PENDAHULUAN
receptor
dapat
mempengaruhi
keseimbangan
kalsium
dengan
merubah
konsentrasi ion sitosolik. Ion kalsium dalam sitoplasma akan bekerja sebagai
second messenger dan dapat memicu timbulnya tranduksi sinyal yang
berkelanjutan (Berridge, 2009).
Dalam dua dekade terakhir makin nyata bahwa perubahan konsentrasi
kalsium ekstrasel dapat mempengaruhi berbagai proses seluler, termasuk
sekresi dan proliferasi sel, meskipun demikian, kalsium intrasel mungkin lebih
penting, bertindak sebagai bagian dari sistem penghantaran signal yang
menjembatani respons suatu sel terhadap rangsangan spesifik (Widura, 2000).
Menurut teori second messenger yang pertama kali disampaikan
Sutherland, suatu hormon atau impuls syaraf adalah messenger pertama,
sedangkan messenger kedua adalah cyclic AMP termasuk ion kalsium dan cyclic
nucleotide lain. Pendapat yang menyatakan bahwa cyclic nucleotide hanya
bekerja pada sistem yang tidak mengalami eksitasi, sedangkan ion kalsium
hanya di sistem yang dapat tereksitasi, sudah tidak berlaku lagi. Banyak bukti
menunjukkan bahwa dalam banyak sistem sel, ion kalsium dan cyclic nucleotide
bekerja sebagai messenger yang berpasangan (Widura, 2000),
Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang peran ion kalsium pada
proses regulasi matriks ekstraseluler sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan atau referensi dalam hal penatalaksanan kasus-kasus dalam
lingkup obstetrik ginekologik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Kalsium
1.1
Ion Kalsium
Dalam tubuh manusia, ion kalsium banyak berperan dalam berbagai
pesan
tentang
kondisi
ekstraseluler
kedalam
intraseluler,
mengendalikan beragam proses seluler seperti transkripsi gen, kontraksi otot dan
proliferasi dan differensiasi sel (Bootman et al, 2001).
Dalam melakukan aktivitasnya, kalsium membutuhkan saluran yang
disebut Ca2+Channel, untuk bisa menyampaikan kondisi ekstraseluler kedalam
intraseluler. Saluran kalsium ini berbentuk seperti lubang pori-pori (Pore-forming
unit) yang terletak pada membran plasma. Pore-forming unit pada tubuh manusia
yang dikenal adalah Na+ dan Ca2+, adalah merupakan protein tunggal yang terdiri
dari four linked domains, yang masing-masing sangat homolog dengan protein
tunggal K+ channel 6-TM. Seperti K+ channel dan Na+ channel, sebagian besar
saluran Ca2+, mempunyai gambaran struktural dan fungsional yang bervariasi
(Anderson et al, 2001).
Keragaman Ca2+ channel antara lain terdiri dari beberapa kelas yaitu Ltype currents, T-type currents,dan N-type currents. L-type dan N-type currents,
membutuhkan depolarisasi yang besar untuk mengaktifkannya, sehingga di
klasifikasikan sebagai high voltage-activated (HVA). Sedangkan T-type currents,
membutuhkan depolarisasi yang kecil disebut sebagai low voltage-activated
(LVA). Pada studi teknik kloning molekuler Ca2+ channel, dijumpai bahwa variasi
fungsional antara arus Ca2+ berkorelasi dengan keanekaragaman struktural yang
signifikan. Sampai saat ini, ada 10 famili yang berbeda dari tegangan-gated Ca2+
3
channel. Sistem istirahat Ca2+ channel terbagi menjadi saluran HVA dan LVA.
HVA channel kemudian dibagi lagi sebagai L dan non-L : L-type channel, 1S,C,D,
, yang sekarang disebut CaV1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4, dan no-L type channel, 1A, B,
, disebut Cav 2.1, 2.2, dan 2.3; dan tiga saluran LVA 1G, H, I, sekarang CaV 3.1,
pembukaan
saluran
(yaitu
CICR),
tetapi
segera
setelah
konsentrasi tercapai tingkat tertentu, umpan balik switch dari positif ke negatif
dan Ca2+ kemudian menghambat saluran (Bezprozvanny dan Ehrlich, 1995). Efek
umpan balik negatif ini memastikan bahwa Ca2+ cukup dilepaskan untuk
memberikan sinyal yang berarti, sehingga menghindari sitoplasma dari kelebihan
Ca2+ yang berpotensi bersifat sitotoksik (Berridge, 1997).
Sel memiliki akses pada dua sumber sinyal Ca2+. Pertama, mendapatkan
ion Ca2+ dari ekstraseluler. Ca2+ masuk dari luar melalui berbagai saluran seperti
voltage-operated channels (VOCs), receptor-operated channels (ROCs) atau
store-operated channels (SOCs). Kedua, Ca2+ dapat dilepaskan dari cadangan
retikulum endoplasma dan sarkoplasma retikulum pada intaseluler. Sumbersumber Ca2+ bervariasi dari sel ke sel (Berridge, 1997).
potensi aksi pada seluruh permukaan plasma membran (Cannell et al, 1995;
,Lopez-Lopez et al 1995).
Proses regeneratif secara inheren berbahaya dikarenakan memicu
pembukaan stokastik satu saluran. Untuk menghindari terjadinya proses acak
seperti regeneratif gelombang Ca2+, sel-sel mengembangkan mekanisme untuk
mengatur rangsangan dari reseptor intraseluler inaktif (sel beristirahat) menjadi
semakin aktif ketika sinyal Ca2+ sedang dihasilkan. InsP3Rs merupakan reseptor
yang distimulasi oleh agonis InsP3 yang terletak pada permukaan sel. InsP3
berikatan dengan InsP3Rs, sehingga sensitivitasnya meningkat oleh aksi
stimulasi Ca2+. Akibatnya, InsP3R dipengaruhi oleh dua agonis yaitu InsP3 dan
Ca2+. Fungsi utama dari InsP3 adalah untuk meningkatkan sensitivitas Ca2+ pada
reseptor InsP3R. Demikian pula, RYR juga berada di bawah regulasi ganda,
setidaknya dalam beberapa jenis sel (Lee, 1994; Galione, 1994). ADP siklik
ribosa (cADPR) merupakan second messenger yang mampu meningkatkan
snsitivitas Ca2+ pada RYRs (Berridge, 1997).
InsP3 atau cADPR dapat meningkatkan sensitivitas dari InsP3Rs dan
RYRs, messenger tersebut mengubah sitoplasma inaktif menjadi aktif pada
saluran intraseluler sehingga dapat berkomunikasi satu sama lain untuk
menghasilkan sinyal Ca2+ secara global (Berridge, 1997).
Ion
kalsium
(Ca2+)
secara
umum
berperan
sebagai
messenger
Ca2+ di dalam sel diatur oleh interaksi secara simultan dari beberapa proses,
yang dapat dibagi menjadi Ca2+ 'on' dan 'off' tergantung pada mekanisme apakah
mereka berperan untuk meningkatkan atau mengurangi Ca2+ dalam sitosol
(Gambar 2) (Bootman, 2001).
Mekanisme Ca2+ 'on' dilengkapi saluran yang terletak di membran plasma
(PM) yang mengatur habis-habisnya pasokan Ca2+ dari ruang ekstraselular, dan
saluran di retikulum endoplasma dan sarcoplasmic reticulum (ER dan SR) yang
melepaskan cadangan terbatas Ca2+ intraseluler dari penyimpanan. Sedangkan
berbagai mekanisme 'off' yang digunakan oleh sel untuk menghapus/
menghilangkan Ca2+ dari sitoplasma. Ini termasuk Ca2+ ATPase pada PM dan
ER/SR, selain exchanger yang memanfaatkan gradien ion lain untuk memberikan
energi untuk mengangkut Ca2+ dari sel, misal pertukaran Na+/Ca2+ . Kadangkadang, beberapa mekanisme 'off' yang berkontribusi terhadap sitosolik Ca2+
meningkat, misalnya 'selip' dari Ca2+ melalui Ca2+ ATPase dan pertukaran
reverse-mode Na+/Ca2+ . Organel selain ER dan SR juga mungkin memainkan
peran penting dalam Ca2+ homeostasis dengan eksekusi atau melepaskan Ca2+..
Misalnya, mitokondria membatasi amplitudo sitosol Ca2+ yang meningkat dengan
cepat mengeksekusi Ca2+ dan kemudian lebih lambat kembali ke sitoplasma
(Bootman, 2001).
Ketika
sel-sel
beristirahat,
keseimbangan
terletak
pada
kondisi
berbagai
kombinasi
saluran
ini.
Enzim
ATPase
dan
membran
Ca2+ATPase;
SERCA,
sarcoplamic
endoplasma
retikulum
2+
1.3
Ca2+ Channels
Sel memiliki akses pada dua sumber sinyal Ca2+. Pertama, mendapatkan
ion Ca2+ dari ekstraseluler. Ca2+ masuk dari luar melalui berbagai saluran seperti
voltage-operated channels (VOCs), receptor-operated channels (ROCs) atau
store-operated channels (SOCs). Kedua, Ca2+ dapat dilepaskan dari cadangan
retikulum endoplasma dan sarkoplasma retikulum pada intaseluler. Sumbersumber Ca2+ bervariasi dari sel ke sel (Berridge, 1997: Anderson et al, 2001).
1.3.1
10
gelombang Ca2+ radial yang disinkronkan dengan Ca2+ yang sensitif untuk
menggetarkan banyak silia. Mekanisme ini yang mendasari keluarnya lendir
pada trakea untuk mengeluarkan partikel asing dari paru-paru (Boitano et al.,
1992).
Store-operated Ca2+ channels (SOCs) diaktifkan untuk merespon
cadangan Ca2+ intraseluler yang menurun, baik akibat pergerakan fisiologis oleh
Ca2+ sebagai pembawa pesan/utusan atau akibat agen farmakologis. Mekanisne
penyimpanan cadangan atau kehilangan Ca2+ dapat diketahui dengan mudah,
dengan terbuka atau tertutupnya saluran Ca2+ channel pada membran plasma
(Bootman et al, 2001; Anderson et al, 2001)
1.3.2
11
12
13
molekul InsP3R. Reseptor RyRs berbagi dengan InsP3R dalam hal sensitivitas
atau kepekaan terhadap konsentrasi Ca2+ di sitosol, meskipun RyRs umumnya
diaktifkan dan dihambat oleh konsentrasi yang lebih tinggi (aktivasi pada 1-10
mmol/L; penghambatan pada >10 mmol/L). Berbeda dengan InsP3Rs, yang
hampir ubiquitously disajikan dalam jaringan mamalia, RyRs sebagian besar
hadir dalam tipe sel kuat dan aktif, seperti otot dan neuron. Seperti InsP3Rs, RyR
subunit yang dikodekan oleh tiga gen. Namun, gen ini tampaknya tidak memiliki
redundansi fungsional yang sama seperti diamati dengan isoform InsP3R.
Sebaliknya, protein RyR berbeda sering digunakan untuk fungsi tertentu.
Misalnya, RyRs tipe 1 hanya diaktifkan selama kontraksi otot rangka, sedangkan
'tipe 2' RyRs hanya berperan dalam otot jantung (Bootman et al, 2001).
Reseptor Ryanodine yang disebut demikian karena mempunyai afinitas
yang tinggi. Pengikatan Ryanodine ke RyRs use-dependent yang berarti bahwa
saluran harus berada dalam keadaan aktif. Pada konsentrasi rendah (1-10 mmol
/L), Ryanodine mengikat dengan kuat atau terkunci pada RyR menjadi
subconductance berumur panjang, sementara konsentrasi yang lebih tinggi (>
100 mmol/L) menghambat membuka saluran yang bersifat ireversibel. RyRs juga
diaktifkan oleh konsentrasi kafein dalam millimolar. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan dalam sensitivitas RyRs ke Ca2+ dengan adanya kafein, sehingga
konsentrasi basal Ca2+ menjadi aktif (Bootman et al, 2001).
InsP3Rs dan RyRs adalah titik fokus untuk konvergensi banyak jalur
sinyal yang berbeda. Pembukaan saluran ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk fosforilasi, adenin nukleotida, senyawa tiol-reaktif, pH dan konsentrasi
tinggi Ca2+ pada ER / SR (Bootman et al, 2001).
14
1.3.2.3 Sphingolipid
Ca2+release
Mediating
Protein
of
Endoplasmic
Reticulum (SCaMPER)
SCaMPER adalah saluran rilis Ca2+ yang merespon lipid fosfokolin
sphingosine, yang dapat meningkatkan dalam sel bila dirangsang dengan faktor
pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF). Scamper tidak
mempunyai kemiripan struktural baik InsP3Rs atau RyRs, dan bahkan jauh lebih
kecil (sekitar 20 kDa). SCaMPER diekspresikan dalam berbagai jenis jaringan,
termasuk otot jantung, pankreas dan hati. Sifat dan fungsi fisiologis saluran ini
belum dikenal (Bootman et al, 2001).
1.4
yang menyediakan sebagian besar sinyal Ca2+. Ada 2 saluran utama Ca2+
intraseluler yaitu Pertama, ada family reseptor Ryanodine (RYR) yang terdiri dari
tiga anggota: RYR1 ditemukan di otot rangka dan neuron tertentu (misalnya sel
Purkinje), RYR2 ditemukan di otot jantung, otak dan beberapa sel lain, dan RYR3
ditemukan di otot halus, otak dan sel lain (Bennett et al,1996;. Giannini et al.
1995). Kedua, famili inositol 1,4,5-reseptor trisphosphate (InsP3R) yang memiliki
sejumlah anggota (Furuichi dan Mikoshiba, 1995; Taylor dan Traynor, 1995;
Bezprozvanny dan Ehrlich, 1995). Ada empat gen InsP3R, dan selanjutnya Hasil
keragaman dari splicing alternatif (Berridge, 1997).
1.4.1
15
gugus
fosfat
oleh
Ca2+-kinase
tergantung
yang
ditemukan selama studi melihat efek derivatif NAD+ oleh sinyal Ca2+.. cADPR
ldisintesis dari -NAD+ oleh enzim yang disebut ADP-ribosyl cyclases. Satu
enzim siklase ADP-ribosyl tersebut berada ektopik yang dinamakan glikoprotein
CD38 yang dijumpai pada banyak jenis sel. Enzim ini juga mengkatalisis
16
NADP+, berpotensi oleh cyclases ribosyl yang sama yang menghasilkan cADPR
(NB: enzim ini juga dapat menghasilkan ADP siklik fosfat ribosa dari -NADP+
dan GDP ribose siklik dari nicotinamide-guanin nukleotida. Fungsi signalingi
senyawa ini belum diketahui (Bootman et al, 2001)
Meskipun NAADP diproduksi oleh enzim yang sama dengan cADPR, tapi
tidak mengaktifkan RyRs. Reseptor untuk NAADP belum diketahui, tetapi telah
terbukti memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari kedua
InsP3Rs dan RyRs. Secara khusus, respon NAADP dapat sepenuhnya tidak aktif
untuk waktu yang lama oleh konsentrasi NAADP dibawah ambang batas untuk
rilis Ca2+. Hal ini menunjukkan bahwa
17
intraselular hampir tidak dijumpai pada sel yang tidak distimulasi, dan harus
cepat diproduksi pada aktivasi (Bootman et al, 2001).
II.
MATRIKS EKSTRASELULER
2.1
18
bekerja sama dalam aktivitas sinyal, menentukan hasil-hasil signaling, dan nasib
sel (Kim et al, 2011).
2.2
Komunikasi Sel
Informasi dapat datang dalam berbagai bentuk dan seringkali melalui
proses merubah sinyal informasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Proses
pengubahan ini disebut transduksi sinyal. Sinyal-sinyal antar sel jauh lebih
sederhana . Pada komunikasi khas antar sel, sel pemberi sinyal menghasilkan
tipe khusus dari molekul sinyal yang dapat dideteksi oleh sel target. Sel target
memiliki protein reseptor yang mampu mengenali dan berespon secara spesifik
terhadap molekul sinyal. Transduksi sinyal dimulai ketika protein reseptor pada
sel target menerima sinyal ekstraselular yang baru masuk dan merubahnya
menjadi sinyal intraselular yang memerintah perilaku sel. Komunikasi antar sel
berperan penting untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan sel, jaringan,
organ tubuh, dan untuk mempertahankan homeostasis. Dalam tubuh manusia
terdapat dua jenis komunikasi antar sel, yaitu: wired system (komunikasi melalui
saraf atau listrik) dan non-wired system (komunikasi kimiawi). Sedangkan
komunikasi intra sel adalah komunikasi yang terjadi di dalam sel. Komunikasi
intra sel merupakan proses pengubahan sinyal di dalam sel itu sendiri (Kartika,
2011).
Komunikasi listrik merupakan komunikasi yang cepat dengan hitungan
milidetik. Informasi yang dihantarkan sepanjang sel saraf berbentuk potensial
aksi. Penghantaran informasi dari sel saraf ke sel target berlangsung melalui
sinaps, yang dikenal sebagai transmisi sinaps. Sedangkan komunikasi kimiawi
berlangsung lebih lambat namun efeknya lebih lama. Komunikasi saraf dan
komunikasi kimiawi dapat terjadi secara tumpang tindih. Beberapa zat kimia
19
20
berhubungan.
Komunikasi lokal, adalah komunikasi yang terjadi melalui zat kimia yang
dilepaskan ke cairan ekstrasel (interstitial) untuk berkomunikasi dengan
sel lain yang berdekatan (sinyal parakrin) atau sel itu sendiri (sinyal
autokrin).
Komunikasi jarak jauh: adalah komunikasi antar sel yang mempunyai
jarak cukup jauh. Komunikasi ini berlangsung melalui sinyal listrik yang
dihantarkan sel saraf dan atau dengan sinyal kimia (hormon atau
neurohormon) yang dialirkan melalui darah.
2.5
Transduksi Sinyal
Transduksi sinyal mencakup pengubahan sinyal dari satu bentuk ke
bentuk lain dalam sel. Akhirnya, respon terjadi sebagai hasil dari sinyal awal.
Sinyal-sinyal kimia dapat berupa protein, asam amino, peptida, nukleotida,
steroid, dan gas. Sebagian besar sinyal bersifat hidrofilik sehingga tidak dapat
melewati membran (contohnya protein, asam amino, dan peptida). Beberapa
sinyal bersifat hidrofobik dan mampu melalui membran untuk memulai respon
(contohnya hormon steroid). Sinyal-sinyal tersebut diproduksi oleh signal cell
21
dan dideteksi oleh protein reseptor pada sel target. Transduksi sinyal meliputi
aktifitas sebagai berikut:
apoptosis.
Terputusnya rangkaian sinyal. Terjadi apabila rangsangan dari luar mulai
berkurang atau terputus. Terputusnya sinyal juga terjadi apabila terdapat
kerusakan atau tidak aktifnya sebagian atau seluruh molekul penghantar
sinyal. Informasi yang terjadi akan melewati jalur rangsang (signal
transduction pathway) yang terdiri dari berbagai protein berbeda atau
molekul tertentu seperti berbagai ion dan kanalnya, berbagai faktor
transkripsi, ataupun berbagai tipe sububit regulator. Setiap protein yang
terlibat pada jalur ini mampu menghambat atau mengaktifasi protein yang
berada dibawah pengaruhnya (down stream). Protein utama yang terlibat
dalam jalur rangsang pada umumnya adalah kinase dan posphatase,
yang beberapa diantaranya merupakan protein yang terdapat/larut dalam
sitoplasma. Kedua protein ini mampu melepaskan atau menerima grup
posphat dari protein lain sehingga proses penghantaran atau penghentian
sinyal dapat berlangsung.
22
reseptor tersebut.
5. Inisiasi satu atau lebih jalur transduksi sinyal intrasel.
6. Perubahan spesifik fungsi, metabolisme, atau perkembangan sel.
7. Pembuangan sinyal yang mengakhiri respon sel.
Ikatan ligan dengan reseptor spesifik akan memicu pelepasan second
messenger yang akan menimbulkan reaksi berantai dan membawa perubahan
didalam sel. Reseptor spesifik, yang terdapat pada membran sel dapat berupa:
GTP binding protein (G-protein)-coupled receptors, receptor tyrosine kinase,
cytokine receptor-link kinase atupun serine kinase. Sinyal yang terjadi bukan
hanya oleh adanya ikatan ligan dengan reseptor spesifik saja, melainkan juga
akibat adanya paparan langsung dengan tekanan mekanik maupun perubahan
kimiawi disekitar sel dengan melibatkan integrin.
Disamping reseptor, terdapat pula berbagai kanal ion yang ikut berperan
pada transduksi sinyal. Aktifitas kanal ion (khususnya ion-Ca) ataupun reseptor
kalsium seperti calcium sensing receptor (CaSR) yang termasuk dalam kelompok
C-family of G-protein coupled receptor dapat mempengaruhi keseimbangan
kalsium dengan merubah konsentrasi ion sitosolik. Ion-Ca dalam sitoplasma
akan bekerja sebagai second messenger dan dapat memicu timbulnya tranduksi
sinyal yang berkelanjutan.Pengubahan sinyal di dalam sel dapat terjadi sebagai
berikut:
1. Sinyal molekul ekstrasel berikatan dan mengaktifkan protein atau
glikoprotein membran sel. Molekul protein yang diikat reseptor akan
23
1993) :
1) G-protein (GTP-binding protein)-coupled receptors, merupakan suatu
reseptor pada sel membran yang mempunyai tujuh helix transmembran.
Penyaluran sinyal yang timbul setelah G-protein coupled receptors
berikatan dengan ligan, baru mungkin terjadi bila G-protein ikut berperan
aktif untuk mempengaruhi efektor yang berada dibawah pengaruhnya.
2) Reseptor tirosin-kinase (RTK). Reseptor yang terdapat pada membran
sel, terkadang bukan hanya suatu protein yang bekerja sebagai reseptor
saja, namun juga merupakan suatu enzim yang mampu menambah grup
posphat kepada residu tirosin spesifik dari protein itu sendiri. Terdapat
dua macam tirosin kinase (TK) yakni: pertama, RTK yang merupakan
protein transmembran yang memiliki domain diluar membrane sel yang
mampu berikatan dengan ligan serta domain didalam membrane sel yang
merupakan suatu katalitik kinase. Jenis kedua, merupakan non-RTK yang
24
25
2.7
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
sinyal
mekanotranduksi.
Perubahan sinyal mekanotransduksi seluler dapat disebabkan oleh
adanya perubahan pada (Jaalouk et al, 2009) :
Lingkungan ekstraseluler, yaitu variasi pada tekanan mekanis atau
deformasi yang dialami oleh jaringan atau perubahan dari komposisi
matriks
ekstraseluler
yang
mempengaruhi
kekakuhan
dan
profil
biokimiawinya.
Struktur sel dan organisasinya, terdiri dari protein transmembran yang
memperantarai stress mekanik (antara lain: integrin, dystroglycans, kanal
ion), protein sitoskleton (desmin), protein amplop nukleus (lamins,
nesprin,emerin), serta protein dari nukleus (histon).
Elemen mekanosensor, yang terlibat dalam proses mekanotransduksi.
Meliputi kanal ion yang diaktivasi oleh regangan, talin,titin, miosin. Selain
itu yang berpengaruh dalam jalur sinyal downstream yaitu MAPK dan NFkB.
Perubahan faktor transduksi sel ini diakibatkan oleh karena mutasi dari
protein yang berhubungan dengan proses mekanotransduksi. Selain itu adanya
fungsi yang abnormal pada protein transmembran yang terlibat pada adhesi
antar atau sel dengan MES, dapat mempengaruhi distribusi tekanan intraseluler
dan berakhir dengan terganggu pula proses dari mekanotransduksi. Defek ini
dapat mempengaruhi fungsi sinyal mekanotransduksi, walaupun pada distribusi
tekanan yang normal sekalipun. Aktivasi mekanis seringkali mengawali jalur
sinyal multiple selama satu waktu yang dapat saling tumpah tidih satu sama lain
dan mengalami Cross-talk sehingga menyebabkan sulitnya dalam mempelajari
jalur yang spesifik. Beberapa jalur sinyal seringkali merupakan jalur klasik yang
26
luarnya bila menahan suatu resistensi tertentu dengan tekanan internal sitosketal
tertentu pula. Adanya kontak adhesi sel dengan MES membentuk hubungan fisik
melalui komponen utama membran sel, yaitu integrin, maupun kanal ion.
Semakin kaku suatu sitoskleton, semakon sensitif menerima regangan
permukaan sel. Sebaliknya, suatu sel dengan sitoskleton yang mengalami
relaksasi sempurna (atau kolaps) hampir tidak dapat menerima dengan baik
deformitas dalam substrat MES nya untuk selanjutnya mengalami proses
mekanotransduksi (Chiquet et al, 2003).
2.9
27
mengubah konsentrasi efektif dari molekul sinyal autokrin dan parakrin. selain itu,
perubahan reseptor, tingkat kecairan lipid, dan bahkan aktivitas mitokondrial
diperkirakan sebagai suatu mekanosensor. Umumnya hampir seluruh sel
berespon terhadap stimulasi mekanis melalui perubahan adaptif pada fungsi sel.
Perubahan ini termasuk respon jangka pendek seperti pada peningkatan /
penurunan tekanan intraseluler, adhesi, peyebaran atau migrasi, maupun efek
jangka panjang seperti sintesis protein dan sekresi, reorganisasi struktural,
proliferasi dan viabilitas. Efek-efek ini sering kali dimediasi melalui jalur sinyal
yang multiple, bahkan saling tumpah tindih dan crosstalking (Jaalouk et al, 2009).
28
Gambar 7: Skala waktu dan panjang bervariasi dari respon seluler (Kolahi
and Mofrad, 2010)
2.10
transkripsi gen, kontraksi otot, dan eksositosis (Berridge et al. 2000). Ion kalsium
dapat memicu kontraksi otot skeletal dengan mengikat troponin C dan kalsium
juga dapat diserap di retikulum sarkoplasma. Sinyal kalsium dalam sel berosilasi
: konsentrasi kalsium sitoplasma yang meningkat , efektor tertentu diaktifkan, dan
kemudian sinyal kalsium dibalik untuk me-reset sistem (lihat Gambar 7 dan 8).
Sel menggunakan saluran "toolkit" , pumps, dan buffer sitosol untuk mengontrol
kadar protein kalsium (Berridge et al. 2000). Beberapa protein dapat dimodulasi
29
pada
retikulum
endoplasmic.
Sebaliknya,
stimulasi
listrik
atau
calcium
signaling
proteomes
pada
jaringan
spesifik,
menghasilkan sinyal kalsium yang unik yang sesuai dengan fisiologi jaringan ini
(Berridge et al. 2003). Sebagai contoh, cardiacmyocytes cepat membutuhkan
kalsium yang banyak untuk sementara (ratusan milidetik) untuk memicu kontraksi
otat jantung setiap detik (Bers, 2002), sedangkan sel-sel yang tidak kuat,
biasanya menampilkan osilasi kalsium yang berlangsung selama puluhan detik,
dan memiliki periodisitas beberapa menit, untuk kontrol ekspresi gen dan
metabolisme (Dupont et al. 2011). Sinyal kalsium yang cepat dalam miosit yang
disebabkan oleh kalsium masuk melalui voltage-activated calcium channels pada
membran plasma yang kemudian memicu rilis kalsium melalui reseptor
30
31
32
BAB 3
KESIMPULAN
pesan
tentang
kondisi
ekstraseluler
kedalam
intraseluler,
mengendalikan beragam proses seluler seperti transkripsi gen, kontraksi otot dan
proliferasi dan differensiasi sel.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
35
Kim S., Turnbull J dan Guimond S. (2011). Extracellular matrix and cell signalling:
the dynamic cooperation of integrin, proteoglycan and growth factor
receptorJournal of Endocrinology. vol. 209, 139151.
Kolahi KS, Mofrad MRK. 2010. Mechanotransduction: a major regulator of
homeostasis and development www.wiley.com/wires/sysbio
Lee, HC. (1994). Cyclic ADP-ribose a new member of a super family of
signaling cyclic-nucleotides. Cell Signall. 6, 591600.
Lopez-LOopez, JR., Shacklock, PS., Balke, CW., Wier WG. (1995). Local Ca 2+
transients triggered by single L-type Ca2+ channel currents in cardiac
cells. Science 268, 10421045.
Sanderson MJ, Charles AC, Boitano S, Dirksen ER. 1994. Mechanisms and
function of intercellular calcium signaling. Mol Cell Endocrinol 98: 173
187.
Widura. 2000. Kalsium dan fungsi. Universitas Kristen Maranatha. hal :1-16.
36
37