Refrat Cedera Kepala
Refrat Cedera Kepala
Tugas Refrat
Diajukan Oleh:
J 500050013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
LEMBAR PENGESAHAN
REFRAT
CEDERA KEPALA
J 500050013
Mengetahui
Ketua program profesi dokter
Pembimbing
dr.Haryono, Sp.B
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda
paksa tumpul / tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi
cerebral sementara.Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan
lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih
rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta
rujukan yang terlambat.
Di Indonesia kajadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal
sebelum tiba di rumah sakit. Dari psien yang sampai di rumah sakit , 80%
dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang
dan 10% sedang, dan 10 % termasuk cedera kepala berat.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan
para dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan
pertama pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan
menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok
tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.
Sebagai tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah
identifikasi adanya lesi masa yang memerlukan tindakan pembedahan, dan
yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan kepala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SCALP
yaitu:
Skin atau kulit
Connective tissue atau
jaringan penyambung
Aponeuris atau galea
aponeurotika
yaitu
jaringan
yang
ikat
berhbungan
langsung
dengan tengkorak
dewasa
yang
cukup
lama
terperangkap
sehingga
membutuhkan waktu
b. Tulang Tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh
otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus
frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum (American college of surgeon, 1997).
c. Meninges
lapisan yaitu :
1) Duramater
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater
oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid
umumnya
disebabkan
akibat
cedera
kepala
(American
college
of
surgeon,1997)
3) Pia mater
mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus
saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk
kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater (japardi, 2004).
d. Otak
dan
rhombensefalon
oblongata
dan
serebellum.
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab
dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung
jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan (American college of
surgeon, 1997).
e. Cairan serebrospinalis
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.
kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar
500 ml CSS per hari(Hafidh, 2007).
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior)(japardi,2004)
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis(japardi,2004).
3. ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA
a. Tekanan intracranial
Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan
intracranial yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang
akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intracranial yang
tinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang mengganggu fungsi otak.
TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg
dianggap tidak normal. Seamkin tinggi TIK seteelah cedera kepala,
semakin buruk prognosisnya (American college of surgeon,1997)
b. Hukum Monroe-Kellie
konstan
karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume
intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-
cedera
primer
dan
cedera
kepala
akselarasideselarasi
gerakan
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan
dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasideselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar
saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)
dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (contrecoup) (japardi, 2004)
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai
proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer,
berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,
peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.(japardi, 2004)
5. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal
3 deskripsi kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan
morfologinya.
a. Mekanisme cedera kepala
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala
tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena
pukulan benda tumpul. Sedang cedera kepala tembuus disebabkan
oleh peluru atau tusukan (Bernath, 2009).
b. Beratnya cedera
1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala
berat.
Glasgow
Glasgow Coma Scale
Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
nilai ai
4
3
2
1
5
4
3
2
1
c. Morfologi cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium
dan lesiintrakranial.
1. Fraktur cranium
Fraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
Fracture dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan
2. Lesi Intrakranial
difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal
termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau
hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa,
secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan
perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis(Bernath,
2009)
a. Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang
yang
tidak
selalu
homogeny,
bentuknya
biconvex
sampai
b. Hematom Subdural
Hematoma
subdural
(SDH)
lebih
sering
terjadi
akibat
robeknya
vena
biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma
epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan
operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom
terbagi menjadi akut dan kronis.
1) SDH Akut
dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas
medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure
interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya hematom subdural
(Bernath, 2009).
2) SDH Kronis
otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar
kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap
tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan
hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun,
terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi
hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam
jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
e. Cedera difus
Cedar otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering
terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan
cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi
disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat.
Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak
diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah
keadaan bingguung dan disorientasi tanpa amnesia. Sindroma ini
pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang
lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia
retrograde dan amnesia antegrad (American college of surgeon,
1997).
Komosio
cerebri
klasik
adalah
cedera
yang
mengakibatkan
college of surgeon,1997)
cedera kepala. Karenanya akan dibahas juga mengenai trauma wajah ini, yang
meski bukan penyebab kematian namun kecacatan yang akan menetap seumur
hidup perlu menjadi pertimbangan.
CEDERA MAXILLOFACIAL
Faktur maxilaris
Fraktur maxilla merupakan cedera wajah yang paling berat, dan
dicirikan oleh:
-
Mobilitas palatum
Epistaksis
Fraktur
nelintang
rendah pada maxila
yang hanya melibatkan
palatum, dicirikan oleh
pergeseran
arcus
dentalis maxila dan
palatum, maloklusi gigi
biasanya bisa terjadi
(Boies, 2002).
Lefort II
Lefort III
Merupakan cedera paling berat, dimana perlekatan seluruh rangka
wajah terputus.seluruh komplek zigomatikus menjadi mobile dan
tergeser (Boies, 2002)
Fraktur mandibula
Fraktur gigi
Fraktur os nasal
Fraktur orbita
Fraktur os zygoma
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala
diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan
yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm,
Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari
inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis,
Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan
mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada
kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral
dan oblique.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.
2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi
shock, febris, dll).
4) Adanya lateralisasi.
5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
6)
7)
8)
keberadaan
ventilasi
atau
masalah
pernapasan
7. PENATALAKSANAAN
memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala
sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat
membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala
tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau
berat(ariwibowo, 2008).
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.
lebih
dari 20 cc di daerah infratentorial
kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
tanda fokal neurologis semakin berat
terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan
terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis (Bernath, 2009)
PROGNOSA
Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma
juga sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.
BAB III
KESIMPULAN
adanya
disfungsi
rostrocaudal
batang
otak.
Subdural Hematom
48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan
pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan
dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
2. Hematoma Subdural Subakut
jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural
akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan
subdural.
Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala
yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status
neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita
memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat
kesadaran
mulai
menurun
perlahan-lahan
dalam
beberapa
jam.Dengan
satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat
dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah
dikelilingi oleh membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang
mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam
hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan
lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya,
menambah ukuran dan tekanan hematoma.
terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua
keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak
dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya
genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala
bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma
subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis
biasanya dikeluarkan melalui pembedahan
Intracerebral hematom
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
CT Scan
CT Scan atau Computed tomography adalah pencitraan medis yang
diperoleh dengan menggunakan sinar-X. radiasi tersebut melewati
tubuh dan diterima oleh detektor dan kemudian terintegrasi dengan
komputer
untuk
mendapatkan
gambar
cross
sectional
yang
Daftar pustaka
Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC
Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka
Cendekia.