Varicella Pada Anak
Varicella Pada Anak
ABSTRACT
Varicella is a viral infectious disease which a caused by varicella-zoster virus. It manifests as
chickenpox and its latent reactivation will manifests as herpes zoster (shingles). The clinical
signs of varicella begin as macule that soon becomes itchy vesicle on scalp, face, and trunk.
On the other hand, herpes zosters infection commonly manifests as vesicular lesions which
distributed unilaterally according to the infected sensory nerves. The diagnosis of varicella
should be made clinically rather than laboratory (virology and serology). Vaccination and
administration of immunoglobulin are recommended for prophylaxis. Acyclovir has been the
drug of choice for both varicella and herpes zoster infection. Complications may vary from
bacterial infection until hemorrhage and neurologic disorder.
Key words: varicella - virus - infection
ABSTRAK
Penyakit cacar air adalah penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus Varicella-Zoster
yang dapat bermanifestasi menjadi varicela (chickenpox) dan reaktivasi latennya
menimbulkan herpes zoster (shingles). Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit
kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian
dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel. Sedangkan, herpes zoster umumnya menimbulkan
lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan perjalanan saraf sensori
terinfeksi. Diagnosis varicela ditegakkan secara klinis maupun laboratorium (teknik virologi
dan serologi). Pencegahan yang dapat digunakan terhadap penyakit ini adalah vaksinasi dan
immunoglobulin. Obat pilihan utama terhadap penyakit varicella dan herpes zoster adalah
antivirus jenis asiklovir. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi bakteri,
perdarahan, dan gangguan saraf.
Kata kunci: varicela - virus - infeksi
PENDAHULUAN
Penyakit cacar air (varicela) mungkin sudah
tidak asing lagi dan merupakan penyakit yang
mendunia1. Varicela merupakan penyakit
menular yang dapat menyerang siapa saja,
--------------------------------------------------Martinus Kurniawan ( )
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Jl.
Boulevard Jend.Sudirman, Lippo Karawaci, Tangerang,
Indonesia.
Tel: +62-21-54210130 ; Fax: +62-21-54210133;
e-mail: martinz0203@yahoo.com
23
VARICELA ZOSTER
9. Drew WL. Herpes Viruses. Dalam: Ryan KJ, Ray CG. Editor. Sherris Medical Microbiology.
Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 1994. h.562-565.
10. Whitley RJ. Varicella-Zoster Virus Infections. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi ke-16. New
York: McGraw Hill; 2005. h.1042-1045.
11. Parker SP, Quinlivan M, Taha Y, Breuer J. Genotyping of Varicella-Zoster Virus and The
Discrimination of Oka Vaccine Strains by TaqMan Real-Time PCR. Journal of Clinical
Microbiology 2006; 44: 39113914.
12. Warenham DW, Breuer J. Herpes Zoster. BMJ 2007; 334: 1211-1215.
13. Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfaller MA. Medical Microbiology. Edisi ke-3. St.
Louis: Mosby; 1998. h.427-430.
14. Grose C. Variation on a Theme by Fenner: The Pathogenesis of Chickenpox. Pediatrics 1981; 68:
735737.
15. Joklik WK, Willet HP, Amos DB, Willfert CM. Zinsser Microbiology. Edisi ke-20. Connecticut:
Appleton & Lange; 1992. h.959-961.
16. Gilden DH, Demasters BKK, Laguardia JJ, Mahalingam R, Cohrs RJ. Neurologic Complications
of The Reactivation of Varicella-Zoster Virus. NEJM 2000; 342: 635-645.
17. Johnson RW. Herpes Zoster-Predicting and Minimizing the Impact of Postherpetic Neuralgia.
Journal of Antimicrobial Chemotheraphy 2001; 47: 1-8.
18. Center for Disease Control. Varicella (Chickenpox) Photos. 11 September 2007. Didapat dari
http://phil.cdc.gov. Diakses pada tanggal 19 Juni 2008.
19. Gilchrest B, Baden HP. Photodistribution of Viral Exanthems. Pediatrics 1974; 54: 136138.
20. Vasquez M, Shapiro ED. Varicella Vaccine and Infection with Varicella-Zoster Virus. NEJM
2005; 352: 439-440.
21. Johnson CE, Stancin T, Fattlar D, Rome LP, Kumar ML. A Long-Term Prospective Study of
Varicella Vaccine in Healthy Children. Pediatrics 1997; 100: 761-766.
22. Fisher RG, Edwards KM. Varicella-Zoster. Pediatrics in Review 1998; 19: 62-67.
23. English R. Varicella. Pediatrics in Review 2003; 24: 372-379.
24. Reynolds L, Struik S, Nadel S. Neonatal Varicella: Varicella-Zoster Immunoglobulin (VZIG)
Does Not Prevent Disease. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal Ed. 1999; 81: 69-70.
25. Enright AM, Prober CG. Herpesviridae Infections in Newborns: Varicella-Zoster Virus, Herpes
Simplex Virus, and Cytomegalovirus. Pediatr Clin N Am 2004; 51: 889 908.
26. Lokeshwar
MR.
Varicella-Zoster
Virus.
25
Mei
http://www.pediatriconcall.com. Diakses pada tanggal 4 Juli 2008.
2007.
Didapat
dari:
27. Gershon AA. Varicella-Zoster Infections. Pediatrics in Review 2008; 29: 5-11.
28. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis & Treatment.
Edisi ke-16. New York: McGraw Hill; 2003. h.1117-1119.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Arvin AM. Varicella-Zoster Virus. Clinical Microbiology Reviews 1996; 9: 361-381.
2. Comitee on Infectious Diseases. Varicella Vaccine Update. Pediatrics 2000; 105: 136-141.
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit
Tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h.152-159.
4. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 22 November 2007.
Didapat dari www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 14 Juni 2008.
5. Hambleton S, Gershon AA. Preventing Varicella-Zoster Disease. Clinical Microbiology Reviews
2005; 18: 70-80.
6. Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Essentials of Pediatrics. Edisi
ke-5. Philadelphia: Elseviers Saunders; 2006. h.470-472.
7. Myers MG, Stanberry LR, Seward JF. Varicella-Zoster Virus. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Elseviers Saunders;
2004. h.1057-1062.
8. Ludwig H, Haines HG, Biswal N, Melnick MB. The Characterization of Varicella-Zoster Virus
DNA. J. gen. Virol 1972; 14: 111-114.
29
VARICELA ZOSTER
jumlah limfosit berkisar di atas 700, dapat
mengurangi sekitar 13% kejadian serangan.
Walaupun demikian, anak-anak dengan
leukemia yang telah mendapatkan vaksin sulit
untuk memperoleh peningkatan cell-mediated
imunity terhadap VZV. Perlu ditekankan
bahwa vaksin tidak dianjurkan untuk diberikan
pada pasien yang sedang mengalami
imunodefisiensi
karena
justru
dapat
menyebabkan timbulnya aktivasi penyakit
setelah 1 bulan mendapatkan imunisasi.
Namun, perlu diingat pada dasarnya
pencegahan lebih baik untuk mengurangi
angka kematian daripada mengobati penyakit
yang sudah terjadi.1
KOMPLIKASI
Varicela
Komplikasi yang paling sering ditemukan
akibat infeksi varicella adalah infeksi bakteri
S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup
A
beta
hemolitik
streptococcus).6,45,46
Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk
mengurangi resiko kematian, namun pada
keadaan sepsis kurang berguna.47 Infeksi
sekunder akibat bakteri biasanya ditandai
dengan munculnya bula atau selulitis,
limfadenitis regional dan abses subkutan dapat
muncul. S. pyogenes umumnya menyebabkan
varicela gangrenosa yang bersifat invasif.
Manifestasi lain yang adalah pneumonia,
arthritis, dan osteomyelitis.48 Sindroma Reye,
yang merupakan ensefalopati non inflamasi
dengan degenerasi lemak pada hati dapat
merupakan komplikasi yang menyulitkan.
Anak yang menderita varicela tidak boleh
diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan
resiko terjadinya sindroma Reye.49,50
Komplikasi
neurologis
seperti
meningoensefalitis dan serebelar ataxia
merupakan gejala utama yang biasa terjadi.
Komplikasi pada susunan saraf pusat biasanya
terjadi pada anak dibawah 5 tahun dan lebih
dari usia 20 tahun. Varicella ensefalitis
biasanya dapat hilang dengan sendirinya
dalam waktu 24 hingga 72 jam. Begitu pula
dengan ataksia serebelum, biasanya hilang
dalam beberapa waktu.6 Gejala seperti
perdarahan, petekie, purpura, epistaksis,
hematuria, perdarahan gastrointestinal, dan
DIC disebabkan karena komplikasi yang
berupa trombositopenia, terjadi 1 sampai 2
minggu setelah infeksi varicella.5,6 Dapat juga
28
27
VARICELA ZOSTER
DIAGNOSIS LABORATORIUM
Tehnik PCR
Metode virologi dengan mendeteksi DNA
virus ataupun protein virus digunakan sebagai
salah satu metode diagnosis infeksi VZV.
Spesimen sebaiknya disimpan di dalam es atau
pendingin dengan suhu -70C apabila
penyimpanan dilakukan untuk waktu yang
lebih lama.26
Teknik Serologi
Salah satu metode serologik yang digunakan
untuk mendiagnosis infeksi VZV di dasarkan
pada pemeriksaan serum akut dan konvalesens
yaitu IgM dan IgG.
Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitifitas
dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV
memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan
dengan kehadiran IgM pada infeksi primer.28
Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi
IgG adalah untuk mengetahui status imun
seseorang,
dimana
riwayat
penyakit
varicelanya tidak jelas. Pemeriksaan IgG
mempunyai
kepentingan
klinis,
guna
mengetahui antibodi pasif atau pernah
mendapat vaksin aktif terhadap varicela.
Keberadaan IgG, pada dasarnya merupakan
petanda dari infeksi laten terkecuali pasien
telah
menerima
antibodi
pasif
dari
immunoglobulin. Teknik lain adalah dengan
menggunakan fluorescent-antibodi membrane
antigen assay, pemeriksaan ini dapat
mendeteksi antibodi yang terikat pada sel yang
terinfeksi oleh VZV. Tes ini sangat sensitif
dan spesifik, hampir serupa dengan
pemeriksaan enzyme immunoassay atau
imunoblotting.29 Pemeriksaan serologik lain
yang mendukung adalah lateks aglutinasi,
untuk mengetahui status imunitas terhadap
VZV.29,30
26
25
VARICELA ZOSTER
terdapat lebih dari lima ratus penderita, akan
tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan
tahun 2006. Data Dinkes tahun 2006 mencatat,
jumlah penderita penyakit cacar air sebanyak
1.771 orang.3 Berdasarkan data-data tersebut,
diperlukan adanya usaha pencegahan dengan
vaksinasi yang telah terbukti sangat efektif
untuk mengontrol penyebaran penyakit
varicela. Vaksin ini mempunyai kemampuan
70-90% untuk mencegah varicela dengan
efektifitas 95% dalam mencegah varicela
berat.2
DEFINISI
24
29. Steinberg SP, Gershon AA. Measurement of Antibodies to Varicella-Zoster Virus by Using a
Latex Agglutination Test. J. Clin. Microbiol 1991; 29: 15271529.
30. Brunell PA, Straus SE, Krause PR. Recent Advances in Varicella-Zoster Virus Infection. Ann
Intern Med. 1999; 130: 922-932.
31. Morfin F, Thouvenot D, Tessier MDT, Lina B, Aymard M, Ooka T. Phenotypic and Genetic
Characterization of Thymidine Kinase from Clinical Strains of Varicella-Zoster Virus Resistant
to Acyclovir. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 1999; 43: 24122416.
32. Committee on Infectious Diseases. The Use of Oral Acyclovir in Otherwise Healthy Children
With Varicella. Pediatrics 1993; 91: 674-676.
33. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Medical Microbiology. Edisi ke-23. New York: McGraw Hill;
2004. h.438-442.
34. Committee on Infectious Diseases. Recommendations for the Use of Live Attenuated Varicella
Vaccine. Pediatrics 1995; 95: 791-796.
35. Preblud SR. Varicella: Complications and Costs. Pediatrics 1986; 78: 728-735.
36. Djoerban, Z. Penatalaksanaan Pasien Terminal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
ed.3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.
37. Atwater, E. Psychology of Adjustment. 2nd Ed. New Jersey: Prentice Hall; 1983.
38. Sarafino, Edward P. Health Psychology. In: Biopsychosocial Interactions. 4th ed. USA: John
Wiley & Sons, 2002.
39. Taylor, Shelley E. Health Psychology. 5th ed. USA: McGraw-Hill; 2003.
40. Anderson, Merrill P. Stress Management for Chronic Disease: An Overview. UK: Pergamon
Press; 1998.
41. Sheridan, Charles L, Radmacher, Sally A. Health Psychology Challenging the Biomedical Model.
New York: John Wiley & Sons; 1992.
31