengan panah
merah, dan mekanisme 'off' Ca2+ diperlihatkan dengan warna biru. Terjadi suatu proses
interaksi dinamis yang menentukan karakteristik spatiotemporal dari sinyal Ca2+. PMCA,
plasma

membran

Ca2+ATPase;

SERCA,

sarcoplamic

endoplasma

retikulum

2+

Ca ATPase; CAM, kalmodulin.

1.3

Ca2+ Channels
Sel memiliki akses pada dua sumber sinyal Ca2+. Pertama, mendapatkan

ion Ca2+ dari ekstraseluler. Ca2+ masuk dari luar melalui berbagai saluran seperti
voltage-operated channels (VOCs), receptor-operated channels (ROCs) atau
store-operated channels (SOCs). Kedua, Ca2+ dapat dilepaskan dari cadangan

retikulum endoplasma dan sarkoplasma retikulum pada intaseluler. Sumbersumber Ca2+ bervariasi dari sel ke sel (Berridge, 1997: Anderson et al, 2001).
1.3.1

Ca2+ Influx Channels

Voltage-operated Ca2+ channels (VOCs) dioperasikan terutama pada sel-sel


yang kuat seperti sel otot dan saraf, dimana untuk mengaktifkannya
membutuhkan depolarisasi pada plasma membrane (PM). Voltage-operated
Ca2+ channels (VOC) pada mamalia umumnya terdiri dari lima subunit protein
(1, 2, , , ) dengan salah satu anggota (1 subunit) menyediakan saluran
Ca2+, dan yang lain melayani untuk mengatur channel gating. Beberapa subunit
isoform menghasilkan kombinasi yang berbeda. Konsisten dengan hal ini,
berbagai jenis VOC, yang disajikan dalam sebuah tissue specific manner,
ditandai berdasarkan karakteristik gating dan farmakologi (Bootman et al, 2001)
Receptor-operated Ca2+ channels (ROCs), terdiri dari berbagai struktural dan
channel fungsional beragam yang banyak dijumpai pada sel sekretori dan pada
saraf terminal. ROCs terdiri dari nicotinic acetylcholine receptor dan N-methyl-daspartate(NMDA)receptor. ROCs diaktifkan oleh pengikatan agonis ke domain
ekstraseluler dari saluran/channel. ROCs dapat diaktifkan oleh berbagai agonis
yang berbeda, misalnya ATP, serotonin, glutamat dan asetilkolin, atau juga
berikatan dengan reseptor metabotropic pada plasma membrane (PM) (Bootman
et al, 2001).
Adanya stimulus mekanis menyebabkan Ca2+ channel diaktifkan, yang
dijumpai pada banyak tipe sel dan merespon sel deformasi, seperti saluran untuk
menyampaikan informasi ke dalam sel mengenai stres atau perubahan bentuk
dari sel. Misalnya, adanya stress mekanis menginduksi Ca2+ signal pada sel
epitel dari trakea, dimana deformasi sel tunggal menyebabkan terjadinya

10

gelombang Ca2+ radial yang disinkronkan dengan Ca2+ yang sensitif untuk
menggetarkan banyak silia. Mekanisme ini yang mendasari keluarnya lendir
pada trakea untuk mengeluarkan partikel asing dari paru-paru (Boitano et al.,
1992).
Store-operated Ca2+ channels (SOCs) diaktifkan untuk merespon
cadangan Ca2+ intraseluler yang menurun, baik akibat pergerakan fisiologis oleh
Ca2+ sebagai pembawa pesan/utusan atau akibat agen farmakologis. Mekanisne
penyimpanan cadangan atau kehilangan Ca2+ dapat diketahui dengan mudah,
dengan terbuka atau tertutupnya saluran Ca2+ channel pada membran plasma
(Bootman et al, 2001; Anderson et al, 2001)
1.3.2

Ca2+ Release Channels


Pelepasan cadangan Ca2+ disimpan dalam yang disimpan dalam

endoplasmic reticulum (ER) atau sarcoplasmic reiticulum (SR) dimediasi oleh


beberapa jenis saluran (Gambar 2). Pada beberapa jenis sel, rute saluran
memiliki ekspresi dan lokalisasi yang tumpang tindih. Konsekuensi dari hal ini
adalah bahwa pembukaan satu jenis saluran dapat mengaktifkan channel yang
lain sehingga mereka semua berpartisipasi dalam tranduksi sinyal Ca2+. Dalam
sel-sel lain, saluran yang berbeda berlangsung secara spasial atau temporal
dalam tranduksi sinyal Ca2+ (Bootman et al, 2001).

11

Gambar 4 : Mekanisme Ca2+ Release Channels (Bootman et al, 2001)


Keterangan: Panel (a) sampai (f) menggambarkan mekanisme mendasari rilis Ca2+ dari
ER / SR. (a), (b) dan (c) menggambarkan aktivasi RyRs di otot rangka, otot jantung dan
sel masing-masing memanfaatkan cADPR. Para tanda tanya di (c) dan (d) menunjukkan
bahwa cara yang stimulasi sel menyebabkan peningkatan baik cADPR atau NAADP
belum jelas. Panel (d) menunjukkan pelepasan Ca2+ oleh NAADP dari saluran yang
belum diketahui. Rilis Ca2+ via InsP3Rs atau SCAMPER masingmasing digambarkan
dalam (e) dan (f). RyRs dan InsP3Rs tertarik dengan bentuk yang sama, karena mereka
mempunyai struktural homolog. Struktur Scamper belum diketahui sepenuhnya, tapi jauh
lebih kecil dari RyRs atau InsP3Rs. SPC (sphingosylphosphocholine).

1.3.2.1 Inositol 1,4,5-trisphosphate receptors (InsP3Rs)


Banyaknya hormon dan faktor pertumbuhan yang berikatan dengan
reseptor spesifik pada plasma membrane (PM) menyebabkan aktivasi dari enzim
yang mengkatalisis hidrolisis fosfolipid untuk menghasilkan utusan intraseluler
berupa inositol 1,4,5-trisphosphate (InsP3). Meskipun berasal dari lipid, InsP3
adalah larut dalam air dan berdifusi ke dalam interior sel di mana ia dapat
berikatan dengan reseptor InsP3Rs pada ER / SR. Pengikatan InsP3
menyebabkan perubahan konformasi InsP3Rs sehingga integral channel dibuka,
sehingga memungkinkan Ca2+ disimpan dalam konsentrasi yang tinggi dalam ER
/ SR untuk masuk ke dalam sitoplasma. InsP3Rs mempunyai struktur besar yang
terdiri dari empat subunit (total massa molekul 1200 kDa), dan tiga gene lainnya
dikodekan berbeda pada subunitnya. Reseptor InsP3Rs dikodekan oleh gen ini
tampak berbeda sedikit dengan karakteristik mereka, seperti afinitas InsP3Rs.
Selain itu, ekspresi InsP3Rs menunjukkan bahwa adanya InsP3Rs homomerik
dan heteromerik ada,hal ini mampu meningkatkan berbagai fungsional InsP3Rs
beragam InsP3Rs yang dapat dimanfaatkan oleh sel (Bootman et al, 2001;
Berridge, 2009).

12

Meskipun InsP3Rs benar-benar membutuhkan InsP3 untuk membuka


saluran, aktivasi mereka diatur oleh konsentrasi Ca2+ pada permukaan sitosol.
Bahkan, pembukaan InsP3Rs meningkat oleh kenaikan sederhana di Ca2+ (0.5-1
mmol/L), sedangkan konsentrasi Ca2+ lebih tinggi (> 1 mmol/L) menghambat
pembukaan reseptornya. Aktivitas InsP3Rs sangat tergantung pada konsentrasi
Ca2+ di sitosol, hal ini sangat penting dalam kelanjutan komplek transduksi signal
Ca2+ yang terlihat pada banyak sel. Pembukaan InsP3R dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi InsP3 dan Ca2+,, hal ini berfungsi bahwa konsentrasi InsP3 tinggi
dapat mencegah Ca2+-dependent inaktivasi InsP3Rs (Bootman et al, 2001;
Berridge, 2009).

Gambar 5: Regulation of multiple cellular processes oleh InsP3


(IP3) /Ca2+ signalling pathway (Berridge et al, 2009).
1.3.2.2 Ryanodine receptors (RyRs)
Reseptor Ryanodine (RyRs) secara struktural dan fungsional analog
dengan InsP3Rs, tetapi RyRs memiliki sekitar dua kali konduktansi dan massa

13

molekul InsP3R. Reseptor RyRs berbagi dengan InsP3R dalam hal sensitivitas
atau kepekaan terhadap konsentrasi Ca2+ di sitosol, meskipun RyRs umumnya
diaktifkan dan dihambat oleh konsentrasi yang lebih tinggi (aktivasi pada 1-10
mmol/L; penghambatan pada >10 mmol/L). Berbeda dengan InsP3Rs, yang
hampir ubiquitously disajikan dalam jaringan mamalia, RyRs sebagian besar
hadir dalam tipe sel kuat dan aktif, seperti otot dan neuron. Seperti InsP3Rs, RyR
subunit yang dikodekan oleh tiga gen. Namun, gen ini tampaknya tidak memiliki
redundansi fungsional yang sama seperti diamati dengan isoform InsP3R.
Sebaliknya, protein RyR berbeda sering digunakan untuk fungsi tertentu.
Misalnya, RyRs tipe 1 hanya diaktifkan selama kontraksi otot rangka, sedangkan
'tipe 2' RyRs hanya berperan dalam otot jantung (Bootman et al, 2001).
Reseptor Ryanodine yang disebut demikian karena mempunyai afinitas
yang tinggi. Pengikatan Ryanodine ke RyRs use-dependent yang berarti bahwa
saluran harus berada dalam keadaan aktif. Pada konsentrasi rendah (1-10 mmol
/L), Ryanodine mengikat dengan kuat atau terkunci pada RyR menjadi
subconductance berumur panjang, sementara konsentrasi yang lebih tinggi (>
100 mmol/L) menghambat membuka saluran yang bersifat ireversibel. RyRs juga
diaktifkan oleh konsentrasi kafein dalam millimolar. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan dalam sensitivitas RyRs ke Ca2+ dengan adanya kafein, sehingga
konsentrasi basal Ca2+ menjadi aktif (Bootman et al, 2001).
InsP3Rs dan RyRs adalah titik fokus untuk konvergensi banyak jalur
sinyal yang berbeda. Pembukaan saluran ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk fosforilasi, adenin nukleotida, senyawa tiol-reaktif, pH dan konsentrasi
tinggi Ca2+ pada ER / SR (Bootman et al, 2001).

14

1.3.2.3 Sphingolipid

Ca2+release

Mediating

Protein

of

Endoplasmic

Reticulum (SCaMPER)
SCaMPER adalah saluran rilis Ca2+ yang merespon lipid fosfokolin
sphingosine, yang dapat meningkatkan dalam sel bila dirangsang dengan faktor
pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF). Scamper tidak
mempunyai kemiripan struktural baik InsP3Rs atau RyRs, dan bahkan jauh lebih
kecil (sekitar 20 kDa). SCaMPER diekspresikan dalam berbagai jenis jaringan,
termasuk otot jantung, pankreas dan hati. Sifat dan fungsi fisiologis saluran ini
belum dikenal (Bootman et al, 2001).
1.4

Intracellular Ca2+-releasing Messengers


Dalam kebanyakan sel, Ca2+ intraseluler berasal dari cadangan intern

yang menyediakan sebagian besar sinyal Ca2+. Ada 2 saluran utama Ca2+
intraseluler yaitu Pertama, ada family reseptor Ryanodine (RYR) yang terdiri dari
tiga anggota: RYR1 ditemukan di otot rangka dan neuron tertentu (misalnya sel
Purkinje), RYR2 ditemukan di otot jantung, otak dan beberapa sel lain, dan RYR3
ditemukan di otot halus, otak dan sel lain (Bennett et al,1996;. Giannini et al.
1995). Kedua, famili inositol 1,4,5-reseptor trisphosphate (InsP3R) yang memiliki
sejumlah anggota (Furuichi dan Mikoshiba, 1995; Taylor dan Traynor, 1995;
Bezprozvanny dan Ehrlich, 1995). Ada empat gen InsP3R, dan selanjutnya Hasil
keragaman dari splicing alternatif (Berridge, 1997).
1.4.1

Inositol 1,4,5-trisphosphate (InsP3)

15

InsP3 diproduksi oleh enzim fosfolipase C (PLC), yang menjadi aktif


ketika hormon atau faktor pertumbuhan berikatan dengan reseptor pada
permukaan sel. PLC sebenarnya mengkatalisis hidrolisis lipid pada bagian dalam
leaflet dari plasma membrane (PM), sehingga menghasilkan InsP3 dan
diasilgliserol, yang juga dapat bertindak sebagai intraseluler messenger.
Meskipun diproduksi di PM, InsP3 adalah sangat diffusible, dan dapat dengan
cepat melintasi sitoplasma sel. Namun, molekul InsP3 memiliki hidup yang
pendek hanya pada beberapa detik dalam sel, karena dimetabolisme oleh enzim
,baik dengan menambah atau menghapus gugus fosfat untuk mengakhiri potensi
pelepasan Ca2+-oleh InsP3. Cepatnya metabolisme InsP3 oleh enzim ini berarti
bahwa InsP3 memiliki aktivitas spasial-terbatas, meskipun dapat bebas
menyebar di dalam sel (Bootman et al, 2001; Berridge, 2009).
Penambahan

gugus

fosfat

oleh

Ca2+-kinase

tergantung

yang

memfosforilasi InsP3 untuk menghasilkan inositol 1,3,4,5-tetrakisphosphate


(InsP4) yang dapat menghasilkan utusan/ messenger intraseluler lain. Meskipun
perannya dalam sel fisiologi tidak sepenuhnya jelas, InsP4 mengikat ke protein
yang spesifik yaitu specific small GTPase-activating protein yang merupakan
famili dari Ras yang telah terbukti untuk memodulasi pelepasan Ca2+ (Cullen,
1998; Berridge, 2009).
1.4.2

Cyclic ADP ribose (cADPR)


cADPR rilis Ca2+ melalui aktivasi RyRs. Ca2+- melepaskan aksi cADPR

ditemukan selama studi melihat efek derivatif NAD+ oleh sinyal Ca2+.. cADPR
ldisintesis dari -NAD+ oleh enzim yang disebut ADP-ribosyl cyclases. Satu
enzim siklase ADP-ribosyl tersebut berada ektopik yang dinamakan glikoprotein
CD38 yang dijumpai pada banyak jenis sel. Enzim ini juga mengkatalisis

16

pembentukan cADPR dari -NAD+, aktivitas ini terjadi pada ekstraseluler.


Glikoprotein CD38 juga mengangkut cADPR ke dalam sel (Bootman et al, 2001)
cADPR berperan sebagai messenger intraseluler dihubungan antara
stimulasi sel dan peningkatan konsentrasi cADPR dalam sel. Selain itu, tingkat
cADPR dijumpai banyak didalam sel tapi tidak dengan RyRs. Data ini dapat
menunjukkan bahwa cADPR adalah regulator endogen yang relatif konstan untuk
sinyal Ca2+ atau ia memiliki fungsi seluler yang berbeda dari rilis Ca2+ (Bootman
et al, 2001).
Produk rincian cADPR adalah ribosa ADP (ADPR), yang tidak muncul
untuk memobilisasi Ca2+. Namun, ADPR memodulasi peristiwa yang terjadi
selama pembuahan dan juga mempengaruhi saluran ion dalam sel otot polos.
Dalam hal ini, cADPR menyerupai InsP3, dalam metabolit asli memiliki fungsi
tambahan sebagai messenger (Bootman et al, 2001).
1.4.3

Nicotinic AcidAdenine Dinucleotide Phosphate (NAADP)


NAADP berperan dalam intraceluller messenger yang terbentuk dari -

NADP+, berpotensi oleh cyclases ribosyl yang sama yang menghasilkan cADPR
(NB: enzim ini juga dapat menghasilkan ADP siklik fosfat ribosa dari -NADP+
dan GDP ribose siklik dari nicotinamide-guanin nukleotida. Fungsi signalingi
senyawa ini belum diketahui (Bootman et al, 2001)
Meskipun NAADP diproduksi oleh enzim yang sama dengan cADPR, tapi
tidak mengaktifkan RyRs. Reseptor untuk NAADP belum diketahui, tetapi telah
terbukti memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari kedua
InsP3Rs dan RyRs. Secara khusus, respon NAADP dapat sepenuhnya tidak aktif
untuk waktu yang lama oleh konsentrasi NAADP dibawah ambang batas untuk
rilis Ca2+. Hal ini menunjukkan bahwa

17

NAADP berperan menjadi utusan

intraselular hampir tidak dijumpai pada sel yang tidak distimulasi, dan harus
cepat diproduksi pada aktivasi (Bootman et al, 2001).
II.

MATRIKS EKSTRASELULER

2.1

Struktur dan Fungsi Matrik Ekstraseluler


Matrik ekstraseluler (MES) adalah merupakan jaringan yang terdiri dari

protein dan karbohidrat yang mengikat sel bersama-sama. Mempunyai struktur


yang komplek dan dinamis. Dalam setiap organisme matriks ekstraseluler
mendukung dan mengelilingi sel, mengatur kegiatan sel dan gerakan sel. Molekul
penyusun MES terdiri dari beberapa molekul yaitu kolagen, elastic fibers bersifat
insoluble, proteoglycans, hyaluronan, adhesive glycoproteins bersifat soluble.
Mereka dapat terlibat dalam proporsi yang berbeda untuk fungsi yang berbeda.
Fungsi MES dalam tubuh adalah memberikan perlindungan terhadap stimulus
atau stress mekanik, perkembangan embrio, persiapan untuk migrasi seluler
seperti penyembuhan luka, manajemen faktor pertumbuhan (Kim et al, 2011:
Davies, 2001).
MES menyediakan tempat untuk terjadinya aktivitas sinyal dengan
menanamkan berbagai resptor pada permukaan sel / membran plasma, faktor
pertumbuhan dan adhesi molekul seperti integrin. Sifat fisik eksternal MES juga
mungkin memiliki peran dalam proses signaling. MES molekul dapat menjadi
fleksibel dan dapat diperpanjang, dan ketegangan mekanik dapat mengekspos
cryptic sites, yang selanjutnya dapat berinteraksi dengan faktor pertumbuhan
atau reseptor mereka. Protein MES dan struktur dapat menentukan perilaku sel,
polaritas, migrasi, diferensiasi, proliferasi dan kelangsungan hidup untuk
berkomunikasi dengan sitoskeleton intraseluler dan transmisi sinyal faktor
pertumbuhan. Integrin dan proteoglikan adalah reseptor adhesi MES utama yang

18

bekerja sama dalam aktivitas sinyal, menentukan hasil-hasil signaling, dan nasib
sel (Kim et al, 2011).
2.2

Komunikasi Sel
Informasi dapat datang dalam berbagai bentuk dan seringkali melalui

proses merubah sinyal informasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Proses
pengubahan ini disebut transduksi sinyal. Sinyal-sinyal antar sel jauh lebih
sederhana . Pada komunikasi khas antar sel, sel pemberi sinyal menghasilkan
tipe khusus dari molekul sinyal yang dapat dideteksi oleh sel target. Sel target
memiliki protein reseptor yang mampu mengenali dan berespon secara spesifik
terhadap molekul sinyal. Transduksi sinyal dimulai ketika protein reseptor pada
sel target menerima sinyal ekstraselular yang baru masuk dan merubahnya
menjadi sinyal intraselular yang memerintah perilaku sel. Komunikasi antar sel
berperan penting untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan sel, jaringan,
organ tubuh, dan untuk mempertahankan homeostasis. Dalam tubuh manusia
terdapat dua jenis komunikasi antar sel, yaitu: wired system (komunikasi melalui
saraf atau listrik) dan non-wired system (komunikasi kimiawi). Sedangkan
komunikasi intra sel adalah komunikasi yang terjadi di dalam sel. Komunikasi
intra sel merupakan proses pengubahan sinyal di dalam sel itu sendiri (Kartika,
2011).
Komunikasi listrik merupakan komunikasi yang cepat dengan hitungan
milidetik. Informasi yang dihantarkan sepanjang sel saraf berbentuk potensial
aksi. Penghantaran informasi dari sel saraf ke sel target berlangsung melalui
sinaps, yang dikenal sebagai transmisi sinaps. Sedangkan komunikasi kimiawi
berlangsung lebih lambat namun efeknya lebih lama. Komunikasi saraf dan
komunikasi kimiawi dapat terjadi secara tumpang tindih. Beberapa zat kimia

19

seperti neurotransmitter, hormon, dan neurohormon tidak dapat menembus sel.


Informasi yang akan dihantarkan harus dirubah dulu oleh protein membran sel ke
sinyal kimia di dalam sel (Kartika, 2011; Berridge and Bootman. 2006).
Komunikasi sel berperan penting dalam menyelenggarakan homeostasis
karena tubuh harus senantiasa memantau adanya perubahan-perubahan nilai
berbagai parameter, lalu mengkoordinasikan respons yang sesuai sehingga
perubahan yang terjadi dapat diredam. Untuk itu sel-sel tubuh harus mampu
berkomunikasi satu dengan lainnya. Komunikasi antar sel merupakan media
yang menopang pengendalian fungsi sel atau organ tubuh. Pengendalian yang
paling sederhana terjadi secara lokal (intrinsik) yaitu dengan komunikasi antar sel
yang berdekatan. Pengendalian jarak jauh (ekstrinsik) lebih kompleks dan
dimungkinkan melalui refleks yang dapat melibatkan sisitem saraf (lengkung
refleks) maupun sistem endokrin (pengaturan umpan balik)(Kartika, 2011).
2. 3

Penyampaian Molekul Sinyal


Dalam penyampaian molekul sinyal terdapat empat tipe, yaitu:1)

Endokrin: sel target jauh, mengggunakan mediator hormon. Hormon dibawa


melalui pembuluh darah. 2) Parakrin: mediator lokal. Mempengaruhi sel target
tetangga, dirusak oleh suatu enzim ekstraselular atau diimobilisasi oleh ekstra ,
sellular matriks, 3) Autokrin: Sel responsif terhadap substansi yang dihasilkan
oleh sel itu sendiri, 4) Sinaptik: Penyampaian sinyal dapat dilakukan dengan cara
protein dari suatu sel berikatan langsung dengan protein lain pada sel lain
(Berridge et al, 2009).
2.4

Metode Komunikasi antar Sel


Di dalam tubuh terdapat tiga metode komunikasi antar sel, yaitu :

20

Komunikasi langsung, adalah komunikasi antar sel yang sangat


berdekatan. Komunikasi ini terjadi dengan mentransfer sinyal listrik (ionion) atau sinyal kimia melalui hubungan yang sangat erat antara sel satu
dengan lainnya. Gap junction merupakan protein saluran khusus yang
dibentuk oleh protein connexin. Gap junction memungkinkan terjadinya
aliran ion-ion (sinyal listrik) dan molekul-molekul kecil (sinyal kimia),
seperti asam amino, ATP, cAMP dalam sitoplasma kedua sel yang

berhubungan.
Komunikasi lokal, adalah komunikasi yang terjadi melalui zat kimia yang
dilepaskan ke cairan ekstrasel (interstitial) untuk berkomunikasi dengan
sel lain yang berdekatan (sinyal parakrin) atau sel itu sendiri (sinyal

autokrin).
Komunikasi jarak jauh: adalah komunikasi antar sel yang mempunyai
jarak cukup jauh. Komunikasi ini berlangsung melalui sinyal listrik yang
dihantarkan sel saraf dan atau dengan sinyal kimia (hormon atau
neurohormon) yang dialirkan melalui darah.

2.5

Transduksi Sinyal
Transduksi sinyal mencakup pengubahan sinyal dari satu bentuk ke

bentuk lain dalam sel. Akhirnya, respon terjadi sebagai hasil dari sinyal awal.
Sinyal-sinyal kimia dapat berupa protein, asam amino, peptida, nukleotida,
steroid, dan gas. Sebagian besar sinyal bersifat hidrofilik sehingga tidak dapat
melewati membran (contohnya protein, asam amino, dan peptida). Beberapa
sinyal bersifat hidrofobik dan mampu melalui membran untuk memulai respon
(contohnya hormon steroid). Sinyal-sinyal tersebut diproduksi oleh signal cell

21

dan dideteksi oleh protein reseptor pada sel target. Transduksi sinyal meliputi
aktifitas sebagai berikut:

Pengenalan berbagai sinyal dari luar terhadap reseptor spesifik yang

terdapat pada permukaan membran sel.


Penghantaran sinyal melalui membran sel ke dalam sitoplasma.
Penghantaran sinyal kepada molekul efektor spesifik pada bagian
membran sel atau efektor spesifik dalam sitoplasma. Hantaran sinyal ini
kemudian akan menimbulkan respon spesifik terhadap sinyal tersebut.
Respon spesifik yang timbul tergantung pada jenis sinyal yang diterima.
Respon dapat berupa peningkatan atau penurunan aktifitas enzim-enzim
metabolik, rekonfigurasi sitoskeleton, perubahan permeabilitas membran
sel, aktifasi sintesa DNA, perubahan ekspresi genetik atupun program

apoptosis.
Terputusnya rangkaian sinyal. Terjadi apabila rangsangan dari luar mulai
berkurang atau terputus. Terputusnya sinyal juga terjadi apabila terdapat
kerusakan atau tidak aktifnya sebagian atau seluruh molekul penghantar
sinyal. Informasi yang terjadi akan melewati jalur rangsang (signal
transduction pathway) yang terdiri dari berbagai protein berbeda atau
molekul tertentu seperti berbagai ion dan kanalnya, berbagai faktor
transkripsi, ataupun berbagai tipe sububit regulator. Setiap protein yang
terlibat pada jalur ini mampu menghambat atau mengaktifasi protein yang
berada dibawah pengaruhnya (down stream). Protein utama yang terlibat
dalam jalur rangsang pada umumnya adalah kinase dan posphatase,
yang beberapa diantaranya merupakan protein yang terdapat/larut dalam
sitoplasma. Kedua protein ini mampu melepaskan atau menerima grup
posphat dari protein lain sehingga proses penghantaran atau penghentian
sinyal dapat berlangsung.

22

Secara singkat langkah-langkah transduksi sinyal adalah:


1.
2.
3.
4.

Sintesis molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal.


Pelepasan molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal.
Transpor sinyal oleh sel target.
Pengikatan sinyal oleh reseptor spesifik yang menyebabkan aktivasi

reseptor tersebut.
5. Inisiasi satu atau lebih jalur transduksi sinyal intrasel.
6. Perubahan spesifik fungsi, metabolisme, atau perkembangan sel.
7. Pembuangan sinyal yang mengakhiri respon sel.
Ikatan ligan dengan reseptor spesifik akan memicu pelepasan second
messenger yang akan menimbulkan reaksi berantai dan membawa perubahan
didalam sel. Reseptor spesifik, yang terdapat pada membran sel dapat berupa:
GTP binding protein (G-protein)-coupled receptors, receptor tyrosine kinase,
cytokine receptor-link kinase atupun serine kinase. Sinyal yang terjadi bukan
hanya oleh adanya ikatan ligan dengan reseptor spesifik saja, melainkan juga
akibat adanya paparan langsung dengan tekanan mekanik maupun perubahan
kimiawi disekitar sel dengan melibatkan integrin.
Disamping reseptor, terdapat pula berbagai kanal ion yang ikut berperan
pada transduksi sinyal. Aktifitas kanal ion (khususnya ion-Ca) ataupun reseptor
kalsium seperti calcium sensing receptor (CaSR) yang termasuk dalam kelompok
C-family of G-protein coupled receptor dapat mempengaruhi keseimbangan
kalsium dengan merubah konsentrasi ion sitosolik. Ion-Ca dalam sitoplasma
akan bekerja sebagai second messenger dan dapat memicu timbulnya tranduksi
sinyal yang berkelanjutan.Pengubahan sinyal di dalam sel dapat terjadi sebagai
berikut:
1. Sinyal molekul ekstrasel berikatan dan mengaktifkan protein atau
glikoprotein membran sel. Molekul protein yang diikat reseptor akan

23

mengaktifkan:a) protein kinase, b) enzim penguat yang menggiatkan


second messengers.
2. Second messengers, berperan: a) Mengubah kegiatan enzim, khususnya
protein kinase, b) Meningkatkan ion kalsium intrasel c) Menggiatkan kanal
ion tertentu.
Fosforilasi protein atau kegiatan ion kalsium mengubah fungsi sel sebagai
respon sel. Sedangkan protein yang dimodifikasi ion kalsium dan proses
fosforilasi akan mengontrol: Enzim-enzim metabolik, kontraksi otot dan
pergerakan sitoskeleton, protein yang mengatur kegiatan gen dan sintesis
protein, transport membran dan kegiatan protein reseptor (Bootman, 2012).
2.6

Reseptor Pada Membran Sel


Reseptor yang terdapat pada membran sel meliputi (Juliano and Haskill,

1993) :
1) G-protein (GTP-binding protein)-coupled receptors, merupakan suatu
reseptor pada sel membran yang mempunyai tujuh helix transmembran.
Penyaluran sinyal yang timbul setelah G-protein coupled receptors
berikatan dengan ligan, baru mungkin terjadi bila G-protein ikut berperan
aktif untuk mempengaruhi efektor yang berada dibawah pengaruhnya.
2) Reseptor tirosin-kinase (RTK). Reseptor yang terdapat pada membran
sel, terkadang bukan hanya suatu protein yang bekerja sebagai reseptor
saja, namun juga merupakan suatu enzim yang mampu menambah grup
posphat kepada residu tirosin spesifik dari protein itu sendiri. Terdapat
dua macam tirosin kinase (TK) yakni: pertama, RTK yang merupakan
protein transmembran yang memiliki domain diluar membrane sel yang
mampu berikatan dengan ligan serta domain didalam membrane sel yang
merupakan suatu katalitik kinase. Jenis kedua, merupakan non-RTK yang

24

tidak memiliki protein transmembran serta terdapat dalam sitoplasma, inti


dan bagian dalam dari membran sel. Pada G-proteincoupled receptors
terdapat tujuh helix transmembran, sedangkan reseptor tirosin kinase
hanya mempunyai satu segmen transmembran meskipun reseptor tipe ini
dapat berupa monomer, dimmer ataupun tetramer.
3) Reseptor kinase serin, berperan pada aktivitas kerja dari aktivin, TGFbeta, mulerianinhibiting substance (MIS), dan bone morphegenic protein
(BMP). Sebagai efektor dari reseptor kinase serin adalah kinase serin
sendiri. Keluarga dari reseptor ini meneruskan signal melalui suatu
protein yang disebut sebagai smads. Protein ini dapat berperan ganda,
baik berperan sebagai penerus sinyal (transducer) maupun sebagai faktor
transkripsi.
4) Integrin. Hubungan antara sel dengan substrat dimediasi dengan adanya
integrin yang merupakan suatu protein transmembran yang mempunyai
tempat ikatan dengan berbagai material ekstra sel seperti fibronektin,
kolagen ataupun proteoglikan. Pada proses inflamsi, makrofag maupun
fibroblast akan mensintesa fibronektin yang merupakan matriks protein
yang besar. Fibronektin mempunyai fungsi sebagai chemotractant dan
fungsi mitogenik untuk fibroblast. Untuk menjalankan fungsi tersebut perlu
adanya ikatan fibronektin dengan reseptor integrin pada sel mononuklear
maupun fibroblast. .
Setiap reseptor pada membrane sel memiliki protein efektor dan jalur
sinyal tertentu. Efektor berperan dalam amplifikasi (peningkatan) suatu signal
yang timbul akibat adanya ikatan suatu ligan dengan reseptor spesifik pada
membran sel (Jaalouk et al, 2009).

25

2.7

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

perubahan

sinyal

mekanotranduksi.
Perubahan sinyal mekanotransduksi seluler dapat disebabkan oleh
adanya perubahan pada (Jaalouk et al, 2009) :
Lingkungan ekstraseluler, yaitu variasi pada tekanan mekanis atau
deformasi yang dialami oleh jaringan atau perubahan dari komposisi
matriks

ekstraseluler

yang

mempengaruhi

kekakuhan

dan

profil

biokimiawinya.
Struktur sel dan organisasinya, terdiri dari protein transmembran yang
memperantarai stress mekanik (antara lain: integrin, dystroglycans, kanal
ion), protein sitoskleton (desmin), protein amplop nukleus (lamins,
nesprin,emerin), serta protein dari nukleus (histon).
Elemen mekanosensor, yang terlibat dalam proses mekanotransduksi.
Meliputi kanal ion yang diaktivasi oleh regangan, talin,titin, miosin. Selain
itu yang berpengaruh dalam jalur sinyal downstream yaitu MAPK dan NFkB.
Perubahan faktor transduksi sel ini diakibatkan oleh karena mutasi dari
protein yang berhubungan dengan proses mekanotransduksi. Selain itu adanya
fungsi yang abnormal pada protein transmembran yang terlibat pada adhesi
antar atau sel dengan MES, dapat mempengaruhi distribusi tekanan intraseluler
dan berakhir dengan terganggu pula proses dari mekanotransduksi. Defek ini
dapat mempengaruhi fungsi sinyal mekanotransduksi, walaupun pada distribusi
tekanan yang normal sekalipun. Aktivasi mekanis seringkali mengawali jalur
sinyal multiple selama satu waktu yang dapat saling tumpah tidih satu sama lain
dan mengalami Cross-talk sehingga menyebabkan sulitnya dalam mempelajari
jalur yang spesifik. Beberapa jalur sinyal seringkali merupakan jalur klasik yang

26

dimediasi oleh reseptor ion (misalnya: jalur mitogen-activated protein kinase


(MAPK)) yang dapat diaktifkan oleh regangan mekanik seperti pada receptor
linked tirosine kinase (Jaalouk et al, 2009).
2.8

Peran Sitoskleton Terhadap Mekanotransduksi


Fibroblas hanya mampu mengenali stres mekanik pada permukaan

luarnya bila menahan suatu resistensi tertentu dengan tekanan internal sitosketal
tertentu pula. Adanya kontak adhesi sel dengan MES membentuk hubungan fisik
melalui komponen utama membran sel, yaitu integrin, maupun kanal ion.
Semakin kaku suatu sitoskleton, semakon sensitif menerima regangan
permukaan sel. Sebaliknya, suatu sel dengan sitoskleton yang mengalami
relaksasi sempurna (atau kolaps) hampir tidak dapat menerima dengan baik
deformitas dalam substrat MES nya untuk selanjutnya mengalami proses
mekanotransduksi (Chiquet et al, 2003).
2.9

Mekanotranduksi Matriks Ekstraseluler


Perubahan pada lingkungan MES akan memicu terjadi respon pada

komponen penyusun MES. Stress mekanik dapat meregulasi produksi protein


MES secara tidak langsung dengan menstimulasi pelepasan faktor pertumbuhan
parakrin, atau secara langsung dengan memicu jalur sinyal intraseluler yang
mengaktivasi gen. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perubahanperubahan ekspresi dari protein MES adalah bagian dari respon adaptif terhadap
berbagai tipe tekanan mekanis (Chiquet, 1999).
Adanya regangan intraseluler dapat mengawali perubahan dari elemen
sitoskeletal, dengan demikian mengubah afinitas ikatan terhadap molekul
spesifik dan mengaktivasi jalur sinyal. Kompresi ruang intraseluler dapat

27

mengubah konsentrasi efektif dari molekul sinyal autokrin dan parakrin. selain itu,
perubahan reseptor, tingkat kecairan lipid, dan bahkan aktivitas mitokondrial
diperkirakan sebagai suatu mekanosensor. Umumnya hampir seluruh sel
berespon terhadap stimulasi mekanis melalui perubahan adaptif pada fungsi sel.
Perubahan ini termasuk respon jangka pendek seperti pada peningkatan /
penurunan tekanan intraseluler, adhesi, peyebaran atau migrasi, maupun efek
jangka panjang seperti sintesis protein dan sekresi, reorganisasi struktural,
proliferasi dan viabilitas. Efek-efek ini sering kali dimediasi melalui jalur sinyal
yang multiple, bahkan saling tumpah tindih dan crosstalking (Jaalouk et al, 2009).

Gambar 6 : Beberapa jalur dalam proses mekanotransduksi (Jaalouk et al,


2009)
Dalam mempertahankan homeostasis matrik ekstraseluler. Respon
seluler terhadap berbagai stress mekanik ada yang berlangsung cepat, ada juga
berlangsung lama bergantung kepada jenis karakteristik sel. Respon seluler yang
terjadi cepat dan singkat (beberapa detik) setelah lingkungan matriks
ekstraseluler mendapatkan stress mekanik berkaitan dengan kaskade second

28

messenger dan perubahan elektrobiokimia. Perubahan lain, seperti transkripsi


gen dan sel / jaringan terjadi perubahan morfologi pada urutan menit ke jam.
Akhirnya, jika peristiwa ini terus berlangsung, efek akhir adalah perubahan besarbesaran di organisasi jaringan dan pengembangan morfologi organisme (Kolahi
and Mofrad, 2010).

Gambar 7: Skala waktu dan panjang bervariasi dari respon seluler (Kolahi
and Mofrad, 2010)
2.10

Peran Kalsium Pada Tranduksi Sinyal


Ion kalsium mengatur proses yang beragam seperti motilitas sel,

transkripsi gen, kontraksi otot, dan eksositosis (Berridge et al. 2000). Ion kalsium
dapat memicu kontraksi otot skeletal dengan mengikat troponin C dan kalsium
juga dapat diserap di retikulum sarkoplasma. Sinyal kalsium dalam sel berosilasi
: konsentrasi kalsium sitoplasma yang meningkat , efektor tertentu diaktifkan, dan
kemudian sinyal kalsium dibalik untuk me-reset sistem (lihat Gambar 7 dan 8).
Sel menggunakan saluran "toolkit" , pumps, dan buffer sitosol untuk mengontrol
kadar protein kalsium (Berridge et al. 2000). Beberapa protein dapat dimodulasi

29

kalsium seperti kinases dan phosphatases, transcription factors seperti NF-AT,


dan ubiquitous calcium-binding protein calmodulin (CaM) (Bootman, 2012).
Stimulasi listrik, hormonal, mekanik pada sel-sel dapat menghasilkan
sinyal kalsium, menyebabkan masuknya ion melintasi membran plasma atau rilis
dari cadangan intraseluler. Pengikatan hormon pada G-protein-coupled reseptor
(GPCRs), misalnya, mengarah ke generasi second messenger inositol 1,4,5trisphosphate (InsP3), yang melepaskan kalsium dari cadangan intraseluler
seperti

pada

retikulum

endoplasmic.

Sebaliknya,

stimulasi

listrik

atau

neurotransmitter pada neuron menyebabkan kalsium untuk masuk ke sel-sel dari


luar melalui saluran di membran plasma. Hal ini dapat meningkatkan konsentrasi
kalsium di sitosolik dari sekitar 100 nM menjadi sekitar 1 mM. Dalam kondisi aktif
konsentrasi kalsium bisa mencapai puluhan mikromolar. Seperti hot-spot lokal
kalsium yang digunakan oleh sel untuk mengaktifkan proses tertentu umumnya
tidak sensitif dengan konsentrasi kalsium sitosol (Bootman et al. 2001; Bootman,
2012).
Cellular

calcium

signaling

proteomes

pada

jaringan

spesifik,

menghasilkan sinyal kalsium yang unik yang sesuai dengan fisiologi jaringan ini
(Berridge et al. 2003). Sebagai contoh, cardiacmyocytes cepat membutuhkan
kalsium yang banyak untuk sementara (ratusan milidetik) untuk memicu kontraksi
otat jantung setiap detik (Bers, 2002), sedangkan sel-sel yang tidak kuat,
biasanya menampilkan osilasi kalsium yang berlangsung selama puluhan detik,
dan memiliki periodisitas beberapa menit, untuk kontrol ekspresi gen dan
metabolisme (Dupont et al. 2011). Sinyal kalsium yang cepat dalam miosit yang
disebabkan oleh kalsium masuk melalui voltage-activated calcium channels pada
membran plasma yang kemudian memicu rilis kalsium melalui reseptor

30

Ryanodine pada sarcoplasmic retikulum. Sinyal kalsium lambat pada sel-sel


nonexcitable, biasanya bergantung pada InsP3, yang mengikat saluran (InsP3Rs) pada retikulum endoplasma, atau berpotensi berikatan pada nicotinic acid
adenine dinucleotide phosphate-gated calcium channels (two pore channels)
pada organela asam, yang menyebabkan pelepasan kalsium ke dalam
sitoplasma (Galione, 2011). Sinyal kalsium juga dapat melewati celah
sambungan untuk mengkoordinasikan dengan aktivitas sel tetangga (Sanderson
et al. 1994).
Aktivitas ion kalsium dapat dimediasi langsung oleh efektor untuk
mengikat kalsium, seperti kalsineurin fosfatase (Berridge 2006). Atau, dapat
berinteraksi langsung dengan calcium-binding protein CaM. Interaksi kalsium
dengan calcium-binding protein CaM mengarah ke penataan ulang protein yang
memungkinkan untuk mengikat dan mengatur sasaran molekul allosterically
seperti calcium/calmodulin-dependent kinases CaMKII dan CaMKIV. CaM
bergerak dalam sel dan bisa berintraksi dengan target setelah mengikat kalsium.
Namun, dalam beberapa kasus, sebelum CaM terikat dengan kalsium
dibutuhkan kontrol yang cepat untuk mengikatnya. Pada akhirnya, sinyal kalsium
dikembalikan oleh aksi pompa seperti sarco / retikulum endoplasma ATPase
(SERCA) yang mengembalikannya dari sitosol ke cadangan intraseluler atau
lingkungan eksternal (Bootman, 2012).

31

Gambar 8: Calcium Signaling (Bootman, 2012)

Gambar 9: Calcium Signaling (Bootman, 2012)

32

BAB 3
KESIMPULAN

Matrik ekstraseluler (MES) adalah merupakan jaringan yang terdiri dari


protein dan karbohidrat yang mengikat sel bersama-sama. Mempunyai struktur
yang komplek dan dinamis. Dalam setiap organisme matriks ekstraseluler
mendukung dan mengelilingi sel, mengatur kegiatan sel dan gerakan sel. Molekul
penyusun MES terdiri dari beberapa molekul yaitu kolagen, elastic fibers bersifat
insoluble, proteoglycans, hyaluronan, adhesive glycoproteins bersifat soluble.
Mereka dapat terlibat dalam proporsi yang berbeda untuk fungsi yang berbeda.
Fungsi MES dalam tubuh adalah memberikan perlindungan terhadap stimulus
atau stress mekanik, perkembangan embrio, persiapan untuk migrasi seluler
seperti penyembuhan luka, manajemen faktor pertumbuhan.
Dalam proses regulasi protein MES, disamping reseptor, terdapat pula
berbagai kanal ion yang ikut berperan pada transduksi sinyal. Aktifitas kanal ion
(khususnya ion-Ca) ataupun reseptor kalsium seperti calcium sensing receptor
(CaSR) yang termasuk dalam kelompok C-family of G-protein coupled receptor
dapat mempengaruhi keseimbangan kalsium dengan merubah konsentrasi ion
sitosolik. Ion-Ca dalam sitoplasma akan bekerja sebagai second messenger dan
dapat memicu timbulnya tranduksi sinyal yang berkelanjutan (Berridge, 2009).
Dalam tubuh manusia, ion kalsium banyak berperan dalam berbagai
proses intraseluler. Ion kalsium (Ca2+) berperan sebagai utusan penghubung
/pembawa

pesan

tentang

kondisi

ekstraseluler

kedalam

intraseluler,

mengendalikan beragam proses seluler seperti transkripsi gen, kontraksi otot dan
proliferasi dan differensiasi sel.

33

DAFTAR PUSTAKA

Anderson PAV., Greenberg RM., 2001. Phylogeny of ion channels: clues to


structure and function. Comparative Biochemistry and Physiology Part
B 129.p; 17-18
Berridge MJ (1993). Inositol trisphosphate and calcium signalling. Nature 361:
315325.
Berridge MJ (1998). Neuronal calcium signalling. Neuron 21: 1326.
Berridge MJ, Bootman MD.,and Lipp P(1998). Calcium a life and death signal.
Nature 395: 645648.
Berridge MJ.,(1997). Elemetary and Global Aspects of Calcium Signaling. The
Journal of Experimental Biology 200, hal ; 315319.
Berridge MJ. 2006. Calcium microdomains: Organization and function. Cell
Calcium 40: 405412.
Berridge MJ, Lipp P, Bootman MD. 2000. The versatility and universality of
calcium signalling. Nat Rev Mol Cell Biol 1: 1121.
Berridge MJ, Bootman MD, Roderick HL. 2003. Calcium signalling: Dynamics,
homeostasis and remodelling. Nat Rev Mol Cell Biol 4:517529.
Berridge MJ. (2009). Inositol trisphosphate and calcium signalling mechanisms.
Biochimica et Biophysica Acta 1793 hal. 933940
Bers DM. 2002. Cardiac excitation-contraction coupling. Nature 415:198205.
BootmanMD, Lipp P, Berridge MJ. 2001. The organisation and functions of local
Ca2+ signals. J Cell Sci 114: 22132222.
Bootman MD, 2012. Calcium Signaling. Cold Spring Harb Perspect Biol; doi:
10.1101/cshperspect.a011171

34

Boitano S, Dirksen ER and Sanderson MJ (1992). Intercellular propagation of


calcium waves mediated by inositol trisphosphate. Science 258: 292
295.
Bootman MD and Berridge MJ (1995). The elemental principles of calcium
signalling. Cell 83: 675678.
Bootman MD., Lipp P. 2001. Calcium Signalling and Regulation of Cell Function.
Encyclopedia of lifr sciences. www.els.net
Bezprozvanny, I., Ehrlich, B.E. (1995). The inositol 1,4,5 trisphosphate (InsP3)
receptor. J. Membr. Biol. 145, 205216
Clapham DE (1995). Calcium signalling. Cell 80: 259268
Cannell, M. B., Cheng H., Lederer, W. J. (1995). The control of Ca 2+ release in
heart muscle. Science 268, 10451049.
Chiquet M, 1999. Regulation of extracelluler matrix gene expression by
mechanical stress. Matrix Biol.J.Int. Soc. Matrix Biol. 18, 417-426
Davies JA. 2001. Extraceluller Matrix. Nature Publishing Group / www.els.net
Dupont G, Combettes L, Bird GS, Putney JW. 2011. Calcium oscillations. Cold
Spring Harb Perspect Biol 3: a004226.
Galione A., White, A. (1994). Ca2+ release induced by cyclic ADP-ribose. Trends
Cell Biol. 4, 431436.
Galione A. 2011. NAADP receptors, Cold Spring Harb Perspect Biol 3: a004036
Jaalouk, DE., Lammerding, J., 2009. Mechanotransduction gone awry. Nat. Rev.
Mol. Cell Biol. 10, 63-73
Juliano RL., Haskill S. 1993. Signal Transduction From Extraceluller Matrix. The
Journal of Cell BiologyVol.120,No.03 hal;577-585

35

Kim S., Turnbull J dan Guimond S. (2011). Extracellular matrix and cell signalling:
the dynamic cooperation of integrin, proteoglycan and growth factor
receptorJournal of Endocrinology. vol. 209, 139151.
Kolahi KS, Mofrad MRK. 2010. Mechanotransduction: a major regulator of
homeostasis and development www.wiley.com/wires/sysbio
Lee, HC. (1994). Cyclic ADP-ribose a new member of a super family of
signaling cyclic-nucleotides. Cell Signall. 6, 591600.
Lopez-LOopez, JR., Shacklock, PS., Balke, CW., Wier WG. (1995). Local Ca 2+
transients triggered by single L-type Ca2+ channel currents in cardiac
cells. Science 268, 10421045.
Sanderson MJ, Charles AC, Boitano S, Dirksen ER. 1994. Mechanisms and
function of intercellular calcium signaling. Mol Cell Endocrinol 98: 173
187.
Widura. 2000. Kalsium dan fungsi. Universitas Kristen Maranatha. hal :1-16.

36

37

Anda mungkin juga menyukai